Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH MUNCULNYA AHL AL-HADITS DAN AHL AL-RA'Y

TERHADAP HUKUM ISLAM


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah SPHI Dosen Pengampuh : Seno Aris
Sasmito, M.H.

Disusun Oleh:

Muhammad Irsyad Aminuddin

202121108

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID
SURAKARTA
2022

0
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Rasa syukur kami haturkan kepada


Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat karunianya kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan selesai tepat pada waktunya. Makalah ini saya beri judul "(PENGARUH
MUNCULNYA AHL AL-HADITS DAN AHL AL-RA'Y TERHADAP HUKUM
ISLAM)” Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Sejarah
Perkembangan Hukum Islam dari Dosen pengampu mata kuliah. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi kami sebagai penulis dan bagi
para pembaca. Khususnya dalam hal upaya memahami materi “PENGARUH
MUNCULNYA AHL AL-HADITS DAN AHL AL-RA'Y TERHADAP HUKUM
ISLAM”.
Kami selaku penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada Bapak.
Seno Aris Sasmito,M.H. selaku Dosen Pengampuh mata kuliah Sejarah Perkembangan
Hukum Islam dan tidak lupa bagi pihak-pihak lain yang telah mendukung penulisan
makalah ini kami juga mengucapkan terima kasih.

Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Maka dari itu kami membutuhkan kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan
kami, agar kedepannya bisa menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi para pembaca, dan bagi kami khususnya sebagai penulis.Kemudian
apabila terdapat kesalahan dalam makalah baik dari segi penyusunan ataupun
pembahasan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Surakarta 01 Oktober
2022

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial dinamis yang menciptakan perubahan. Perubahan tersebut
berasal dari perbedaan pendapat dalam segala akspek terutama dalam menentukan hukum islam.
hal ini pula telah bermula sejak zaman sahabat dan nabi Muhammad SAW, namun dapat diatasi
karena sahabat masih berdiskusi dengan Roslullah. Namun setelah selesainya periode sahabat,
muncullah periode tabi'in yang kira-kira pada tahun 41 H. Proses peralihan hukum islam ini
beralih dari bentuk ijtihad yang dilakukan oleh sahabat pada proses ilmiah yang terukur sampai
lahirnya para imam mahzab yang menyusun hasil-hasil pemikiran mengenai hukum islam dalam
bentuk kitab-kitab fiqih bermula pada masa tabiin. Para Ahl al-Hadis dan Ahl al-ra'y merupakan
dua bentuk golongan serta pemikiran hukum yang mengantar terjadinya proses peralihan
tersebut. Pola pemikiran ahlul ra'yu pada masa tabi'in dikarenakan para tabi'in mengikuti
pemikiran Abdullah bin Mas'ud dan lingkungan geografisnya kebanyakan menetapkan hukum
melalui akal rasional dengan mengijtihadkan hukum dengan berpedoman Al-Qur'an dan Al-
Hadist. Pola pemikiran ahlul hadis pada masa tabiin dikarenakan pada masa permulaan
perkembangan islam, saat mereka diminta untuk memberikan fatwa terhadap suatu masalah,
mereka terlebih dahulu menyelidikinya dalam alquran, kemudian sunnah nabi saw kemudian
Fatwa sahabat dengan dasar yang sama yakni mengikuti guru mereka.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Ahl Al-Hadits dan Ah All-Ra'y ?
2. Apa pengaruh Ahl Al-Hadits dan Ahl Al-Ra'y terhadap hukum islam ?
3. Bagaimana sejarah Ahl Al-Hadits dan Ahl Al-Ra'y ?

BAB II

2
PEMBAHASAN
A. Ahl Al-Hadits
Ahlul Hadits adalah orang-orang atau golongan yang dalam menetapkan hukum berpegang teguh
kepada Al-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad Shallahu'alaihi wassalam. Mereka juga umum
disebut golongan Atsari dan Hanbali (berkaitan tapi tidak selalu sama dengan mazhab Hanbali di
ranah fiqih). Istilah ini timbul pada masa ke dua dari sejarah pembinaan hukum Islam, dimulai
sejak wafatnya Rasulullah dan diakhiri pada pertengahan abad ke-2 Hijriyah. Masa ini dinamai
pula dengan periode sahabat. Dalam menetapkan hukum, sebagaian para sahabat Nabi dan
pengikutnya membatasi diri pada sumber hukum yang terdiri dari AlQur’an dan Hadits.Mereka
berpegang teguh pada dalil naqli (AlQur’an dan Hadits) untuk memurnikan ajaran Islam dari
sumber sumber yang tidak jelas. Adapun jika suatu permasalahan tidak memiliki dalil maka
mereka akan menggunakan ijtihad dan juga qiyas yang tentunya memiliki syarat syarat yang
ketat sebagai kehati-hatian dalam membuat cabang hukum baru.

B. Ahl Al-Ra'y

Ahlul Ra’yi adalah sebuah gerakan pemikiran keislaman yang berpusat di Baghdad, Irak, yang
dalam mengambil sebuah fatwa terhadap ilmu fiqih lebih dominan berpikir dengan akal daripada
hadist. Tetapi, setiap fatwa yang dikemukakan tidaklah menyimpang dari nilai-nilai keislaman.

Menurut Muhammad Ali Sayis bahwa munculnya aliran ini dipengaruhi oleh tiga faktor:

1. Keterikatan yang sanga kuat terhadap guru pertama mereka yaitu Abdullah bin Mas’ud
yang dalam metode ijtihadnya banyak dipengaruhi oleh metode Umar bin Khattab yang
sering menggunakan ijtihad.
2. Minimnya mereka menerima hadist nabi, hal ini dikarenakan mereka hanya memilih
hadist yang disampaikan oleh para sahabat yang datang ke Irak seperti Ibnu Mas’ud,
Sa’ad bin Abi Waqqas, Ammar bin Yasar, Abu Musa al-Asy’ari dan sebagainya. Di
samping itu, mereka juga minim menggunakan hadist sehingga mendorong mereka untuk
menggunakan ijtihad. Hal ini dipengaruhi oleh ketatnya proses seleksi mereka terhadap
hadist dengan cara memberikan kriteria-kriteria yang ketat. Sehingga mempengaruhi
jumlah hadist yang mereka gunakan sebagai dasar pengambilan sebuah fatwa. Pada

3
dasarnya, seleksi ketat yang mereka lakukan ini disebabkan oleh munculnya pemalsu-
pemalsu hadist yang kala itu jumlahnya yang tidak sedikit.
3. Munculnya berbagai masalah baru yang membutuhkan legitimasi hukum. Masala1h-
masalah ini muncul dikarenakan pesatnya perkembangan budaya yang terjadi di Irak,
seperti; budaya Persia, Yunani, Babilonia dan Romawi dan ketika budaya-budaya yang
berkembang ini bersentuhan dengan ajaran Islam maka harus dicari solusi hukumnya.
Minimnya hadis yang mereka peroleh menggiring mereka untuk menggunakan ijtihad.

C. munculnya Ahlul Hadits dan Ahlul Ra'yi serta pengaruhnya terhadap Tasyri'
Pengertian kodfikasi Hadis

Terjadinya konflik politik yang dimulai pada masa pemerintahan Ustman Bin Affan dan
berlanjut pada masa Ali Bin Abi Thalib yang kemudian tampuk kekuasaan beralih pada
Muawiyyah Bin Abi Sofyan membawa warna tersendiri dalam perkembangan fiqh islam dan
para fuqaha, baik mereka yang menetap di Hijaz ataupun mereka yang hijrah ke berbagai daerah
terutama mereka yang hijrah ke lirak ditambah dengan tingkat intelektual dan penguasaan nash
para sahabat semakin menambah khazanah fiqh pada Periode Sighar Al-Shabah, Tabi'in, Dan
Tabi Tabi'in.

Aktivitas yang semula jarang di temukan pada masaNnabi SAW, mulai marak pada kurun-kurun
berikutnya. Ketika kita melihat sejarah perkembangan hukum Islam pada masa sighar as-shabah
dan tabi'in, kita akan melihat dua kubu ulama yang terkesan kontras perbedaanya dalam
berijtihad. Dua golongan tersebut adalah mereka ahli hadis yang berpusat di Madinah dan ahli
ra'yi yang berpu Kufah.

Walaupun terjadi keberagaman aliran fiqh pada zaman perbedaan sosiologis yang sulit untuk
dihindari, sehingga mereka menganggap perbedaan ini bukan suatu masalah besar, namun yang
menjadikan perbedaan diantara mereka adalah kecenderungan kepada aliran hadis atau logika
(ra’yi) atau mengambil keduanya. Disini kita akan membahas tentang madrasah (aliran) ahli
hadis di Madinah dan ahli ra'yi di Kufah.

1
Sayis, Muhammad Ali. Tarikh al-Fiqh al-Islami. Matba’ah Ali Shabih wa Auladuh, t.th.
2. Drs. Badri Yatim, M.A (1994). Sejarah Peradaban Islam. Raja Grafindo Persada.

4
Latar Belakang Ahlul Hadits dan Ahlul Ra'yi

Pada masa sahabat senior, mereka selalu menyandarkan fatwa kepada Al Qur'an dan Hadits. Jika
tidak ditemukan dalam keduanya, mereka berfatwa dengan pendapat atau ra'yu. Ketika terjadi
perbedaaan pendapat, mereka bertanya kepada sahabat lain yang barangkali mendengar atau
mengetahui hadits dari Rasulullah. Sebagian berpendapat bahwa syariat itu harus rasional dan
memiliki pokok-pokok yang dijadikan referensi. Mereka tidak melarang berfatwa dengan
menggunakan pikiran asalakan tidak bertentangan dengan syariat.

Sejak zaman khalifah Utsman Bin Affan, karena luasnya daerah Islam para sahabat sudah
banyak bertebaran ke berbagai wilayah taklukan. Masing-masing sahabat mengajarkan Al-Qur'an
dan Hadits kepada penduduk setempat. Di Irak sahabat yang terkenal sebagai pengembang
hukum adalah Abdullah bin Mas'ud dan Zaid bin Tsabit yang kemudian dikenal sebagai guru
ahlul ra'yi. Sedangkan di Madinah ada Abdullah bin Umar dan di Mekkah ada Abdullah bin
Abbas yang keduanya dikenal sebagai guru ahlul hadits. Masing-masing mereka menghadapi
persoalan yang berbeda, sesuai dengan keadaan masyarakat setempat.

Setelah masa sahabat, maka belanjut dengan periode tabi'in. Para tabi'in yang terkenal
diantaranya Sa'id bin Musayyab di Madinah, Atha' bin Abi Rabah di Mekah, Ibrahim Al Nakha'i
di Kuffah Hasan Al Basri di Bashrah, Makhul di Syam dan Thawus di Yaman. Para tabi'in ini
menjadi guru di daerahnya masing-masing. Dalam kehidupan mereka menghadapi persoalan
yang berbeda-beda, sehingga ijtihad yang dihasilkan juga berbeda-beda. Masing masing mereka
mengikuti metode ijtihad sahabat yang ada di daerah mereka sehingga muncullah sikap
fanatisme terhadap para sahabat. Sedangkan di Madinah ada Abdullah bin Umar dan di Mekkah
ada Abdullah bin Abbas yang keduanya dikenal sebagai guru ahlul hadits. Masing-masing
mereka menghadapi persoalan yang berbeda, sesuai dengan keadaan masyarakat setempat.

Setelah masa sahabat, maka belanjut dengan periode tabi'in. Para tabi'in yang terkenal
diantaranya Sa'id bin Musayyab di Madinah, Atha' bin Abi Rabah di Mekah, Ibrahim Al Nakha'i
di Kuffah Hasan Al Basri di Bashrah, Makhul di Syam dan Thawus di Yaman. Para tabi'in ini
menjadi guru di daerahnya masing-masing. Dalam kehidupan mereka menghadapi persoalan

5
yang berbeda-beda, sehingga ijtihad yang dihasilkan juga berbeda-beda. Masing masing mereka
mengikuti metode ijtihad sahabat yang ada di daerah mereka sehingga muncullah sikap
fanatisme terhadap para sahabat. Dari perbedaan metode yang dikembangkan sahabat, muncullah
Madrasah Al-Hadits yang kemudian dikenal dengan sebutan Madrasah Al-Hijaz dan Madrasah
Al-Madinah, dan Madrasah Al-Ra'yi yang kemudian juga dikenal dengan sebutan Madrasah Al-
Iraq dan Madrasah Al-Kuffah. Ahlu hadits atau aliran Madinah atau madrasah al-Hijaz adalah
ulama yang lebih banyak menggunakan hadis dan sangat hati-hati serta selektif dalam
menggunakan ra'yu. Madrasah Al-Hijaz dikenal sangat kuat berpegang kepada hadits, karena
mereka banyak mengetahui hadits Rasulullah dan juga kasus-kasus yang mereka hadapi lebih
sederhana dan tidak banyak memerlukan logika. Sedangkan Madrasah Al-Iraq, dalam berijtihad.
Hal ini dikarenakan menjawab permasalahan hukum, lebih banyak menggunakan logika dalam
pengetahuan mereka tentang hadits - hadits Rasulullah terbatas dan kasus yang mereka hadapi
lebih beragam. Ulama Hijaz berhadapan dengan masyarakat yang homogeny sedangkan ulama
Iraq menghadapi masyarakat yang heterogen. Oleh sebab itu, ulama Iraq banyak menggunakan
logika dalam memutuskan suatu perkara. Ahlul Hadits memahami hukum berdasarkan lahirnya
nash tanpa memahami 'illatnya dan sedikt sekali berfatwa dengan logika. Sementara Ahlul Ra'yu,
membahas illatnya, mengaitkan suatu masalah dengan masalah lain, dan menggunakan ra'yu
ketika tidak ada hadits. Mayoritas penduduk Hijaz adalah Ahlul Hadits, sementara mayoritas
penduduk Iraq adalah Ahlul Ra'yi. Ahlul Hadits yang merupakan penduduk Madinah menerima
ilmu dari Zaid dan Ibnu Umar, sedangkan Ahlil Hadits yang merupakan penduduk Mekah
menerima hadits dari Abdullah bin Abbas. Diantara ahli hadits yang terkenal adalah Sa'id bin Al-
Musayyab dan juga Amir bin Syurahbil Al- Sya'bi. Adapun Ahlul Ra'yu yang merupakan
mayoritas penduduk Iraq menerima ilmu dari Abdullah bin Mas'ud. Diantara ahlul ra'yu yang
terkenal adalah Ibrahim bin Yazid bin Qais Al-Nukha'i.

Contoh perbedaan pendapat antara ahlul hadits dan ahlul ra'yu adalah berkenaan dalam masalah
zakat ternak domba. Apabila telah mencapai 40 ekor maka wajib dikeluarkan zakatnya satu ekor
domba. Ahlul ra'yu memahami hadits tersebut secara rasional dengan melihat tujuan syara'.
Pemilik 40 ekor domba wajib memberi kebaikan dan manfaat kepada fakir miskin dengan 1 ekor

6
domba. Jika ia membayarkan zakat dengan harga satu ekor domba, maka hukumnya adalah sah.
Karena, maksud syara' dari zakat adalah member manfaat kepada fakir miskin.

Ahlul Hadits melihat hadits dari segi lahiriah dan tidak membahas 'illat. Mereka juga tidak
menakwilkan nash secara rasional. Menurut mereka, zakat tidak sah jika dibayarkan dengan
harga seekor domba.

D. Antara ahlul hadits dan ahlul ra'yi terdapat beberapa perbedaan, antara lain:

1. Ahlul hadits hanya berpedoman kepada Al-Qur'an dan Hadits, sedangkan ahlul ra'yu
berpedoman kepada Al-Qur'an, Hadits dan ra'yu.
2. Ahli hadits melihat teks secara lahiriah tanpa menggali illat hukum dan mashalat yang
dibenarkan. Sementara itu, ahlul ra'yu menggali illat hukum, menghubungakan suatu
masalah dengan maslalah lain dan berkeyakinan bahwa semua hukum pasti mengandung
mashalat.
3. Ketika alhul hadits berhadapan dengan suatu masa lah yang tidak terdapat dalam nash,
mereka memilih diam. Sedangkan ahlul ra'yu mengkaji yang tersirat di dalam nash
dengan didasarkan pada ruh syariat.

E. Pengaruh Ahlul Hadits dan Ahlul Ra’yi dalam Tasyri’

Pengaruh kedua madrasah ini bisa terlihat pada bidang ilmu fiqh dan objek kajianya.
Berbagai kajian dan diskusi metodologi dalam menentukan hukum bagi permasalahan
yang muncul telah memberikan pengaruh yang besar bagi pembentukan kaidah, istinbat
illat hukum, dan hikmah dari sebuah pensyariatan. Apapun penilaian terhadap dua
madrasah ini, yang pasti mereka telah memberikan kesan yang baik dan berdaya guna
bagi kebangkitan dan kemajuan fiqh Islam.

Madrasah ahli hadis berhasil menjaga kesucian hadis nabawi sebagai sumber yang sangat
subur bagi hukum fiqh disebabkan begitu banyaknya masalah-masalah furu’iyah yang
terkandung didalamnya, memudahkan fiqh sebagai sebuah sumber hukum yang kaya lagi
orisinal.

7
Bagi madrasah ar-ra’yi, ia juga memiliki jasa yang besar dalam menggali sumber hukum
dengan segala jenis, baik qiyas, istihsan, maslahat dan yang lain, menentukan syarat untuk
mengaplikasianya. Lebih jauh dari itu, madrasah ini berjasa karena sudah menjelaskan
cara menafsirkan nash-nash Al-Quran dan sunnah. Madrasah ahli ra’yi memiliki
pengaruh yang lebih besar dalam melahirkan fiqh islam yang fleksibel, mudah
diaplikasikan dalam setiap zaman dan tempat. Sebab betapa pun luasnya nash-nash
sunnah tetapi pada dasarnya ia sangat terbatas, sedangkan problematika dan hajat terus
bergerak dan tidak terputus tanpa batas. Tentu saja ini membuat hadis tidak mampu
meliputi semuanya tanpa adanya logika (ra’yi).

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ahlul Hadits adalah para ulama yang lebih cenderung menggunakan hadits dalam menetapkan
suatu hukum dan sangat berhati-hati dalam penggunaan logika. Kebanyakan mereka adalah yang
tinggal di daerah Hijaz. Ahlul Ra’yi adalah para ulama yang dalam menetapkan hukum
cenderung kepada penggunaan logika jika permasalahan tersebut tidak diatur dalam nash.
Kebanyakan mereka adalah orang-orang Kufah atau Iraq.
Ahlul hadits dan ahlul ra’yi sama-sama memberikan kontribusi terhadap tasyri’. Ahlul hadits
berhasil menjaga keuburan hadits nabi sebagai salah satu sumber tasyri’, sedangkan ahlul ra’yi
berjasa dalam menggali hukum-hukum syara’ dengan berbagai metodenya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Khon Abdul Majid. Ikhitisar Tarikh Tasyri’. Jakarta : Amzah . 2013.

Bik, Hudhari, atau Tarik al-tasyri’ al islami, Terj. Mohamad Zuhri. Semarang : Darul Ikhwa.
1980

Supriyadi, Dedi. Sejarah Hukum Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2010

Khalil, Rasyad Hasan. Tarikh Tasyri’. Jakarta : Sinar Grafika. 2010.

Anda mungkin juga menyukai