Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENGERTIAN ULUMUL HADIS DAN SEJARAH PERKEMBANGAN PADA MASA

KLASIK HINGGA MODERN

Disusun guna memenuhi mata kuliah Ulumul Hadis

Dosen Pengampu : Andi Lukmanul Qosim, LC., M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 5 :

1. Nita Dewi Yuliyani 33030180008


2. Dini Eka Putri 33030180028
3. Fadil Fahridho 33030180123

HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
TAHUN 2019

0
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah robbil ‘alamin, sholawat dan salam kami panjatkan kepada rasulullah saw,
muhammad dan keluarganya serta umat yang mengikuti risalahnya hingga hari kiamat.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada orang tua, sahabat serta semua yang
mendukung dan membantu terealisasikan tulisan ini. Demikian juga kepada dosen kami, Bapak
Andi Lukmanul Qosim, LC., M.Pd. yang senantiasa mendoakan dan membimbing kami.

Adapun tujuan tulisan makalah ini, pertama untuk memenuhi tugasUlumul Hadis yang
kedua untuk mencoba memahami yang kami ketahui tentang Pengertian Ulumul Hadis dan
Sejarah Perkembangan Pada Masa Klasik Hingga Modern.Mungkin tulisan ini nantinya banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami mohon saran dan kritik yang nantinya
dapat kami gunakan sebagai acuan untuk lebih baik lagi dalam mengerjakan tugas-tugas yang
akan datang.

Kami berdoa dan berharap semoga tulisan ini nantinya dapat bermanfaat bagi pribadi
penulis khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya.Akhirnya, jazakumullah ahsanal jaza.

Salatiga, 15 Oktober 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

Cover
KataPengantar ..................................................................................................................... ii
DaftarIsi ............................................................................................................................... iii

BABIPENDAHULUAN ................................................................................................... 3

LatarBelakang .............................................................................................................. 3

RumusanMasalah ......................................................................................................... 4

Tujuan............................................................................................................................ 4

BABIIPEMBAHASAN ..................................................................................................... 5

Pengertian UlumulHadist ........................................................................................... 5


Sejarahperkembangan ilmu hadits .............................................................. 9

BABIIIPENUTUP.............................................................................................................. 14

Kesimpulan ......................................................................................................................... 14
DaftarPustaka....................................................................................................... 16

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan Hadis diharapkan dapat


mengetahui sikap dan tindakan umat islam terhadap Hadis serta usaha pembinaan dan
pemeliharaan pada setiap periode Hadis hinggap ada akhirnya muncul kitab-kitab hasil
pembukuan secara sempurna yang dalam islam dikenal dengan istilah tadwin. Studi tentang
keberadaan Hadis ini selalu semakin menarik untuk dikaji seiring dengan perkembangan analisis
dan nalar berpikir manusia.

Studi Hadis tidak hanya dilakukan oleh kalangan muslim melainkan juga dilakukan oleh
kalangan orientalis. Bahkan, kajian studi Hadis dalam dunia Islam semakin menguat
dilatarbelakangi oleh upaya umat Islam untuk membantah terhadap pendapat kalangan orientalis
tentang ketidakaslian Hadis. Goldziher misalnya, dia meragukan sebagian besar orisinilitas Hadis
yang bahkan diriwayatkan oleh ulama besar seperti Imam Bukhori hal ini dikarenakan jarak
semenjak wafatnya Nabi Muhammad SAW dengan masa upaya pembukuan Hadis sangat jauh,
menurutnya sangat sulit menjaga orisinilitas Hadis tersebut.

Oleh karena itu, mengkaji sejarah berarti melakukan upaya mengungkap fakta-fakta yang
sebenarnya sehingga sulit untuk ditolak keberadaannya. Perjalanan Hadis pada setiap periode
mengalami berbagai persoalan dan hambatan yang dihadapi, antara satu periode dengan periode
lainnya tidak sama, maka pengungkapan sejarah persoalannya perlu diajukan ciri-ciri khusus dari
persoalan tersebut.

Diantara ulama tidak sependapat dalam penyusunan periodesasi pertumbuhan dan


perkembangan Hadis. Ada yang membaginya menjadi tiga periode yaitu masa Rasulullah, masa
sahabat, dan masa tabi’in. Begitu pula ada yang membaginya menjadi dua periode yaitu masa pra
kodifikasi atau masa klasik dan masa kodifikasi atau modern.Bahkan ada yang membaginya
dengan spesifikasi yang lebih jelas.

3
Terlepas dari itu kami akan mengemukakan sejarah perkembangan Hadis pada masa pra
kodifikasi dan perkembangan Hadis pada masa kodifikasi.

A. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Ulumul Hadis ?
2. Bagaimana perkembangan sejarah pada masa klasik hingga modern ?

B. TUJUAN
1. Mengetahui arti Ulumul hadits
2. Memahami perkembangan ilmu Ulumul hadits

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ulumul Hadits

4
Ilmu hadis (‘Ulum Al-Hadits), secara kebahasan berarti ilmu-ilmu tentang
hadis.Kata ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm (ilmu).1
Secara etimologis, seperti yang diungkapkan oleh As-Suyuthi, ilmu hadis adalah
ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadis sampai kepada
Rasul SAW.dari segi hal ikhwal para rawinya, yang menyangkut ke-dhabit-an dan dari
bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan pengetahuan tentang hadis, ada ulama yang
menggunakan bentuk ‘ulum al-hadits, seperti Ibnu Salah (w. 642 H/1246 M) dalam
kitabnya ‘Ulum Al-Hadits, dan ada juga yang menggunakan bentuk ‘ilm al-hadis, seperti
Jalauliddin As-Suyuthi dalam mukadimah kitab hadisnya, Tadrib Ar-Rawi. Penggunaan
bentuk jamak disebabkan ilmu tersebut tersangkut paut dengan hadis Nabi SAW. yang
banyak macam dan cabangnya. Hakim An-Naisaburi (321 H/933 M-405 H/1014 M)
misalnya, dalam kitabnya Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits mengemukakan 52 macam ilmu
hadits. Muhammad bin Nasir Al-Hazimi, ahli hadis klasik, mengatakan bahwa jumlah
ilmu hadis mencapai lebih dari 100 macam yang masing-masing mempunyai objek kajian
khusus sehingga bisa dianggap sebagai suatu ilmu tersendiri.
Secara garis besar, ulama hadis mengelompokkan ilmu hadis tersebut ke dalam
dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah,2
1. Hadits Riwayah
Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita.Ilmu hadits riwayah riwayah,
secara bahasa berarti ilmu hadis yang berupa periwayatan. Para ulama
berbeda-beda dalam mendefinisikan ilmu hadits riwayah, namun yang paling
terkenal di antara definisi-definisi tersebut adalah definisi Ibnu Al-Akhfani
yaitu, ilmu hadis riwayah adalah ilmu yang membahas ucapan-ucapan dan
perbuatan-perbuatan Nabi SAW, periwayatannya, pencatatannya, dan
penelitian lafazh-lafazhnya.
Objek kajian ilmu hadis riwayah adalah segala sesuatu yang dinisbatkan
kepada Nabi SAW, sahabat dan tabiin yang meliputi :

1
Nurudin ‘Itr, Manhaj An-Naqd fi ‘Ulum Al-Hadits, Terj.Mujio, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994, hlm. 13
2 M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 2015, hlm. 106

5
a. Cara periwayatannya, yakni cara penerimaan dan penyampaian hadis dari
seorang periwayat (rawi) kepada periwayat lain.
b. Cara pemeliharaan, yakni penghapalan, penulisan, dan pembukuan hadis,
Ilmu ini tidak membicarakan hadis dari sudut kualitasnya, seperti tentang
‘adalah (ke-‘adil-an) sanad, syadz (kejanggalan), dan ‘illat (kecacatan)
matan.

Ilmu hadis riwayah bertujuan memelihara hadis Nabi SAW. dari kesalahan
dalam proses periwayatan atau dalam penulisan dan pembukuannya. Lebih
lanjut, ilmu ini juga bertujuan agar umat Islam menjadikan Nabi SAW.sebagai
suri teladan melalui pemahaman terhadap riwayat yang berasal darinya dan
mengamalkannya 3

Ulama yang terkenal dan dipandang sebagai pelopor ilmu hadis riwayah
adalah Abu Bakar Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (51-124 H), seorang
imam dan ulama besar di Hedzjaz (Hijaz) dan Syam (Suriah). Dalam sejarah
perkembangan hadis, Az-Zuhri tercatat sebagai ulama pertama yang
menghimpun hadis Nabi SAW.atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz
atau Khalifah Umar II (memerintah 99 H/717 M-102 H /720 M).

Ilmu hadis riwayah ini sudah ada sejak periode Rasulullah SAW,
bersamaan dengan dimulainya periwayatan hadis itu sendiri.Sebagaimana
diketahui, para sahabat menaruh perhatian tinggi terhadap hadis Nabi
Muhammad SAW. Mereka berupaya mendapatkannya dengan menghadiri
majelis Rasulullah SAW. dan mendengar serta menyimak pesan nasihat yang
disampaikan Nabi Muhammad SAW.

Mereka juga memerhatikan dengan seksama apa yang dilakukan


Rasulullah SAW, baik dalam beribadah maupun aktivitas sosial, serta akhlak
Nabi SAW sehari-hari. Semua itu mereka pahami dengan baik dan mereka
pelihara melalui hapalan mereka. Selanjutnya, mereka menyampaikannya
dengan sangat hati-hati kepada sahabat lain atau tabiin. Para tabiin pun

3
Ibid., hlm. 107.

6
melakukan hal yang sama, memahami hadis, memeliharanya dan
menyampaikannya kepada tabiin lain atau tabiat-tabiin (generasi sesudah
tabiin).

Demikianlah, periwayatan dan pemeliharaan hadis Nabi


SAW.berlangsung hingga usaha penghimpunan yang dipelopori oleh Az-
Zuhri. Usaha penghimpunan, penyeleksian, penulisan dan pembukuan hadis
secara besar-besaran dilakukan oleh ulama hadis pada abad ke 3 H, seperti
Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi, dan
ulama-ulama hadis lainnya melalui kitab hadis masing-masing.4

2. Ilmu Hadis Dirayah


Istilah ilmu hadis dirayah, menurut As-Suyuthi, muncul setelah masa Al-
Khatib Al-Baghdadi, yaitu pada masa Al-Akhfani. Ilmu ini dikenal juga
dengan sebutan ilmu ushul al-hadits, ‘ulum al-hadits, mushthalah al-hadits,
dan qawa’id al-tahdits.
Definisi yang paling baik, seperti yang diungkapkan oleh ‘Izzudin bin
Jama’ah yaitu, ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya
dapat diketahui keadaan sanad dan matan.
Dari pengertian tersebut, kita bisa mengetahui bahwa ilmu hadis dirayah
adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal
sanad, matan, cara menerima dan menyampaikan hadis, sifat rawi dan lain-
lain.
Sasaran dan kajian ilmu hadis dirayah adalah sanad dan matan dengan
segala persoalan yang terkandung di dalamnya yang turut memengaruhi
kualitas hadis tersebut.Kajian terhadap masalah-masalah yang bersangkutan
dengan sanad disebut naqd an-sanad (kritik sanad) atau kritik ekstern.Disebut
demikian karena yang dibahas ilmu itu adalah akurasi (kebenaran) jalur
periwayatan, mulai sahabat sampai kepada periwayat terakhir yang menulis
dan membukukan hadis tersebut.

4
Ibid.,hlm. 108.

7
Tujuan dan faedah ilmu hadis dirayah adalah :

 Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadis dan ilmu hadis dari masa ke masa
sejak masa Rasulullah SAW sampai masa sekarang.
 Mengetahui tokoh-tokoh dan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam mengumpulkan,
memelihara, dan meriwayatkan hadis.
 Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan
hadis lebih lanjut.
 Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadissebagai pedoman dalam
menetapkan suatu hukum syara’.5

Dengan mengetahui ilmu hadis dirayah, kita bisa mengetahui dan menetapkan maqbul
(diterima) dan mardad (ditolaknya) suatu hadis.Karena dalam perkembangannya hadis Nabi
SAW telah dikacaukan dengan munculnya hadis-hadis palsu yang tidak saja dilakukan oleh
musuh-musuh Islam, tetapi juga oleh umat Islam sendiri dengan motif kepentingan pribadi,
kelompok, atau golongan.Oleh karena itu, ilmu hadis dirayah ini mempunyai arti penting dalam
usaha pemeliharaan hadis Nabi SAW.Dengan hadis ilmu dirayah, kita dapat meneliti hadis mana
yang dapat dipercaya berasal dari Rasulullah SAW, yang sahih, dhaif, dan maudhu’ (palsu).

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Hadis


Dalam tataran praktiknya, ilmu hadis sudah ada sejak periode awal Islam atau
sejak periode Rasulullah SAW paling tidak, dalam arti dasar-dasarnya.Ilmu ini muncul
bersamaan dengan mulainya periwayatan hadis yang disertai dengan tingginya perhatian
dan selektivitas sahabat dalam menerima riwayat yang sampai kepada mereka. Berawal
dengan cara yang sangat sederhana, ilmu ini berkembang sedemikian rupa seiring dengan
berkembangnya masalah yang dihadapi. Pada akhirnya, ilmu ini melahirkan berbagai
cabang ilmu dengan metodologi pembahasan yang cukup rumit.6
Pada periode Rasulullah SAW kritik atau penelitian terhadap suatu riwayat
(hadis) yang menjadi cikal bakal ilmu hadis terutama ilmu hadis dirayah dilakukan
dengan cara yang sederhana sekali. Apabila seorang sahabat ragu-ragu menerima suatu
riwayat dari sahabat lainnya, ia segera menemui Rasulullah SAW. atau sahabat lain yang

5 Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996, hlm. 78
6
M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 2015, hlm. 123

8
dapat dipercaya untuk mengkonfirmasikannya. Setelah itu, barulah ia menerima dan
mengamalkan hadis tersebut.
Pada periode sahabat, penelitian hadis yang menyangkut sanad maupun matan
hadis semakin menampakkan wujudnya.Abu Bakar Ash-Shiddiq (573-634 H; khalifah
pertama dari Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun atau Empat Khalifah Besar), misalnya tidak mau
menerima hadis yang disampaikan oleh seseorang, kecuali yang bersangkutan mampu
mendatangkan saksi untuk memastikan kebenaran riwayat yang disampaikannya.
Demikian pula, Umar bin Al-Khathab (581-644 H ; khalifah kedua dari Al-
Khulafa ‘Ar-Rasyidun). Bahkan, Umar mengancam akan memberi sanksi terhadap siapa
saja yang meriwayatkan hadis jika tidak mendatangkan saksi. Ali bin Abi Thalib (603-
661; khalifah terakhir dari Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun) menetapkan persyaratan sendiri. Ia
tidak mau menerima sendiri suatu hadis yang disampaikan oleh seseorang, kecuali orang
yang menyampaikannya bersedia diambil sumpah atas kebenaran riwayat tersebut.
Meskipun demikian, ia tidak menuntut persyaratan tersebut terhadap sahabat-sahabat
yang paling dipercaya kejujuran dan kebenarannya, seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Semua yang dilakukan mereka bertujuan memelihara kemurnian hadis-hadis
Rasulullah SAW. Di antara sahabat yang terkenal selektif dan tak segan-segan
membicarakan kepribadian sahabat lain dalam kedudukannya sebagai periwayat hadis
adalah Anas bin Malik (w. 95 H), Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas), dan Ubaidah bin
Ash-Tsamit.
Prinsip dasar penelitian sanad yang terkandung dalam kebijaksanaan yang
dicontohkan oleh para sahabat diikuti dan dikembangkan pula oleh para tabiin. Di antara
tokoh tabiin yang terkenal dalam bidang ini adalah Sa’id bin Musayyab (15-94 H), Al-
Hasan Al Bashri (21-110 H), Amin bin Syurahbil Asy-Sya’bi (17-104 H), dan
Muhammad bin Sirin (w. 110 H).
Kritik matan juga tampak jelas pada periode sahabat. ‘Aisyah binti Abu Bakar
r.a., misalnya pernah mengkritik hadis dari Abu Hurairah (w. 57 H) dengan matan,
“Innal-mayyita yu’azzabu bi buka’i ahlihi’alaihi” (Sesungguhnya mayat diazab
disebabkan ratapan keluarganya). Aisyah mengatakan bahwa periwayat telah salah dalam
menyampaikan hadis tersebut sambil menjelaskan matan yang sesungguhnya.Suatu

9
ketika, Rasulullah SAW melewati sebuah kuburan orang Yahudi dan beliau melihat
keluarga si mayat sedang meratap di atasnya.
Melihat hal tersebut, Rasulullah SAW bersabda, “Mereka sedang meratapi si
mayat, sementara si mayat sendiri sedang diazab dalam kuburnya.” Lebih lanjut Aisyah
berkata, “Cukuplah Al-Qur’an sebagai bukti ketidakbenaran matan hadis yang datang
dari Abu Hurairah karena maknanya bertentangan dengan Al-Qur’an,” Ia mengutip Surat
Al-An’am {6} ayat 16 yang artinya, “… dan seorang yang berdosa tidak akan memikul
dosa orang lain…)
Sejumlah sahabat lainnya juga melakukan hal yang sama seperti Umar bin Al-
Khaththab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud (Ibnu Mas’ud), dan Abdullah bin
Abbas. Pada periode tabiin, penelitian dan kritik matan semakin berkembang seiring
dengan berkembangnya masalah-masalah matan yang mereka hadapi.Demikian pula di
kalangan ulama-ulama hadis selanjutnya.
Pada akhir abad ke-2 H, barulah penelitian atau pengkritikan hadis mengambil
bentuk sebagai ilmu hadis teoretis, di samping bentuk praktis seperti dijelaskan di
atas.Imam Asy-Syafi’I adalah ulama pertama yang mewariskan teori-teori ilmu hadisnya
secara tertulis sebagaimana terdapat dalam karya monumentalnya Ar-Risalah (kisah
ushul fiqh) dan Al-‘umm (kitab fiqh).Hanya saja, teori ilmu hadisnya tidak terhimpun
dalam satu kitab khusus, melainkan tersebar dalam pembahasan dua kitab tersebut.
Dalam catatan perkembangan sejarah perkembangan hadis, diketahui bahwa
ulama yang pertama kali berhasil menyusun ilmu hadis dalam suatu disiplin ilmu lengkap
adalah Al-Qadi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abd. Ar-Rahman bin Khalad Ar-
Ramahumuzi (265-360 H) dalam kitabnya, Al-Muhaddits Al-Fashil bain Ar-Rawi wa Al-
Wa’i. Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani, kitab ini belum membahas masalah-masalah hadis
secara lengkap. Meskipun demikian, menurutnya lebih lanjut, kitab ini sampai pada
masanya merupakan kitab terlengkap, yang kemudian dikembangkan oleh para ulama
berikutnya.
Kemudian, muncul Al-Hakim Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah An-
Naisaburi (w. 405 H/1014 M) dengan sebuah kitab yang lebih sistematis, Ma’rifah ‘Ulum
Al-Hadits.Pada kitab ini dibahas sebanyak 52 macam pembahasan.Namun, seperti karya

10
Ar-Ramarhumuzi, karya Al-Hakim ini juga belum sempurna dan kurang sistematis
dibanding dengan kitab-kitab karya ulama berikutnya.
Kemudian, Abu Nu’aim Ahmad bin Abdillah Ash-Ashafani (w.430 H/1038 M),
muhaddits (ahli hadis) dari Astalun (Persia), berusaha melengkapi kekurangan tersebut
melalui kitabnya, Al-Mustakhraj ‘Ala Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits. Dalam kitab ini, ia
mengemukakan kaidah-kaidah temuannya yang tidak terdapat dalam kitab Ma’rifah
‘Ulum Al-Hadits karya Al-Hakim.
Setelah itu, muncul Abu Bakr Ahmad Al-Khatib Al-Baghdadi (392 H/1002 M-
462 H/1071 M) yang menulis dua kitab ilmu hadis, yakni Al-Kifayah fi Qawanin Ar-
Riwayah dan Al-Jami’ li Adab Asy-Syeikh wa As-Sami’. Selain itu, Al-Baghdadi juga
menulis sejumlah kitab dalam berbagai cabang imu hadis. Menurut Al-Hafiz Abu Bakar
bin Nuqthah, ulama hadis kontemporer dari Mesir yang menulis ilmu hadis setelah Al-
Baghdadi pada dasarnya berutang budi kepada karya-karya yang ditinggalkannya.
Selang beberapa waktu, menyusul Al-Qadhi ‘Iyadh bin Musa Al-Yashibi (w. 544
H) dengan kitabnya Al-Ilma fi Dabath Ar-Riwayah wa Taqyid Al-Asma’. Berikutnya
adalah Abu Hafsh Umar bin Abd. Majid Al-Mayanji (w. 580 H) dengan kitab Ma La
Yasi’u Al-Muhaddits Jahluh.Berikutnya adalah Abu Amr ‘Usman bin Shalah atau Ibnu
Shalah (ahli hadis w. 642 H/1246 M) dengan kitabnya, ‘Ulum Al-Hadits yang dikenal
dengan Muqaddimah ibn Ash-Shalah.Kitab ini mendapat perhatian banyak ulama
sehingga banyak pula yang menulis syarah (ulasan)-nya.
Kitab lainnya yang cukup terkenal di antaranya Tadrib Ar-Rawi oleh Jalaluddin
As-Suyuthi, Taudih Al-Afkar oleh Muhammad bin Isma’il Al-Kahlani As-San’ani (1009
H/1688 M-1182 H/1772 M), dan Qawa’id At-Tahdis karya Muhammad Jamaluddin bin
Muhammad bin Sa’id bin Qasim Al-Qasimi (1283-1332 H).
Di samping kitab ulumul hadis yang bersifat umum, dalam perkembangan
selanjutnya muncul pula kitab ulumul hadis yang bersifat khusus, yakni kitab kitab yang
membahas satu cabang ilmu hadis tertentu dengan pembahasan yang lebih luas dan
mendalam.

11
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadanya dijelaskannya melalui perkataan, perbuatan,
dan pengakuan atau penetepan Rasulullah SAW. Sehingga apa yang disampaikan oleh para
sahabat dari apa yang mereka dengar, lihat, dan saksikan merupakan pedoman. Rasullah
adalah satu-satunya contoh bagi para sahabat, karena Rasulullah memiliki sifat
kesempurnaan dan keutamaan yang berbeda dengan manusia lainnya.
Nabi wafat pada tahun 11 H, kepada umatnya beliau meninggalkan dua pegangan sebagai
dasar pedoman hidupnya, yaitu al-Qur’an dan Hadits yang harus dipegangi bagi pengaturan
seluruh aspek kehidupan umat. Setelah Nabi saw wafat, kendali kepemimpinan umat Islam

12
berada ditangan shahabat Nabi. Shahabat Nabi yang pertama menerima kepemimpinan itu
adalah Abu Bakar as-Shiddiq (wafat13H/634M) kemudian disusul oleh Umar bin Khatthab
(wafat23H/644M), Utsman bin Affan (wafat35H/656M), dan Alibin Abi Thalib
(wafat40H/661M). keempat khalifah ini dalam sejarah dikenal dengan sebutan al-khulafaal-
Rasyidin dan periodenya biasa disebut juga dengan zaman sahabat besar.
Sebagaimana para sahabat para tabiin juga cukup berhati-hati dalam periwayatan hadis.
Hanya saja pada masa ini tidak terlalu berat seperti pada masa sahabat. Pada masa ini Al-
Qur’an sudah terkumpul dalam satu mushaf dan sudah tidak menghawatirkan lagi. Selain
itu, pada akhir masa Al-KhulafaAl-Rasyidun para sahabat ahli hadis telah menyebar
kebeberapa wilayah sehingga mempermudah tabi’in untuk mempelajari hadis.
Pada masa ini terjadi kodifikasi hadis yang dimulai pada masa Umar bin Abd Aziz yang
mengintrupikan pada Muhammad bin syihab Al-zuhri karena dia dinilai paling mampu
dalam hadis. Sehingga pada masa lahir kodifikasi hadis secara resmi.
Hadis Pada Masa Awal Sampai Akhir Abad III H
Masa kodifikasi dilanjutkan dengan masa seleksi hadis yaitu upaya mudawwin
hadis menyeleksi hadis secara ketat. Masa ini dimulai ketika pemerintahan dipegang
oleh dinasti bani‘ Abbasiyah khususnya pada masa Al-Makmun.
Hadis Pada Abad IV Sampai PertengahanAbad VII
Masa seleksi dilanjutkan pengembangan dan penyempurnaan sistem penyusunan
kitab-kitab hadis. Masa ini disebut dengan masa pemeliharaan, penerbitan, penambahan,
dan penghimpunan. Maka muncul kitab Al-Muwat tha’karyaimam Malik Ibn Anas.
Hadis Pada Masa Pertengahan Abad VII Sampai Sekarang
Masa ini disebut dengan masa pensyarahan, penghimpunan, pentakhrijan, dan
pembahasan. Pada masa ini ulama berupa ya mensyarahi kitab hadis yang sudah ada.

13
DAFTAR PUSTAKA

Nuruddin ‘Itr. 1994. Manhaj An-Naqd fi ‘Ulum Al-Hadits.Terj. Mujio, Bandung: Remaja Rosda
Karya.

Solahudin, M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi. 2015. Ulumul Hadis. Bandung: CV Pustaka
Setia.

Ranuwijaya, Utang. 1996. Ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama.

14

Anda mungkin juga menyukai