Anda di halaman 1dari 22

REFORMASI MAZHAB

Ibad Rahman1, Dr. M. Thahir Maloko M.Hi2 Dr. Hj.


Najmah Jaman, M.Ag3
ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk membahas mengenai reformasi mazhab, mencoba
menalar hikmah yang dapat dipetik umat Islam terhadap reformasi mazhab
sehingga menajadi sebuah motivasi yang tinggi dalam mentoleril setiap perbedaan
pendapat yang terjadi diseluruh dimensi kehidupan manusia. Jenis penelitian yang
digunakan adalah kajian pustaka, dengan pendekatan syar’i yang kemudian
diintegrasikan dengan fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Pemahaman mengenai reformasi mazhab tentu memberikan motivasi kepada
manusia dalam menghadapi semua perbedaan pendapat yang di alami, reformasi
mazhab juga menjadi pegangan bahwa segala segala sesuatu di muka bumi ini
pasti memiliki perbedaan, hal ini juga didukung oleh banyaknya ayat al-Qur’an
serta Hadis yang menjelaskan bahwa perbedaan adalah hikmah. Pemberian
pemahaman mengenai reformasi mazhab akan membentengi manusia dalam
meningkatkan kesadaran kepada sesama ummat Islam khususnya. Olehnya Artikel
ini mencoba untuk memberikan penjelasan mengenai reformasi mazhab.
Kata Kunci: Reformasi, Mazhab

ABSTRACT
This article aims to discuss the reform of the madhhab, trying to reason out the
lessons that Muslims can learn from the reform of the madhhab so that it becomes
a high motivation in tolerating any differences of opinion that occur in all
dimensions of human life. The type of research used is literature review, with a
syar'i approach which is then integrated with phenomena that occur in people's
lives. The understanding of the reform of the madhhab certainly motivates people
in dealing with all the differences of opinion they experience, the reform of the
madhhab is also a guide that everything on this earth must have differences, this
is also supported by the many verses of the Qur'an and Hadith that explain that
difference is wisdom. Providing an understanding of school reform will fortify
humans in increasing awareness among fellow Muslims in particular. Therefore,
this article tries to provide an explanation of the reform of the madhhab
Keywords: Reformation, Madhab
PENDAHULUAN

Kuatnya tradisi pemikiran fikih di dunia Islam, sesungguhnya bukan


mengada-ada. Paling tidak, hal itu didasarkan pada kenyataan bahwa esensi

1
Mahasiswa Konsentrasi Hukum Islam Program Studi Dirasah Islamiyah Pascasarjana
UIN Alauddin Makassar (80100221014)
2
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar.
3
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar.

REFORMASI MAZHAB |1
masyarakat Islam terletak pada kesadaran akan pentingnya perilaku hidup
berdasarkan ajaran wahyu.

Artinya keberagamaan seseorang baru bermakna jika ajaran agama itu


termanifestasi dalam perilaku hidup sehari-hari. Sementara itu, proses legislasi
tradisional telah meniscayakan tumbuhnya tradisi pemikiran fikih secara intensif.4
Itulah mengapa umat Islam selalu berupaya memformulasikan ajaran wahyu ke
dalam bentuk-bentuk formal sebagai norma hidup. Selanjutnya, praktek ini
melahirkan satu kelompok masyarakat yang dikenal sebagai ahli hukum atau
fuqahâ.

kecenderungan di Indonesia tersebut tampak begitu kental.


Ketergantungan pada kitab-kitab hukum Islam klasik, membawa masyarakat pada
pola pikir fikih. Begitu juga terminologi dan dominasi ulama yang berkembang
lebih identik ulama fikih.5 Puncaknya ialah ketika sejumlah kitab fikih syafi’i (13
kitab) direkomendasikan sebagai referensi hukum pada Pengadilan Agama,
semakin menunjukkan bahwa pemikiran hukum Islam yang berkembang lebih
terkonsentrasi pada tradisi fikih tradisional.

Hanya saja, seringkali orang salah mengerti. Fikih dipandang berharga


mati. Kehadirannya begitu saja, Fikih dilihat identik dengan aturan Tuhan,
sehingga merupakan bagian utama agama itu sendiri, bukannya sebagai bagian
produk pemikiran keagamaan. Fenomena sakralisasi inilah salah satu faktor
kemandegan pemikiran hukum Islam dan inovasi hukum Islam. Karena itu,
reformasi dalam pengertian pengembangan pemikiran hukum Islam menjadi
sebuah keniscayaan.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mazhab

Menurut bahasa Arab,  (‫ )م;;ذهب‬berasal dari shighah masdar mimy (kata


sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan keterangan tempat) dari akar
4
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1994), h. 236.
5
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedia al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-
konsep Kunci, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 695.

REFORMASI MAZHAB |2
kata fiil madhy   (‫ )ذهب‬yang bermakna pergi.6 Jadi, mazhab itu secara bahasa
artinya, “tempat pergi”, yaitu jalan (ath-thariq).7 Sedangkan menurut istilah ada
beberapa rumusan:

1. Menurut M. Husain Abdullah, madzhab adalah kumpulan pendapat


mujtahid yang berupa hukum-hukum Islam, yang digali dari dalil-dalil
syariat yang rinci serta berbagai kaidah (qawa’id) dan landasan (ushul)
yang mendasari pendapat tersebut, yang saling terkait satu sama lain
sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.8
2. Menurut A. Hasan, mazhab adalah mengikuti hasil ijtihad seorang
imam tentang hukum suatu masalah atau tentang hukum suatu masalah
atau tentang kaidah-kaidah istinbathnya.9

            Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa


yang dimaksud dengan mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan
oleh Imam mujtahid dalam memecahkan masalah; atau mengistinbathkan hukum
Islam. Disini bisa disimpulkan pula bahwa mazhab mencakup sekumpulan
hukum-hukum Islam yang digali seorang imam mujtahid sedangkan ushul fikih
yang menjadi jalan (thariq) yang ditempuh mujtahid itu untuk menggali hukum-
hukum Islam dari dalil-dalilnya yang rinci.

           Dengan demikian, kendatipun mazhab itu manifestasinya berupa hukum-


hukum syariat, yang ditempuh mujtahid itu untuk menggali hukum-hukum Islam
dari dalil-dalilnya yang rinci harus dipahami bahwa mazhab itu sesungguhnya
juga mencakup ushul fiqh yang menjadi metode penggalian (thariqah al-
istinbath) untuk melahirkan hukum-hukum tersebut. Artinya, jika kita mengatakan
mazhab Syafi’i, itu artinya adalah, fiqh dan ushul fiqh menurut Imam Syafi’i.10

6
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1997), h
71
7
M.Husain Abdullah, Al-Wadhih fi Usul al-Fiqh, (Beirut: Darul Bayariq, 1995), h 196
8
Husain Abdullah, Al-Wadhih fi Usul al-Fiqh, (Beirut: Darul Bayariq, 1995), h 200
9
Ahmad Hasan, Nasyatul Fiqh al_Islamiy, ( Damaskus : Dar al Hijroh,1996) h 79
10
Ahmad Nahrawi, Al-Imam asy-Syafi’i fi Mazhabayhi al-Qadim wa al-Jadid, (Kairo:
Darul Kutub,1994), h 208.

REFORMASI MAZHAB |3
B. Latar Belakang Munculnya Mazhab

Lahirnya berbagai aliran atau madzhab dalam ilmu fikih dilator belakangi
oleh beberapa faktor antara lain disebabkan oleh:

1. Perbedaan Pemahaman (Pengertian) Tentang Lafadz Nash

2. Perbedaan Dalam Masalah Hadits

3. Perbedaan dalam Pemahaman dan Penggunaan Qaidah Lughawiyah


Nash

4. Perbedaan Dalam Mentarjihkan Dalil-dalil yang berlawanan (ta’rudl al-


adillah)

5. Perbedaan Tentang Qiyas

6. Perbedaan dalam Penggunaan Dalil-dalil Hukum

7. Perbedaan dalam Pemahaman Illat Hukum

8. Perbedaan dalam Masalah Nasakh11

C. Sejarah Mazhab
1. Mazhab Pada Masa Rasulullah

          Mahzab fikih itu sudah ada sejak zaman Rosulullah, Madzhab pada zaman
Rosululah adalah sebatas Ijitihad (pendapat) para sahabat dalam memahami
agama, karena pada zaman itu sumber hukum islam adalah hanya al-Quran dan
Hadits, sehingga ketika para sahabat terjadi perselisihan dan berijtihad masing-
masing; maka mereka langsung melaporkan masalah tersebut kepada Rosulullah.12

 Ketika mereka mendapati waktu shalat yang disebutkan oleh Rasûlullâh


Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut di tengah jalan, sebagian dari mereka
mengatakan, “Kita tidak shalat sampai kita tiba di perkampungan Bani
Quraizhah.” Sementara yang lain bersikukuh tetap melakukan shalat ‘Ashar pada
waktunya, karena mereka memandang bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
11
Al-Qordhowi, Yusuf, Fikih Ikhtilaf, (Kairo: Dar al Fikr al- Islamiy, 1997) h 65
12
Ayang Utriza Yakin, Sejarah hukum Islam, (Bandung: Grafika Intermedia,2014), h 24

REFORMASI MAZHAB |4
sallam tidak bermaksud menyuruh para shahabat Radhiyallahu anhum menunda
shalat ‘Ashar sampai lewat waktunya. Kemudian dua sikap yang berbeda dalam
menyikapi sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dilaporkan kepada
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak mencela salah salah satunya.13

Periode ini, Madzhab hanyalah sebuah pendapat atau Ijtihad para sahabat
dalam memahami sebuah kasus, lalu sahabat melaporkan kepada Rosul akan
kasus tersebut, sehingga Rosulullah langsung memutuskan kasus tersebut apakah
salah satu yang benar atau keduanya benar.14

Mazhab secara sistematis belum terbentuk, hanya berbentuk pendapat-


pendapat para sahabat dan ijtihad-ijtihadnya yang kemudian disampaikan kepada
Rosulullah

2. Mazhab Pada Masa Sahabat

Mahzab fikih itu pada sejak zaman sahabat mulai tumbuh seiring dengan
meninggalnya Rosulullah karena ketika di zaman Rosulullah para Sahabat
menemukan sebuah masalah, akan tetapi setelah wafatnya Rosulullah, Para
sahabat masing-masing memiliki pendapatnya. Misalnya pendapat Aisyah ra,
pendapat Ibn Mas’ud ra, pendapat Ibn Umar. Masing-masing memiliki kaidah
tersendiri dalam memahami nash al-Qur’an al-Karim dan sunnah, sehinga
terkadang pendapat Ibn Umar tidak selalu sejalan dengan pendapat Ibn Mas’ud
atau Ibn Abbas. Tapi semua itu tetap tidak bisa disalahkan karena masing-masing
sudah melakukan ijtihad.15

Para sahabat melihat Rasulullah Saw mengerjakan suatu tindakan,


sebagian sahabat menafsirkannya sebagai tindakan qurbah (ibadah), sedangkan

13
Al-Bukhori, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhori, (Bairut:
Maktabah al-Isyriyyah) Cetakan kedua, Jilid 2, h 124
14
Ahmad Hasan, Nasyatul Fikih al_Islamiy, (Damaskus: Dar al Hijroh,1996) h 98

15
Hasan Mahmud, Pengantar Hukum Islam, (Bandung: Pustaka al-Iman, 2009) h 34

REFORMASI MAZHAB |5
sebagian yang lain menyimpulkannya sebagai tindakan mubah (biasa).
Contohnya, para sahabat melihat Nabi Shallalahu Alaihi wa Sallam melakukan
lari-lari kecil saat thawaf. Oleh karena itu, mayoritas mereka berpendapat hal
tersebut adalah sunnah dalam tawaf. Sedangkan Ibnu Abbas, mengintepretasikan
tindakan beliau sebagai kebetulan karena ada motivasi yang muncul.16

Rasulullah mengerjakan ibadah haji dan orang-orang menyaksikannya.


Sebagian sahabat berpendapat bahwa beliau mengerjakan ibadah haji
secara tamattu’, sementara sebagian sahabat yang lain menganggapnya
mengerjakan ibadah haji secara qiran. Sebagian sahabat lain menyangka beliau
mengerjakan ibadah haji secara ifrad.17

3. Mazhab Pada Masa Tabiin


Masa tabi’in, kita juga mengenal istilah fuqaha al-Madinah yang tujuh
orang yaitu; Said ibn Musayyib, Urwah ibn Zubair, Al-Qasim ibn Muhammad,
Kharijah ibn Zaid, Ibn Hisyam, Sulaiman ibn Yasan dan Ubaidillah. Termasuk
juga Nafi’ maula Abdullah ibn Umar. Di kota Kufah kita mengenal ada Al-Qamah
ibn Mas’ud, Ibrahim An-Nakha’i guru al-Imam Abu Hanifah. Sedangkan di kota
Bashrah ada al-Hasan Al-Bashri dan Imam Sufyan as sauri.

Kalangan tabiin ada ahli fikih yang juga cukup terkenal; Ikrimah Maula
Ibn Abbas dan Atha’ ibn Abu Rabbah, Thawus ibn Kiisan, Muhammad ibn Sirin,
Al-Aswad ibn Yazid, Masruq ibn al-A’raj, Alqamah an Nakha’i, Sya’by, Syuraih,
Said ibn Jubair, Makhul ad Dimasyqy, Abu Idris al-Khaulani.

Kasus iddah wanita hamil karena berzina, Para ulama di kalangan Tabiin
berbeda pendapat:

16
Mahmud Sirojuddin, Hukum Islam Sejarah perkembangannya, (Jakarta: Pustaka
Lentera Iman, 2013), h 47
17
Ahmad Ridho, Hukum Islam dalam Sorotan, (Jakarta: Pustakan Bina karya Utama,
2015) h 24

REFORMASI MAZHAB |6
a) Imam Sufyan as Sauri dan sebagain tabiin berpendapat bahwa tidak
ada iddah bagi wanita hamil karena berzina. Karena iddah untuk
menjaga nasab, sedangkan Pezina tidak menjaga nasab.
b) Imam Hasan basri, Ibrahim An Nakho’i dan sebagian tabiin lainnya
berpendapat bahwa wanita hamil karena berzina tetap ada
iddahnya, karena iddah itu karena Istibro’ (membersihkan Rahim)18

4. Mazhab Abad ke 2-3 H


a) Mazhab Imam Abu hanifah
Imam Abu Hanifah, yang dikenal dengan sebutan Imam
Hanafi, mempunyai nama lengkap: Abu Hanifah Al-Nu’man bin
Tsabit bin Zutha Al-Kufi. lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah/699
M, bertepatan dengan masa khalifah Bani Umayyah Abdul Malik
bin Marwan. Beliau digelari dengan nama Abu Hanifah yang
berarti suci dan lurus, karena sejak kecil beliau dikenal dengan
kesungguhannya dalam beribadah, berakhlak mulia, serta
menjauhi perbuatan-perbuatan dosa dan keji. Dan mazhab
fikihnya dinamakan Mazhab Hanafi.19
Guru-guru yang pernah beliau temui antara lain adalah :
(Hammad bin Abu Sulaiman Al-Asy’ari (W. : [120 H/ 738]) fakih
kota “Kufah”, ‘Atha’ bin Abi Rabah (W. : (114 H/ 732 M) fakih
kota “Makkah”, ‘Ikrimah’ (W104 H/ 723 M) maula serta pewaris
ilmu Abdullah bin Abbas, Nafi’ (W. : [117 H/ 735 M]) maula dan
pewaris ilmu Abdullah bin Umar serta yang lain-lain. Beliau juga
pernah belajar kepada ulama’ “Ahlul-Bait” seperti missal: Zaid
bin Ali Zainal ‘Abidin (79-122 H/698-740 M), Muhammad Al-
Baqir ([57-114 H/ 676-732 M]), Ja’far bin Muhammad Al-Shadiq
(80-148 H/ 699-765 M) serta Abdullah bin Al-Hasan. Beliau juga

18
Imam An Nawawi, Majmu ala Syarhil muhazzab, (Damaskus: Maktabah al-Iman,
1996) Juz XVII, h 34
19
Muniroh Mukhtar, Madzhab dan Sejarahnya, (Pustaka Mghfiroh: 2008) h 57

REFORMASI MAZHAB |7
pernah berjumpa dengan beberapa sahabat seperti missal : Anas
bin Malik (10 SH-93 H/ 612-712 M), Abdullah bin Abi Aufa (w.
85 H/ 704 M]) di kota Kufah, Sahal bin Sa’ad Al-Sa’idi (8 SH-88
H/ 614-697 M) di kota Madinah serta bertemu dengan Abu Al-
Thufail Amir bin Watsilah (W 110 H/729 M) di kota Makkah.
Salah satu muridnya yang terkenal adalah Muhammad bin
Al-Hassan Al-Shaibani, guru Imam Syafi’i. Melalui goresan
tangan para muridnya itu, pandangan-pandangan Imam Hanafi
menyebar luas di negeri-negeri Islam, bahkan menjadi salah satu
mazhab yang diakui oleh mayoritas umat Islam.20

b) Mazhab Imam Malik


Malik bin Anas bin Malik, Imam maliki di lahirkan di
Madinah al Munawwaroh. sedangkan mengenai masalah tahun
kelahirannya terdapat perbedaaan riwayat. al-Yafii dalam
kitabnya Thabaqat fuqoha meriwayatkan bahwa imam malik
dilahirkan pada 94 H. ibn Khalikan dan yang lain berpendapat
bahawa imam Malik dilahirkan pada 95 H. sedangkan. imam al-
Dzahabi meriwayatkan imam malik dilahirkan 90 H. Ia menyusun
kitab Al Muwaththa’, dan dalam penyusunannya ia menghabiskan
waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli
fiqh Madinah.
Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300
dari golongan Tabi’in dan 600 dari tabi’in tabi’in, ia
meriwayatkan hadits bersumber dari Nu’main al Mujmir, Zaib bin
Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad, Sa’id
al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir
adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.

20
Abas Ubaidillah, Sejarah Perkembangan Imam Mazhab, (Jakarta: Pustaka Bintang
Pelajar:2013), h 47

REFORMASI MAZHAB |8
Adapun yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali
diantaranya ada yang lebih tua darinya seperti az Zuhry dan
Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya seperti al Auza’i, Ats Tsauri,
Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij dan Syu’bah
bin Hajjaj. Adapula yang belajar darinya seperti Asy Safi’i, Ibnu
Wahb, Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq.
Di antara guru beliau adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’
al Muqbiri, Na’imul Majmar, Az Zuhri, Amir bin Abdullah bin
Az Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar, dan lain-lain. Di
antara murid beliau adalah Ibnul Mubarak, Al Qoththon, Ibnu
Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qosim, Al Qo’nabi, Abdullah bin
Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al Andalusi, Yahya
bin Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats
Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Imam Syafi’i, Abu Hudzafah as
Sahmi, Az Aubairi, dan lain-lain.21
Imam Malik terdidik di kota Madinah pada masa
pemerintahan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dari Bani
Umayah.22 Dikenal sebagai ahl Hadis, karena lingkungannya
yang sangat mendukung untuk itu kota Madinah, juga tetap
terpengaruh dengan penggunaan rasio dalam berijthad. Hal ini
dibuktkan dengan penggunaan ‘amal ahli Madinah (praktek
masyarakat Madinah), fatwa sahabat, Qiyas, Al-maslahah
mursalah, Syad al-Zariah, al-‘Urf (adat istadat) dalam
pengambilan hukum Islam. Imam Malik pun juga sepert mazhab
lain menjadikan Alquran dan hadis/sunnah sebagai sumber utama
dalam hukum Islam.23

21
Mahmud Sirojuddin, Hukum Islam Sejarah perkembangannya, (Jakarta: Pustaka
Lentera Iman, 2013), h 85
22
Imam Malik Ibn Annas, Al-Muwatta’, terj. Dwi Surya Atmaja, (Jakarta: Raja Grafndo
Persada, 1992), h. 51
23
Danu Aris Setiyanto, Pemikiran Hukum Islam Imam Malik bin Anas; Pendekatan
Sejarah Sosial dalam Al-Ahkam; Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum, Vol. 1, No. 2, 2016, h. 103-114

REFORMASI MAZHAB |9
Dengan demikian, pendekatan Imam Abu Hanifah adalah
rasional (ra’yi) melalui Alquran, hadis/sunnah, ijma’, Qiyas, amal
ahli Madinah, al-Mashlahah al-Mursalah, Syad al-Zariah, al-Urf.

c) Mazhab Imam Syafi’i


Mazhab Syafi’i didirikan oleh Abu Abdullah Muhammad
bin ldris as-syafi’i. Ia wafat pada 767 masehi 158 H.  Selama
hidup beliau pernah tinggal di Baghdad, Madinah, dan terakhir di
Mesir. Corak pemikirannya adalah konvergensi atau pertemuan
antara rasionalis dan tradisionalis. Imam Syafi`i mempunyai dua
dasar berbeda untuk Mazhab Syafi’i. Yang pertama namanya
Qaulun Qadim dan Qaulun Jadid24
Di Makkah, Imam Syafi’i berguru fikih kepada mufti di
sana, Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya
memberi fatwah ketika masih berusia 15 tahun. Demi ia
merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq Allah dan
hidayah-Nya, dia mulai senang mempelajari fikih setelah menjadi
tokoh dalam bahasa Arab dan sya’irnya. Remaja yatim ini belajar
fikih dari para Ulama’ fikih yang ada di Makkah, seperti Muslim
bin khalid Az-Zanji yang waktu itu berkedudukan sebagai mufti
Makkah. Kemudian dia juga belajar dari Dawud bin
Abdurrahman Al-Atthar, juga belajar dari pamannya yang
bernama Muhammad bin Ali bin Syafi’, dan juga menimba ilmu
dari Sufyan bin Uyainah.
Guru yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi
Bakr Al-Mulaiki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan
masih banyak lagi yang lainnya. Dia pun semakin menonjol
dalam bidang fikih hanya dalam beberapa tahun saja duduk di
berbagai halaqah ilmu para Ulama’ fikih sebagaimana tersebut di
atas.

24
Ahmad Hasan, Nasyatul Fikih al_Islamiy, (Damaskus: Dar al Hijroh,1996) h 104

R E F O R M A S I M A Z H A B | 10
Ia pergi ke Madinah dan berguru fikh kepada Imam Malik
bin Anas. Ia mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan
menghafalnya dalam 9 malam. Imam Syafi’i meriwayatkan hadis
dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya,
Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain. Adapun Murid beliau yang
paling terkenal antara lain adalah Imam ahmad bin hanbal.25

d) Mazhab Imam Hambal


Beliau adalah Abu Abdillah, Ahmad bin Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal asy-Syaibani. Imam Ahmad dilahirkan di
ibu kota kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad, Irak, pada tahun
164 H/780 M. Saat itu, Baghdad menjadi pusat peradaban dunia
dimana para ahli dalam bidangnya masing-masing berkumpul
untuk belajar ataupun mengajarkan ilmu. Dengan lingkungan
keluarga yang memiliki tradisi menjadi orang besar, lalu tinggal
di lingkungan pusat peradaban dunia, tentu saja menjadikan Imam
Ahmad memiliki lingkungan yang sangat kondusif dan
kesempatan yang besar untuk menjadi seorang yang besar pula.
Beberapa gurunya yang terkenal, di antaranya Ismail bin
Ja’far, Abbad bin Abbad Al-Ataky, Umari bin Abdillah bin
Khalid, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami,
Imam Syafi’i, Waki’ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin
`Uyainah, Abdurrazaq, serta Ibrahim bin Ma’qil.
Adapun muridnya adalah Shalih bin Imam Ahmad bin
Hambal Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal  Keponakannya,
Hambal bin Ishaq.26
Pendekatan ijtihad Imam Ahmad bin Hanbal adalah
Alquran dan Hadis/Sunnah (marfu'ah), fatwa sahabat yang tidak
25
Abas Ubaidillah, Sejarah Perkembangan Imam Mazhab, (Jakarta: Pustaka Bintang
Pelajar:2013), h 67

26
M. Ali Al-Sayis, Fikih ijtihad Pertumbuhan dan Perkembangannya,(Nasy’ah al-Fikih
al-Ijtihadi wa Athwaruhu) terj. M.Muzamil, (Solo: Pustaka Mantiq, 1997), h 146.

R E F O R M A S I M A Z H A B | 11
ada perselisihan di antara mereka, fatwa sahabat yang
diperselisihkan di antara mereka, Hadis/Sunnah Mursal dan
Hadis/Sunnah dha'if, dan Qiyas.,

D. Penetapan hukum Fikih 4 Mazhab

1. Hukum Bersuci

Suci atau bersih adalah pengertian thaharah menurut bahasa. Pengertian


istilah adalah bersih dari najis, kotoran, dan hadas.27 Terdapat dua bagian dari
tahaharah yaitu khusus yang berhubungan dengan badan dan bersuci dari najis
yang berkaitan dengan masalah badan, pakaina, dan tempat. Jika bersuci dari
hadats maka tidak bias lepas dari dua unsur yang bias mensucikan, yaitu air dan
tanah. Jenis-jenis air ada tiga28 yaitu:

Air suci mensucikan, yaitu air yang mutlak atau air murni. Air yang
berasal dari bumi atau air yang jatuh dari langit disebut air mutlak. Firman Allah
dalam surah al-Furqon ayat 48 dan surah al-Anfal ayat 11”

Air suci tidak mensucikan. Air ini, tidak sah atau tidak boleh digunakan
untuk bersuci dan menghilangkan najis tetapi air ini boleh digunakan untuk
diminum atau digunakan untuk memasak. Terkecuali hukum dari ulama
Hanafiyah yang menyatakan bahwa air tersebut sah untukdigunakan
menghilangkan najis. Air musta’mal juga termasuk air suci tapi tidak mensucikan.
Air yang telah digunakan untuk menghilangkan hadats disebut air musta’mal.
Syarat tersebut berlaku apabila airnya sedikit. Lain halnya jika airnya banyak, air
banyak tidak termasuk sebagai air musta’mal.

Air yang bernajis, yaitu air yang jumlahnya sedikit ketika telah tercampur
dengan najis. Sedangkan apabila airnya banyak tapi najis tersebut telah mengubah

27
Abu Hazim Mubarok, Fikih Idola (1) Terjemah Fathul Qorib, (Jawa Barat:
MUKJIZAT), h 14
28
Abdul Wahhab Khallaf, Fikih Empat Mazhab [jilid 1], (Jakarta Timur: Ummul Qura), h
21

R E F O R M A S I M A Z H A B | 12
salah satu diantara tiga sifat air, yaitu warna, rasa, dan baunya, maka tetap
dihukumi najis. Ukuran banyaknya air yaitu lebih dari dua kullah (60cm3).
Adapun jika airnya banyak melebihi dua kullah, air bias menjadi najis jika telah
bercampur dengan najis dan telah berubah tiga sifat air tersebut.29

Air adalah alat yang sangat penting untuk dipakai sesuci, maka terdapat
penjelasan tentang jenis-jenis air yang dianggap bisa digunakaan dalam sesuci
yaitu air hujan, air asin atau air laut, air sumur, air es, air sungai, air sumber, air
embun. Alat yang digunakan untuk sesuci yaitu bahan yang bisa dipakai untuk
melakukan sesuci, seperti air, tanah, dan batu. 30

Bersuci dari Hadats yang Khusus Berkaitan dengan Badan yaitu Thaharah
(bersuci)dari hadats yang khusus berkaitan dengan badan seperti Wudhu dan
Mandi besar (Junub).

Thaharah dapat dilakukan dengan menggunakan tanah (debu) atau yang


sring disebut dengan tayamum. Tayamum ini dapat dilakukan disaat tidak ada air
atau sedang sakit. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa ukuran air yang banyak
adalah air dalam wadah yang berukuran lebih dari 110 hasta Panjang dan lebar.
Jika sesorang menciduknya maka tanah (dasar) bejana tersebut tidak terlihat.

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa air tidak bisa menjadi bernajis baik
sedikit maupun banyak kecuali telah berubah salah satu sifatnya dengan berpijak
pada hadits terdahulu. Wudhu menurut qaul asyhar adalah nama bagi suatu
pekerjaan yang mencakup fardu dan sunnah. Fardu-frdunya wudu menurut imam
Hanafi ada empat Membasuh wajah, Kedua tangan dibasuh sampai kesiku,
Membasuh ¼ kepala, Kedua kaki dibasuh sampai kemata kaki.

Fardu wudhu menurut imam Maliki ada tujuh yang pertama niat,
membasuh wajah, kedua tangan dibasuh sampai siku-siku, semua kepala diusap,
29
Abu Hazim Mubarok, Fikih Idola (1) Terjemah Fathul Qorib, (Jawa Barat:
MUKJIZAT), h 15-17
30
Abu Hazim Mubarok, Fiqih Idola (1) Terjemah Fathul Qorib, (Jawa Barat:
MUKJIZAT), h 14

R E F O R M A S I M A Z H A B | 13
kedua kaki dibasuh sampai kemata kaki, dilakukan secara berurutan dan tidak
terputus-putus, semua anggota wudhu digosok.

Fardu wudhu menurut imam Syafi’i ada enam yang pertama niat,
membasuh wajah, kedua tangan dibasuh, Sebagian kepala dibasuh, kedua kaki
dibasuh, berurutan saat berwudlu seperti apa yang telah ditetapkan dalam rukun
dan bilangan wudlu.31 Niat menurut mazhab Syafi’i, merupakan fardunya wudhu
yang harus dilakukan. Wudhu tanpa niat tidak sah.

Menurut mazhab Hanafi. Niat dalam wudhu bukan suatu yang menjadikan
sahnya wudhu, akan tetapi hanya sebatas kesempurnaan dalam berwudlu. Menurut
imam Hanafi perkara yang bisa menghilangkan atau membatalkan wudhu ada 7
Keluarnya segala sesuatu dari Dubur atau Qubul termasuk air mani, Tidak
sadarkan diri atau hilangnya akal, Tidur, terkecuali menempelnya kedua pantat ke
lantai, Tertawa yang berlebihan sampai menimbulkan suara dan gerakan, disaat
sedang melakukan shalat bagi yang baligh dan orang disekitarnya mendengar,
Bertemunya kulit perempuan dengan kulit laki-laki tanpa ada penghalang,
Mengalirnya najis di badan, seperti adanya darah atau nanah, Muntah yang
banyak dan jika hanya sedikit tidak membatalkan.

Menurut imam Maliki hal-hal yang membatalkan wudhu ada 7. Keluarnya


sesuatu dari Dubur dan Qubul, Tidur yang nyenyak, Hilangnya akal, Murtad,
Tidak yakin jika sedang punya hadats, Memegang qubul atau zakar menggunakan
telapak tangan, Menyentuh orang yang sudah baligh dengan sengaja.

Pendapat mazhab Syafi’i perkara yang dapat menjadikan batalnya wudhu


ada 5. Keluarnya sesuatu dari dubur atau kubul baik yang keluar sesuatu yg sering
terjadi atau yang sering di keluarkan ataupun yang jarang terjadi (seperti: batu
kecil, darah, cacing, bilatung) terkecuali air mani, Tidur, tapi tidak termasuk tidur
yang kedua pantatnya menempel ke alasnya. Ada dua alasan sebab tidur dapat
membatalkan wudhu, yaitu menghilangnya suatu pemikiran kesadaran atau
31
Abdul Wahhab Khallaf, Fikih Empat Mazhab [jilid 1], (Jakarta Timur: Ummul Qura), h
30-35

R E F O R M A S I M A Z H A B | 14
menghilangnya akal dan terdapat hadits Rasulullah yang berbunyi “Dua mata itu
menjadi talinya dubur”. Duburnya akan terbuka jika kedua matanya tertidur,
Tidak sadarkan diri atau yang disebut hilangnya akal. Baik dikarenakan minum
yang memabukkan atau dikarenakan sakit seperti kesurupan, gila, sihir, memakan
obat yang dapat menghilangkan akal, Bersentuhannya perempuan dan laki-laki
yang tidak mahramnya. Mahram ada tiga yaitu mahram sebab hubungan darah,
mahram sebab adanya akad pernikahan seperti: Nenek, nenek mertua, bapak
mertua, mahram sebab saudara rauda’. Dengan telapak tangan memegang
kemaluan manusia, meskipun kemaluannya sendiri ataupun kemaluan orang lain.

Menurut imam Hanbali perkara yang membatalkan wudhu ada lima:


Keluarnya sesuatu dari dubur dan qubul, tapi tidak termasuk air mani, Tidak
sadarkan diri, baik karena mabuk, gila, Tidur, terkecuali tidur dengan
menempelnya kedua pantat ke lantai, Bertemunya kulit perempuan dan kulit laki-
laki yang bukan muhrim, baik bersyahwat ataupun tidak bersyahwat,
Memegangnya farjinya manusia, menggunakan telapak tangan tanpa adanya
penghalang, baik qubul ataupun dubur.32

2. Hukum Shalat

Shalat adalah do’a menurut bahasa. Shalat adalah perbuatan atau perkataan
yang dimulai takbiratur ihram dan diakhiri dengan salam pengertian menurut
syara’. Shalat yang diwajibkan itu lima yaitu dzuhuhur, ashar, magrib, isya’, dan
shubuh.33

Adapun menurut Madzhab Hanafi rukun-rukun shalat ada 18 yaitu


Membaca takbir diawal shalat, baca Surat al-Fatihah, setelah itu membaca surat-
surat pendek atau beberapa ayat al-Qur’an sehabis membaca surat al-Fatihah saat
shalat fardhu dlakukan pada dua rakaat pertama, membaca surat pendek dengan
mengutamakan membaca al-Fatihah, menempelkan kening dan hidung saat sujud,
32
Abdul Wahhab Khallaf, Fikih Empat Mazhab [jilid 1], (Jakarta Timur: Ummul Qura), h
48-50
33
Abu Hazim Mubarok, Fiqih Idola (1) Terjemah Fathul Qorib, (Jawa Barat:
MUKJIZAT), h 117

R E F O R M A S I M A Z H A B | 15
setiap gerakan yang berada pada shalat dilakukan secara urut, pada setiap rukun
harus thuma’ninah atau berhenti sejenak, duduk tasyahud awal, membaca tahiyat
saat duduk tasyahud awal, dan saat duduk tasyahud akhir sebelum salam, segera
berdiri setelah membaca tasyahud awal ke rakaat ketiga, salam dengan menoleh
ke kanan dan ke kiri di akhir salat, pada dua rakaat shalat subuh seorang imam
mengeraskan suaranya, dan pada dua rakaat shalat Maghrib dan Isya’ meskipun
itu mengerjakan shalat qadha, memelankan suara pada saat shalat Dzuhur dan
Ashar bagi makmum atau imam tetapi tidak pada shalat dua rakaat shalat Maghrib
dan Isya’, dalam shaat witir membaca do’a Qunut, dalam shalat id melakukan
takbir, dalam shalat berjama’ah mendengarkan imam dan diam.

Ada 14 rukun-rukun shalat menurut madzhab Maliki yang pertama niat,


takbiratul ihram, berdiri disaat melakukan shalat fardhu, membaca surat al-
Fatihah, saat membaca surat al-Fatihah diakukan dengan cara berdiri,
membungkuk pada waktu shalat dengan tangan diletakkan di lutut atau disebut
dengan rukuk, berdiri dari rukuk, berlutut serta meletakkan dahi ke lantai atau
disebut dengan sujud, duduk iftiros, salam, duduk ketika salam, berhenti sejenak
atau disebut dengan thuma’ninah, i’tidal dari rukuk dan sujud, teratur.

13 rukun-rukun shalat menurut madzhab Syafi’i yaitu niat, takbir, bagi


yang mampu berdiri pada shalat fardhu, membaca surat-surat al-Qur’an,
membungkuk pada waktu shalat dengan tangan diletakkan di lutut atau disebut
dengan rukuk, itidal dengan keadaan berdiri dan berhenti sejenak atau disebut
dengan thuma’ninah, berlutut serta meletakkan dahi ke lantai atau disebut dengan
sujud, duduk iftiros dan thuma’ninah, membaca tasyahud atau tahiyat, duduk saat
tasyahud, membacakan shalawat nabi, salam, tartib dan berurutan pada setiap
rukunnya.

14 rukun-rukun shalat menurut madzhab Hanbali yaitu takbir, berdiri


sesuai kemampuan dalam shalat fardhu, pada setiap rakaat membacakan Surat al-
Fatihah, membungkuk pada waktu shalat dengan tangan diletakkan di lutut atau
disebut dengan rukuk, itidal, berlutut serta meletakkan dahi ke lantai atau disebut

R E F O R M A S I M A Z H A B | 16
dengan sujud, bangun dari sujud, duduk iftiros, berhenti sejenak atau disebut
dengan thuma’ninah ditiap-tiap rukunnya, duduk takhiyat akhir, membaca
takhiyat (tasyahud), membaca shalawat Nabi, salam menoleh ke kanan, beruntut
(urut).34

Selain rukunnya shalat ada juga hal-hal yang membatalkan shalat. Secara
garis besar perkara yang dapat membatalkan shalat ada 5 perkara yang disepakati
para mazhab, yaitu:

a. Berkata, sedikit-sedikitnya berkata dua huruf, meskipun tak


bermakna. Tapi imam mazhab berbeda pendapat mengenai bicara
karena tidak sengaja atau lupa. Tidak ada bedanya antara berbicra
atau berkata dikarenakan lupa atau dilakukn secara sengaja
menurut dua imam mazhab yaitu mazhab Hanafi dan mazhab
Hambali, menurut Hanafi dan Hambali semuanya tetap
menjadikan batalnya shalat. Sedangkan pendapat mazhab Syafi’i
dan mazhab Maliki, perkataan jika hanya sedikit baik karena lupa
atau disengaja tidak membatalkan sholat.

b. Semua perbuatan atau Tindakan yang dapat mengubah atau


menghilangkan bentuk shalat. Seluruh mazhab menyepakati point
ini.

c. Minum dan makan. Semua mazhab setuju bahwa minum dan


makan dapat membatalkan shalat, namun beberapa mazhab
berpendapat berbeda mengenai kadar dari makanan dan minuman
sehingga dapat menyebabkan batalnya shalat. Mazhab Hanafi
berpendapat, kegiatan minum dan makan, meskipun sedikit atau
banyak, tidak sengaja atau sengaja semuanya tetap dapat
menjadikan batalnya sholat, walaupun hanya sedikit roti dan
sedikit air. Sedangkan mazhab Syafi’I berpendapat, setiap
34
Abdul Qodir Ar-Rahbawi, Fikih Shalat Empat Madzhab, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo), h 194-210

R E F O R M A S I M A Z H A B | 17
minuman maupun makanan yang telah sampai kerongga perutnya
seseorang yang sedang shalat meskipun sedikit atau banyak bisa
menjadikan batalnya shalat jika dilakukan secara sengaja dan
seseorang itu telah tau hukumnya. Jika ia tidak sengaja dan tidak
mengetahui hukumnya maka tidak membatalkan shalatnya jika
yang ditelan hanya sedikit, tetapi apabilaa banyak hal tersebut
dapat membatalkan sholat. Sedangkan pendapat imam Hambali,
dapat membatalkan shalat apabila minum dan makan banyak,
meskipun tidak secara kebetulan ataupun secara kebeulan. Lain
halnyaapabila sedikit, jika dilakukan dengn tidak secara kebetulan
maka sholatnya batal tapi jikadilakukan secara kebetulan tidak
batal shalatnya.

d. Apabila hadats datang, baik hadats kecil atau hadats besar. Semua
mazhab sepakat kecuali mazhab Hanafi. Jika datang hadats
sebelum salam atau ketika tasyahud, tidak membatalkan shalat.

e. Tertawa yang berlebihan. Semua mazhab ini sepakat kecuali


imam Hanafi.35

E. Corak Pemikiran 4 Mazhab

Imam Abu hanifah lebih mengedepankan rasionalitas atau logika/ Ro’yun.


Sehingga apabila terdapat seseorang yang sering meminta rasionalitas dalam
memcahkan suatu persoalan, maka kembalilah kepada Imam Abu Hanifah.

Imam Malik Bin Anas lebih sering kepada hadist, apabila sebuah hadist
mengatakan dan atau menjelaskan sebuah perkara A, maka pelaksanaanya pun
seperti A. Beliau pernah ditanya tentang logika, “Wahai Imam Malik, apa
pendapatmu dari segi akal? kata Imam Malik: Kalau ingin bertanya tentang
logika/ Ro’yun, maka tanyakanlah kepada Imam Abu Hanifah jangan tanya

35
Abdul Qodir Ar-Rahbawi, Fikih Shalat Empat Madzhab, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo), h 244-246

R E F O R M A S I M A Z H A B | 18
kepada saya”. Karena beliau lebih cenderung memahami persoalan dari tekstual
hadsitnya. Sehingga apabila para pembaca hendak mengambil persoalan yang
sumbernya langsung dari hadist, maka kembali lah kepada Imam Malik bin Anas.

Imam Asy Syafi’i memiliki ke khasan, diamana beliau menghafal hadist


dan mendalami bahasa Arab, beliau tidak hanya sekedar mendalami bahasa Arab,
akan tetapi beliau langsung masuk ke dalam kampung Arab atau ke Badui, dimana
daerah ini adalah daerah yang paling fasih bahasa Arabnya, sampai beliau
merupakan satu-satunya di antara imam 4 Madzhab yang memiliki diwan, yang di
dalamnya terdapat puisi-puisi berbahasa Arab yang berisi nasehat-nasehat, diwan
ini bernama Diwan al Imam Asy Syafi’i. Beliau juga dikenal sebagai ahli qias
atau analogi, sehingga hadist dapat dipahami, fiqih beliau juga faham, bahasanya
kuat dan termasuk analogi beliau sangat kuat. Adapun dalam penetapan hukum
sebuah perkara, beliau lebih memilih perkara yang lebih banyak pahalanya.
Sebagaimana pendapat beliau dalam membaca basmalah sewaktu sholat, apakah
di jahrkan atau dibaca secara sirri, beliau berpendapat bahwa bacaan basmalah
dijahrkan ketika sholat jahr (Subuh, Madhrib, Isya’) dan disirkan ketika sholat sir
(Dzhuhur, Ashar).

Imam Ahmad bin Hambal sering mengambil pertengahan, apabila Imam


Malik berpendapat dan Imam Syafi’i berpendapat, maka Imam Ahmad
mengambil pertengahannya. Seperti halnya dalam bacaan Bismillah ketika sholat,
Imam yang satu membaca Jahr dan Imam yang satu membaca Sir, sedangkan
Imam Ahmad membaca dengan tidak Jahr dan tidak Sir. Begitu juga halnya ketika
Qunut, Imama Abu Hanifah Tidak melakukan Qunut, dan Imam Syafi’i Qunut,
diambil yang pertengahan yaitu ketika ada kejadian, dan apabila tidak ada
kejadian dia tidak Qunut lagi, yaitu Qunut Nazilah, itulah Imam Ahmad bin
Hambal.36

PENUTUP

36
http://pm.unida.gontor.ac.id/ciri-khas-4-madzhab-dalam-memecahkan-hukum-erkara-
yang-harus-diketahui/ di akses pada tanggal 19 juni, 19.00 wita

R E F O R M A S I M A Z H A B | 19
mazhab mencakup sekumpulan hukum-hukum Islam yang digali seorang
imam mujtahid sedangkan ushul fikih yang menjadi jalan (thariq) yang ditempuh
mujtahid itu untuk menggali hukum-hukum Islam dari dalil-dalilnya yang rinci.

Dengan demikian, kendatipun mazhab itu manifestasinya berupa hukum-


hukum syariat, yang ditempuh mujtahid itu untuk menggali hukum-hukum Islam
dari dalil-dalilnya yang rinci harus dipahami bahwa mazhab itu sesungguhnya
juga mencakup ushul fiqh yang menjadi metode penggalian (thariqah al-istinbath)
untuk melahirkan hukum-hukum tersebut.

Mazhab Pada Masa Rasulullah Mahzab fikih itu sudah ada sejak zaman
Rosulullah, Madzhab pada zaman Rosululah adalah sebatas Ijitihad (pendapat)
para sahabat dalam memahami agama, karena pada zaman itu sumber hukum
islam adalah hanya al-Quran dan Hadits, sehingga ketika para sahabat terjadi
perselisihan dan berijtihad masing-masing; maka mereka langsung melaporkan
masalah tersebut kepada Rosulullah
Mazhab Imam Abu hanifah Imam Abu Hanifah, yang dikenal dengan
sebutan Imam Hanafi, mempunyai nama lengkap: Abu Hanifah Al-Nu’man bin
Tsabit bin Zutha Al-Kufi. Guru-guru yang pernah beliau temui antara lain adalah :
(Hammad bin Abu Sulaiman Al-Asy’ari (W. : [120 H/ 738]) fakih kota “Kufah”,
‘Atha’ bin Abi Rabah (W. : (114 H/ 732 M) fakih kota “Makkah”, ‘Ikrimah’
(W104 H/ 723 M) maula serta pewaris ilmu Abdullah bin Abbas, Nafi’ (W. : [117
H/ 735 M]) maula dan pewaris ilmu Abdullah bin Umar serta yang lain-lain.

Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan
Tabi’in dan 600 dari tabi’in tabi’in, ia meriwayatkan hadits bersumber dari
Nu’main al Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az
Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir
adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.

Imam Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin
Iyadl dan pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain.

R E F O R M A S I M A Z H A B | 20
Pendekatan ijtihad Imam Ahmad bin Hanbal adalah Alquran dan
Hadis/Sunnah (marfu'ah), fatwa sahabat yang tidak ada perselisihan di antara
mereka, fatwa sahabat yang diperselisihkan di antara mereka, Hadis/Sunnah
Mursal dan Hadis/Sunnah dha'if, dan Qiyas.,

DAFTAR PUSTAKA
Abas Ubaidillah, Sejarah Perkembangan Imam Mazhab, (Jakarta: Pustaka
Bintang Pelajar:2013)
Abdul Qodir Ar-Rahbawi, Fikih Shalat Empat Madzhab, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo)
Abdul Wahhab Khallaf, Fikih Empat Mazhab [jilid 1], (Jakarta Timur: Ummul
Qura)
Abu Hazim Mubarok, Fikih Idola (1) Terjemah Fathul Qorib, (Jawa Barat:
MUKJIZAT)
Ahmad Hasan, Nasyatul Fiqh al_Islamiy, (Damaskus: Dar al Hijroh,1996)
Ahmad Nahrawi, Al-Imam asy-Syafi’i fi Mazhabayhi al-Qadim wa al-
Jadid, (Kairo: Darul Kutub,1994)
Ahmad Ridho, Hukum Islam dalam Sorotan, (Jakarta: Pustakan Bina karya
Utama, 2015)
Al-Bukhori, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhori, (Bairut:
Maktabah al-Isyriyyah) Cetakan kedua, Jilid 2
Al-Qordhowi, Yusuf, Fikih Ikhtilaf, (Kairo: Dar al Fikr al- Islamiy, 1997)
Ayang Utriza Yakin, Sejarah hukum Islam, (Bandung: Grafika Intermedia,2014)
Danu Aris Setiyanto, Pemikiran Hukum Islam Imam Malik bin Anas; Pendekatan
Sejarah Sosial dalam Al-Ahkam; Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum, Vol. 1,
No. 2, 2016
Hasan Mahmud, Pengantar Hukum Islam, (Bandung: Pustaka al-Iman, 2009)
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos,
1997)
Imam An Nawawi, Majmu ala Syarhil muhazzab, (Damaskus: Maktabah al-Iman,
1996) Juz XVII
Imam Malik Ibn Annas, Al-Muwatta’, terj. Dwi Surya Atmaja, (Jakarta: Raja
Grafndo Persada, 1992)
M. Ali Al-Sayis, Fikih ijtihad Pertumbuhan dan Perkembangannya,(Nasy’ah al-
Fikih al-Ijtihadi wa Athwaruhu) terj. M.Muzamil, (Solo: Pustaka Mantiq,
1997)
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedia al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-
konsep Kunci, (Jakarta: Paramadina, 1996)
M.Husain Abdullah, Al-Wadhih fi Usul al-Fiqh, (Beirut: Darul Bayariq, 1995)
Mahmud Sirojuddin, Hukum Islam Sejarah perkembangannya, (Jakarta: Pustaka
Lentera Iman, 2013)
Mahmud Sirojuddin, Hukum Islam Sejarah perkembangannya, (Jakarta: Pustaka
Lentera Iman, 2013)
Muniroh Mukhtar, Madzhab dan Sejarahnya, (Pustaka Mghfiroh: 2008)

R E F O R M A S I M A Z H A B | 21
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1994)
http://pm.unida.gontor.ac.id/ciri-khas-4-madzhab-dalam-memecahkan-hukum-
perkara-yang-harus-diketahui/

R E F O R M A S I M A Z H A B | 22

Anda mungkin juga menyukai