Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an dan Hadis
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 8
FAKULTAS TARBIYAH
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sebagai seorang dari hambanya yang selalu
berada dalam kasih sayang-Nya dan tidak lupa pula shalawat serta salam kami panjatkan
kepada Nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan
menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen serta teman-teman yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikannya
dengan baik.
Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makah ini, sehingga kami
senantiasa terbuka untuk menerima saran dan kritik pembaca demi penyempurnaannya.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
Kelompok 8
DAFTAR IS
ii
I
KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................2
A. Kesimpulan..........................................................................................................................12
B. Saran.....................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................13
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis adalah perkataan, perbuatan, dan ketetapan Rasul SAW. Hadis merupakan
sumber syariat islam kedua setelah Al Qur’an. Oleh karena itu mempelajari hadis-hadis Rasul
SAW merupakan kewajiban sebagaimana mempelajari Al Qur’an. Telah kita sadari bahwa
mempelajari hadis membutuhkan ilmu atau kaidah-kaidah sebagaimana mestinya. Dan ilmu
tersebut dinamakan Ulumul Hadis.
Ulumul Hadis merupakan ilmu mulia yang merupakan kunci pokok untuk mempelajari
hadis-hadis Nabi. Barang siapa yang mempelajari ilmu ini dengan cermat akan mendapatkan
kebaikan yang besar yaitu dapat mengenal sunnah-sunnah rasul dan dapat membedakan
antara hadis shahih dan hadis dhaif.
Maka dalam makalah ini akan dibahas tentang ”Pengertian Ulumul Hadis dan Cabang-
Cabangnya” secara jelas guna mempermudah pemahaman kita.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II PEMBAHASAN
Dari segi bahasa ilmu hadis terdiri dari dua kata, yaitu ilmu dan hadis. Secara sederhana
ilmu artinya pengetahuan, knowledge, dan science. Sedangkan hadis artinya segala sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik dari perkataan, perbuatan, maupun
persetujuan. Para ulama ahli hadis banyak yang memberikan definisi ilmu hadis, di
antaranya Ibnu Hajar Al-Asqalani:
Atau:
Ilmu yang mempelajari tentang keterangan suatu hal yang dengan hal itu kita dapat
mengetahui bahwa hadis itu diterima atau tidak.
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa ilmu hadis adalah ilmu yang membicarakan
tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan. Perawi adalah orang-orang
yang membawa, menerima, dan menyampaikan berita dari Nabi, yaitu mereka yang ada
dalam sanad suatu hadis.
Bagaimana sifat-sifat mereka, apakah bertemu langsung dengan pembawa berita atau
tidak, bagaimana sifat kejujuran dan keadilan mereka, dan bagaimana daya ingat mereka,
apakah sangat kuat atau lemah. Sedangkan maksud yang diriwayatkan (marwi) terkadang
guru-guru perawi yang membawa berita dalam sanad suatu hadis atau isi berita (matan)
yang diriwayatkan, apakah terjadi keganjilan jika dibandingkan dengan sanad atau matan
perawi yang lebih kredibel (tsiqah). Dengan mengetahui hal tersebut, dapat diketahui mana
2
hadis yang shahih dan yang tidak shahih. Ilmu yang berbicara tentang hal tersebut disebut
ilmu hadis.11
Ilmu rijāl al-hạdīs, yakni ilmu yang mengkaji tentang para perawi hadis, baik dari
sahabat, tabi’in, maupun tabaqah setelahnya:
Artinya: “Ilmu yang membahas para perawi Hadîts, baik dari sahabat, dari tabi’in,
maupun dari angkatan-angkatan sesudahnya.”
Objek kajian hadis pada dasarnya ada dua yaitu kajian sanad dan matan. Ilmu rijāl
al-hạdīs ini lahir bersamaan dengan periwayatan hadis dalam Islam dan mengambil
porsi khusus untuk mempelajari persoalan-persoalan sanad. Oleh sebab itu, kajian
sanad sangat penting dalam kajian ilmu hadis
Artinya: ”Penjelasan mengenai adanya lafad-lafad yang tidak jelas yang sulit
dipahami karena jarang digunakan.”
Nabi adalah sefasih-fasihnya orang Arab yang diutus untuk menghadapi kaumya
yang bermacam suku dan kabilah. Adakalanya beliau berhadapan dengan kaum tertentu
dan beliau menggunakan bahasa dari kaum yang dihadapinya. Kemudian pada
perkembangan selanjutnya setelah banyak bangsa non-Arab memeluk Islam mendapati
1
Mahmud al-Thahhan,Taisir Mustbalabal al-Hadits (Beirut: Dar ats-Tsaqafa al-Islamiyah,t.t) h.15.
3
lafal-lafal yang digunakan itu terasa asing / garib. Nah ilmu ini dimunculkan dengan
tujuan untuk memudahkan dalam memahami hadis-hadis yang mengandung lafal-lafal
yang gharib tersebut.
4
Ilmu Talfīq al-Hadīś, yakni ilmu yang menjelaskan tentang cara-cara
mengkompromikan hadis-hadis yang dhahirnya tampak bertentangan dengan hadis-
hadis lainnya. Padahal sejati hadis-hadis tersebut tidak bertentangan.
Ilmu ini juga disebut dengan ‘Ilmu Mukhtalaf al-Hadīs. Ulama-ulama yang telah
menyusun kitab dengan pembahan ini adalah Imam Syafi’i (w. 204 H), Ibn Qurtaibah
(w. 276 H), At-Tahāwi (w. 321 H) dan Ibn Jauzī (w. 597 H).
Sesuai dengan perkembangan hadis, ilmu hadis selalu mengiringinya sejak masa
Rasulullah S.A.W, sekalipun belum dinyatakan sebagai ilmu secara eksplisit. Ilmu hadis
muncul bersamaan dengan mulainya periwayatan hadis yang disertai dengan tingginya
perhatian dan selektivitas sahabat dalam menerima riwayat yang sampai kepada mereka.
Dengan cara yang sangat sederhana, ilmu hadis berkembang sedemikian rupa seiring
2
Ajaj al-Khathib, Ushul Al-Hadits, t.t.,h.33.
5
dengan berkembangnya masalah yang dihadapi. Pada masa Nabi SAW masih hidup di
tengah-tengah sahabat, hadis tidak ada persoalan karena jika menghadapi suatu masalah
atau skeptis dalam suatu masalah mereka langsung bertemu dengan beliau untuk mengecek
kebenarannya atau menemui sahabat lain yang dapat dipercaya untuk mengonfirmasinya.
Setelah itu, barulah mereka menerima dan mengamalkan hadis tersebut.
Sekalipun pada masa Nabi tidak dinyatakan adanya ilmu hadis, tetapi para peneliti
hadis memperhatikan adanya dasar-dasar dalam Alquran dan hadis Rasulullah S.A.W.
Misalnya firman Allah S.W.T dalam Q.S. Al-Hujurat/49: 6.
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada
suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antara. Jika tidak
ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antara. Jika tidak
ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya
Setelah Rasulullah SAW wafat, para sahabat sangat berhati-hati dalam meriwayatkan
hadis karena konsentrasi mereka kepada Alquran yang baru dikodifikasi pada masa Abu
Bakar tahap awal, khalifah Abu Bakar tidak mau menerima suatu hadis yang disampaikan
oleh seseorang, kecuali orang tersebut mampu mendatangkan saksi untuk memastikan
kebenaran riwayat yang disampaikannya. Dan masa Utsman tahap kedua, masa ini terkenal
dengan masa taqlîl ar-riwayâh (pembatasan periwayatan), para sahabat tidak meriwayatkan
hadis kecuali disertai dengan saksi dan bersumpah bahwa hadis yang ia riwayatkan benar-
benar dari Rasulullah SAW. Para sahabat merupakan rujukan yang utama bagi dasar ilmu
6
riwayah hadis. Yakni, karena hadis pada masa Rasulullah SAW merupakan suatu ilmu yang
didengar dan didapatkan langsung dari beliau, maka setelah beliau wafat hadis di sampaikan
oleh para sahabat kepada generasi berikutnya dengan penuh semangat dan perhatian sesuai
dengan daya hafal mereka masing-masing
Isnad/sanad bagian dari agama, jikalau tidak ada isnad sungguh sembarang orang akan
berkata apa yang dikehendaki.
Keharusan sanad dalam penyertaan periwayatan hadis tidak diterima, tuntutan yang
sangat kuat ketika Ibnu Asy-Syihab Az-Zuhri menghimpun hadis dari para ulama di atas
lembaran kodifikasi. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa periwayatan hadis tidak di
terima, kecuali disertai sanad.
Pada periode Tabi’in, penelitian dan kritik matan semakin berkembang seiring dengan
berkembangnya masalah-masalah matan yang para Tabi’in hadapi. Demikian juga
dikalangan ulama-ulama hadis selanjutnya.
Ketika pada pertengahan abad kedua Hijriyah sampai abad ketiga Hijriyah, ilmu hadis
mulai di tulis dan dikodifikasi dalam bentuk yang sederhana, belum terpisah dari ilmu-ilmu
lain, belum berdiri sendiri, masih campur dengan ilmu-ilmu lain atau berbagai buku atau
berdiri secara terpisah. Tetapi pada dasarnya, penulisan hadis baru dimulai pada abad kedua
Hijriyah.
Sesuai dengan pesatnya perkembangan kodifikasi hadis yang disebut pada masa
kejayaan atau keemasan hadis, yaitu pada abad ketiga Hijriyah, perkembangan penulisan
ilmu hadis juga pesat, karena perkembangan keduannya secara beriringan. Namun,
penulisan ilmu hadis masih terpisah-pisah, belum menyatu dan menjadi ilmu yang berdiri
sendiri, ia masih dalam bentuk bab-bab saja
7
Di antara ulama ada yang menulis ilmu hadis pada mukadimah bukunya seperti Imam
Muslim dalam kitab Shahîh-nya dan At-Tirmidzi pada akhir kitab Jâmi’-nya. Di antara
mereka Al-Bukhari menulis tiga Târîkh, yaitu At-Târîkh Al-Kabîr, At-Târîkh AlAwsâth dan
At-Târîkh Ash-Shaghîr, Muslim menulis Thabaqât At-Tâbi’in dan Al-‘Ilal, AtTirmidzi
menulis Al-Asmâ’ wa Al-Kunâ dan KitâbAt-Tawârikh, dan Muhammad bin Sa’ad menulis
Ath-Thabaqât Al-Kubrâ. Dan di antara mereka ada yang menulis secara khusus tentang
periwayat yang lemah seperti Ad-Dhu’afâ’ ditulis oleh Al-Bukhari dan Ad-Dhu’afâ’ ditulis
oleh An-Nasa’i, dan lain-lain.
Banyak sekali kitab-kitab ilmu hadis yang ditulis oleh para ulama abad ke-3 Hijriyah
ini, namun buku-buku tersebut belum berdiri sendiri sebagai ilmu hadis, ia hanya terdiri dari
bab-bab saja. Perkembangan ilmu hadis mencapai puncak kematangan dan berdiri sendiri
pada abad ke-4 H yang merupakan penggabungan dan penyempurnaan berbagai ilmu yang
berkembang pada abad-abad sebelumnya secara terpisah dan berserakan.
Periode terakhir, yaitu periode ke-7 ialah periode syarah, penghimpunan, dan peng-
takhrij-an atau Asru al-Syarh wa al-Jam’u wa al-Takhrij. Pada masa ini dapat dikatakan
hadis dan ilmu hadis sudah dalam posisi yang matang dan periode ini masih berjalan hingga
masa kini.
Namun demikian, terkait masa yang sedang berjalan mungkin perlu menjadi
pertimbangan pula bahwa saat ini hadis telah memasuki periode baru, yaitu periode
digitalisasi. Namun, tentu hal ini masih belum menjadi hal yang berlaku secara formil, dan
juga kebutuhan akan memasukkan unsur yang demikian dalam periodisasi-pun masih
memerlukan pembahasan lanjutan.
Bentuk periodisasi yang lain, yang lebih sederhana disampaikan oleh Ajjaj al-Khatib,
yaitu 3 (tiga) periode perkembangan Hadis yang dibagi menjadi Qabla al-Tadwin (Sebelum
Kodifikasi) ‘Inda al-Tadwin (Saat Kodifikasi), dan Ba’da al-Tadwin (Setelah Kodifikasi).
Periodisasi oleh Ajjaj al-Khatib menjadikan proses Kodifikasi/Pembukuan Hadis sebagai
peristiwa sentral dari sejarah perkembangan Hadis. Hal demikian merupakan sesuatu yang
sangat masuk akal mengingat proses kodifikasi hadis membawa perubahan yang sangat
besar bagi jalannya sejarah hadis itu sendiri serta ilmu hadis. Bentuk periodisasi lain
disampaikan juga oleh Abdul ‘Aziz al-Khauli dalam 5 periode.3
3
Ahmad Umar Hasyim. Al Qalam: Jurnal Periodisasi Sejarah Hadis, no. 24 (2021): h.22.
8
D. Kitab-Kitab Ilmu Hadis
Awalnya, apa yang disebut ‘ulum al-hadits ini adalah kaidah-kaidah yang tersebar
dalam berbagai kitab atau masih menyatu dengan bahasan keilmuan tertentu. Untuk melihat
perkembangan struktur dalam ilmu hadis tersebut, berikut ini adalah daftar kitab-kitab ilmu
hadis dari masa ke masa:
9
6) Al-Ilmaa’ ilaa Ma’rifati Ushul ar-Riwaayah wa Taqyiid as-Samaa’
Buku ini ditulis oleh al-Qadhi ‘Iyadh bin Musa al-Yahshobi (w. 544 H). Kitab ini
tidak mencakup seluruh bahasan yang saat ini dikenal sebagai ilmu hadis atau
mushtholah al-hadits. Namun, kitab ini sudah menyusun secara sistematis bahasan
tentang cara periwayatan hadis (kaifiyyatu at-tahammul wa al-adaa’).
7) ‘Ulum al-Hadits (Muqaddimah Ibn as-Shalah)
Bisa dikatakan, hampir seluruh bahasan di dalam apa yang disebut sebagai ‘ilm al-
mustholah al-hadits pada hari ini seluruhnya bersumber dari susunan dalam kitab
‘Ulum al-Hadits atau yang lebih dikenal dengan nama Muqaddimah Ibn as-Shalah,
sesuai dengan nama penulisnya, Ibn Shalah Abu ‘Amr ‘Utsman bin ‘Abd ar-Rahman
as-Syahrazuri. Syahrazuri, adalah laqab (julukan) untuk orang yang berasal dari kota
Shar-e Zur (kini masuk ke dalam wilayah Iran). Para ulama menyebut kalau
Muqaddimah Ibn Shalah inilah yang menyusun bahasan-bahasan ilmu hadis yang
diantaranya terpisah-pisah seperti dalam karya-karya al-Khatib al-Baghdadi. Kitab ini
jugalah yang nantinya diapresiasi oleh para ulama selanjutnya dalam bentuk ringkasan
(mukhtashar/ikhtishar); digubah menjadi syair keilmuan (nadham); atau diberikan
anotasi dan penjelasan lebih panjang (syarh).
10
Ditulis oleh Zaynuddin ‘Abd ar-Rahim bin al-Husain al-‘Iraqi (w. 806 H). Kitab ini
adalah model apresiasi lain dari kitab Muqaddimah Ibn Shalah, dimana al-‘Iraqi
mengalih wahana-kan dari deskripsi menjadi syair yang berjumlah 1000 bait, sehingga
nama lainnya juga dikenal dengan Alfiyyatu al-‘Iraqi.
11) Fath al-Mughiits bi Syarh Alfiyyati al-Hadits
Ini ditulis oleh Muhammad bin ‘Abdurrahman as-Sakhawi (w. 902 H) sebagai
syarah terhadap 1000 bait al-‘Iraqi.
Kitab ini ditulis Ibn Hajar al-‘Asqalani (w. 852 H) berisi penjelasan singkat terkait
ilmu hadis. Buku ini bukan merupakan ringkasan dari kitab manapun. Ibn Hajar
al-‘Asqalani kemudian mensyarahi kitab ini kembali dengan judul Nuzhatu an-Nadhar.
E.
4
Muhammad Mashur, Mengenal Kitab-Kitab Ilmu Hadis dari Masa ke Masa (Malang:Bincang
Syariah,2020).
11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu hadis adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan
yang diriwayatkan. Perawi adalah orang-orang yang membawa, menerima, dan
menyampaikan berita dari Nabi, yaitu mereka yang ada dalam sanad suatu hadis. Ada
bermacam-macan cabang ilmu hadis yaitu: . Ilmu rijāl al-hạdīs, Ilmu garīb al-ḥadīś, Ilmu al-
naskh wa al-mansūkh, Ilmu Talfīq al-Hadīś, Ilmu ’Ilāl al-Hadīś, Ilmu Asbāb al-Wurūd al-
Hadīś, Ilmu al-Jarh wa at-Ta’dīl. Sesuai dengan perkembangan hadis, ilmu hadis selalu
mengiringinya sejak masa Rasulullah S.A.W, sekalipun belum dinyatakan sebagai ilmu
secara eksplisit. Bentuk periodisasi disampaikan oleh Ajjaj al-Khatib, yaitu 3 (tiga) periode
perkembangan Hadis yang dibagi menjadi Qabla al-Tadwin (Sebelum Kodifikasi) ‘Inda al-
Tadwin (Saat Kodifikasi), dan Ba’da al-Tadwin (Setelah Kodifikasi). Bentuk periodisasi
lain disampaikan juga oleh Abdul ‘Aziz al-Khauli dalam 5 periode. Beberapa contoh kitab
Ilmu Hadis: al-Muhaddits al-Fashil baina ar-Rawi wa al-Wa’I, Ma’rifatu ‘Ulum al-Hadits,
al-Mustakhraj ‘ala Ma’rifati ‘Ulum al-Hadits, dan lain-lain.
B. Saran
Demikianlah makalah ini telah selesai disusun, penyusun sadar bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi susunan kata, penulisan, dan sebagainya. Oleh karena itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini.
12
DAFTAR PUSTAKA
an-Nawawi. Shahih Muslim bi Syarh An-Nawawi. Juz 1., t.t.as-siba’i. as-sunnah, t.t.
Mashur Muhammad, Mengenal Kitab-Kitab Ilmu Hadis dari Masa ke Masa (Malang:Bincang
Syariah,2020).
Hasyim Umar Ahmad. Al Qalam: Jurnal Periodisasi Sejarah Hadis, no. 24 (2021).
13