Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH USHUL FIQH

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Ushul Fiqh

Dosen Pengampu:

Oleh:
Kelompok 1
Muhammad Jabir NIM : 2223.100019
Fajar Rizky Ramadhan NIM : 2223.100008
Mochamad Septiana Alfaridzi NIM : 2223.100015
Rudi Setiadi NIM : 2223.100026
Entin Kustini NIM :
SEMESTER 2
STIT MUHAMMADIYAH KOTA BANJAR
TAHUN 2022/2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah ‫ س بحانه و تع الى‬karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada
halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak dosen pengampu mata
kuliah Ushul Fiqh yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Banjar, 2 Juni 2023

Kelompok Satu

2
3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ushul fiqh adalah cabang ilmu dalam studi fiqh yang berfokus pada prinsip-
prinsip dasar dan metode interpretasi dalam memahami hukum Islam. Ushul fiqh
membantu umat Islam dalam memahami dan mengaplikasikan hukum-hukum syariah
yang terkandung dalam Al-Qur'an dan Sunnah.

Sejak awal sejarah Islam, umat Muslim telah menghadapi berbagai perubahan
dan tantangan dalam menghadapi perkembangan sosial, ekonomi, dan politik. Dalam
menghadapi dinamika ini, ushul fiqh menjadi alat penting bagi para ulama untuk
mengeluarkan fatwa dan memecahkan masalah-masalah hukum yang kompleks.

Dalam makalah ini, akan dibahas pula Objek Kajian Ushul Fiqh, Perbedaan
Ushul Fiqh dengan Fiqh, Tujuan dan fungsi ushul fiqh, Sejarah Perkembangan Ushul
Fiqh, Pengaruh Mantik Aristoteles, dan Aliran didalam ushul fiqh

Akhirnya, kami berharap bahwa makalah ini akan memberikan pemahaman


yang lebih baik tentang pentingnya ushul fiqh dalam menjawab tantangan zaman dan
menjaga relevansi hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim. Dengan
pemahaman yang kuat tentang prinsip-prinsip ushul fiqh, umat Islam dapat
memahami hukum-hukum syariah dengan lebih baik dan mengaplikasikannya secara
efektif dalam kehidupan mereka.

B. Rumusan dan Urgensi Pemabahasan


Dari pembahasan latar belakang di atas, maka penulis bermaksud
membahas materi yang terangkum dalam rumusan pembahasan sebagai
berikut:
1. Apa saja objek kajian ushul fiqh
2. Apa perbedaan Ushul Fiqh dengan Fiqh
4
3. Tujuan dan fungsi dari ushul fiqh
4. Bagaimana sejarah perkembangan ushul fiqh
5. Bagaimana pengaruh mantik Aristoteles
6. Apa saja aliran aliran yang ada didalam ushul fiqh

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ushul Fiqh


Ushul Fiqh adalah cabang ilmu dalam studi fiqh yang berfokus pada prinsip-
prinsip, metodologi, dan sumber-sumber hukum dalam Islam. Secara harfiah, "ushul"
berarti dasar atau prinsip, sedangkan "fiqh" merujuk pada pemahaman dan aplikasi
hukum Islam. Oleh karena itu, Ushul Fiqh dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari dasar-dasar hukum Islam dan metodologi untuk mencapai pemahaman
hukum yang akurat.

Ushul Fiqh berkaitan erat dengan pengembangan dan aplikasi hukum Islam.
Ilmu ini mempelajari metode interpretasi dan penalaran hukum dalam Islam, serta
sumber-sumber hukum yang digunakan dalam memutuskan hukum-hukum syariat.
Dalam Ushul Fiqh, para ulama dan ahli hukum Islam mempelajari prinsip-prinsip
dasar yang digunakan untuk menggali dan memahami hukum-hukum Islam dari
sumber-sumbernya, seperti Al-Quran, As-Sunnah (tradisi Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi Wasallam), Ijma' (kesepakatan umat Islam), dan Qiyas (analogi).

Menurut Imam Sya’fii Ilmu ushul fiqh adalah sebuah kajian luar biasa yang
mampu meringkas begitu banyak teks yang memiliki konsekuensi hukum yang sama
menjadi sebuah formula yang sederhana. Ilmu ini digunakan para ulama dalam
mengambil kesimpulan hukum.

6
Melalui penelitian dan analisis yang cermat, Ushul Fiqh membantu
menghasilkan prinsip-prinsip hukum yang dapat diaplikasikan dalam berbagai
masalah dan situasi kehidupan, sehingga memungkinkan umat Muslim untuk
memahami dan mengambil keputusan hukum yang sesuai dengan ajaran agama
mereka.

Dalam praktiknya, Ushul Fiqh melibatkan penafsiran teks-teks hukum,


pemahaman konteks sejarah, dan penerapan metode penalaran logis untuk memahami
dan menggali hukum Islam. Disiplin ini sangat penting dalam menjaga keberlanjutan
dan relevansi hukum Islam, serta memastikan bahwa keputusan hukum yang diambil
didasarkan pada prinsip-prinsip yang sahih dan dapat dipertanggungjawabkan secara
akademis.

B. Objek Ushul Fiqh


Objek pembahasan ilmu ushul fiqh adalah dalil syari' yang bersifat umum
ditinjau dari segi ketetapan-ketetapan hukum yang bersifat umum pula. Adapun
pendapat menurut Muhammad Al – Juhaili menyebutkan bahwa objek kajian Ushul
Fiqh adalah sebagai berikut:
1. Sumber-sumber hukum syara’, baik yang disepakati, seperti al-Qur’an dan
Sunnah maupun yang diperselisihkan, seperti istihsan dan mashlahah
mursalah
2. Pembahasan tentang ijtihad, yakni syarat-syarat dan sifat-sifat orang yang
melakukan ijtihad
3. Mencarikan jalan keluar dari dua dalil yang bertentangan secara dzahir,
ayat dengan ayat atau sunnah dengan sunnah, dan lain-lain baik dengan
jalan pengompromian (al-Jam’u wa al-Taufiq), menguatkan salah satu
(tarjih), pengguguran salah satu atau kedua dalil yang bertentangan

7
4. Pembahasan hukum syara’ yang meliputi syarat-syarat dan macam-
macamnya, baik yang bersifat tuntutan, larangan, pilihan atau keringanan
(rukhshah)
5. Juga dibahas tentang hukum, hakim, mahkum ‘alaih, dan lain-lain;
6. Pembahasan kaidah-kaidah yang akan digunakan dalam mengistinbath
hukum dan cara menggunakannya

C. Perbedaan Fiqh dengan Ushul Fiqh


Secara istilah fiqh adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syar’i yang
bersifat praktis yang diperoleh melalui proses istinbat (menggali dan menelaah) dari
dalil-dalil syar’i. Ungkapan yang sangat populer dalam pembahasan fiqh, nahnu
nahkumu biddhawahir (kita memutuskan dan menghukumi secara luar saja, apa yang
tampak). Sehingga, fokus sorotan fiqh atau objek kajiannya adalah perbuatan orang
mukallaf. Oleh karena itu, yang dihukumi oleh fiqh harus berbentuk perbuatan, bukan
persoalan keyakinan yang menjadi garapan tauhid, atau soal rasa (dzauq) yang
digarap oleh ilmu tasawuf.

Sedangkan ushul fiqh secara sederhana adalah cara atau metode yang
dijadikan perantara untuk memproduksi sebuah hukum. Pengetahun tentang metode
dan tata cara memproduksi hukum-hukum syar’i melalui dalilnya itu yang disebut
dengan ushul fiqh. Misalnya, membasuh muka dalam wudlu’ merupakan kewajiban
dan salah satu unsur yang harus ada (rukun). Bagaimana metode dan cara
menghasilkan hukum wajib membasuh muka dalam wudlu’ itulah garapan ushul fiqh.
Proses apa yang harus ditempuh oleh seorang mujtahid melalui sumber-sumber
hukum atau dalil-dalil syar’i sehingga menghasilkan hukum wajib.
Lantas apa hubungan sekaligus perbedaan antara Fiqih dengan Ushul Fiqih?
Fiqh adalah proses pembelajaran untuk mengetahui hukum-hukum (syariat) Islam,

8
sedang Ushul fiqh adalah kaidah-kaidah yang dibutuhkan untuk mengeluarkan hukum
dan perbuatan-perbuatan manusia yang dikehendaki oleh fiqh.

Hubungan antar fiqh dan Ushul Fiqh sangat erat, hingga tidak dapat
dipisahkan. Kata “Ushul” berasal dari bahasa Arab ‘al-ashl’ yang berarti
usul-usul/kaidah/pondasi/dasar. Sedangkan fiqh adalah pemahaman atas suatu hal.
Yang berarti Ushul fiqh adalah ilmu tentang kaidah yang menggariskan suatu hukum
syara yang bersifat Amaliah dari dalil-dalil yang terperinci. Dengan kata lain, Ushul
fiqh adalah kaidah yang menjelaskan metode, cara, mengeluarkan hukum-hukum
islam dari dalilnya (Sumber dalil: Al-Qur’an, Al-Hadist, Al-ijma atau kesepakatan
para ulama, dan Al-Qiyas).

D. Tujuan dan Fungsi Ushul Fiqh


Mempelajari ilmu usul fikih memiliki berbagai urgensi ataupun faedah
tersendiri yang menekankan betapa urgennya disiplin ilmu ini. Di antaranya adalah:

1. Sebagai fondasi pokok dalam ber-istidlal


2. Mengetahui pendapat yang benar di antara perbedaan pendapat para ulama
3. Mengetahui standar yang benar untuk ber-istidlal agar selamat dalam
beristidlal, karena tidak setiap dalil sahih itu menghasilkan istidlal yang
juga sahih
4. Memelihara agama dari penyimpangan dan penyalahgunaan dalil. Dengan
berpedoman pada ushul fiqh, hukum yang dihasilkan melalui ijtihad tetap
diakui syara’;
5. Menyusun kaidah-kaidah umum (asas hukum) yang dapat dipakai untuk
menetapkan berbagai persoalan dan fenomena sosial yang terus
berkembang di masyarakat; dan
6. Memudahkan praktik ijtihad dalam “fikih kontemporer”

9
7. Menjelaskan ketentuan dalam fatwa, syarat menjadi seorang mufti, serta
adab-adab dalam memberi dan meminta fatwa
8. Mengetahui sebab-sebab yang menimbulkan persilangan pendapat di
antara para ulama sehingga dapat memberikan alasan dan uzur bagi
mereka dalam hal tersebut
9. Menyeru kepada mengikuti dalil apa pun itu, serta meninggalkan
fanatisme dan taklid buta
10. Menjaga akidah Islamiyah dengan menjaga usul istidlal dan bantahan
terhadap syubhat orang-orang yang menyelisihinya
11. Menguatkan kaidah dalam berdiskusi dan berdialog secara ilmiah
Dan lain-lain.

Kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Oleh karena itu, setelah mengenal
apa itu usul fikih, bagaimana penting dan urgensinya usul fikih, kita bisa makin
mencintai disiplin ilmu ini. Jika sudah cinta, maka semangat untuk mempelajarinya
pun semakin membara. Jika sudah menguasainya, maka kita akan semakin sadar
betapa berartinya ilmu usul fikih dalam memahami ilmu agama.

E. Sejarah Perkembangan
Sebagaimana disiplin ilmu lainnya, usul fikih pun mengalami proses sejarah
yang cukup panjang, sejak muncul berupa pengetahuan, kemudian dibukukan dan
menjadi disiplin ilmu yang mandiri, hingga saat ini.

Sejatinya, usul fikih sudah ada di zaman Nabi. Para sahabat sudah mengenal
bagaimana langkah yang digunakan dalam mengeluarkan hukum dari suatu dalil. Para
sahabat sudah mengetahui adanya kias, bisa membedakan lafal yang umum dan yang

10
khusus, serta cabang-cabang disiplin ilmu usul fikih lainnya. Semua itu mereka
pelajari langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dari sabda-sabda
beliau, dari praktik beliau, penjelasan beliau terhadap ayat-ayat Alquran, dari tanya
jawab bersama beliau, dan lain sebagainya. Hanya saja, pada masa tersebut, usul fikih
sebagaimana disiplin ilmu lainnya belumlah menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri
karena tidak ada keperluan untuk hal itu, mengingat sahabat adalah orang yang
berilmu dalam hal tersebut.

Sampai berlalu puluhan tahun, atas kehendak Allah, Imam Syafi’i berhasil
melahirkan disiplin ilmu usul fikih. Adalah Ar-Risalah, megakarya Imam Syafi’i
yang memelopori lahirnya usul fikih. Kitab yang awalnya ditujukan kepada
Abdurrahman bin Mahdi itu disebut-sebut sebagai kitab induk di dalam disiplin ilmu
usul fikih.

Ada yang berpendapat bahwa yang pertama kali menyusun poin-poin ilmu
usul fikih ke dalam satu pembahasan adalah Abu Yusuf, sahabat Imam Abu Hanifah.
Akan tetapi, karya beliau tersebut tidak sampai ke tangan kita, berbeda dengan karya
Imam Syafi’i yang disebarkan oleh murid sekaligus sahabat beliau, Ar-Rabi’ bin
Sulaiman al-Murady hingga masih terjaga hingga saat ini.

Di masa ini, mayoritas fukaha, ulama di dalam ilmu fikih, memiliki dua
metode yang berbeda di dalam proses belajar-mengajar. Satunya di kenal sebagai
madrasah al-hadits, yang berpusat di Madinah, bersama Imam Malik, pengarang Al-
Muwaththa’. Satunya disebut madrasah ar-ra’yi, yang berada di Irak, bersama murid-
muridnya Imam Abu Hanifah. Madrasah al-hadits unggul dalam hal periwayatan
hadis karena Madinah merupakan ranah turunnya wahyu dan tempat tinggalnya
sahabat. Sedangkan madrasah ar-ra’yi unggul dalam hal berpendapat, beranalisis, dan
berlogika karena hadis-hadis yang sampai kepada mereka banyak yang palsu dan

11
tidak memenuhi kriteria kesahihan hadis menurut mereka. Meskipun begitu,
keduanya sepakat akan wajibnya berpegang terhadap Alquran dan sunah dan tidak
boleh mendahulukan akal maupun logika di atas keduanya.

Lalu muncullah Imam Syafi’i, murid dari Imam Malik dan Muhammad bin al-
Hasan, sahabat Imam Abu Hanifah, yang mencoba menggabungkan kedua metode
ini. Ia menggabungkan fikih Imam Malik di Madinah, fikih Imam Abu Hanifah dari
sahabatnya, Muhammad bin al-Hasan, serta fikih ulama-ulama Syam dan Mesir. Ia
juga menambahkan metode penduduk Mekah yang unggul dalam tafsir Alquran,
sebab turunnya ayat, bahasa Arab, serta adat mereka.

Akhirnya, Imam Syafi’i merumuskan usul dalam ber-istinbath, kaidah dalam


beristidlal, dan patokan dalam berijtihad. Imam Syafi’i menjadikan ilmu fikih
dibangun di atas usul yang tetap, bukan dari fatwa tertentu. Dengan usul fikih, beliau
telah menampakkan substansi dan hakikat dari fikih itu sendiri. Beliau menjadi
perintis ilmu usul fikih, yang kemudian diikuti dan disempurnakan oleh ulama
setelahnya.

Imam Ahmad, murid dari Imam Syafi’i berkata, “Dahulu, fikih itu terkunci,
sampai Allah membukanya melalui Syafi’i.” Di lain kesempatan, beliau juga
mengatakan, “Jika bukan karena Syafi’i, niscaya kami tidak mengenal fikih hadis.”

Setelah berlalu masa-masa tersebut, banyak ulama yang mengarang kitab


tentang usul fikih. Sebut saja Al-Khatib al-Baghdadi dengan Al-Faqih wa al-
Mutafaqqih, Imam Ghazali dengan Al-Mustashfa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
dengan karya-karyanya, Ibnul Qayyim dengan I’lam al-Muwaqqi’in, hingga Ibnu
Qudamah dengan Raudhah an-Nazhir yang diadopsi dari karya Imam Ghazali, dan
masih banyak lagi kitab usul fikih lainnya.

12
F. Pengaruh Mantiq Aristoteles
Mantiq atau logika Aristoteles memiliki pengaruh yang signifikan dalam
pengembangan ilmu ushul fiqh. Aristoteles, seorang filsuf Yunani kuno, dikenal
sebagai bapak logika dan kontribusinya dalam mantiq memiliki keterkaitan erat
dengan metode penalaran dalam ushul fiqh. Berikut adalah beberapa pengaruh mantiq
Aristoteles terhadap ilmu ushul fiqh:

1. Metode Penalaran Deduktif: Salah satu sumbangan utama Aristoteles


dalam mantiq adalah pengembangan metode penalaran deduktif, yang
dikenal sebagai silogisme. Silogisme terdiri dari dua premis yang
digunakan untuk mencapai suatu kesimpulan. Metode deduktif ini
diterapkan dalam ushul fiqh untuk menarik hukum-hukum Islam dari
sumber-sumbernya seperti Al-Quran dan Sunnah.
2. Identifikasi Kaidah-kaidah Logika: Mantiq Aristoteles juga membantu
dalam mengidentifikasi dan memformulasikan kaidah-kaidah logika yang
menjadi dasar dalam penalaran dalam ushul fiqh. Kaidah-kaidah logika
ini, seperti kaidah identitas, kaidah nonkontradiksi, dan kaidah tengah
terlarang, digunakan untuk memastikan konsistensi dan keabsahan
argumen-argumen dalam ushul fiqh.
3. Analisis Konsep dan Definisi: Aristoteles menganjurkan analisis konsep
dan definisi yang teliti dalam mantiq. Dalam ushul fiqh, konsep-konsep
penting seperti ibadah, muamalah, haram, dan halal, dijelaskan dan
didefinisikan dengan hati-hati untuk memahami maksud dan ruang
lingkupnya. Penafsiran dan pengaplikasian hukum-hukum Islam
memerlukan pemahaman yang jelas tentang konsep-konsep ini, dan
mantiq Aristoteles membantu dalam menganalisis dan mendefinisikan
konsep-konsep tersebut.

13
4. Penalaran Analitis: Konsep penalaran analitis, yang juga dikembangkan
oleh Aristoteles, berperan penting dalam ushul fiqh. Penalaran analitis
melibatkan pemecahan masalah hukum dengan menganalisis dan
memeriksa elemen-elemen yang terkandung dalam masalah tersebut. Ini
membantu para ahli ushul fiqh untuk memahami kompleksitas hukum
Islam dan memecahkan permasalahan hukum dengan pendekatan analitis.

Meskipun pengaruh mantiq Aristoteles dalam ushul fiqh sangat penting, perlu
dicatat bahwa ushul fiqh juga memiliki karakteristik dan prinsip-prinsip khas Islam
yang berbeda dengan logika Aristoteles. Ushul fiqh tidak hanya terbatas pada aspek
logika, tetapi juga melibatkan pemahaman dan penerapan nilai-nilai dan prinsip-
prinsip Islam dalam proses penalaran hukum.

G. Aliran Aliran dalam Ushul Fiqh


Dalam ilmu ushul fiqh, terdapat beberapa aliran atau madzhab yang
mengembangkan pendekatan dan metodologi berbeda dalam menetapkan
hukum Islam. Berikut adalah beberapa aliran utama dalam ushul fiqh:

1. Madzhab Sunni:
a. Madzhab Hanafi: Madzhab ini didirikan oleh Imam Abu Hanifah (80-
150 H) dan merupakan salah satu madzhab paling luas di dunia Muslim.
Madzhab Hanafi cenderung mengedepankan rasionalitas dan pemikiran
independen dalam menetapkan hukum, dengan menggunakan al-Quran,
Sunnah, Ijma' (konsensus), dan Qiyas (analogi).
b. Madzhab Maliki: Didirikan oleh Imam Malik bin Anas (93-179 H),
madzhab ini banyak diterapkan di wilayah Afrika Utara, Timur Tengah,
dan sebagian Asia. Madzhab Maliki cenderung mempertimbangkan
amalan umat Muslim di Madinah sebagai sumber penting hukum dan

14
berpegang teguh pada hadis-hadis yang dianggap kuat.

c. Madzhab Syafi'i: Madzhab ini didirikan oleh Imam Muhammad bin


Idris al-Syafi'i (150-204 H). Madzhab Syafi'i mengutamakan Sunnah
Nabi Muhammad SAW sebagai sumber utama hukum dan
memperhatikan konteks sosial dan budaya dalam menafsirkan hukum
Islam.

d. Madzhab Hanbali: Didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal (164-241


H), madzhab ini memiliki pendekatan yang sangat konservatif dan
cenderung mengutamakan teks-teks harfiah al-Quran dan hadis, serta
menolak pemikiran dan metode yang dianggap bid'ah (inovasi).

2. Aliran-Aliran Lain:
a. Ibadi: Aliran ini didirikan oleh Abdullah bin Ibadh di Oman. Ibadi
menekankan keadilan, kesaksamaan, dan kepemimpinan yang adil dalam
menetapkan hukum Islam.
b. Zaidi: Aliran ini berkembang di Yaman dan mengakui otoritas Imam
Zaid bin Ali dan keturunannya. Aliran ini mempertimbangkan faktor-
faktor sosial dan politik dalam menetapkan hukum.
c. Aliran Murji'ah: Aliran ini cenderung menunda penilaian tentang
amalan dan kesalahan individu hingga Hari Kiamat, dengan menekankan
iman sebagai faktor penentu utama dalam agama.
d. Aliran Khawarij: Aliran ini terkenal karena sikap ekstrem dan
pandangan politiknya. Mereka mempertegas keadilan dan menekankan
tanggung jawab individu untuk melaksanakan hukum Allah.

15
Akan tetapi dalam buku ushul fiqih yang dikarang oleh Prof. DR. Amir
Syarifudin, aliran-aliran dalm ushul fiqih itu terbagi menjadi tiga, yaitu Aliran
Mutakallimin, Aliran Hanafiyah dan Aliran Muta'akhirin.

16
BAB III
PENUTUP

Dalam kesimpulan ini, dapat disimpulkan bahwa ilmu ushul fiqh memainkan
peran yang sangat penting dalam memahami dan menerapkan hukum Islam. Ushul
fiqh memungkinkan umat Muslim untuk mengakses sumber-sumber hukum Islam,
seperti Al-Quran, As-Sunnah, Ijma', Qiyas, dan Al-Maslahah Al-Mursalah, serta
menggunakan metode penalaran yang tepat untuk mengambil keputusan hukum yang
akurat.

Melalui studi ushul fiqh, para ahli dan pemangku kepentingan dapat
memahami prinsip-prinsip dasar dalam penafsiran hukum Islam, memecahkan
masalah-masalah hukum yang kompleks, dan menghadapi tantangan kontemporer
dengan pendekatan yang seimbang. Ushul fiqh juga mempromosikan pemahaman
tentang keragaman pendapat dan penghargaan terhadap berbagai pendekatan dalam
menetapkan hukum Islam.

Dalam prosesnya, pengaruh dari mantiq Aristoteles dan kontribusi dari para
tokoh dan aliran dalam ushul fiqh, seperti madzhab Sunni dan Syiah, telah
memperkaya pengembangan ilmu ini. Sementara mantiq Aristoteles memberikan
fondasi logika dan metode penalaran, aliran-aliran ushul fiqh memberikan kerangka
pemahaman yang berbeda dalam menafsirkan dan menerapkan hukum Islam.

Namun, penting untuk diingat bahwa ushul fiqh terus berkembang seiring
dengan perkembangan masyarakat dan konteks sosial. Oleh karena itu, pemahaman
dan penerapan ushul fiqh harus tetap relevan, fleksibel, dan responsif terhadap
perubahan zaman, sambil mempertahankan prinsip-prinsip dasar dan nilai-nilai Islam.

17
Dalam menghadapi tantangan masa kini, penting bagi para ulama, sarjana, dan
umat Muslim secara umum untuk terus mengembangkan pemahaman tentang ushul
fiqh dengan menggunakan pendekatan yang ilmiah dan menyeluruh. Dengan
demikian, umat Muslim dapat menjalankan hukum Islam dengan akurat, adil, dan
sejalan dengan nilai-nilai Islam yang luas.

Dalam penutup ini, diharapkan bahwa pemahaman tentang ushul fiqh dapat
memberikan landasan yang kokoh bagi umat Muslim dalam menjalani kehidupan
mereka dengan mengikuti ajaran-ajaran Islam yang benar dan mengembangkan
masyarakat yang adil, harmonis, dan berkemajuan.

18
DAFTAR PUSTAKA

KisahMuslim.com. (2014, 17 April). Imam Syafii, Perumus Ilmu Ushul Fiqh


Diakses pada 2 Juni 2023, dari https://kisahmuslim.com/4355-imam-syafii-perumus-
ilmu-ushul-fiqh.html
Ahmadmujib.web.id. (2016, Oktober). Ushul Fiqh: Pengertian, Objek Kajian,
Fungsi, dan Tujuan Mempelajarinya. Diakses pada 2 Juni 2023, dari
https://www.ahmadmujib.web.id/2016/10/ushul-fiqh-pengertian-objek-kajian.html
Immimpangkep.pospes.id.. Pengantar Fikih dan Ushul Fikih. Diakses pada 2
Juni 2023, dari https://immimpangkep.ponpes.id/blogguru/blog/pengantar-fikih-dan-
ushul-fikih/
Muslim.or.id (2014, 27 Agustus). Mengenal Ilmu Usul Fikih. Diakses pada 2
Juni 2023, dari https://muslim.or.id/19637-mengenal-ilmu-usul-fikih.html
Wahyudin. (2021). ALIRAN-ALIRAN ILMU FIQIH. Volume I, Nomor 1,
Januari - Juni 2021 hal. 44

19

Anda mungkin juga menyukai