Anda di halaman 1dari 13

AHLUL HADITS DAN AHLU AR RA’YI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Sejarah Sosial Islam

Dosen Pembimbing
Muhammad Aidil Nur, Lc, MA

Disusun Oleh :
Kelompok 4

1) Fitri Khairiyah
2) May Sarah
3) Mahmuda
4) Junaidi

Semester : VII – Ahwal Syakhsyiyah Eksekutif

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


JAM’IYAH MAHMUDIYAH
TANJUNG PURA
LANGKAT
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “Ahlul Hadits
dan Ahlu Ar Ra’yi” dapat kami selesaikan dengan baik. Tim penulis berharap
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Begitu
pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada
kami sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni
melalui kajian pustaka maupun melalui media internet.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas
makalah ini. Kepada kedua orang tua kami yang telah memberikan banyak
kontribusi bagi kami, dosen pembimbing kami, Bapak Muhammad Aidil Nur, Lc,
MA dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang membantu kami dalam
berbagai hal.
Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah
SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran
yang membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Tanjung Pura, 18 November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2


A. Ahlul Hadits ................................................................................... 2
B. Alhu Ar Ra’yi ................................................................................ 4
C. Perbedaan Ahlu Hadits dan Ahlu Ar Rayi ..................................... 6

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 9


A. Kesimpulan..................................................................................... 9
B. Saran ............................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sepeninggal Nabi Muhammad SAW sebagai sumber utama rujukan ketika
muncul permasalahAn dikalangan kaum muslimin, para sahabat banyak yang
menyebar ke daerah-daerah Islam yang baru. Mereka banyak berbeda pendapat
dalam merumuskan jawaban-jawaban atas permasalahan yang muncul akibat
perbedaan latar belakang.
Seperti diketahui bahwa para sahabat pada masa khalifah ke tiga yaitu
Utsman bin Affan banyak dari mereka yang menyebar ke berbagai wilayah Islam.
Mereka banyak membawa riwayat hadits Nabi ke Yaman, Iraq, Syam, dan hijaz
sekaligus membawa hukum syariat Islam yang kemudian diikuti oleh para tabiin
di berbagai daerah yang berbeda. Di daerah-daerah ini latar belakang kehidupan
yang banyak timbul masalah-masalah baru dan sedikit nash-nash hadith yang
sampai pada mereka mengakibatkan perbedaan metode pembentukan hukum
Islam dengan para sahabat yang menetap di sekitar Hijaz dimana banyak terdapat
nash-nash hadith dan tidak banyak muncul masalah-masalah baru.
Dari sinilah timbul madarasah-madrasah pemikiran dalam pembentukan
hukum Islam yang mendasarkan pada metode yang berbeda yaitu metode yang
mengedepankan ra’yu (akal) dan metode yang mengedepankan teks.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep Ahlul Hadits
2. Bagaimana konsep Alhu Ar Ra’yi
3. Apa saja perbedaan Ahlu Hadits dan Ahlu Ar Rayi

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep Ahlul Hadits.
2. Untuk mengetahui konsep Alhu Ar Ra’yi.
3. Untuk mengetahui perbedaan Ahlu Hadits dan Ahlu Ar Rayi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ahlul Hadits
1. Pengertian Ahlul Hadits
Para ulama ahl al-hadits membatasi kajian fiqihnya hanya merujuk
pada al-Quran dan hadits Nabi serta tidak mau melangkah lebih jauh dari
keduanya, mereka cenderung tidak menyukai kajian nalar juga sangat berhati-
hati ketika mengemukakan fatwa suatu permasalahan. Golongan ini mayoritas
berdomisili di Madinah, kecenderungan ini dapat dipahami karena di tempat
inilah Nabi bermukim, sehingga masyarakat yang tinggal di wilayah ini
diyakini mencerminkan tipe ideal yang mengacu pada Sunnah Nabi.1
Mereka berpegang pada kedua sumber hukum, al-Quran dan Hadits
secara ketat. Jika tidak ditemukan hukumnya dalam keduanya, mereka
berpaling pada praktek dan pendapat para sahabat. Mereka menggunakan rasio
pada situasi yang sangat terpaksa. Hal itu tercerminkan ketika mereka tidak
menemukan hukum suatu masalah pada nash-nash qurani atau hadits dan
praktek sahabat, mereka sepakat menggunakan ijtihad, kendatipun dengan
metode dan proporsi yang sangat terbatas jika dibandingkan penggunaan rasio
pada golongan ahl al-ra’y
Madrasah ini cenderung tidak memberikan ruang yang luas bagi nalar
dan banyak bersandar pada bukti-bukti atsar atau nash-nash. Mereka ketika
ditanya mengenai suatu permasalahan, jika mereka mengetahui ada ayat quran
atau hadis yang menerangkan hukumnya, maka mereka akan berfatwa. Jika
tidak menemukan ayat quran atau hadits, mereka cenderung tawaqquf.
2. Latar Belakang Kemunculan.
Sesuai dengan namanya, maka ahl al-hadis merupakan kelompok di
masa tabi’in yang dalam pelegeslasian hukum Islam lebih dominan
menggunakan hadis ketimbang ra’yu. Kelompok ini merupakan kebalikan dari
ahl ra’yu. Kelompok ini berkembang di Hijaz (Mekkah, Madinah dan Thaif)

1
A. Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997),
h. 68

2
dan memperoleh fiqh dari Zaid bin Tsabit, Aisyah, Abdullah bin Abbas dan
Abdullah bin Umar.
Menurut para ulama, munculnya kelompok ini di wilayah Hijaz karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
adanya ketertarikan terhadap metode yang digunakan guru-guru
mereka terutama Abdullah bin Umar yang sangat kuat berpegang pada hadis.
Banyaknya hadis yang mereka peroleh, sebab para sahabat yang hiudp pada
zaman nabi banyak yang tinggal di Hijaz terutama di Mekkah dan
Madinah.Gaya hidup orang Hijaz yang sangat eksklusif dan tidak sedinamis
dan seheterogen di wilayah Iraq. Masalah-masalah baru yang memerlukan
fatwa sangat minim sekali, hal ini di samping karena penduduknya cukup
homogen dan juga jarang terjadi pergolakan seperti di Iraq.2
3. Keistimewaan.
Di antara bentuk-bentuk keistimewaan yang dimiliki kelompok ahl
hadis adalah:
a. Sangat kuat berpegang terhadap hadis dan tidak memberikan kriteria yang
sangat ketat dalam penukilan hadis, sebab mereka berpandangan bahwa
riwayat yang berasal dari penduduk Hijaz adalah siqat.
b. Tidak suka mempersoalkan atau mendiskusikan masalah-masalah yang
belum muncul karena akan mendorong penggunaan ra’yu.
c. Dalam memahami suatu nash, sangat berpatokan kepada makna zahir nash
dan tidak mendiskusikan lebih lanjut tentang alasan dan hikmah yang
terkandung di dalam nash tersebut.
d. Tidak menggunakan ra’yu kecuali pada saat terpaksa.3
4. Tokoh-Tokohnya.
Di antara tokoh-tokoh terkemuka dari kelompok ahl al-hadis adalah
para fuqaha yang tujuh, yaitu:
a. Abu Bakar bin Abd al-Rahman bin Haris bin Hisyam (w. 94 H).
b. al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar (w. 107 H.)
c. Urwah bin Zubeir bin Awwam (w. 94 H.)

2
Ali, Zainuddin, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta:
Sinar Grafika, 2006), h. 114
3
Abdul Majid Khon. Ikhtisar Tarikh Tasyri. (Jakarta: Amzah, 2013), h. 93

3
d. Sa’id bin al-Musayyab (w. 94 H.).
e. Sulaiman bin Yasar (w. 107 H).
f. Kharij bin Zaid bin Tsabit (w. 100 H.).
g. Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud (w. 98 H.).

B. Alhu Ar Ra’yi
1. Pengertian Alhu Ar Ra’yi
Yang dimaksudkan dengan Ahlu al-Ra’y adalah aliran ijtihad yang
mempunyai pandangan bahwa hukum Islam itu merupakan ketentuan-
ketentuan doktrial yang mengacu pada kemaslahatan kehidupan umat
manusia. Bukan berarti ra’yu di sini dipahami penggunaan akal tanpa aturan,
menyalahi nash atau mengutarakan pendapat dengan gegabah dan kurangnya
pengetahuan nash-nash dan pengambilan hukum di dalamnya. Dalam
penetapan hukum aliran ini banyak dipengaruhi oleh cara berfikir ulama-
ulama Iraq. Mereka mengikuti pola pikir Umar bin Khattab dan Ibnu Mas’ud.
Kecenderungan mereka dalam menetapkan hukum banyak menggunakan
akal.4
2. Latar Belakang Kemunculan.
Kelompok ini muncul lebih banyak di wilayah Iraq, khususnya di
Bashrah dan Kufah. Menurut Muhammad Ali as-Sayis bahwa munculnya
aliran sangat dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni:
Keterikatan yang sanga kuat terhadap guru pertama mereka yaitu
Abdullah bin Mas’ud yang dalam metode ijtihadnya banyak dipengaruhi oleh
metode Umar bin Khattab yang sering menggunakan ra’yu.
Minimnya mereka menerima hadis nabi, hal ini dikarenakan mereka
hanya memadakan hadis yang disampaikan oleh para sahabat yang datang ke
Iraq seperti Ibnu Mas’ud, Sa’ad bin Abi Waqqas, Ammar bin Yasar, Abu
Musa al-Asy’ari dan sebagainya. Di samping itu, mereka juga meinim
menggunakan hadis sehingga mendorong mereka untuk menggunakan ra’yu
juga dipengaruhi oleh ketatnya proses seleksi mereka terhadap hadis dengan

4
Hasan A. Perbandingan Mazhab. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1998), h. 93

4
cara memberikan kriteria-kriteria yang sangat sulit. Seleksi yang sungguh
ketat yang mereka terapkan berpengaruh terhadap minimnya hadis yang dapat
diterima sebagai dasar hujjah. Pada dasarnya, seleksi ketat yang mereka
lakukan ini termotivasi oleh munculnya pemalsu-pemalsu hadis yang kala itu
jumlahnya yang tidak sedikit.
Munculnya berbagai masalah baru yang membutuhkan legitimasi
hukum. Masalah-masalah ini muncul dikarenakan pesatnya perkembangan
budaya yang terjadi di Iraq kala itu, terutama yang berasal dari Persia, Yunani,
Babilonia dan Romawi dan ketika budaya-budaya yang berkembang ini
bersentuhan dengan ajaran Islam maka harus dicari solusi hukumnya.
Minimnya hadis yang mereka peroleh menggiring mereka untuk
menggunakan ra’yu.5
3. Keitimewaan Ahl Ra’yu
Para ulama menyebutkan bahwa Ahl Ra’yu memiliki beberapa
keistimewaan tertentu, di antaranya:
a. Banyaknya hukum-hukum furu’iyah yang mereka tetapkan termasuk yang
bercorak taqdiri yaitu hukum-hukum yang bersifat kemungkinan sebab
masalahnya belum muncul ketika itu. Hal ini sangat dimungkinkan karena
banyaknya peristiwa-peristiwa baru yang mereka temukan terutama yang
berasal dari budaya-budaya lokal yang lebih dahulum maju ketimbang
Islam. Munculnya masalah-masalah baru ini memberikan dampak terhadap
produktifitas kegiatan ilmiah mereka di bidang fiqh termasuk dalam
melahirkan ketentuan-ketentuan hukum terhadap masalah yang belum
terjadi.
b. Dalam pelegeslasian huku, mereka tidak hanya memakai makna tekstual
saja, akan tetapi mereka juga memperhatikan apa yang menjadi sebab
(illat), hikmah dan relevansi syari’at dengan peristiwa konkrit. Hal ini
dilakukan karena syari’at dipandang sangat cocok dengan akal (ma’qul
ma’na) dan diturunkan untuk memberikan maslahat kepada manusia.

5
Yanggo HT. Pengantar Perbandingan Mazhab. (Jakarta: Logos,1997),
h. 82

5
c. Seefektifnya mereka dalam menerima suatu hadis dengan memberikan
kriteria-kriteria yang ketat dalam penukilan suatu hadis ehingga hanya
sedikit yang mampu selamat dari kriteria yang ketat dalam penukilan suatu
hadis sehingga hanya sedikit yang mampu selamat dari kriteria tersebut.
Hal ini dilakukan agar sunnah nabi dapat terpelihara dengan baik, sebab
pada saat itu banyak sekali muncul-muncul hadis da’if dan maudhu’.6
4. Tokoh – tokohnya
Beberapa tokoh yang termasuk dalam kelompok ahl ra’yu adalah
sebagai berikut:
a. Alqamah bin Qais an-Nakha’I (w. 62 H).
b. Masruq bin Hajda al-Hamadzani (w. 63).
c. Al-Qadi Syuraih bin Haris bin Qais (w. 78).
d. Sa’id bin Jubair (w. 95 H).
e. Al-Sya’bi Abu Amr bin Syarhil al-Hamadzani (w. 114).
f. Metode dalam Pelegeslasian Hukum Islam

C. Perbedaan Ahlu Hadits dan Ahlu Ar Rayi


Ahlu ra‟yi dalam mengistimbatkan hukum lebih cenderung menggunakan
ra‟yu dalam setiap kasus yang dihadapi mereka berusaha mencari „illat-nya
sehingga dengan „iillat ini mereka dapat menyamakan hukum kasus yang
dihadapi dengan hukum yang ada nash-nya.Sikap ahli ra‟yi (ulama Irak ) ini
bukan berarti meninggalkan Sunnah Rasulullah saw. , tetapi sikap itu mereka
ambil karena sangat sedikit sunnah Rasulullah saw. yang bisa mereka temukan.
Adapun para ulama Madinah (ahli riwayah) banyak menggunakan ḥadiṡ-ḥadiṡ
Rasulullah saw. ,karena mereka sangat mudah dapat melacak sunnah Rasulullah
di daerah tersebut.
Para ahlul riwayah (ahli ḥadiṡ) bila dalam menetapkan hukum suatu
masalah tidak ditemukan hukumnya dalam nash al-qur‟an dan al-sunnah, mereka
berpaling kepada praktek dan pendapat para sahabat. Mereka menggunakan ra‟yu
hanya alam keadaaan terpaksa. Adapun ahli ra‟yi dalam menetapkan hukum

6
Teungku Muhammad Hasbi, Pengantar Ilmu Fiqih. (Semarang : PT.
Pustaka Rizki Putra, 1999), h. 72

6
berlandaskan pada beberapa asumsi dasar, antara lain :
a. Nash-nash syariah sifatnya terbatas, sedangkan peristiwa-peristiwa hukum
selalu baru dan senantiasa berkembang. Oleh sebab itu, terhadap peristiwa-
peristiwa yang tidak ada nash nya, ijtihad didasarkan kepada ra’yu, sesuai
ucapan Muaz bin jabal ketika diutus oleh Rasulullah ke Yaman, bahwa
bila ia tidak menemukan nash dari Qur’an dan Sunnah, ia akan berijtihad
dengan ra’yu (pendapat) nya.
b. Setiap hukum syara’ dikaitkan dengan ‘illat tertentu dan ditujukan untuk
tujuan tertentu. Tugas utama seorang faqih ialah menemukan ‘illat ini. Oleh
sebab itu, ijtihad merupakan upaya menghubungkan suat kasus dengan kasus
lain karena ‘illatnya, atau membatalkan berlakunya satu hukum karena diduga
tidak ada ‘illatnya.
Dalam asumsi pertama, ijtihad sama dengan ra‟yu; dan dalam asumsi
kedua, ijtihad sama dengan qiyas.
Adapun contoh perbedaaan kedua aliran ini dalam menyelesaikan masalah
yaitu :
a. Kasus: zakat 40 ekor kambing adalah 1 ekor kambing:
1) Pendapat Ahlu Hadits (fuqoha Hijaz) : harus membayar zakatnya dengan
wujud 1 ekor kambing sesuai yang diterangka hadits dan dianggap belum
menjalankan kewajiban apabial dibayar dengan harga yang senilai.
2) Pendapat Ahlu Ra‟yu (Fuquha Irak) : muzakki wajib membayar zakatnya
itu dengan 1 ekor kambing atau dengan harga yang senilai dengan seekor
kambing.
b. Kasus: zakat fitrah itu 1 sha` tamar (kurma) atau syair (gandum)
Pendapat Ahlu Hadits (fuqoha Hijaz) : harus membayar zakatnya
dengan 1 sha` tamar sesuai yang diterangkan hadis dn dianggap belum
menjalankan kewajiban apabiala dibayar dengan harga yangsenilai.
Pendapat Ahlu Ra`yu (fuqoha Irak) : muzakki wajib membayar zakat
fitrah itu dengan 1 sha` tamar atau denagn haraga senilai 1 sha` tamar tersebut.
c. Mengembalikan kambing yang terlanjur diperas air susunya harus
dikembalikan dengan 1 sha` tamar.
Pendapat Ahlu Hadits (fuquha Hijaz): harus menggantinya dengan

7
membayar 1 sha` tamar sesuai yang diterangka hadis dan dianggap belum
menjalankan kewajiban apabila dibayar dengan harga yang senilai.
Pendapat Ahlu Ra`yu (fuqoha Irak) : menggantinya dengan harga yang
senilai dengan ukuran air susu yang diperas berati telah menunaikan
kewajiban. Dari contoh diatas kita dapat mengetahui ahli hadis dari nash- nash
ini menurut apa yang ditunjuk oleh ibarat-ibaratnya secara lahiri, dan mereka
tidak membahas illat tasyri‟ (sebab disyariatkan). Sedangkan ahli ra`yi
memahami nas-nash tersebut menurut maknanya dan maksud disyariatkan
oleh sang pembuat syariat, Allah SWT.7

7
Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri. (Jakarta: Amzah, 2010), h. 93

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ahlul Hadits dan Ahlul Ra'yi merupakan dua aliran dalam pengembangan
hukum Islam yang memiliki pendekatan yang berbeda. Ahlul Hadits, mayoritas
berdomisili di Madinah, membatasi kajiannya pada Al-Quran dan hadits Nabi,
cenderung menghindari nalar, dan berpegang teguh pada sumber hukum utama.
Mereka menunjukkan keistimewaan dalam ketekunan terhadap hadits, tidak suka
mendiskusikan masalah yang belum muncul, dan menggunakan ra'yu hanya pada
situasi terpaksa.
Di sisi lain, Ahlul Ra'yi, banyak berkembang di wilayah Iraq, lebih terbuka
terhadap ijtihad, dan memandang bahwa hukum Islam harus sesuai dengan
kemaslahatan kehidupan umat manusia. Mereka cenderung menggunakan akal
dan merinci 'illat (sebab) di balik hukum-hukum yang mereka tetapkan.
Keistimewaan mereka terletak pada produktivitas dalam menghadapi masalah-
masalah baru, perhatian pada makna zahir nash, dan selektivitas ketat terhadap
hadits.
Perbedaan mendasar antara keduanya tergambar dalam pendekatan
terhadap nash-nash syariah, di mana Ahlul Hadits lebih cenderung menilai secara
harfiah, sementara Ahlul Ra'yi mencari makna dan maksud di balik peraturan
syariah. Sebagai contoh, dalam kasus zakat, Ahlul Hadits menerapkan
pembayaran dengan wujud kambing, sedangkan Ahlul Ra'yi membolehkan
pembayaran dengan harga yang setara. Kesimpulan tersebut mencerminkan
perbedaan filosofis dalam pendekatan hukum antara dua kelompok tersebut.

B. Saran
Demikianlah penyusunan makalah ini, kami sebagai penyusun makalah ini
sangat menyadari bahwa isi makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karenanya kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk proses
penyusunan makalah selanjutnya yang lebih baik.

9
DAFTAR PUSTAKA

A, Hasan. 1998. Perbandingan Mazhab. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Ali, Zainuddin, 2006. Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika.

Hasbi, Teungku Muhammad, 1999. Pengantar Ilmu Fiqih. Semarang : PT.


Pustaka Rizki Putra.

HT, Yanggo. 1997. Pengantar Perbandingan Mazhab. Jakarta: Logos.

Khalil, Rasyad Hasan, 2010Tarikh Tasyri. Jakarta: Amzah.

Khon, Abdul Majid. 2013. Ikhtisar Tarikh Tasyri. Jakarta: Amzah.

Syarifuddin, A., 1997. Ushul Fiqh Jilid 1, Jakarta : Logos Wacana Ilmu.

10

Anda mungkin juga menyukai