ABSTRACT
This article aims to discuss the reform of the madhhab, trying to reason out the
lessons that Muslims can learn from the reform of the madhhab so that it becomes
a high motivation in tolerating any differences of opinion that occur in all
dimensions of human life. The type of research used is literature review, with a
syar'i approach which is then integrated with phenomena that occur in people's
lives. The understanding of the reform of the madhhab certainly motivates people
in dealing with all the differences of opinion they experience, the reform of the
madhhab is also a guide that everything on this earth must have differences, this
is also supported by the many verses of the Qur'an and Hadith that explain that
difference is wisdom. Providing an understanding of school reform will fortify
humans in increasing awareness among fellow Muslims in particular. Therefore,
this article tries to provide an explanation of the reform of the madhhab
Keywords: Reformation, Madhab
PENDAHULUAN
1
Mahasiswa Konsentrasi Hukum Islam Program Studi Dirasah Islamiyah Pascasarjana
UIN Alauddin Makassar (80100221014)
2
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar.
3
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar.
REFORMASI MAZHAB |1
masyarakat Islam terletak pada kesadaran akan pentingnya perilaku hidup
berdasarkan ajaran wahyu.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mazhab
REFORMASI MAZHAB |2
kata fiil madhy ( )ذهبyang bermakna pergi.6 Jadi, mazhab itu secara bahasa
artinya, “tempat pergi”, yaitu jalan (ath-thariq).7 Sedangkan menurut istilah ada
beberapa rumusan:
6
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1997), h
71
7
M.Husain Abdullah, Al-Wadhih fi Usul al-Fiqh, (Beirut: Darul Bayariq, 1995), h 196
8
Husain Abdullah, Al-Wadhih fi Usul al-Fiqh, (Beirut: Darul Bayariq, 1995), h 200
9
Ahmad Hasan, Nasyatul Fiqh al_Islamiy, ( Damaskus : Dar al Hijroh,1996) h 79
10
Ahmad Nahrawi, Al-Imam asy-Syafi’i fi Mazhabayhi al-Qadim wa al-Jadid, (Kairo:
Darul Kutub,1994), h 208.
REFORMASI MAZHAB |3
B. Latar Belakang Munculnya Mazhab
Lahirnya berbagai aliran atau madzhab dalam ilmu fikih dilator belakangi
oleh beberapa faktor antara lain disebabkan oleh:
C. Sejarah Mazhab
1. Mazhab Pada Masa Rasulullah
Mahzab fikih itu sudah ada sejak zaman Rosulullah, Madzhab pada zaman
Rosululah adalah sebatas Ijitihad (pendapat) para sahabat dalam memahami
agama, karena pada zaman itu sumber hukum islam adalah hanya al-Quran dan
Hadits, sehingga ketika para sahabat terjadi perselisihan dan berijtihad masing-
masing; maka mereka langsung melaporkan masalah tersebut kepada Rosulullah.12
REFORMASI MAZHAB |4
sallam tidak bermaksud menyuruh para shahabat Radhiyallahu anhum menunda
shalat ‘Ashar sampai lewat waktunya. Kemudian dua sikap yang berbeda dalam
menyikapi sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dilaporkan kepada
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak mencela salah salah satunya.13
Periode ini, Madzhab hanyalah sebuah pendapat atau Ijtihad para sahabat
dalam memahami sebuah kasus, lalu sahabat melaporkan kepada Rosul akan
kasus tersebut, sehingga Rosulullah langsung memutuskan kasus tersebut apakah
salah satu yang benar atau keduanya benar.14
Mahzab fikih itu pada sejak zaman sahabat mulai tumbuh seiring dengan
meninggalnya Rosulullah karena ketika di zaman Rosulullah para Sahabat
menemukan sebuah masalah, akan tetapi setelah wafatnya Rosulullah, Para
sahabat masing-masing memiliki pendapatnya. Misalnya pendapat Aisyah ra,
pendapat Ibn Mas’ud ra, pendapat Ibn Umar. Masing-masing memiliki kaidah
tersendiri dalam memahami nash al-Qur’an al-Karim dan sunnah, sehinga
terkadang pendapat Ibn Umar tidak selalu sejalan dengan pendapat Ibn Mas’ud
atau Ibn Abbas. Tapi semua itu tetap tidak bisa disalahkan karena masing-masing
sudah melakukan ijtihad.15
13
Al-Bukhori, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhori, (Bairut:
Maktabah al-Isyriyyah) Cetakan kedua, Jilid 2, h 124
14
Ahmad Hasan, Nasyatul Fikih al_Islamiy, (Damaskus: Dar al Hijroh,1996) h 98
15
Hasan Mahmud, Pengantar Hukum Islam, (Bandung: Pustaka al-Iman, 2009) h 34
REFORMASI MAZHAB |5
sebagian yang lain menyimpulkannya sebagai tindakan mubah (biasa).
Contohnya, para sahabat melihat Nabi Shallalahu Alaihi wa Sallam melakukan
lari-lari kecil saat thawaf. Oleh karena itu, mayoritas mereka berpendapat hal
tersebut adalah sunnah dalam tawaf. Sedangkan Ibnu Abbas, mengintepretasikan
tindakan beliau sebagai kebetulan karena ada motivasi yang muncul.16
Kalangan tabiin ada ahli fikih yang juga cukup terkenal; Ikrimah Maula
Ibn Abbas dan Atha’ ibn Abu Rabbah, Thawus ibn Kiisan, Muhammad ibn Sirin,
Al-Aswad ibn Yazid, Masruq ibn al-A’raj, Alqamah an Nakha’i, Sya’by, Syuraih,
Said ibn Jubair, Makhul ad Dimasyqy, Abu Idris al-Khaulani.
Kasus iddah wanita hamil karena berzina, Para ulama di kalangan Tabiin
berbeda pendapat:
16
Mahmud Sirojuddin, Hukum Islam Sejarah perkembangannya, (Jakarta: Pustaka
Lentera Iman, 2013), h 47
17
Ahmad Ridho, Hukum Islam dalam Sorotan, (Jakarta: Pustakan Bina karya Utama,
2015) h 24
REFORMASI MAZHAB |6
a) Imam Sufyan as Sauri dan sebagain tabiin berpendapat bahwa tidak
ada iddah bagi wanita hamil karena berzina. Karena iddah untuk
menjaga nasab, sedangkan Pezina tidak menjaga nasab.
b) Imam Hasan basri, Ibrahim An Nakho’i dan sebagian tabiin lainnya
berpendapat bahwa wanita hamil karena berzina tetap ada
iddahnya, karena iddah itu karena Istibro’ (membersihkan Rahim)18
18
Imam An Nawawi, Majmu ala Syarhil muhazzab, (Damaskus: Maktabah al-Iman,
1996) Juz XVII, h 34
19
Muniroh Mukhtar, Madzhab dan Sejarahnya, (Pustaka Mghfiroh: 2008) h 57
REFORMASI MAZHAB |7
pernah berjumpa dengan beberapa sahabat seperti missal : Anas
bin Malik (10 SH-93 H/ 612-712 M), Abdullah bin Abi Aufa (w.
85 H/ 704 M]) di kota Kufah, Sahal bin Sa’ad Al-Sa’idi (8 SH-88
H/ 614-697 M) di kota Madinah serta bertemu dengan Abu Al-
Thufail Amir bin Watsilah (W 110 H/729 M) di kota Makkah.
Salah satu muridnya yang terkenal adalah Muhammad bin
Al-Hassan Al-Shaibani, guru Imam Syafi’i. Melalui goresan
tangan para muridnya itu, pandangan-pandangan Imam Hanafi
menyebar luas di negeri-negeri Islam, bahkan menjadi salah satu
mazhab yang diakui oleh mayoritas umat Islam.20
20
Abas Ubaidillah, Sejarah Perkembangan Imam Mazhab, (Jakarta: Pustaka Bintang
Pelajar:2013), h 47
REFORMASI MAZHAB |8
Adapun yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali
diantaranya ada yang lebih tua darinya seperti az Zuhry dan
Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya seperti al Auza’i, Ats Tsauri,
Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij dan Syu’bah
bin Hajjaj. Adapula yang belajar darinya seperti Asy Safi’i, Ibnu
Wahb, Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq.
Di antara guru beliau adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’
al Muqbiri, Na’imul Majmar, Az Zuhri, Amir bin Abdullah bin
Az Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar, dan lain-lain. Di
antara murid beliau adalah Ibnul Mubarak, Al Qoththon, Ibnu
Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qosim, Al Qo’nabi, Abdullah bin
Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al Andalusi, Yahya
bin Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats
Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Imam Syafi’i, Abu Hudzafah as
Sahmi, Az Aubairi, dan lain-lain.21
Imam Malik terdidik di kota Madinah pada masa
pemerintahan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dari Bani
Umayah.22 Dikenal sebagai ahl Hadis, karena lingkungannya
yang sangat mendukung untuk itu kota Madinah, juga tetap
terpengaruh dengan penggunaan rasio dalam berijthad. Hal ini
dibuktkan dengan penggunaan ‘amal ahli Madinah (praktek
masyarakat Madinah), fatwa sahabat, Qiyas, Al-maslahah
mursalah, Syad al-Zariah, al-‘Urf (adat istadat) dalam
pengambilan hukum Islam. Imam Malik pun juga sepert mazhab
lain menjadikan Alquran dan hadis/sunnah sebagai sumber utama
dalam hukum Islam.23
21
Mahmud Sirojuddin, Hukum Islam Sejarah perkembangannya, (Jakarta: Pustaka
Lentera Iman, 2013), h 85
22
Imam Malik Ibn Annas, Al-Muwatta’, terj. Dwi Surya Atmaja, (Jakarta: Raja Grafndo
Persada, 1992), h. 51
23
Danu Aris Setiyanto, Pemikiran Hukum Islam Imam Malik bin Anas; Pendekatan
Sejarah Sosial dalam Al-Ahkam; Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum, Vol. 1, No. 2, 2016, h. 103-114
REFORMASI MAZHAB |9
Dengan demikian, pendekatan Imam Abu Hanifah adalah
rasional (ra’yi) melalui Alquran, hadis/sunnah, ijma’, Qiyas, amal
ahli Madinah, al-Mashlahah al-Mursalah, Syad al-Zariah, al-Urf.
24
Ahmad Hasan, Nasyatul Fikih al_Islamiy, (Damaskus: Dar al Hijroh,1996) h 104
R E F O R M A S I M A Z H A B | 10
Ia pergi ke Madinah dan berguru fikh kepada Imam Malik
bin Anas. Ia mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan
menghafalnya dalam 9 malam. Imam Syafi’i meriwayatkan hadis
dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya,
Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain. Adapun Murid beliau yang
paling terkenal antara lain adalah Imam ahmad bin hanbal.25
26
M. Ali Al-Sayis, Fikih ijtihad Pertumbuhan dan Perkembangannya,(Nasy’ah al-Fikih
al-Ijtihadi wa Athwaruhu) terj. M.Muzamil, (Solo: Pustaka Mantiq, 1997), h 146.
R E F O R M A S I M A Z H A B | 11
ada perselisihan di antara mereka, fatwa sahabat yang
diperselisihkan di antara mereka, Hadis/Sunnah Mursal dan
Hadis/Sunnah dha'if, dan Qiyas.,
1. Hukum Bersuci
Air suci mensucikan, yaitu air yang mutlak atau air murni. Air yang
berasal dari bumi atau air yang jatuh dari langit disebut air mutlak. Firman Allah
dalam surah al-Furqon ayat 48 dan surah al-Anfal ayat 11”
Air suci tidak mensucikan. Air ini, tidak sah atau tidak boleh digunakan
untuk bersuci dan menghilangkan najis tetapi air ini boleh digunakan untuk
diminum atau digunakan untuk memasak. Terkecuali hukum dari ulama
Hanafiyah yang menyatakan bahwa air tersebut sah untukdigunakan
menghilangkan najis. Air musta’mal juga termasuk air suci tapi tidak mensucikan.
Air yang telah digunakan untuk menghilangkan hadats disebut air musta’mal.
Syarat tersebut berlaku apabila airnya sedikit. Lain halnya jika airnya banyak, air
banyak tidak termasuk sebagai air musta’mal.
Air yang bernajis, yaitu air yang jumlahnya sedikit ketika telah tercampur
dengan najis. Sedangkan apabila airnya banyak tapi najis tersebut telah mengubah
27
Abu Hazim Mubarok, Fikih Idola (1) Terjemah Fathul Qorib, (Jawa Barat:
MUKJIZAT), h 14
28
Abdul Wahhab Khallaf, Fikih Empat Mazhab [jilid 1], (Jakarta Timur: Ummul Qura), h
21
R E F O R M A S I M A Z H A B | 12
salah satu diantara tiga sifat air, yaitu warna, rasa, dan baunya, maka tetap
dihukumi najis. Ukuran banyaknya air yaitu lebih dari dua kullah (60cm3).
Adapun jika airnya banyak melebihi dua kullah, air bias menjadi najis jika telah
bercampur dengan najis dan telah berubah tiga sifat air tersebut.29
Air adalah alat yang sangat penting untuk dipakai sesuci, maka terdapat
penjelasan tentang jenis-jenis air yang dianggap bisa digunakaan dalam sesuci
yaitu air hujan, air asin atau air laut, air sumur, air es, air sungai, air sumber, air
embun. Alat yang digunakan untuk sesuci yaitu bahan yang bisa dipakai untuk
melakukan sesuci, seperti air, tanah, dan batu. 30
Bersuci dari Hadats yang Khusus Berkaitan dengan Badan yaitu Thaharah
(bersuci)dari hadats yang khusus berkaitan dengan badan seperti Wudhu dan
Mandi besar (Junub).
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa air tidak bisa menjadi bernajis baik
sedikit maupun banyak kecuali telah berubah salah satu sifatnya dengan berpijak
pada hadits terdahulu. Wudhu menurut qaul asyhar adalah nama bagi suatu
pekerjaan yang mencakup fardu dan sunnah. Fardu-frdunya wudu menurut imam
Hanafi ada empat Membasuh wajah, Kedua tangan dibasuh sampai kesiku,
Membasuh ¼ kepala, Kedua kaki dibasuh sampai kemata kaki.
Fardu wudhu menurut imam Maliki ada tujuh yang pertama niat,
membasuh wajah, kedua tangan dibasuh sampai siku-siku, semua kepala diusap,
29
Abu Hazim Mubarok, Fikih Idola (1) Terjemah Fathul Qorib, (Jawa Barat:
MUKJIZAT), h 15-17
30
Abu Hazim Mubarok, Fiqih Idola (1) Terjemah Fathul Qorib, (Jawa Barat:
MUKJIZAT), h 14
R E F O R M A S I M A Z H A B | 13
kedua kaki dibasuh sampai kemata kaki, dilakukan secara berurutan dan tidak
terputus-putus, semua anggota wudhu digosok.
Fardu wudhu menurut imam Syafi’i ada enam yang pertama niat,
membasuh wajah, kedua tangan dibasuh, Sebagian kepala dibasuh, kedua kaki
dibasuh, berurutan saat berwudlu seperti apa yang telah ditetapkan dalam rukun
dan bilangan wudlu.31 Niat menurut mazhab Syafi’i, merupakan fardunya wudhu
yang harus dilakukan. Wudhu tanpa niat tidak sah.
Menurut mazhab Hanafi. Niat dalam wudhu bukan suatu yang menjadikan
sahnya wudhu, akan tetapi hanya sebatas kesempurnaan dalam berwudlu. Menurut
imam Hanafi perkara yang bisa menghilangkan atau membatalkan wudhu ada 7
Keluarnya segala sesuatu dari Dubur atau Qubul termasuk air mani, Tidak
sadarkan diri atau hilangnya akal, Tidur, terkecuali menempelnya kedua pantat ke
lantai, Tertawa yang berlebihan sampai menimbulkan suara dan gerakan, disaat
sedang melakukan shalat bagi yang baligh dan orang disekitarnya mendengar,
Bertemunya kulit perempuan dengan kulit laki-laki tanpa ada penghalang,
Mengalirnya najis di badan, seperti adanya darah atau nanah, Muntah yang
banyak dan jika hanya sedikit tidak membatalkan.
R E F O R M A S I M A Z H A B | 14
menghilangnya akal dan terdapat hadits Rasulullah yang berbunyi “Dua mata itu
menjadi talinya dubur”. Duburnya akan terbuka jika kedua matanya tertidur,
Tidak sadarkan diri atau yang disebut hilangnya akal. Baik dikarenakan minum
yang memabukkan atau dikarenakan sakit seperti kesurupan, gila, sihir, memakan
obat yang dapat menghilangkan akal, Bersentuhannya perempuan dan laki-laki
yang tidak mahramnya. Mahram ada tiga yaitu mahram sebab hubungan darah,
mahram sebab adanya akad pernikahan seperti: Nenek, nenek mertua, bapak
mertua, mahram sebab saudara rauda’. Dengan telapak tangan memegang
kemaluan manusia, meskipun kemaluannya sendiri ataupun kemaluan orang lain.
2. Hukum Shalat
Shalat adalah do’a menurut bahasa. Shalat adalah perbuatan atau perkataan
yang dimulai takbiratur ihram dan diakhiri dengan salam pengertian menurut
syara’. Shalat yang diwajibkan itu lima yaitu dzuhuhur, ashar, magrib, isya’, dan
shubuh.33
R E F O R M A S I M A Z H A B | 15
setiap gerakan yang berada pada shalat dilakukan secara urut, pada setiap rukun
harus thuma’ninah atau berhenti sejenak, duduk tasyahud awal, membaca tahiyat
saat duduk tasyahud awal, dan saat duduk tasyahud akhir sebelum salam, segera
berdiri setelah membaca tasyahud awal ke rakaat ketiga, salam dengan menoleh
ke kanan dan ke kiri di akhir salat, pada dua rakaat shalat subuh seorang imam
mengeraskan suaranya, dan pada dua rakaat shalat Maghrib dan Isya’ meskipun
itu mengerjakan shalat qadha, memelankan suara pada saat shalat Dzuhur dan
Ashar bagi makmum atau imam tetapi tidak pada shalat dua rakaat shalat Maghrib
dan Isya’, dalam shaat witir membaca do’a Qunut, dalam shalat id melakukan
takbir, dalam shalat berjama’ah mendengarkan imam dan diam.
R E F O R M A S I M A Z H A B | 16
dengan sujud, bangun dari sujud, duduk iftiros, berhenti sejenak atau disebut
dengan thuma’ninah ditiap-tiap rukunnya, duduk takhiyat akhir, membaca
takhiyat (tasyahud), membaca shalawat Nabi, salam menoleh ke kanan, beruntut
(urut).34
Selain rukunnya shalat ada juga hal-hal yang membatalkan shalat. Secara
garis besar perkara yang dapat membatalkan shalat ada 5 perkara yang disepakati
para mazhab, yaitu:
R E F O R M A S I M A Z H A B | 17
minuman maupun makanan yang telah sampai kerongga perutnya
seseorang yang sedang shalat meskipun sedikit atau banyak bisa
menjadikan batalnya shalat jika dilakukan secara sengaja dan
seseorang itu telah tau hukumnya. Jika ia tidak sengaja dan tidak
mengetahui hukumnya maka tidak membatalkan shalatnya jika
yang ditelan hanya sedikit, tetapi apabilaa banyak hal tersebut
dapat membatalkan sholat. Sedangkan pendapat imam Hambali,
dapat membatalkan shalat apabila minum dan makan banyak,
meskipun tidak secara kebetulan ataupun secara kebeulan. Lain
halnyaapabila sedikit, jika dilakukan dengn tidak secara kebetulan
maka sholatnya batal tapi jikadilakukan secara kebetulan tidak
batal shalatnya.
d. Apabila hadats datang, baik hadats kecil atau hadats besar. Semua
mazhab sepakat kecuali mazhab Hanafi. Jika datang hadats
sebelum salam atau ketika tasyahud, tidak membatalkan shalat.
Imam Malik Bin Anas lebih sering kepada hadist, apabila sebuah hadist
mengatakan dan atau menjelaskan sebuah perkara A, maka pelaksanaanya pun
seperti A. Beliau pernah ditanya tentang logika, “Wahai Imam Malik, apa
pendapatmu dari segi akal? kata Imam Malik: Kalau ingin bertanya tentang
logika/ Ro’yun, maka tanyakanlah kepada Imam Abu Hanifah jangan tanya
35
Abdul Qodir Ar-Rahbawi, Fikih Shalat Empat Madzhab, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo), h 244-246
R E F O R M A S I M A Z H A B | 18
kepada saya”. Karena beliau lebih cenderung memahami persoalan dari tekstual
hadsitnya. Sehingga apabila para pembaca hendak mengambil persoalan yang
sumbernya langsung dari hadist, maka kembali lah kepada Imam Malik bin Anas.
PENUTUP
36
http://pm.unida.gontor.ac.id/ciri-khas-4-madzhab-dalam-memecahkan-hukum-erkara-
yang-harus-diketahui/ di akses pada tanggal 19 juni, 19.00 wita
R E F O R M A S I M A Z H A B | 19
mazhab mencakup sekumpulan hukum-hukum Islam yang digali seorang
imam mujtahid sedangkan ushul fikih yang menjadi jalan (thariq) yang ditempuh
mujtahid itu untuk menggali hukum-hukum Islam dari dalil-dalilnya yang rinci.
Mazhab Pada Masa Rasulullah Mahzab fikih itu sudah ada sejak zaman
Rosulullah, Madzhab pada zaman Rosululah adalah sebatas Ijitihad (pendapat)
para sahabat dalam memahami agama, karena pada zaman itu sumber hukum
islam adalah hanya al-Quran dan Hadits, sehingga ketika para sahabat terjadi
perselisihan dan berijtihad masing-masing; maka mereka langsung melaporkan
masalah tersebut kepada Rosulullah
Mazhab Imam Abu hanifah Imam Abu Hanifah, yang dikenal dengan
sebutan Imam Hanafi, mempunyai nama lengkap: Abu Hanifah Al-Nu’man bin
Tsabit bin Zutha Al-Kufi. Guru-guru yang pernah beliau temui antara lain adalah :
(Hammad bin Abu Sulaiman Al-Asy’ari (W. : [120 H/ 738]) fakih kota “Kufah”,
‘Atha’ bin Abi Rabah (W. : (114 H/ 732 M) fakih kota “Makkah”, ‘Ikrimah’
(W104 H/ 723 M) maula serta pewaris ilmu Abdullah bin Abbas, Nafi’ (W. : [117
H/ 735 M]) maula dan pewaris ilmu Abdullah bin Umar serta yang lain-lain.
Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan
Tabi’in dan 600 dari tabi’in tabi’in, ia meriwayatkan hadits bersumber dari
Nu’main al Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az
Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir
adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.
Imam Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin
Iyadl dan pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain.
R E F O R M A S I M A Z H A B | 20
Pendekatan ijtihad Imam Ahmad bin Hanbal adalah Alquran dan
Hadis/Sunnah (marfu'ah), fatwa sahabat yang tidak ada perselisihan di antara
mereka, fatwa sahabat yang diperselisihkan di antara mereka, Hadis/Sunnah
Mursal dan Hadis/Sunnah dha'if, dan Qiyas.,
DAFTAR PUSTAKA
Abas Ubaidillah, Sejarah Perkembangan Imam Mazhab, (Jakarta: Pustaka
Bintang Pelajar:2013)
Abdul Qodir Ar-Rahbawi, Fikih Shalat Empat Madzhab, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo)
Abdul Wahhab Khallaf, Fikih Empat Mazhab [jilid 1], (Jakarta Timur: Ummul
Qura)
Abu Hazim Mubarok, Fikih Idola (1) Terjemah Fathul Qorib, (Jawa Barat:
MUKJIZAT)
Ahmad Hasan, Nasyatul Fiqh al_Islamiy, (Damaskus: Dar al Hijroh,1996)
Ahmad Nahrawi, Al-Imam asy-Syafi’i fi Mazhabayhi al-Qadim wa al-
Jadid, (Kairo: Darul Kutub,1994)
Ahmad Ridho, Hukum Islam dalam Sorotan, (Jakarta: Pustakan Bina karya
Utama, 2015)
Al-Bukhori, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhori, (Bairut:
Maktabah al-Isyriyyah) Cetakan kedua, Jilid 2
Al-Qordhowi, Yusuf, Fikih Ikhtilaf, (Kairo: Dar al Fikr al- Islamiy, 1997)
Ayang Utriza Yakin, Sejarah hukum Islam, (Bandung: Grafika Intermedia,2014)
Danu Aris Setiyanto, Pemikiran Hukum Islam Imam Malik bin Anas; Pendekatan
Sejarah Sosial dalam Al-Ahkam; Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum, Vol. 1,
No. 2, 2016
Hasan Mahmud, Pengantar Hukum Islam, (Bandung: Pustaka al-Iman, 2009)
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos,
1997)
Imam An Nawawi, Majmu ala Syarhil muhazzab, (Damaskus: Maktabah al-Iman,
1996) Juz XVII
Imam Malik Ibn Annas, Al-Muwatta’, terj. Dwi Surya Atmaja, (Jakarta: Raja
Grafndo Persada, 1992)
M. Ali Al-Sayis, Fikih ijtihad Pertumbuhan dan Perkembangannya,(Nasy’ah al-
Fikih al-Ijtihadi wa Athwaruhu) terj. M.Muzamil, (Solo: Pustaka Mantiq,
1997)
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedia al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-
konsep Kunci, (Jakarta: Paramadina, 1996)
M.Husain Abdullah, Al-Wadhih fi Usul al-Fiqh, (Beirut: Darul Bayariq, 1995)
Mahmud Sirojuddin, Hukum Islam Sejarah perkembangannya, (Jakarta: Pustaka
Lentera Iman, 2013)
Mahmud Sirojuddin, Hukum Islam Sejarah perkembangannya, (Jakarta: Pustaka
Lentera Iman, 2013)
Muniroh Mukhtar, Madzhab dan Sejarahnya, (Pustaka Mghfiroh: 2008)
R E F O R M A S I M A Z H A B | 21
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1994)
http://pm.unida.gontor.ac.id/ciri-khas-4-madzhab-dalam-memecahkan-hukum-
perkara-yang-harus-diketahui/
R E F O R M A S I M A Z H A B | 22