Anda di halaman 1dari 11

Karakrestik madznab hanafi dan maliki

Mata Kuliah Sejarah Kodifikasi dan Kompilasi Hukum Islam

DARMIKO SUHENDRA, M.Ag.


Dosen Pengampu

Disusun Oleh:

Duta argesta (2232018)

Ayu puspita sriningsih (2232002)

HKI semester 2A

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
IAIN SAS BANGKA BELITUNG
TA. 2022/2023
Pendahuluan
Masalah khilafiyah merupakan persoalan yang sering terjadi dalam kehidupan manusia.
Terkadang masalah khilafiyah diselesaikan melalui cara sederhana dan mudah, dengan saling
pengertian berdasarkan akal sehat. Tetapi masalah khilafiyah dapat juga menjadi ganjalan
untuk menjalin keharmonisan antar umat Islam, karena menimbulkan sikap ta 'ashub (fanatik)
yang berlebihan dan tidak berdasarkan pertimbangan akal sehat. Perbedaan pendapat dalam
bidang hukum sebagai hasil ijtihad tidak perlu dipandang sebagai faktor yang melemahkan
kedudukan hukum Islam, bahkan sebaliknya bisa memberikan kelonggaran kepada umat Islam,
sebagaimana yang diharapkan Nabi Muhammad saw. 1

‫" )اختالف أمتي رحمة رواه البيهقي في الرس الة االش عرية‬Perbedaan pendapat di kalangan umatku adalah
rahmat." (HR. Baihaqi dalam Risalah Asy'ariyyah)

Hal ini berarti bahwa orang bebas memilih salah satu pendapat dari sekian banyak
pendapat, dan tidak terpaku pada suatu pendapat saja. Kelahiran mazhab-mazhab hukum
dengan pola dan karakteristik tersendiri juga menimbulkan berbagai perbedaan pendapat dan
beragamnya produk hukum yang dihasilkan. Para tokoh atau imam mazhab (Imam Abu Hanifah,
Imam Malik. Imam Syafi'i, Imam Hambali) menawarkan kerangka metodologi, teori dan kaidah-
kaidah ijtihad yang menjadi pijakan mereka dalam menetapkan hukum. Metodologi, teori dan
kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para imam mazhab ini pada awalnya hanya bertujuan
untuk memberikan jalan atau langkah-langkah dalam memecahkan berbagai persoalan hukum
yang dihadapi, maupun kasus-kasus hukum yang tidak ditemukan jawabannya dalam nash (baik
dalam al-Qur'an maupun Hadis).

Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para imam mazhab terus
berkembang dan diikuti oleh generasi selanjutnya, dan tanpa disadari menjelma menjadi
doktrin untuk menggali hukum dari sumbemya. Teori-teori pemikiran masing-masing mazhab
merupakan sesuatu yang sangat penting artinya, karena menyangkut penciptaan pola kerja dan
kerangka metodologi yang sistematis. dalam usaha melakukan istinbath hukum. Penciptaan
pola kerja dan kerangka metodologi inilah yang dalam pemikiran hukum Islam disebut dengan
ushul figh. Perbedaan pendapat di kalangan umat Islam sampai kapan pun akan terus
berlangsung, dan hal ini menunjukkan kedinamisan umat Islam dimana pola pikir manusia terus
berkembang Perbedaan pendapat inilah yang kemudian melahirkan mazhab-mazhab Islam yang
masih menjadi pegangan sampai sekarang. Masing-masing mazhab memiliki pokok-pokok
pegangan yang berbeda, termasuk di antaranya adalah pandangan mereka terhadap
kedudukan al-Qur'an dan Hadis Para penganut mazhab tetap berselisih paham dalam masalah
furu iyah, sebagai akibat darikeanekaragaman sumber dan aliran dalam memahami nash serta
mengistinbathkan hukum yang tidak ada nashnya. Ikhtilaf bukan hanya terjadi pada wilayah
figh, tetapi juga terjadi pada aspek teologi. Peristiwa tahkim adalah titik awal lahirnya mazhab-
1
Harun Nasution, Teologi Islam - Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI
Press, 2002), h. 48

2
mazhab teologi dalam Islam. Masing- masing mazhab tersebut memiliki corak dan
kecenderungan yang berbeda-beda, seperti dalam mazhab figh. Aliran-aliran teologi dalam
Islam ada yang bercorak liberal, tradisional dan ada pula bercorak antara liberal dan tradisional.
¹Perbedaan pendapat pada aspek teologi ini memiliki implikasi besar bagi perkembangan
pemahaman umat Islam terhadap ajaran Islam itu sendiri.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Mazhab Dalam Islam

2.1.1. Definisi Mazhab

Mazhab secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu shighat mashdar mimi (kata sifat)
dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat), yang diambil dari fi'il madhi. yaitu dzahaba
yang berarti pergi,2 atau dapat diartikan yaitu jalan yang dilalui dan dilewati atau sesuatu yang
menjadi tujuan seseorang, baik konkrit maupun abstrak. Sesuatu dikatakan mazhab bagi
seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya. Sedangkan pengertian mazhab
secara etimologi adalah metode (minhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan
penelitian, kemudian dijalani dan dijadikan sebagai pedoman yang jelas batasan dan bagian-
bagiannya, serta dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah.

Pengertian mazhab secara terminologi adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan
oleh imam mujtahid dalam memecahkan masalah atau meng istinbathkan hukum
Islam.3Selanjutnya imam mazhab dan mazhab itu berkembang pengertiannya menjadi
kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath imam mujtahid tertentu, atau mengikuti
pendapat imam mujtahid tentang masalah hukum Islam. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud mazhab meliputi dua pengertian, yakni:

a) Mazhab adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh seorang imam mujtahid dalam
menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan kepada al-Qur'an dan Hadis.

b) Mazhab adalah fatwa atau pendapat seorang imam mujtahid tentang hukum suatu
peristiwa yang diambil dari al-Qur'an dan Hadis.

Para ahli sejarah figh berbeda pendapat mengenai jumlah mazhab-mazhab. Tidak ada
kesepakatan yang pasti dari para ahli sejarah figh mengenai berapa jumlah sesungguhnya
mazhab- mazhab yang pernah ada. Namun dari begitu banyak mazhab yang pernah ada, hanya
beberapa mazhab saja yang bisa bertahan sampai sekarang. Mazhab-mazhab yang masih
bertahan sampai sekarang hanya tujuh mazhab saja, yaitu:

-Mazhab Hanafi,

-Mazhab Maliki

-Mazhab Syafi'i

2
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), h. 82
3
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Cet. III: Jakarta: Logos, 2003),
h.26
4
-Mazhab Hambali.

2.1.2. Faktor-Faktor Adanya Mazhab Hukum Islam

Mazhab-mazhab hukum Islam merupakan penentu perkembangan hukum Islam setelah


wafatnya Nabi Muhammad saw. Hal ini disebabkan karena tiga faktor, yaitu : Meluasnya daerah
kekuasaan Islam yang mencakup wilayah-wilayah di semenanjung Arab, Irak,Mesir, Syam
(Palestina), Persia dan lain-lain. Pergaulan umat Islam dengan bangsa-bangsa yang
ditaklukkannya, dimana umat Islam berbaur dengan budaya, adat-istiadat serta tradisi bangsa
tersebut. Akibat jauhnya jarak negara-negara yang ditaklukkan dan pemerintahan Islam,
sehingga para gubernur, qadi dan para ulama harus melakukan ijtihad, guna memberikan
jawaban terhadap problem dan masalah-masalah baru yang dihadapi. 4

Pada masa tabi 'in, ijtihad sudah terpola menjadi dua bentuk, yaitu lebih banyak
menggunakan ra yu yang ditampilkan madrasah Kufah, serta yang lebih banyak menggunakan
Hadis yang ditampilkan madrasah Madinah. Masing-masing madrasah menghasilkan para
mujtahid kenamaan. Pada masa itu, para mujtahid lebih menyempurnakan lagi karya ijtihadnya
dengan cara meletakkan dasar dan prinsip-prinsip pokok dalam ber ijtihad, yang kemudian
disebut ushul. Langkah dan metode yang mereka tempuh dalam ber ijtihad ini melahirkan
kaidah-kaidah umum, yang dijadikan pedoman oleh generasi berikutnya dalam
mengembangkan pendapat pendahulunya. Melalui cara ini, setiap mujtahid dapat menyusun
pendapatnya secara sistematis, terperinci dan opsional, dimana hal ini kemudian disebut figh.
Mujtahid yang mengembangkan rumusan ilmu ushul dan metode tersendiri disebut mujtahid
mandiri. Dalam berijtihad, mereka langsung merujuk pada hukum syara' dan menghasilkan
temuan orisinil. Karena antar para mujtahid itu dalam berijtihad menggunakan ilmu ushul dan
metode yang berbeda, maka hasil yang dicapai juga tidak sama. Jalan yang ditempuh seorang
mujtahid dengan menggunakan ilmu ushul dan metode tertentu yang menghasilkan suatu
pendapat tentang hukum inilah yang disebut mazhab. dimana tokoh mujtahidnya dinamai
Imam Mazhab.

2.1.3. Sejarah Perkembangan Mazhab Hukum Islam

Sebenarnya ikhtilaf (perbedaan pendapat) telah ada sejak masa sahabat, dimana hal ini
terjadi karena perbedaan pemahaman serta adanya perbedaan nash yang sampai kepada
mereka. Selain itu, juga karena pengetahuan mereka dalam masalah Hadis tidak sama,
perbedaan pandangan tentang dasar penetapan hukum serta perbedaan wilayah tempat
tinggal para sahabat. Sebagaimana diketahui ketika agama Islam telah tersebar meluas ke
berbagai penjuru, banyak sahabat nabi yang berpindah tempat dan berpencar ke negara-
negara baru. Hal ini menyebabkan kesempatan untuk bertukar pikiran atau bermusyawarah
dalam memecahkan sesuatu masalah sukar dilaksanakan.

4
M. Musthofa Imbabi, Tarikh Tasyri al-Islami, (Cet. IX; Kairo: al-Maktabah al-Tijariyyah al-
Qubro, 1986), h. 33
5
Dengan adanya kejadian-kejadian di atas, dapat menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan ikhtilaf di kalangan sahabat ada tiga,5 yakni:

a. Perbedaan para sahabat dalam memahami nash-nash al-Qur'an.

b. Perbedaan riwayat para sahabat, dan

c. Perbedaan dalam ra 'yu serta sudut pandang para sahabat yang berbeda, terutama
mengenai prosedur penetapan hukum untuk masalah-masalah baru yang tidak terjadi pada
jaman Nabi Muhammad saw.

Setelah berakhimya masa sahabat yang dilanjutkan dengan masa tabi'in, maka muncul
kemudian generasi ketiga yaitu tabi ut tabi'in. Ijtihad para sahabat dan tabi in dijadikan
pedoman oleh generasi penerusnya, yang tersebar di berbagai daerah wilayah dan kekuasaan
Islam pada waktu itu. Dalam sejarah dijelaskan bahwa masa ini dimulai ketika masuk abad
kedua Hijriah. dimana pemerintahan Islam dipegang oleh Daulah Abbasiyyah.

Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam atau sering disebut dengan istilah
"The Golden Age". Pada masa itu, umat Islam mencapai puncak kemuliaan dalam bidang
ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Berkembang pula berbagai cabang ilmu pengetahuan
serta banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena inilah
yang melahirkan cendekiawan-cendekiawan besar dengan berbagai inovasi baru di berbagai
disiplin ilmu pengetahuan. Bani Abbasiyah mewarisi imperium besar Bani Umayyah, dimana
mereka dapat mencapai hasil lebih baik karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah
Umayyah yang besar. Periode ini dianggap pula sebagai periode kegemilangan fiqh dalam
sejarah hukum Islam, dimana lahir beberapa mazhab fiqh yang panji-panjinya dibawa oleh
tokoh-tokoh yang berjasa mengintegrasikan fiqh Islam dan meninggalkan hal luar biasa yang
menjadi landasan kokoh bagi setiap ulama figh sampai saat ini.6

2.2. Dasar Pemikiran dan Perkembangan Mazhab Hukum Islam

Berkembangnya aliran-aliran ijtihad rasionalisme dan tradisionalisme telah melahirkan


madzhab-madzhab fiqh Islam yang mempunyai metodologi kajian hukum, fatwa-fatwa fiqh
tersendiri serta mempunyai pengikut dari berbagai lapisan masyarakat. Dalam sejarah
pengkajian hukum Islam dikenal beberapa madzhab fiqh yang secara umum terbagi dua, yaitu
madzhab Sunni dan madzhab Syi'ah. Di kalangan Sunni terdapat beberapa madzhab, yaitu
mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali. Adapun di kalangan Syi'ah terdapat tiga madzhab
fiqh, yaitu mazhab Zaidiyah, Ismailiyah dan Ja'fariyah. Dalam penulisan makalah ini, penulis
membatasi pembahasan mengenai mazhab-mazhab hanya untuk mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i
dan Hambali.

5
Qasim Abdul Aziz Khomis, Aqwal al-Shahabah, (Kairo: Maktabah al-Iman, 2002), h. 87
6
TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Jakarta: CV. Mulja, 1968), h. 67
6
2.2.1. Mazhab al-Hanifiyah (Mazhab Hanafi)

Mazhab al-Hanifiyah didirikan oleh an-Nu'man bin Tsabit bin Zutha at-Tamimy atau lebih
dikenal sebagai Imam Abu Hanifah (80-150 H), yang hidup dalam dua masa yaitu Daulah
Umayyah dan Abbasiyah. Imam Abu Hanifah berasal dari Kufah, yang merupakan keturunan
bangsa Persia. Awalnya Imam Abu Hanifah adalah seorang pedagang, yang kemudian menjadi
pengembang ilmu atas anjuran al-Syabi.7 Imam Abu Hanifah mengacu pada kebebasan berpikir
dalam memecahkan masalah-masalah baru, yang belum terdapat dalam al-Qur'an dan Hadis.
Imam Abu Hanifah banyak mengandalkan qiyas dalam menentukan pemecahan masalah
hukum.8Mazhab al-Hanifiyah sangat dikenal dalam masalah pemanfaatan akal atau logika
dalam mengupas masalah figh, dimana hal tersebut dilatarbelakangi oleh :

( 1 ) Imam Abu Hanifah sangat berhati-hati dalam menerima sebuah hadis, dimana jika
tidak terlalu yakin atas keshahihan suatu hadis, maka Imam Abu Hanifah lebih memilih untuk
tidak menggunakannnya. Sebagai gantinya, Imam Abu Hanifah menemukan begitu banyak
formula seperti mengqiyaskan suatu masalah dengan masalah lain yang punya dalil nash syar'i.

( 2 ) Kurang tersedianya hadis yang sudah diseleksi ke shahihannya di tempat tinggal


Imam Abu Hanifah. Begitu banyak hadis palsu, lemah dan bermasalah yang beredar di masa
Imam Abu Hanifah. Perlu diketahui bahwa Imam Abu Hanifah hidup di masa 100 tahun pertama
wafatnya Nabi Muhammad saw., jauh sebelum era Imam al-Bukhari dan Imam Islam yang
terkenal sebagai ahli hadis.

Imam Abu Hanifah adalah seorang imam yang terkemuka dalam bidang qiyas dan istihsan.
Imam Hanafi membangun madzhabnya dengan dasar, yaitu al-Qur'an, Hadis, perkataan
sahabat, ishtihsan, qiyas dan adat istiadat. Perbedaan dasar-dasar pemikiran Imam Abu Hanifah
dengan imam-imam lainnya terletak pada kebenaran dalam menyelami suatu hukum serta
pencarian tujuan-tujuan moral dan kemaslahatan yang menjadi sasaran utama disyariatkannya
suatu hukum. Dalam hal ini termasuk penggunaan teori qiyas, istihsan, urf (adat-kebiasaan),
teori kemaslahatan dan lainnya. Tidak seperti imam yang lain, Imam Abu Hanifah sering
menafsirkan suatu nash dan membatasi konteks aplikasinya dalam kerangka illat, hikmah,
tujuan-tujuan moral dan bentuk kemaslahatan yang dipahaminya. Pemikiran figh Imam Abu
Hanifah tidak berdiri sendiri, tetapi berakar kuat kepada pendahulu-pendahulunya di Irak dan
juga para ahli hadis di Hijaz.

Imam Abu Hanifah meninggal karena diracuni, sebagaimana yang disampaikan dalam kitab
al-Barr adz-Dzahabi, dimana diriwayatkan bahwa khalifah al-Manshur memberi minuman
beracun kepada Imam Abu Hanifah sehingga meninggal sebagai syahid. Adapun latar belakang
kematiannya karena ada beberapa penyebar fitnah yang tidak suka kepada Imam Abu Hanifah,
sehingga memberikan keterangan palsu pada khalifah al-Manshur. Sebuah riwayat shahih
mengatakan, bahwa ketika merasa kematiannya dekat, Imam Abu Hanifah bersujud hingga
7
Rasyad Hanan Khalil, Tarikh Tasyri al-Islami, (Jakarta: Azmah, 2009), h. 172
8
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, (Cet. III; Jakarta: Sinar Grafika,
2001), h. 12
7
meninggal dalam keadaan sujud. Mazhab al-Hanifiyah adalah mazhab yang paling dominan di
dunia Islam atau sekitar 45%, dimana penganutnya banyak terdapat di Asia Selatan (Pakistan,
India. Bangladesh, Sri Langka dan Maladewa), Mesir bagian Utara, separuh Irak, Syria, Libanon,
Kaukasia (Chechnya dan Dagestan) serta Palestina (campuran mazhab Syafi'i dan Hanafi).

2.2.2. Mazhab al-Malikiyah (Mazhab Maliki)

Mazhab al-Malikiyah didirikan oleh Imam Malik bin Anas bin Amir al-Ashbahi (93- 179 H).
Imam Malik adalah seorang imam dalam ilmu hadis dan figh. Imam Malik mengawali
pelajarannya dengan menekuni ilmu riwayat hadis serta mempelajari fatwa para sahabat, dan
dengan inilah Imam Malik membangun mazhabnya. Imam Malik juga mengkaji ilmu yang ada
hubungannya dengan ilmu syariat. Imam Malik memiliki firasat yang tajam dalam menilai
seseorang dan mengukur kekuatan ilmu fighnya.

Imam Malik selama hidupnya tinggal di Madinah, dimana ketokohannya dalam bidang figh
telah memberi adil besar bagi tersebamya mazhab al-Malikiyah. Imam Malik mempunyai murid
dari segala penjuru negeri, mulai dari Syam (Palestina), Irak, Mesir, Afrika Utara dan Andalusia,
dan dari para murid inilah mazhab al-Malikiyah kemudian menyebar ke seluruh negeri Islam.
Abdullah bin Wahab adalah salah seorang yang berguru kepadanya selama 20 tahun. dan
menyebarkan mazhab al-Malikiyah di Mesir dan Maroko. Ada juga Abdurrahman bin al-Qasim
al-Mishriy, seorang murid yang memiliki peranan penting dalam menulis mazhab al-Malikiyah
serta meriwayatkan kitab al-Muwaththa", dimana periwayatannya termasuk yang paling
shahih.

Imam Malik menyusun kitab al-Muwaththa, dimana penyusunannya menghabiskan waktu


40 tahun. Keistimewaan al-Muwatta adalah berisi rincian berbagai persoalan kaidah-kaidah
fiqhiyah yang diambil dari hadis-hadis dan atsar. Dalam hukumnya, Imam Malik lebih
mendahulukan amalan penduduk Madinah daripada hadis ahad. Mazhab al-Maliqiyah
berkembang sejak awal di kota Madinah, dan ditegakkan di atas doktrin yang merujuk segala
sesuatunya kepada Hadis nabi, Imam Malik membangun madzhabnya dengan 20 dasar, yaitu al-
Qur'an, Hadis (tekstualitas, pemahaman zhahir, lafadz umum, mafhumul mukhalafah,
mafhumul muwafagah, tanbih alal ilah), ijma", qiyas, 'amal ahlul madinah (perbuatan penduduk
Madinah), perkataan sahabat, ishtihsab, saddu adz-dzari 'ah, mura'atul khilaf, istishhab,
maslahah mursalah dan syar'u man gablana (syariat nabi terdahulu).

Mazhab al-Malikiyah adalah kebalikan dari mazhab al-Hanifiyah. Jika mazhab al- Hanifiyah ba
nyak mengandalkan nalar dan logika karena kurang tersedianya nash-nash yang valid di Kufah,
maka mazhab Maliki justru kebanjiran sumber-sumber syariah. Hal ini karena mazhab al-
Malikiyah tumbuh dan berkembang di kota Nabi Muhammad saw. yang penduduknya adalah
anak keturunan dari para sahabat. Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang
dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Nabi Muhammad saw, bisa dijadikan dasar hukum,
meski tanpa harus merujuk kepada hadis yang shahih. Mazhab al-Malikiyah diikuti oleh sekitar
25% umat Islam di seluruh dunia, yang didominasi oleh negara-negara Afrika Barat dan Utara
8
Mazhab al-Malikiyah memiliki keunikan, yaitu menyodorkan tata cara. penduduk Madinah
sebagai sumber hukum, yang dikarenakan Nabi Muhammad menetap dan meninggal di
Madinah.

9
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Perbedaan pendapat di kalangan umat Islam bukanlah suatu fenomena baru, dimana hal ini
telah ada sejak Islam belum berkembang seperti sekarang. Perbedaan pendapat sering terjadi
karena adanya ciri dan pandangan yang berbeda dalam memahami Islam. Perbedaan pendapat
di kalangan umat Islam akan terus berlangsung sampai kapan pun, dan ini menunjukkan
kedinamisan umat Islam. Hal ini juga yang melahirkan mazhab-mazhab hukum Islam, yang
masih menjadi pegangan saat ini. Masing-masing mazhab memiliki pokok pegangan yang
berbeda, sehingga melahirkan pandangan dan pendapat yang berbeda pula, termasuk
pandangan terhadap kedudukan al-Qur'an dan Hadis.

2. Hasil ijtihad para imam mazhab dapat diketahui setelah disusun secara sistematis dan melalui
penyempurnaan di tangan murid-muridnya, sehingga menghasilkan mazhab figh. Ketentuan
hukum dalam mazhab fiqh itulah yang menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari, serta
menjadi rujukan para hakim dalam menyelesaikan perkara. Mazhab fiqh peninggalan para
imam mazhab merupakan salah satu faktor utama bagi kelangsungan dan perkembangan
pemikiran mazhab hingga saat ini,

3. Terdapat kemiripan latar belakang adanya mazhab-madzhab hukum Islam, dimana dasar
yang digunakan pada mazhab-mazhab tersebut mengutamakan dan berpedoman pada al-
Qur'an dan Hadis, dengan menambahkan pedoman lain sebagai pelengkap.

10
Daftar Pustaka
Harun Nasution, Teologi Islam - Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press,
2002)

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990)

Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Cet. III: Jakarta: Logos, 2003)

M. Musthofa Imbabi, Tarikh Tasyri al-Islami, (Cet. IX; Kairo: al-Maktabah al-Tijariyyah al- Qubro,
1986)

Qasim Abdul Aziz Khomis, Aqwal al-Shahabah, (Kairo: Maktabah al-Iman, 2002)

TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Jakarta: CV. Mulja, 1968)

Rasyad Hanan Khalil, Tarikh Tasyri al-Islami, (Jakarta: Azmah, 2009)

Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, (Cet. III; Jakarta: Sinar Grafika,
2001)

11

Anda mungkin juga menyukai