Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

FAKTOR – FAKTOR YANG MENDORONG PENUYUSUNAN QAWAID FIQHIYAH

Diajukan Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Qawaid fiqhiyah

Dosen Pengampu : Dr. Sahmiar Pulungan, M.Ag

Disusun oleh kelompok 4 :

Zahra Afiqah 0204213094

Khairunnisa Harahap 0204213129

Bayu Arya Wiguna 0204213115

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya,
sehingga kami sebagai penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini guna untuk memenuhi tugas kelompok.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Sahmiar Pulungan M.Ag selaku dosen
pengampu mata kuliah Qawaid Fiqhiyah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul ‘’ Faktor – faktor yang mendorong penyusunan Qawaid Fiqhiyah’’. Dan kami juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini.

Kami penyusun menyadari makalah ini masih ada kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Kami sangat berharap makalah ini dapat menambah
wawasan, pengalaman dan dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari baik oleh pembaca
maupun kami sendiri selaku penulis.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………iii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………1

A. Latar Belakang………………………………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………..….…..1
C. Tujuan Pembahasan…………………………………………………………………..1

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………….2

A. Faktor-faktor Yang Mendorong Penyusunan Qawaid Fiqiyyah…………….…….…..2


B. Proses pembentukan dan perkembangan qawaid fiqhiyyah………………………......5
BAB III PENUTUP…………………………………………………………….……………8

A. Kesimpulan…………………………………………………………….……………..8

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….……….9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Qawaid fiqhiyah adalah suatu kebutuhan bagi kita semua, namun, banyak dari kita yang
kurang mengerti bahkan ada yang belum mengerti sama sekali apa itu qawaid fighiyah.
Dewasa ini ilmu qawaid fiqhiyah yang kian berkembang. Sehingga studi tentang ini amat
menarik diperbincangkan terutama kalangan yang ingin memahamin ilmu tentang qawaid
ini, bukan saja para mahasiswa tetapi masyarakat yang luas juga mempelajarinya, oleh
karena itu, kami selaku penyusun akan mencoba untuk menerangkan tentang faktor-faktor
yang mendorong penyusunan kaidah fiqhiyah.
Diantara Kaidah fiqh penting adalah : ‘’Al-Yaqin La Yuzalu Bi Al-syak’’ (keyakinan
tidaklah bisa dihilangkan dengan keraguan). Para fuqaha memasukkan bagian amalan
ibadah, muamalah, dan hak-hak sesama kedalam kaidah ini. Maka barang siapa yang ragu
akan sesuatu , maka dikembalikan lagi ke asalnya, yakni yang yakin.

B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mendorong penyusunan qawaid fiqhiyah?

C. Tujuan Pembahasan
Agar kita sebagai mahasiswa/I dapat mencari tahu dan mencari jalan keluar dari
masalah yang ada dan dapat dipecahkan Bersama dan dapat dipahami isi dari makalah
imi dengam baik dan bijak.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Faktor – faktor yang mendorong penyusunan qawaid fiqhiyyah


Antara faktor yang membawa kepada terbentuknya kaedah fiqhiyyah ini ialah peranan
para ulama dan mujtahid. Golongan ini memainkan peranan mereka menggunakan akal
fikiran berdasarkan ilmu dari pada sumber perundangan, selaras dengan konsep syariat
yang sesuai dilaksanakan tanpa mengira masa dan tempat. Justru itulah para mujtahid
berusaha dengan berijtihad untuk memahami nas-nas dan memperaktikkan kaidah-kaidah
yang umum tehadap masalah yang baru dan senantiasa muncul. Sebagai contoh, melalui
konsep al-qiyas, istihsan, uruf serta berbagai sumber lain lagi.
Dalam konteks lain, para ulama dan mujtahid mengkaji dan mendalami semua ruang
serta sumber perundangan islam yang luas dan berijtihad dengan ilmu yang mereka ada
untuk memahami nas-nas dalam mengkaji prinsip – prinsip syariat yang sesuai dengan
keadaan masa dan tempat. Justru itu, mereka mempraktikkan kaidah yang berbentuk
umum terhadap masalah khusus atau yang baru serta senantiasa wujud dalam masyarakat.
Antara faktor lain yang membawa kepada terbentuknya kaedah fiqhiyyah ini
sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama dan fakta sejarah ialah karena terdapat nas-
nas yang dapat ditafsirkan dengan berbagai. Yaitu ada nas yang berbentuk umum yang
merangkumi berbagai masalah. Dan ada nas yang Mutlaq yang mana melahirkan
pendapat-pendapat untuk mengikatnya atau untuk memugayyadkannya.
Selain itu, kaidah fiqhiyyah ini juga muncul akibat terdapat kaedah-kaedah umum yang
berasaskan adat kebiasaan yang muncul dalam perkembangan hidup manusia dari satu
generasi ke satu generasi lain untuk disesuaikan dengan masalah-masalah hukum furu.
Oleh yang demikian, ia memerlukan sumber-sumber akal fikiran dan amalan-amalan yang
berterusan sebagai adat atau uruf untuk mengeluarkan hukum yang fleksibel di samping
untuk menangani persoalan semasa senantiasa wujud dan berterusan sehingga kini. 1
Dapat ditarik juga dari pernyataan Muhammad Az-zarqa dalam kitabnya syarh al-
qawaid al-fiqhiyyah : seandainya tidak ada qawaid fiqhiyyah , tentu hukum-hukum fiqh
akan menjadi hukum furu yang berserakan dan kadang-kadang lahiriyahnya tampak saling
bertentangan tanpa ada ushul (kaidah) yang dapat mengokohkannya dalam pikiran,

1
Panji Adam, Fatwa-fatwa Ekonomi Syari’ah (Jakarta: Amzah,2017) hal : 138

2
menampakkan ilat-ilatnya, menetukan arah-arah pembentukkannya, dan membentangkan
jalan pengqiyasan dan penjelasan padanya.
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat dikemukakan beberapa faktor pendorong
penyusunan qawaid fiqhiyyah sebagai berikut :
a. Makin bertambah banyaknya hukum fiqh, sehingga menyebabkan semakin sulitnya
menghapal hukum-hukum fiqh tersebut. Maka untuk mempermudah menghafal dan
mengidentifikasi hukum fiqh yang sangat banyak tersebut, disusunlah qawaid
fiqhiyyah.
b. Para ulama dalam Menyusun qawaid fiqhiyyah terinspirasi oleh Sebagian teks alqur’an
dan hadits yang bersifat jawam al-kalim.
c. Seecara praktis, pembentukkan qawaid fiqhiyyah didorong oleh pengalaman para
ulama di lapangan, para ulama dituntut untuk memberikan jawaban yang cepat dan
tepat terhadap pertanyaan yang diajukan kepada mereka. Dengan kecepatakan dan
ketajamann pemikiran, mereka memberikan jawaban yang singkat dan padat.2

Qawaid ushuliyyah memperdalam pemahaman atas prinsip-prinsip dasar syariat dan


rumusan-rumusan hukum secara general. Selama upaya it uterus di perdalam maka selama
itu pula kita berkesempatan untuk menguasai kaidah fiqhiyyah. Karena ushuliyyah
berfungsi sebagai tata cara menggali nash untuk memproduksi hukum fiqh.3
Kemunculan qawaid fiqhiyyah sudah ada ada sejak kemunculan agama islam hinggab
bermulanya zaman imam-imamn mujtahid yaitu hingga akhir kurun abad ketiga dan inilah
yang disebut dengan fase pembentukkan. Walaupun pada masa ini mereka tidak
menamakannya sebagai kaidah namun telah dapat dilihat berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh para ulama terhadap beberapa ayat al-qur’an. Dimana masa pertumbuhan
dan pembentukkan qawaid al fiqhiyyah berlangsung selama tiga abad lebih. Dari zaman
kerasulan hingga abad ke-3 hijriyah. Benih-benih kaidah fikih pada melalui nash-nash al-
qur’an yang terkandung didalamnya asas dan dasar ilmu kaidah fikih. Banyak ayat al-
qur’an yang menjadi petunjuk kepada ilmu ini, diantaranya ayat 29 surah al-nisa’ dan ayat
38 surah al-syura.
Dasar ilmu kaidah fikih juga dapat dipahami melalui ucapan Nabi Saw yang bersifsat
jawam al-kalim yaitu ucapan beliau yang ringkas, padat dan mempunyai makna yang

2
Ali Ahmad Al-Nadw, Al-Qawaid Al-fiqhiyyah , (Beirut : Dar al-qalam,1998) Hal.21.
3
Maimoen Zuhair, Formulasi NalarFiqh (Liryobo: kaki lima team,2006) Hal.83

3
dalam. Disamping itu juga, ia menjadi dasar kepada kaidah pokok qawaid al-kuliyyah yang
terangkum didalamnya hukum untuk berbagai perkara dan macam-macam masalah furu.
Para sahabat juga berjasa dalam ilmu kaidah fikih , mereka turut serta dalam
pembentukkan kaidah fikih. Para sahabt dapat membentuk kaidah fikih karena dua
kautamaan yaitu mereka adalah murid Rasullah Saw dan mereka mengetahui situasi dan
kondisi turunnya wahyu.
Al-nadwi menyatakan dalam bukunya al-qawaid alfiqhiyyah, ulama fikih pertama
yang mencetuskan fenomena ini ialah Abu Yusuf serta beberapa ulama yang sezaman
dengan seperti Imam malik, Imam al-syafi’I dan lain-lain.
Awal mula Qawaid Alfiqhiyyah menjadi disiplin ilmu tersendiri dan dibukukan terjadi
pada abad ke 4 Hijriyah. Hal ini terjadi ketika ke cenderungan taqlid mulai tampak daan
semangat ijtihad telah melemah karena saat itu fikih mengalami kemajuan yang sangat
pesat. Hal ini berimbas terhadap terkotak-kotaknya fikih dalam madzhab.4
Pada abad ke -8 H, Qawaid fiqhiyyah mengalami masa keemasan, ditandai dengan
banyaknya kemunculan kitab-kitab qawaid fiqhiyyah. Perkembangan ini terbatas hanya
pada penyempurnaan hasil karya para ulama sebelumnyan khususnya dikalangan ulama
syafi’iyah. Abad ke-10 H dianggap dianggap sebagai periode kesempurnaan kaidah fikih.
Yaitu zaman Imam al-suyuti. Dalam kurun waktu ini, kaidah fikih telah berada dalam
keadaan yang kukuh dan teguh.5
Meskipun demikian tidak berarti tidak ada lagi perbaikan-perbaikan kaidah fikih pada
zaman sesudahnya. Salah satu kaidah yang disempurnakan di abad-ke 13 H, adalah
seseorang tidak dibolehkan mengelola harta orang lain , kecuali ada izin pemiliknya kaidah
tersebut disempurnakan dengan mengubah kata-kata idznih memjadi idzn. Oleh karena itu
kaidah fikih tersebut adalah seseorang tidak diperbolehkan mengelola harta orang lain
tanpa izin.
Faktor-faktor pendorong timbulnya qawaid fiqhiyyah, dapat diambil dari penyataan
Muhammad al-zarqa, dalam kitabnya syarh al-qawaid al-fiqhiyyah seandainya tidak ada
qawaid al-fiqhiyyah . tentu hukum-hukum fiqih akan menjadi hukum furu yang berserakan
dan kadang-kadang lahiriyahnya tampak saling bertentangan tanpa asa ushul kaidah yang
dapat mengokohkannya dalam fikiran. Menampakkan ilat-ilatnya. Menentukan arah-arah
pembentukkannya, dan membentangkan jalan pengqiyasan dan penjenisan padanya.

4
Mukhlis Usman, Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan fiqhiyyah pedoman dasar dalam istinbath Hukum Islam,
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2002), hal.79.
5
Mustafa Syalabi Al-Madkhai fiqih al-islami, (Beirut : Dar al-jamiah 1985) hal.326.

4
Hukum Islam dan Qawaid Fiqiyah mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang
lain, hal ini dikarenakan kedinamisan hukum Islam yang di wujudkan dalam fiqh amat
bergantung pada qawaid Fiqiyah, dalam hal ini karakteristik keumuman atau generalisasi
dari kaidah-kaidah tersebutlah yang menjadikan hukum Islam dapat diterapkan pada
segala kondisi di setiap waktu dan zaman. Qawaid Fiqiyah menjadikan fiqh sebagai ilmu
yang bersifat khusu, relative dan sangat dipengaruhi oleh kondisi tempat dan waktu
(qabil lin iqash, qabil lit taghyir), betapa tidak perkembangan masyarakat, budaya,
ilmu pengetahuan dan teknologi kesemua hal tersebut secara tidak langsung juga
mempengaruhi perkembangan hukum Islam, syariah tidak dapat berubah karna
sifatnya yang abadi, karena mengubah syariah sama saja dengan mengubah ketentuan
yang ada dalam Al-Quran dan Sunnah, namun penginterpretasian syariah tersebut
yang dapat berubah yang disesuaikan dengan perkembangan zaman, yang mana hal itu
dijembatani oleh qowaid fiqhiyyah, sebagai parameter dalam upaya memahami makna
yang tekandung dalam Al-Quran dan Sunnah yang dituangkan dalam fiqh, seabgai
bentuk pengaplikasian hukum Islam kontemporer.6
Pentingnya pemahaman terhadap qowaid fiqhiyyah ini amat disadari betul oleh para
Imam Empat Mazhab (Hanafi, Hambali, Maliki dan Syafií), hal ini dikarenakan ilmu
tentang kaidah-kaidah fiqh ini merupakan salah satu cabang terpenting ilmu syariah,
apabila dipelajari oleh seeorang maka akan menjadikan orang tersebut akan menjadi
orang yang faqih atau paham betul terhadap ilmu fiqh, bahkan menurut jumhur
ulama rahasia-rahasia ilmu fiqh pada hakikatnya terletak pada kaidah-kaidah yang
dikandungnya, disamping itu penguasaan terhadap ilmu qowaid fiqhiyyah akan
memudahkan bagi seorang mujtahid untuk mengeluarkan fatwa, sehingga tidak dapat
dipungkiri pula bahwa penyebab utama dari keterbelakangan perkembangan hukum
Islam disebabkan oleh kurangnya perhatian terhadap ilmu tentang qowaid fiqhiyyah.7

B. Proses pembentukan dan perkembangan qawaid fiqhiyyah

Proses pembentukan qawaid fiqhiyyah ini terjadi antara lain didorong oleh karena
adanya kebutuhan memahami ketentuan hukum (fikih) yang begitu banyak. Dengan
adanya kaidah fikih ini diharapkan persoalan-persoalan yang muncul di masyarakat., dapat

6
Syarif Hidayatullah, Qawaid Fiqiyyah dan Penerapannya Dalam Transaksi Keuangan Syariah Kontemporer
(muámalat, maliyyah islamiyah, muásirah), (Gramata : Publishing, 2012) Hal. 3
7
Ibid.., Hal. 37

5
memperoleh jawaban secara cepat dan tepat sesuai dengan ketentuan hukum Islam yang
ada dalam Al-Quran dan Sunnah, serta dengan metodologi ushul fikih yang menggunakan
pola pikir deduktif menghasilkan fikih yang kemudian diteliti persamaanya dengan
menggunakan pola pikir induktif, kemudian dikelompkkan dan tiap-tiap kelompok
merupakan kumpulan dari masalah–masalah yang serupa, akhirnya disimpulkan menjadi
kaidah-kaidah fikih yang bersifat sementara, lalu selanjutnya melanjutkan kritisasi
terhadap kaidah-kaidah tadi dengan banyak ayat dan hadis. Setelah proses kritisi barulah
kaidah fikih ini menjadi mapan dan para ulama menggunakan kaidah untuk menjawab
persoalan masyarakat dibidang sosial, ekonomi politik dan budaya yang kemudian
menghasilkan fatwa-fatwa yang dijadikan dasar oeh negara dalam menyusun perundang-
undangan.8

Perkembangan qawaid fiqhiyyah fase pertama: fase kemunculan dan berdirinya kaidah
fiqh. Oleh mulai zaman rasulallah sampai akhir abad III H/IX M. Pada masa ini ada hadist,
atsar sahabat dan perkataan tabi’in yang bisa dikategorikan kaidah fiqh karena mencakup
berbagai masalah furu’. Dalam perkembangan selanjutnya, kaidah fiqh semakin
bertambah dan berkembang, akan tetapi kaidah-kaidah fiqh tersebut berserakan dalam
berbagai kitab fiqh, seperti: dalam kitab al-kharaj karya abu yusuf (w 182 H/798 M). Fase
kedua: masa perkembangan dan pembukuan kaidah fiqh dimulai pada abad 4H/10 M-
13H/19M .Pada masa ini, kitab-kitab fiqh sangat banyak sekali, para ulama tidak
melakukan ijtihad mutlak, tetapi menulis ushul fiqh dan merumuskan kaidah-kaidah fiqh.
Penulisan terangkum dalam tema-tema semisal al-Qawaid wa adh-Dhawabith.
Penulisan dimulai dengan pernyataan umum (kaidah-kaidah) kemudian diikuti dengan
furu” seperti dalam kitab al-asyabah wa Van-Nazhair oleh jalaludin as-sayuthi. Penulisan
qaidah fiqh pada fase ini dimulai oleh al-Karakhi dan ad-Dabusi dari kalangan ulama
hanafiyah. Fase ketiga: fase kemajuan dan sistematsasi qaidah fiqh dimulai dengan
kelahiran majallah al-ahkam al-adliyyah( kompilasi hukum islam di masa turki dan
usmani).9
Ulama yang pertama kali menyusun kitab dalam bidang qawaid adalah Abu Thahir Ad-
Dabbas, seorang ulama yang hidup pada abad-3 dan 4 Hijriyah. Ia mengumpulkan 17
kaidah yang terpenting dalam mazhab Abu Hanifah. Diantaranya, panca kaidah yang

8
Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm 280-281
9
Abdul Mudjib, Kaidah Kaidah Ilmu Fiqh (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm 20-25

6
dipandang induk kaidah oleh Qadhi Husein, yang disebut dengan qawaid al khamsah.
Kaidah ini mulanya dinamakan ushul. Pensyarah- pensyarah mazhab dan pengarang-
pengarang qawaid, sering mengatakan min ushul Abi Hanifah. Mereka menyebut sebgaian
ushul ini sebagai qawaidh, sebagaimana terdapat dalam kitab Ta’siran Nadzar karangan
ad-Dabusi dan dalam kitab Ta’siran Nadzar karangan ad-dabusi dan dalam kitab Qawaid
al-Karakhi.10

10
Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm 282-283

7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan

Faktor-faktor yang mendorong penyusunan qawaid fiqhiyyah:

1. Untuk mempermudah menghafal dan mengidentifikasi hukum fiqh yang sangat banyak.

2. Para Ulama dalam menyusun qawaid fiqhiyyah terinspirasi oleh sebagian teks al-
Qur9an dan Hadits yg bersifat jawami al-kalim (singkat padat).

3. pembentukan qawaid fiqhiyyah didorong oleh pengalaman para ulama di lapangan.


Qawaid Ushuliyyah memperdalam pemahaman atas perinsip-prinsip dasar syariat dan
rumusan-rumusan hukum secara general.

Selama upaya itu terus di perdalam maka selama itu pula kita berkesempatan untuk
menguasai kaidah fiqhiyah, karena ushuliyyah berfungsi sebagai tata cara menggali nash
untuk memproduksi hukum fiqh.

8
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mudjib, Kaidah Kaidah Ilmu Fiqh (Jakarta: Kalam Mulia, 2001)

Adam, Panji, Fatwa-fatwa Ekonomi Syariah, (Jakarta : Amzah, 2017).

Al-Nadw, Ali Ahmad, Al-Qawaid Al-Fiqhiyah, Cet .V, (Beirut : Dar al-Qalam, 1998).

Hidayatullah, Syarif, Qawaid Fiqiyyah dan Penerapannya Dalam Transaksi Keuangan


Syariah Kontemporer (muámalat, maliyyah islamiyah, muásirah), (Gramata : Publishing,
2012).

Hukum Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. 4. Yahya, Mukhtar, Fathur

Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015)

Rahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami, (Bandung : Al Ma9arif, 1986),


Cet.1.

Syalabi, Mustafa, Al-Madkhal fī Fiqh al-Islami, (Beirut : Dar al-Jamiah, 1985), Cet. X.

Usman, Mukhlis, Kaidah-Kaidah Ushuliyah Dan Fiqhiyah Pedoman Dasar Dalam


Istinbath

Zubair, Maimoen, Formulasi Nalar Fiqh, ( lirboyo: kaki lima team, 2006

Anda mungkin juga menyukai