Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KAIDAH USHULIYYAH DAN FIQHIYAH

DOSEN PEMBIMBING
M Syam’un Rosyadi, M.HI

DISUSUN OLEH :
1. Jeffri ariansyah (2291014036)
2. Aqil Huzail Al-Alaf (2291014026)

PRODI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI
JOMBANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Allah SWT. berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah
dengan judul ” kaidah usualiyyah dan Fiqhiyyah” dapat selesai dengan tepat waktu dan proses
pembutannya berjalan lancar.
Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah Studi Hukum Islam prodi
Hukum Keluarga dari bapak M Syam’un Rosyadi,M.HI Selain itu penyusunan makalah ini juga
bertujuan menambah wawasan kepada pembaca. Penulis juga mengucapkan ucapan terima kasih
kepada bapak M Syam’un Rusyadi, M.HI selaku dosen mata kuliah Studi Hukum Islam berkat
tugas yang diberikan ini, dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik ang
diberikan. Penulis juga menyampikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang membantu penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih melakukan
banyak kesalahan. Oleh karena itu kami memohon maaf atas kesalahan dan ketidaksempurnaan
yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik dan saran yang
membangun dari pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Jombang, 29 Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................................1
C. TUJUAN.........................................................................................................................................1
BAB II.........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................2
A. PENGERTIAN KAIDAH USHULIYYAH.....................................................................................2
B. PENGERTIAN KAIDAH FIQHUYYAH.......................................................................................4
C. KAIDAH-KAIDAH FIQH .............................................................................................................5
D. METODE PEROLEHAN KAIDAH USHULIYYAH.....................................................................6
E. OBYEK KAIDAH-KAIDAH USHULIYYAH...............................................................................7
F. URGENSI QOWAIDUL FIQHIYAH ............................................................................................9
G. PERBEDAAN USHULIYYAH DAN FIQHIYAH ……………………………………………….……………..9
BAB III......................................................................................................................................................13
PENUTUP.................................................................................................................................................13
A. KESIMPULAN.............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................14

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ushul fiqh adalah pengetahuan mengenai berbagai kaidah dan bahasa yang
menjadi sarana untuk mengambil hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan manusia
mengenai dalil-dalilnya yang terinci. Ilmu ushul fiqh dan ilmu fiqh adalah dua hal yang
tidak bisa dipisahkan. Ilmu ushul fiqh dapat diumpamakan seperti sebuah pabrik yang
mengolah data-data dan menghasilkan sebuah produk yaitu ilmu fiqih
Ilmu ushul fiqh bersamaan munculnya dengan ilmu fiqh meskipun dalam
penyusunannya ilmu fiqh dilakukan lebih dahulu dari ushul fiqh. Sebenarnya keberadaan
fiqh harus didahului oleh ushul fiqh, karena ushul fiqh itu adalah ketentuan atau kaidah
yang harus diikuti mujtahid pada waktu menghasilkan fiqhnya. Namun dalam
perumusannya ushul fiqh datang belakangan.
Menurut sejarahnya, fiqh merupakan suatu produk ijtihad lebih dulu dikenal dan
dibukukan dibanding dengan ushul fiqh. Tetapi jika suatu produk telah ada maka tidak
mungkin tidak ada pabriknya. Ilmu fiqh tidak mungkin ada jika tidak ada ilmu ushul fiqh.
Oleh karena itu, pembahasan pada makalah ini mengenai sejarah perkembangan dan
alirann-aliran ilmu ushul fiqh. Sehingga kita bisa mengetahui bagaimana dan kapan ushul
fiqh itu ada. Penelitian ini menyelidiki sejarah perkembangan Ushul fiqh, aliran dalam
ushul fiqh, serta karya ilmiah pada bidang ushul fiqh.
Kaidah Ushul fiqh secara umum dibagi kepada dua macam, yaitu kaidah yang
disepakati ulama (muttafaqun alaih) dan kaidah yang tidak disepakati ulama
(mukhtalafun alaih). Kaidah yang disepakati ulama terdiri dari ijma dan qiyas, sedangkan
yang tidak disepakati terdiri dari istihsan, maslahah al-mursalah, ‘urf, syar’u man
qablana, istishab, qaul sahabi dan seterusnya. Kaidah yang disepakati di sini berarti
kaidah yang telah diterima dan digunakan oleh kalangan mujtahid dari semua mazhab.
Sedangkan kaidah yang tidak disepakati berarti kaidah tersebut hanya diakui oleh
sebahagian mujtahid dan menggunakannya dalam kegiatan ijtihad mereka. Sedangkan
mujtahid yang lain menolaknya, karena menganggapnya salah.2
B.RUMUSAN MASALAH

A. Apa pengertian ushuliyyah?


B. Apa pengertian fiqihnya?
C. Kaidah-kaidah fiqihnya.
D. Metode perolehan kaidah ushuliyyah.
E. Obyek kaidah-kaidah ushuliyyah.
F. Urgensi qowaidul fiqhiyah.
G. Perbedaan ushuliyyah dan fiqhiyah
C.TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini untuk mengetaui serta menambah wawasan
tentang sejarah penulisan dan pembekuan hadits. Sehingga kita dapat menjadikan ilmu
yang bermanfaat untuk masa yang akan datang.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN KAIDAH USUALIYYAH


Sebagai studi ilmu agama pada umumnya, kajian ilmu tentang kaidah-kaidah fiqh dan
diawali dengan definisi. Defenisi ilmu tertentu diawali dengan pendekatan kebahasaan.
Dalam studi ilmu kaidah fiqh, kita mendapat dua term yang perlu dijelaskan, yaitu kaidah
dan fiqh.
Qawaid merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam bahasa indonesia
disebut dengan istilah kaidah yang berarti aturan atau patokan.Ahmad warson
menambahkan bahwa, kaidah bisa berarti al-asas (dasar atau pondasi), al-Qanun (peraturan
dan kaidah dasar), al-Mabda’ (prinsip), dan al-nasaq (metode atau cara). Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 26 :
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah Mengadakan makar,
Maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu)
jatuh menimpa mereka dari atas, dan datanglah azab itu kepada mereka dari tempat yang
tidak mereka sadari.” (Q.S. An-Nahl :26)
Sedangkan dalam tinjauan terminologi kaidah punya beberapa arti, menurut Dr. Ahmad
asy-syafi’i dalam buku Usul Fiqh Islami, mengatakan bahwa kaidah itu adalah: ”Kaum yang
bersifat universal (kulli) yangh diakui oleh satuan-satuan hukum juz’i yang banyak”.
Sedangkan mayoritas Ulama Ushul mendefinisikan kaidah dengan: ”Hukum yang biasa
berlaku yang bersesuaian dengan sebagian besar bagiannya”.
Sedangkan arti fiqh secara etimologi lebih dekat dengan ilmu, sedangkan menurut istilah,
Fiqh adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah (praktis)
yang diambilkan dari dalil-dalil yang tafsili.
terperinci). Jadi, dari semua uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa Qawaidul fiqhiyah
adalah : ”Suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang berlaku pada semua bagian-bagian
atau cabang-cabangnya yang banyak yang dengannya diketahui hukum-hukum cabang itu”.
Menurut Bani Ahmad Salbani kaidah fiqhiyah adalah pedoman umum dan universal bagi
pelaksanaan hukum islam yang mencakup seluruh bagiannya. Kaidah Fiqhiyah disebut juga
kaidah syari’ah yang berfungsi untuk memudahkan mujtahid mengisntinbatkan hukum yang
bersesuaian dengan tujuan syara’ dan kemaslahatan manusia.

2
B.PENGERTIAN KAIDAH FIQHIYYAH
Dilihat dari segi kebahasaan, kata Ushul Al-Fiqh terdiri dari dua kata yang punya
makna tersendiri, yaitu Ushul dan Al-Fiqh. Ushul adalah jamak dari kata al-ashlu bermakna
dasar-dasar yang menjadi landasan bagi tumbuhnya sesuatu yang lain. Sedangkan fiqh adalah
mengetahui ketentuan-ketentuan hukum syara’ untuk berbagai perbuatan mukallaf, melalui
kajian-kajian ijtihad dari dalil-dalilnya yang terinci.5
Dengan demikian ushul al-fiqh adalah sekumpulan dalil yang menjadi dasar tumbuh
dan terbinanya fiqh, serta menghubungkannya pada dalil-dalil nash dan ijma’
sahabat.Adapun perhatian khulafa al-rasyidin terhadap Hadits pada dasarnya adalah:
Para khulafa al-rasyidin dan para shahabat berpegang bahwa Hadits adalah dasar
Tasyri’ Suasana masyarakat khulafaurrosyiddin terutama pada masa Abu bakar dan Umar
pada umumnya baik dan tentram. Namun setelah itu muncul benih-benih kekacauan yang
merusak agama islam dan mengganggu pengamalan umat islam terhadap agamanya yaitu:
Prof. Dr. Muhammad Syabir mendefinisikan sebagai:” ”Suatu perkara kulli (kaidah-
kaidah umum) yang dengannya bisa sampai pada pengambilan kesimpulan hukum syar’iyyah
al far’iyyah dari dalil-dalilnya yang terperinci”.
Defenisi yang menurut penyusun lebih akurat adalah:” Hukum kulli (umum)
yang dibentuk dengan bentuk yang akurat yang menjadi perantara dalam pengambilan
kesimpulan fiqh dari dalil-dalil, dan cara penggunaan dalil serta kondisi pengguna dalil”.
Kaidah-kaidah ushuliyah merupakan gambaran umum yang pada lazimnya mencakup
metode istimbathiayah dari sudut pemaknaan, baik dari tinjauan lughawi (kebahasaan) maupun
tarkib (susunan) dan uslub-uslubnya (gaya bahasa). Karena itu semua metode istimbathiah harus
mengacu pada kaidah yang telah di tetapkan dan di sepakati bersamaSeseorang akan mampu
berbicara tetang hukum jika dia telah menguasai kaidah-kaidah usuliyah walaupun pengetahuan
tentang dalil nash kurang dikuasai. Misalnya seseorang dihadapka nikah sebagai jalan untuk
melestarikan keturunan (li hifz nasl) namu pilihanya nonmuslim. Kasus seperti ini, seseorang tak
perlu lama-lama mencari nash dalam Al-Qur’an atau assunnah, tetapi cukup mempertimbangkan
hierarki kebutuhan manusia yang dharuriah (primer), yaitu memelihara agama lebih penting dari
pada memelihara keturunan, bila keduanya bertentangan maka maka memelihara agama harus di
dahulukan, karena ia menduduki hierarki yang tertinggi, jadi kasus diatas tidak diperkenankan,
kecuali pernikahan antar agama itu membawa maslahah yang pasti, misalnya seseorang menikah
dengan seseorang nonmuslimah, karena pada lazimnya seseorang istri mengikuti suamiy a.

C.MACAM-MACAN KAIDAH FIQIH


Macam-macam qaidah fiqhiyah ini ada dua puluh lima, yaitu:
1. Ijtihad itu tidak batal karena ijtihad.
2. Hukum had gugur karena samar-sama.
3. Perlakuan pemimpin terhadap rakyat disesuaikan dengan kemaslahata.
4. Keluar dari perselisihan, terpuji.
5. Mengutamakan orang lain dalam soal ibadah makruh dan dalam soal keduniaan
disukai.

3
6. Pengikut itu di ikuti.
7. Harim mempunyai hukum seperti harim lahu.
8. Sesuatu yang banyak di lakukan lebih banyak keutamaannya.
9. Fardhu itu lebih baik daripada sunnat
10. Sunnat lebih longgar daripada fadhu.
11. Yang mudah tidak gugur karena yang sukar.
12. Apabila dua buah perkara yang sama jenis dan tidak berbeda
maksudnyaberkumpul, maka salah satunyua masuk kepada yang lain
13. Bila halal dan haram berkumpul, dimenangkan yang haram.
14. Sesuatu yang ditetapkan menurut syara’ didahulukan daripada yang ditetapkan
menurut syarat.
15. Sesuatu yang haram menggunakannya diharamkan mengambilnya
16. 16.Sesuatu yang haram mengambilnya diharamkan memberinya.
17. 17.Perwalian khusus lebih kuat daripada perwalian umum.
18. 18.Tidak dianggap sebagai zhan yang jelas salahnya.
19. 19.Rela terhadap sesuatu, rela terhadap apa yang dia lahirkan.
20. 20.Barang siapa mempercepat sesuatu sebelum masanya dihukum haram
menggunakannya.
21. 21.Sesuatu yang tidak dicapai seluruhnya tak boleh ditinggalkan seluruhnya
22. Yang sudah di-masyghul-kan dengan sesuatu tidak di-masyghul-kan lagi.
23. Sesuatu yang mewajibkan kepada yang lebih besar diantara dua hal secara khusus
tidak mewajibkan kepada yang lebih kecil diantara keduanya secara umum.
24. Yang wajib tidak dapat ditinggalkan kecuali oleh yang wajib.
25.Hukum itu berputar bersama ‘illatnya dalam mewujudkan dan meniadakan hukum.
D. Metode perolehan kaidah ushuliyyah
Ulama ushuliyyah membagi metode perolehan kaidah ushuliyyah menjadi 3 bagian, yaitu
metode Mutakallimin dan metode Anhaf, dan metode campuran. Masing-masing mempunyai ciri
tersendiri.
1.Metode Mutakallimin
Metode Mutakallimin sering disebut metode Syafi’iyah. Metode ini banyak
dikembangkan oleh golongan Muktazilah Asy’ariyah dan Imam Syafi’i sendiri. Mereka
menggunakan metode ini dengan cara memproduksi kaidah-kaidah serta mengeluarkan qonun-
qonun ushuliyyah dari penggalian lafal-lafal serta uslub-uslub bahasa Arab.
Untuk memperoleh metode ini, Ibnu Abbas al-Qirofi menyatakan 2 kaidah yang dibuat
standar, yaitu kaidah ushuliyyah dan kaidah fiqhiyah, kedua kaidah itu digali dari hukum-hukum
logika yang digunakan untuk mempermudah penemuan hakikat Syara’.
Metode Mutakallimin dalam sistem penyusunannya ditempuh melalui pembuktian
terhadap kaidah-kaidah dan bahasan-bahasan ilmu ini secara logika yang rasional. Mereka telah
menetapkan sesuatu yang terdapat dalil (Burhan) baginya. Perhatian mereka tidak diorientasikan
pada aplikasi kaidah-kaidah itu terhadap hukum yang telah diistinbathkan oleh para imam
Mujtahid atau hubungan kaidah itu dengan masalah-masalah furu’ (masalah khilafiyah), tetapi
apa saja yang dianggap rasional dan terdapat dalil baginya, maka itu sumber pokok syariat Islam,

4
baik itu sesuai dengan masalah furu’ dalam berbagai madzhab Mujtahid maupun menyalahinya.
Metode ini ini selanjutnya dikembangkan Imam Malik dan imam Syafi’i.
Adapun unsur-unsur pokok metode Mutakallimin adalah sebagai berikut:
a. Adanya hukum-hukum aqliyah dan hukum-hukum Kalamiyah yang berhubungan dengan
metode tersebut, seperti masalah pensucian maupun penjelekan
b. Adanya hukum-hukum logika (manthiq) yang berkaitan dengan ilmu ushul, seperti
masalah ilmu, penalaran, dalil-dalil lafal dan makna, batasan-batasan sertan bukti-bukti
(Burhan).
c. Dalil-dalil lafaliyah dan segala macam problemnya. Seperti masalah lafal umum,
perintah, larangan, makna huruf, mushtarak dan sebagainya.
d. Pengertian musthalah ushuliyyah serta penjelasannya sehingga diketahui pengertian,
hukum dan sebagainya.
e. Adanya hukum-hukum Syara’ yang dibuat sebagai hujah, semasalh hadits Ahad, hadits
Mursal, qiyas, istishhab syaru’ qoblana, dan sebagainya.
2.Metode ahnaf
Metode ahnaf ( Hanafiyah) dicetuskan oleh imam Abu Hanifah dengan jalan
mengadakan istiqra (induksi) terhadap pendapat-pendapat imam sebelumnya dan mengumpulkan
pengertian makna dna batasan-batasan yang mereka pergunakan sehingga metode ini mengambil
konklusi darinya.
Metode Hanafiah ditempuh melalui sistem penyusunan kaidah-kaidah dan bahasan-
bahasan ushuliyyah yang telah diyakininya bahwa para imamnya telah menyandarkan ijtihadnya
pada kaidah-kaidah dana bahasan-bahasan ushuliyyah tersebut. Jadi mereka tidak menetapkan
kaidah-kaidah amaliyah sebagai cabang dari kaidah-kaidah itu, hukum-hukum yang telah
ditetapkan oleh imamnya. Sedangkan yang memberi motivasi dan dorongan kepada mereka
dalam membuktikan kaidah-kaidah tersebut adalah beberapa hukum yang telah diistinbathkan
oleh para imamnya dengan bersandar padanya, bukan hanya dalil yang bersifat teoritis. Karena
itu mereka telah banyak menyebutkan masalah-masalah furu’dal beberapa kitabnya. Pada suatu
saat mereka juga menaruh perhatian pada kaidah-kaidah ushuliyyah mengenai masalah-masalah
yang disepakati dana juga masalah furu’. Jadi perhatian mereka semata-mata tertuju kepada
ushul fiqih para imam yang diambil dari masalah furu’dalam melakukan istibhat.
3.Metode campuran
Yaitu metode penggabungan antara Metode Mutakallimin dan hafiyah, yakni dengan cara
memperhatikan kaidah-kaidah ushuliyyah dan menemukan dalil-dalil atas kaidah-kaidah itu.
Juga memperhatikan aplikasinya terhadap masalah fiqh far’iyah dan relevansinya terhadap
kaidah-kaidah tersebut.
E.Obyek kaidah-kaidah ushuliyyah
Penggunaan kaidah-kaidah ushuliyyah hanya dipakai sebagai jalan untuk memperoleh
dalil hukum dan hasil hukumnya. Misalnya penetapan hukum amar, nahi dan sebagainya serta
penerimaan atau pengadilan dalil-dalil dhanniyah seperti qiyas, istishab, istihsan dan sebagainya.
F.Urgensi qowaidul fiqhiyah

5
Abdul Wahab Khalaf dalam ushul fiqhiyah berkata bahwa nash-nash tasyrik telah
mensyariatkan hukum terhadap berbagai macam undang-undang, baik mengenai perdata, pidana,
ekonomi, dan undang-undang dasar telah sempurna dengan adanya nash-nash yang menetapkan
prinsip-prinsip umum dan qanun-qanun tasyrik yang Kulli yang tidak terbatas terhadap satu
cabang undang-undang. Dibuat demikian agar prinsip-prinsip umum, qanun-qanun yang mulai
ini menjadi petunjuk bagi Mujtahid dalam menetapkan hukum dan menjadi pelita dibawah
sinaran nyala api untuk mewujudkan keadilan dan kemaslahatan ummat. Lebih lanjut khallaf
menyatakan bahwa diantara nash-nash tasyrik yang telah menetapkan prinsip-prinsip umum dan
qanun-qanun kulliyah yamg denga dia diterangi segala undang-undang. Diantara nash-nash
tasyrik ada yang menetapkan hukum-hukum yang asasi dalam cabang-cabang fiqh yang bersifat
Amali. Dan Al-Qur’an membatasi diri untuk menerangkan dasar-dasar yang menjadi sendi bagi
tiap-tiap undang-undang agar membuahkan hukum. Keluasan dan keelastisan hukum nash-nash
Al-Qur’an itu merupakan koleksi membentuk undang-undang yang terdiri dari dasar-dasar dan
prinsip-prinsip umum yang membantu ahli undang-undang dalam usaha mewujudkan keadilan
dan kemaslahatan ummat setiap masa dan tidak bertentangan dengan setiap undang-undang yang
adil yaitu mewujudkan kemaslahatan masyarakat.
Denga berpegang kepada kaidah-kaidah fiqhiyah, para Mujtahid meras lebih mudah
dalam mengistinbathkan hukum bagi suatu masalah, yakni dengan menggolongkan masalah yang
serupa dibawah lingkup suatu kaidah. Banyak fuquha berkata:
‫من راعاالصولكانحقيقابا لوصولومن راعى القواعد من حليقاباءدراك المقا صد‬
“Barang siapa memelihara ushul, maka ia akan sampai pada maksud, dan barang siapa
yang memelihara qawaid selayaknya ia mencapai maksud.” (Asjmuni A. Rahman, 1976:17)
Dalam kitab al-faraidul bahiyyah disebutkan:
‫انماتضبط بالقواعدفحفظهامنواعظم القواعد‬
“Sesunguhnya cabang-cabang masalah fiqh itu hanya dapat dikuasai dengan kaidah-kaidah
fiqhiyah, maka menghafalkan kaidah-kaidah itu besar fungsinya.” ( Asjmuni A. Rahman,
1976:17).
Selanjutnya Imam Abu Muhammad Izzuddin Ibnu Abbas salam menyimpulkan bahwa kaidah
fiqhiyah adalah sebagai suatu jalan untuk mendapat suatu kemaslahatan dan menolak kerusakan
serta bagaimana cara menyikapi kedua hal tersebut. Sednag al-Qrafy dalam al-Furuqnya menulis
bahwa seorang fiqh tidak akan besar pengaruhnya tanpa berpegang pada kaidah fiqhiyah, karena
jika tidak berpegang kepada kaidah itu maka hasilnya ijtihadnya banyak bertentangan dan
berbeda antar furu’- furu’itu. Dengan berpegang pada kaidah fiqhiyah tentunya mudah
menguasai furu’-furu’nya.
G.Perbedaan ushuliyyah dan fiqhiyah
Menurut Ensiklopedi Islam, perbedaannya terlihat pada objek kedua ilmu tersebut. Objek
ushul fikih adalah dalil-dalil, sedangkan objek fikih adalah per buatan seseorang yang telah mu
kalaf (dewasa dalam menjalankan hukum).
“Jika ushuli (ahli ushul fikih) mem bahas dalil-dalil dan kaidah-kaidah yang bersifat
umum, fukaha (ahli fikih) mengkaji bagaimana dalil-dalil juz’i (sebagian) dapat diterapkan pada
peristiwa-Ilmu usul fikih hadir dengan tujuan untuk mengetahui dalil-dalil syariat, baik yang

6
menyangkut bidang akidah, ibadah, muamalah, akhlak, maupun sanksi (hukum yang berkaitan
dengan masalah pelanggaran atau kejahatan). Dengan demikian, menurut Ensiklopedi Islam,
hukum-hukum Allah SWT dapat dipahami dan diamalkan.

Ilmu usul fikih hadir dengan tujuan untuk mengetahui dalil-dalil syariat, baik yang
menyangkut bidang akidah, ibadah, muamalah, akhlak, maupun sanksi (hukum yang berkaitan
dengan masalah pelanggaran atau kejahatan). Dengan demikian, menurut Ensiklopedi Islam,
hukum-hukum Allah SWT dapat dipahami dan diamalkan.
Dengan begitu, ushul fikih bukanlah sebuah tujuan, melainkan sarana untuk mengetahui
hukum- hukum Allah SWT terhadap suatu peristiwa yang me merlukan penanganan hukum.
Dengan adanya ilmu ushul fikih, agama akan terpelihara dari penyalahgunaan dalil.

7
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dalam pembahasan diatas sudah dijelaskan dari pendefinisian, perbedaan serta
keunggulan masing-masing. Dikonteks ini mungkin kami hanya bisa mengulas sedikit saja
karena kalau kita membicarakan ushuliyyah dan fiqhiyah tidak akan bisa selesai dengan cepat
pasti ada yang namanya penjabaran, perbedaan serta lainnya. Sehingga kami hanya merangkum
sebagain tapi tidak kurang dari penelitian atau referensi yang akurat.

8
DAFTAR PUSTAKA
Irawan, Yusuf. 2001. Ushul Fiqh. Jakart: Medika Jaya.
Kurdi, Muliadi. 1999. Ushul Fiqh Sebuah Pengenalan Awal. Bandung: Kencana Munadi. 2017.
Pengantar Ushul Fiqh. Lhokseumawe: Unimal Press.
Rahman, Asjmuni A.. 1999.UshulFiqh. Jakarta; Pustaka Jaya.
Drs. H. Muchlis Usman, MA. Kaidah-kaidah Ushuliyyah dan Fiqhiyah Pedoman Dasar Dalam
Istinbath Hukum Islam.
https://m.republika.co.id/berita/nnesgn/perbedaan-antara-fikih-dan-ushul-fikih

Anda mungkin juga menyukai