Anda di halaman 1dari 15

PERKEMBANGAN ILMU HADIST

Disusun oleh :
1. Sulhiani Aulia
(20200119017)
2. Khiyarah Nuril Akhyar
(20200119017)
3. Ma’ana D Abdul Karim
(20200119032)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas kelimpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini untuk memenuhi
salah satu mata kuliah yaitu Ilmu Hadist.
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan Nabi akhir zaman, manusia
terbaik yang diturunkan Allah SWT di muka bumi ini, satu-satunya nabi dan rasul yang
berhak memberi syafa’at, sang permata di batu karang, yakni baginda nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Semoga kita termasuk umat beliau dan berhak
memperoleh syafa’atnya nanti di akhir zaman, amin.
Terimah kasih atas pihak-pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah
kami. Terimah kasih juga kepada dosen yang bersangkutan atas tugas yang telah
diamanahkan kepada kami ini, karena dengan tugas ini kami bisa menambah wawasan kami
seputar Ilmu Hadist.
Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini bisa memberikan manfaat kepada semua
yang membacanya. Namun, kami sebagai penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa
dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh kaena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar makalah kami ini
dapat diperbaiki dan menjadi lebih baik lagi.

Gowa, 18 Maret 2020

Kelompok VI

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1.................................................................................................. LATAR BELAKANG

.....................................................................................................................................4

1.2.............................................................................................. RUMUSAN MASALAH

.....................................................................................................................................4

1.3....................................................................................................................... TUJUAN

.....................................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN ULUMUL HADITS.........................................................................6

2.2. SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL HADITS DAN CABANGNYA..........9

2.3. TOKOH-TOKOH ULUMUL HADITS...................................................................11

2.4. HUBUNGAN ULUMUL HADITS DENGAN HADITS........................................13

BAB III PENUTUP

3.1. KESIMPULAN .......................................................................................................14

3.2. SARAN.....................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Hadist atau disebut dengan sunnah, adalah segala sesuatu yang bersumber atau
disandarkan kepada Nabi Muhamma SAW., baik berupa perkataan, perbuatan dan taqrirnya.
Sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an, sejarah perjalanan Hadist tidak terpisahkan
dari sejarah perjalann Islam itu sendiri. Akan tetapi dalam beberapa hal terdapat ciri-ciri
tertentu yang spesifik, sehingga dapat mempelajarinya, diperlukan pendekatan khusus.
Tidak seperti Al-Qur’an, dalam penerimaan Hadist dari Nabi Muhammad SAW.,
banyak mengandalkan hafalan para sahabat, dan hanya sebagian saja yang ditulis oleh
mereka. Penulisan itu pun hanya bersifat dan untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian
hadist-hadist yang ada pada para sahabat, yang kemudian diterima oleh para tab’in,
memungkinkan ditemukan adanya redaksi yang berbeda-beda. Sebab ada yang meriwayatkan
sesuai atau sama benar dengan lafadz yang diterima dari Nabi Muhammad SAW., dan ada
yang hanya sesuai makna atau maksudnya saja, sedangkan redaksinya tidak sama.
Atas dasar itulah, maka dalam menerima suatu hadist, langkah yang harus dilakukan
adalah dengan meneliti siapa pembawa Hadist itu (disandarkan kepada siapa hadist itu),
untuk mengetahui apakah hadist itu patut kita ikuti atau kita tinggalkan. Oleh karena itu
untuk memahami hadist secara universal diantara beberapa jalan, salah satu diantaranya
adalah dengan melihat hadist dari segi kuantitas atau jumlah banyaknya pembawa hadist
(Sanad) itu.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian Ulumul Hadist dan Cabang-cabang Ulumul Hadist?
2. Bagaimana Sejarah perkembangan Ulumul Hadist ?
3. Bagaimana peranan tokoh-tokoh Ulumul Hadist dalam mengembangkan Ulumul
Hadist ?
4. Bagaimana peranan Ulumul Hadist terhadap perkembangan Hadist ?

4
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Ulumul Hadist dan Cabang-cabang dari Ulumul Hadist.
2. Mengetahui Sejarah perkembangan Ulumul Hadist.
3. Mengetahui tokoh-tokoh pengembang Ulumul Hadist.
4. Mengetahui peranan Ulumul Hadist terhadap perkembangan Hadist.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengerian Ulumul Hadist


Ulumul Hadist adalah istilah ilmu hadis dalam tradisi Ulumul Hadist yang Bahasa
arabnya yaitu “ulum al-Hadist”. Ulum al-Hadist terdiri atas dua kata, yaitu “Ulum dan al-
Hadist”. Kata Ulum dalam Bahasa arab adalah bentuk jamak dari “ilm”, jadi “ilmu-
ilmu”, sedangkan al-Hadist di kalangan Ulama Hadist berarti “segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., dari perkataan, perbuatan dan taqrir atau
sifat. Dengan demikian ulumul hadist adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan
dengan hadist Nabi Muhammad SAW.
Sekitar pertengahan abad ke-3 H, sebagian Muhadditsin mulai merintis ilmu ini dalam
garis-garis besarnya saja dan masih berserakan dalam beberapa mushafnya. Diantara
mereka ada Ali bin Almadani, Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam At-Tirmidzi, dan
lain-lain.
Adapun perintis pertama yang menyusun ilmu ini secara spesifik dalam satu kitab
khusus ialah Al-Qandi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzy (360 H) yang diberi nama
dengan Al-Muhaddisul Fasil Bainar Wari Was Sami’. Kemudian bangkitlah Al-Hakim
Abu Abdillah an-Nasaiburi (321-405 H) menyusun kitabnya yang bernama Makrifatu
Ulumul Hadist. Usaha beliau ini diikuti oleh Abu Nadim al-Asfahani (336-430 H) yang
menyusun kitab kaidah periwayatan hadist yang diberi nama Al-Kifayah dan Al-Jam’u
Li adabis Syaikhi Was Sami’ yang berisi tentang tata cara meriwayatkan hadist.
Adapun cabang-cabang dari Ilmu Hadist :
1. Ilmu Dirayahtul Hadits
Adalah ilmu yang membahas cara persambungan kelakuan hadits kepada Rasulullah
SAW., dan sikap perawinya, mengenai kekuatan hafalan dan keadilan mereka, dan dari
segi keadaan sanad, putus dan bersambungnya, serta yang sepertinya.
Adapun obyek ilmu hadits dirayah adalah meneliti kelakuan para perawi dan
keadaan marwinya (sanad dan matan), dari aspek sanadnya diteliti tentang keadilan
dan kecacatannya, bagaimana mereka menerima dan menyampaikan haditsnya serta
sanadnya bersambung atau tidak. Sedang dari aspek matannya diteliti tentang
kejanggalan atau tidaknya, sehubungan dengan adanya nash-nash lain yang berkaitan
dengannya.
2. Ilmu Riwayatul Hadits
Ilmu yang memuat segala penukilan yang disandarkan kepada Rasulullah SAW.,
baik berupa perbuatan, perkataan, kehendak, taqrir ataupun sifatnya. Adapun obyej
dari ilmu riwayatul hadits adalah membicarakan bagaimana cara menerima,
menyampaikan pada orang lain dan menindahkan atau membukukan hadits, hanya
dinukilkan dan dituliskan apa adanya baik matannya maupun sanadnya.

6
Dari ilmu dirayahtul hadits dan ilmu riwayatul hadits di atas kemudian berkembang
pada beberapa cabang ilmu :
a. Ilmu Rijalil Hadist
َّ ‫ِعمْل ٌ يُ ْي َح ُث ِف ْي ِه َع ْن ُر َو ِات الْ َح ِديْ ِث ِم َن‬
ْ ‫الص َحاب َ ِة َو التَّا ِب ِعنْي َ َو َم ْن ب َ ْعدَ مُه‬
“ilmu yang membahaskan para perawi hadist, baik dari sahabat, dari tabi’in,
maupun dari perangkatan-perangkatan sesudahnya.”
Dengan ilmu ini dapatlah kita mengetahui keadaan para perawi yang menerima
hadist dari Rasulullah SAW., dan keadaan para perawi yang menerima hadist dari
sahabat dan seterusnya. Didalam ilmu ini diterangkan “Tarikh ringkas” dari riwayat
hidup para perawi, madzhab yang dipegangi oleh para perawi dan keadaan-keadaan
para perawi itu menerima hadist.

b. Ilmu Jarhi wat Ta’dil


‫ِعمْل ٌ يُ ْي َح ُث ِف ْي ِه َع ْن َج ْرحِ ُّالر َوا ِة َوتَ ْع ِديْ ِله ِْم ِبَألْ َف ٍاظ َم ْح ُص ْو َص ٍة َو َع ْن رَص َ ا ِت ِب ِتكْل َ ا َاللْ َف ِاظ‬
“ilmu yang menerangkan tentang hal catatan-catatan yang dihadapkan kepada para
perawi dan tentang penta’dilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai
kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu.”
Mencatat para perawi (yakni : menerangkan keadannya yang tidak baik agar
orang tidak terpedaya dengan riwayat-riwayatnya), telah tumbuh sejak dari zaman
sahabat sendiri.

c. Ilmu Fannil Mubhamat


َّ ‫ِعمْل ٌ يُ ْع َر ُف ِب ِه الْ ُمهْي َ ُم اذَّل ِ ْي َوقَ َح ىِف الْ َمنَت ِ َا ْو ىِف‬
‫السنَ ِد‬
“ilmu yang dengan dia diketahui nama orang-orang yang tidak disebut nama-
namanya di dalam matan, atau di dalam sanad”.

d. Ilmu Ilalil Hadist


‫ِعمْل ٌ يُ ْب َح ُث ِف ْي ِه َع ْن َا ْس َب ٍاب غَا ِمضَ ٍة َخ ِفيَّ ًة قَا ِد َح ٍة ىِف حِص َّ ِة الْ َح ِديْ ِث‬
“ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat
mencacatkan hadits.”
Yakni ; menyambung yang munqathi’, merafa’kan yang mauquf, memasukkan
suatu hadits kedalam hadits yang lain dan yang serupa itu. Semuanya ini, dapat
merusakkan keshahihan hadits.

7
e. Ilmu Gharibiel Hadist
‫ِعمْل ٌ يُ ْع َر ُف ِب ِه َم ْعىَن َما َوقَ َح ىِف ُم ُت ْو ِن ااْل َ َح ِديْ ِث ِم َن ااْل َلْ َف ِاظ الْ َغ ِريْ َب ِة َع ْن َا ْذه َِان اذَّل ِ ْي َن ب َ ْعدَ َع ْندُ مُه ْ اِب لْ َع َر ِبيَّ ِة‬
‫الْ َحا ِل َص ِة‬
“ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan Hadits yang
sukar diketahui maknanya dan kurang dipakai oleh umum.”
Sesudah berlalu masa sahabat, yakni abad pertama dan para tabi’in pada tahun
150 H, mulailah Bahasa Arab yang tinggi, tidak diketahui lagi oleh umum. Satu-satu
orang saja yang mengetahuinya. Oleh karena itu, berusahalah para ahli
mengumpulkan kata-kata yang dipandang tak dapat dipahamkan oleh umum dan
kata-kata yang kurang terpakai dalam pergaulan sehari-hari dalam suatu kitab dan
mensyarahkannya.

f. Ilmu Asbabi Wurudil Hadits


‫السبَ ُب ا ِذل ْي َو َر َد َأِل ْجهِل ِ الْهَ ِديْ ِث َو َّالز َم ُان اذَّل ِ ْي َج َاء ِف ْي ِه‬
َّ ‫ِعمْل ٌ يُ ْع َر ُف ِب ِه‬
“ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masa
Nabi menuturkan itu.”
Penting diketahui, karena ilmu ini yang menolong kita dalam memahamkan
hadits, sebagai ilmu Asbabun Nuzul menolong kita dala memahamkan Al-qur’an.

g. Ilmu Talfiqil Hadist


‫ِعمْل ٌ يُ ْب َح ُث ِف ْي ِه َع ِن التَّ ْو ِف ْي ِق بَنْي َ ااْل َ َحا ِديْ ِث الْ ُم َتنَا ِقضَ ِة َظا ِه ًر‬
“ilmu yang membahas tentang cara mengumpulkan antara hadits-hadits yang
berlawanan lahirnya.”

h. Ilmu Tashif wat Tahrif


‫ِعمْل ٌ يُ ْع َر ُف ِب ِه َما حُص ِ ّ ُف ِم َن اَأْل َحا ِديْ ِث َو َما ُح ّ ِر َف ِمهْن َا‬
“ilmu yang menerangkan hadits-hadits yang sudah diubah titiknya (yang dinamai
mushahhaf) dan bentuknya yang dinamai muharraf.”

i. Ilmu Nasikh wa Mansukh


‫ِعمْل ٌ حُي ْب َح ُث ِف ْي ِه َع ِن النَّاخِس ِ َو الْ ُمن ْ ُس ْوخِ ِم َن ااْل َ َحا ِديْ ِث‬
“ilmu yang menerangkan hadits-hadits yang sudah dimansukhkan dan yang sudah
dinasikhkannya.

8
Apabila didapati sesuatu hadits yang maqbul, sejahtera dari perlawanan,
dinamailah hadits tersebut Muhkam, dan jika dilawaninya oleh hadits yang
sederajatnya, tapi mungkin dikumpulkan dengan tidak sukar, maka hadits itu
dinamai Mukhtaliful Hadits. Jika tak mungkin dikumpul dan diketahui nama
yang terkemudian, maka yang terkemudian itu dinamai Nasikh dan yang
terdahulu dinamai Mansukh.

j. Ilmu Mushthalah Ahli Hadist


‫ِعمْل ٌ يُ ْب َح ُث ِفي ِه مَع َّا ْاص َطلَ َح عَلَ ْي ِه الْ َح ِدثُ ْو َن َو تَ َع َارفُ ْو ُه ِف ْي َما هِب ُ ْم‬
“ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah) yang dipakai oleh
ahli-ahli hadits.

2.2. Sejarah Perkembangan Ulumul Hadits


Apabila kita pelajari dengan seksama suasana dan keadaan-keadaan yang telah dilalui
hadits sejak dari zaman tumbuhnya hingga dewasa ini, dapatlah kita menarik sebuah
garis bahwa hadits Rasul sebagai dasar tasyri’ yang kedua telah melalui enam masa dan
sekarang sedang menempuh periode ketujuh.
Rasulullah SAW., ditengah-tengah masyarakat dan sahabatnya. Mereka dapat bertemu
dan bergaul dengan beliau secara bebas. Tak ada protocol-protokolan yang menghalangi
mereka bergaul dengan beliau. Seluruh perbuatan Rasulullah SAW., demikian juga
ucapannya dan segala tutur kata beliau menjadi tumpuan perhatian para sahabat yang
jauh rumahnya dari masjid, mendatangi majelis-majelis Rasulullah SAW.,
Adapun beberapa sahabat yang banyak menerima pelajaran dari Rasulullah SAW :
a. Yang mula-mula masuk Islam yang dinamai ”as-sabiqunall awwalun”, seperti, para
khulafaurrasyidin dan Abdullah Ibnu Mas’ud.
b. Yang selalu berada disamping Rasulullah dan bersungguh-sungguh menghafalnya,
seperti Abu Hurairah, dan yang mencatat seperti Abdullah ibn Ameer ibn Ash.
c. Yang lama hidupnya sesudah Rasulullah SAW., menerima hadits dari sesame sahabat,
seperti Anas ibn Malik dan Abdullah ibn Abbas.
d. Yang erat perhubungannya dengan Rasulullah SAW., yaitu Aisyah dan Ummu
Salamah.

Para sahabat dalam menerima hadits dari Rasulullah SAW., berpegang kepada
kekuatan hafalannya, yakni menerimanya dengan jalan hafalan bukan dengan jalan
menulis. Mereka mendengar dengan hati-hati apa yang disabdakan Rasulullah SAW.,
lalu tergambarlah lafal atau makna dalam dzihin mereka. Mereka melihat apa yang
Rasulullah kerjakan dan mereka mendengar pula dari orang yang mendengarnya sendiri
dari Rasulullah. Karena tidaklah semua mereka pada setiap waktu dapat menghadiri

9
majelis Rasulullah. Para sahabat menghafal hadits dan menyampaikannya kepada orang
lain secara hafalan pula. Hanya beberapa sahabat saja yang mencatat hadits yang
didengarnya dari Rasulullah.
Sebagian sahabat tersebar keluar jazirah Arab karena ikut serta dalam berjihad
penaklukkan ke daerah Syam, Iraq, Mesir, Persia. Pada daerah taklukka yang baru masuk
Islam, khalifah Umar menekankan agar mengajarkan Al-Qur’an terlebih dahulu kepada
mereka. Khalifah Abu Bakar meminta kesaksian minimal satu orang bilah ada yang
meriwayatkan hadits kepadanya. Khalifah Ali meminta bersumpah orang yang
meriwayatkan hadits. Khalifah Umar melarang sahabat besar keluar dari Madinah dan
melarang memperbanyak meriwayatkan hadits. Setelah khalifah Umar wafat para
sahabat besar keluar kota Madinah dan menyebar ke daerah taklukkan untuk
mengajarkan ajaran Islam.
Para sahabat besar berpencar keluar dari Madinah. Jabir pergi ke Syam untuk
menanyakan hadits kepada Abdullah ibn Unais Al Anshary. Abu Ayyub Al Anshary
pergi ke Mesir menemui sahabat Utbah ibn Amir untuk menanyakan hadits. Pada masa
ini para sahabat besar tidak lagi membatasi diri dalam periwayatan hadits.
Setelah khalifah Ali mati terbunuh, muncullah sekte Syi’ah yang mendukung
khalifah Ali dan keturunannya sementara kelompok jumhur (mayoritas) tetap mengakui
pemerintahan Bani Umayyah. Sejak saat itu mulai bermunculan hadits palsu yang
bertujuan mendukung masing-masing kelompoknya. Kelompok yang paling banyak
membuat hadits palsu adalah Syi’ah Rafidah
Pada waktu Umar bin Abdul Aziz (Khalifah ke-8 Bani Umayyah) yang naik tahta
pada tahun 99 H brkuasa, beliau dikenal sebagai orang yang adil dan wara’, tergeraklah
hatinya utuk membukukan hadits dengan motif ;
a. Beliau khawatir Ilmu Hadits akan hilang karena belum dibukukan dengan baik.
b. Kemauan beliau untuk menyaring hadits palsu yang sudah mulai bertebaran
c. Al-qur’an sudah dibukukan dalam mushaf sehingga tidak ada kekhawatiran lagi
akan tercampur sengan hadits.
d. Peperangan dalam penaklukkan negeri-negeri yang belum Islam dan peperangan
antar sesame kaum Muslimin banyak terjadi, dikhawatirkan ulama hadits
berkurang karena wafat dalam peperangan-peperangan tersebut.

Khalifah Umar menginstruksikan kepada Gubernur Madinah Abu Bakar ibn


Muhammad ibn Amr ibn Hazm untuk mengumpulkan hadits yang ada padanya dan oada
tabi’in wanita Amrah binti Abdurrahman bin Sa’ad bin Zurarah bin Ades, murid
Aisyah.R.A.
Berdasarkan instruksi resmi khalifah itu, Ibnu Hazm meminta bantuan dan
menginstruksikkan kepada Abu Bakar Muhammad ibn Muslim ibn Ubaidillah ibn Syihab
az-Zuhry seorang ulama besar Hijaz san Syam untuk membukukan hadits Rasulullah
SAW. Setelah itu penulisan hadits pun marak dilakukan oleh banyak ulama abad ke-2 H,
yang terkenal diantaranya adalah :

10
1. Al-Muwathta’, karya Imam Malik bin Anas (95-179 H)
2. Al-Masghazy wal Siyar, hadits Sirah Nabawiyah karya Muhammad ibn Ishaq (150H)
3. Al-Mushannaf, karya Sufyan ibn Uyainah (198 H)
4. Al-Musnad, karya Imam Abu Hanifah (150 H)
5. Al-Musnad, karya Imam Syafi’I (204 H)

Pada periode kelima atau masa kosifikasi hadits dari fatwa para sahabat (abad 3 H)

1. Menyaring hadits nabi dari fatwa-fatwa sahabat Nabi.


2. Masih tercampur hadits shahih, dhaif, dan maudhu’.
3. Pada pertengahan abad ketiga barulah disusun kaidah-kaidah penrlitian hadits.
4. Penyaringan hadits shahih oleh imam ahli hadits Ishaq bin Rahawaih (guru Imam
Bukhari)
5. Penyempurnaan kodifikasi ilmu hadits dan kaidah-kaidah penshahihan suatu hadits.
6. Penyusunan kitab shahih bukhori.
7.
Penyusunan enam kitab induk hadits (kutubus sittah), yaitu kitab-kitab hadits yang
diakui oleh jumhur ulama sebagai kitab-kitab hadits yang paling tinggi mutunya,
sebagian masih mengandung hadits dhaif tapia da yang dijelaskan oleh penulisnya dan
dhaifnya pun yang tidak keterlaluan dhaifnya dan para ulama berlomba-lomba
menghafalkan hadits dan mengajarkannya, ke enam kuttubus sittah itu adalah :
1. Shahih Bukhari
2. Shahih Muslim
3. Shahih Abu Daud
4. Shahih an-Nasa’i
5. Shahih at-Tirmidzy
6. Shahih Ibnu Majah

2.3. Tokoh-tokoh Pengembang Ilmu Hadits


a. Abu Hurairah (Abdur Rahman ibn Sakhr ad Dausy at Tamimy)
Beliau lahir tahun 21 sebelum Hijrah (602 M). Abu Hurairah datang ke Madinah
pada tahun Khaibar yakni pada bulan Muharram tahun 7 H, lalu memeluk. Setelah
memeluk agama islam beliau menjadi ketua Jama’ah Ahlus Suffah. Abu Hurairah
meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW., sendiri dan dari para sahabat diantaranya
ialah Abu Bakar, Umar, Al Fadel ibn Abbas ibn Abdul Muththalib, Ubay bin Ka’ab,
Usamah bin Zaid, Aisyah r.a dan sahabat lainnya. Beliau meriwayatkan hadits
sejumlah 5374 hadits.Abu Hurairah juga pernah menjadi gubernur di Madinah dan
pada masa pemerintahan khalifah Umar, beliau diangkat menjadi gubernur di
Bahrain.Beliau meninggal di Madinah pada tahun 59 H (679 M).

b. Abdullah ibn Umar (Abu Abdur Rahman Abdullah ibn Umar ibn al Khaththab al
Quraisy al Adawy)

11
Beliau lahir di Mekkah tahu 10 M (618 M) beliau hijrah ke Madinah beserta ayahnya
dalam usia 10 tahun, beliau meriwayatkan 2630 hadits.

c. Anas bin Malik (Abu Tsumamah Anas ibn Malik ibn Nadler ibn Dlamdlam al
Najjary al Anshary)
Seorang sahabat yang tetap selalu meladeni Rasulullah SAW., selama 10 tahun.
Anas dilahirkan di Madinah pada tahun 10 H (612 M) setelah Rasulullah SAW., tiba
di Madinah ibunda Anas menyerahkan Anas kepada Rasulullah untuk menjadi
khadam Rasulullah. Anas menerima hadits dari Rasulullah sendiri dan dari para
sahabat, beliau meriwayatkan hadits sebanyak 2276 hadits.

d. Aisyah Ash Shiddiqiah (Aisyah binti Abu Bakar ash Shiddieq)


Aisyah r.a. dilahirkan sesudah Nabi diangkat menjadi Rasul, Nabi menikahi Aisyah
r.a. di Mekkah. Aisyah r.a. meriwayatkan 2210 hadits.

e. Abdullah ibn Abbas (Abul Abbas ibn Abdul Muththalib)


Seorang outra dari paman Rasulullah SAW., beliau dilahirkan Mekkah ketika Bani
Hasyim berada di Syi’ib, 3 atau 5 tahun sebelum hijrah. Beliau meriwayatkan 1660
hadits.

f. Jabir ibn Abdillah (Abu Abdillah Jabir ibn Abdullah ibn Amr al Anshary al Khazraji)
Beliau adalah sahabat Rasulullah SAW., yang menjadi mufti di Madinah, beliau ikut
sera dalam 21 peperangan dan meriwayatkan sejumlah 1540 hadits.

g. Abu Sa’id al Khudry (Abu Sa’id Sa’ad ibn Malik ibn Sinan al Khudry al Khazraji al
Anshary).Beliau meriwayatkan sejumlah 1170 hadits.

h. Abdullah ibn Mas’ud (Abdullah ibn Mas;ud ibn Ghafil ibn Habib al Hudzaly)
Seorang sahabat yang pernah bersumpah dengan Bani Zuhrah. Beliau memeluk islam
di awal-awal dan berhijrah dua kali dan turut dalam serta dalam perang Badar dan
peperangan-peperangan selanjutnya dan beliau selalu menyertai Nabi dan menjadi
penjaga sepatu Nabi. Beliau meriwayatkan 848 hadits.

i. Abu Thufail (Amr ibn Wailah ibn Abdullah ibn Amr Jahasy al Kinany al Laitsy)
Beliau menerima sendiri hadits dari Rasul, beliau bersahabat dengan rasul 8 tahun-
tahun hayar Rasul yang terakhir. Beliau merupakan salah seorang ahli syai’ir dari
golongan sahabat.

2.4. Hubungan Ilmu Hadits dengan Hadits

12
Hadits adalah salah satu sumber tasyri‟ dalam Islam. Urgensinya semakin nyata
melalui fungsi-fungsi yang dijalankannya sebagai penjelas dan penfasir Al-Qur‟an,
bahkan sebagai penetap hukum yang independen sebagaimana al- Qur‟an sendiri. Itulah
sebabnya, di kalangan Ahl al-Sunnah, menjadi sangat penting untuk menjaga dan
“mengawal” pewarisan al-Sunnah ini dari generasi ke generasi. Mereka –misalnya-
menetapkan berbagai persyaratan yang ketat agar sebuah hadits dapat diterima (dengan
derajat shahih ataupun hasan). Setelah meneliti dan membuktikan keabsahan sebuah
hadits secara sanad, mereka tidak cukup berhenti hingga di situ. Mereka pun merasa
perlu untuk mengkaji matannya; hingga mereka dapat menyimpulkan dan mendapatkan
hadits sebagai hujjah. Di samping Ahl al-Sunnah –sebagai salah satu kelompok Islam
terbesar-, ternyata Syiah –sebagai salah satu kelompok Syiah terbesar- juga memiliki
perhatian khusus terhadap al-Sunnah. Namun mereka memiliki jalur sanad dan sumber
khusus dalam menerima al-Sunnah yang berbeda dengan sanad dan sumber Ahl al-
Sunnah. Oleh karena itu, menjadi menarik untuk mengetahui lebih jauh tentang
perbandingan hadits, ilmu hadits dan metodologi antara Ahl Sunnah dan Syiah dalam
melakukan kritik hadits. Dan secara singkat akan dibahas dalam tulisan ini.

13
BAB III
PENUTUP

1.1. Kesimpulan
Ilmu hadits adalah ilmu yang mempelajari seputar hadits mulai dari perawi, sanad,
matan, dhaif atau maudhu. Terbentuknya buku-buku hadits yang dapat dinikmati sekrang ini
tidak terlepas dari perjuangan para sahabat-sahabat dan tabi’in dalam mengumpulkan dan
menyaring hadits-hadits yang asli dan palsu.

1.2. Saran
Pembuatan makalah ini masih bersifat sangat sederhana dan simple. Serta dalam
penyusunan makalah ini masih memerlukan kritikan dan saran bagi pembahasan materi
tersebut.

14
DAFTAR PUSTAKA
Ash  Shiddieqy,  T.M.  Hasbi,,  1988,  Sejarah  dan  Pengantar  Ilmu  Hadits,          
Jakarta : Bulan Bintang.

Mudasir, tt., Ilmu Hadits, Jakarta : Pustaka Setia.    Rohman, Fatchur, 1981, Ikhtisar
Musthalahul Hadits, Bandung : Al-MA arif.

Soetari,  Endang,  2000,  Ilmu  Hadits,  Kajian  Riwayah  &  Dirayah,  Bandung  :
Amal Bakti Press.

Suparta, Munzier, 2001, Ilmu Hadits, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

15

Anda mungkin juga menyukai