Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

HADIS DI-ERA KHULAFAUR RASYIDIN


UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PENGANTAR STUDI ISLAM
DOSEN PENGAMPU : Dr. Malik Ibrahim, M.Ag.

DISUSUN OLEH :
1. Armila Hera Nur Aisyah (22106020008)
2. Mukti Astri Yani (22106020009)

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji syukur atas kehadirat Alloh Swt. Yang telah
memberikan berkah, rahmat dan hidayahnya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tema “Pendekatan Dalam Studi Hadis dan
Ulumul Hadis” dan dengan mengangkat judul “HADIS DI-ERA KHULAFAUR
RASYIDIN”. Sholawat serta salam kita curahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW. Yang telah menuntun kita dari zaman jahiliah menuju jalan
yang terang benderang ini.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar studi
islam. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai
syariat islam dan pedomannya bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Dengan selesainya makalah ini, kami mengucapkan terimakasih banyak


kepada para pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penulisan
makalah. Khususnya kepada bapak Dr. Malik Ibrahim, M.Ag. dan untuk para
teman-teman Prodi Fisika. Besar harapan kami makalah ini dapat menjadi
referensi bagi para pembaca. Kesempurnaan hanya milik Alloh Swt. Kami mohon
maaf bila ada kekurangan dalam penulisan makalah ini, segala bentuk kritik dan
saran kami terima agar dapat menyempurnaan materi ini.

Yogyakarta, 10 Maret 2023

Penyusun,

ii
ABSTRAK
Identifikasi studi hadis dan ulumul hadis era khulafaur rasyidin bertujuan
untuk menjadikan referensi-referensi bagi para pembaca dengan melalui
pendekatan studi hadis dan ulumul hadis, serta dengan menggunakan metode
literasi terkait materi yang berkesinambungan. Hadis yang merupakan sumber
ajaran islam kedua setelah al-Qur’an berfungsi untuk menjelaskan dan
menguatkan hukum-hukum al-Qur’an yang memiliki nilai plus. Seperti dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muawatta’ malik sebagai poin penting
bahwa dalam ajaran islam dengan sumber ajaran hadis diharuskan sesuai dengan
yang ada dalam al-Qur’an.
Ilmu hadis merupakan ilmu yang mempelajari dan membahas tentang
semua yang disandarkan kepada rasulallah SAW. baik berupa perkataan,
perbuatan, ketetapan maupun lainnya. Perkembangan hadis ini melalui tujuh
periode. Dimana pada makalah ini,merupakan periode kedua yaitu pada era
khulafaur rasyidin dengan empat tokoh sahabat nabi yng melalui perjalanan
panjang dan dengan situasi yang berbeda-beda.
Urgensi serta kontibusi hadis era khulafaur rasyidin ini secara tidak
langsung yaitu dapat mengetahui perkembangan hadis dari masa kemasa. Dan dari
masyarakat sendiri mendapatkan manfaaat serta faedahnya. Era khulafaur
rasydidin ini karya monumental sebuah hadis belum terbentuk. Karena, pada masa
ini proses pembukuan hadis serta al-Qur’an terjadi dalam satu waktu sehingga
fokus dalam proses pembukuan ini belum stabil. Karakteristik periode satu hingga
tujuh ini bermacam-macam. Yang dimulai dari periode Nabi Muhammda SAW.
hingga periode setelah tabi’ al tabi’in.
Kata kunci : hadis, periode, urgensi dan kontibusi, khulafaur rasyidin

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

ABSTRAK...............................................................................................................iii

DAFTAR ISI........................................................................................................... iv

BAB I........................................................................................................................1

PENDAHULUAN................................................................................................... 1

1.1Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 6

1.3 Tujuan...............................................................................................................7

BAB II......................................................................................................................8

PEMBAHASAN...................................................................................................... 8

2.1 PENGERTIAN HADIS DAN SAHABAT...................................................... 9

2.2 PERKEMBANGAN HADIS ERA KHULAFAUR RASYIDIN..................10

2.3 KARAKTERISTIK HADIS SEMUA PERIODE.........................................18

BAB III.................................................................................................................... 20

PENUTUP.............................................................................................................. 20

DAFTARPUSTAKA...............................................................................................21

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al–qur’an sebagai sumber ajaran islam yang pertama, menyajikan suatu


masalah secara umum dan bersifat global, karena ajaran ini bermaksud untuk dapat
digunakan oleh semua orang dimaksudkan untuk bisa berlaku di semua tempat dan di
setiap masa. Penyajian yang singkat dan global itu mengakibatkan perlunya kepada
penjelasan Nabi untuk memahaminya. Penjelasan itu diberikan oleh Nabi dengan hadis
hadis beliau.

Hadis yang merupakan sumber hukum Islam yang kedua selain berfungsi
menjelaskan Alquran, juga berfungsi menguatkan hukum-hukum Alquran dan
dimaksudkan untuk bisa berlaku di semua tempat dan di setiap masa. Penyajian yang
singkat dan global itu mengakibatkan perlunya kepada penjelasan Nabi untuk
memahaminya. Penjelasan itu diberikan oleh Nabi dengan hadis-hadis beliau., juga
berfungsi menguatkan hukum-hukum Alquran dan berfungsi menetapkan hukum-
hukum yang tidak didapati dalam Alquran. Penjelasan hadis dapat berupa menerangkan
yang global, mengaitkan yang mutlak, menjelaskan yang rumit, mengkhususkan yang
umum, dan memaparkan yang ringkas dari ayat-ayat Alquran. Dalam surat al-Nahl ayat
44 Allah SWT berfirman yang Artinya:
“Dan Kami turunkan kepada engkau peringatan (Alquran), supaya engkau
menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka, mudah-mudahan
mereka memikirkannya”.
Hadis ini sendiri memiliki sejarah perkembangannya, baik perkembangan
riwayat-riwayat maupun pembukuan dari ilmu hadis ini sendiri. Seperti dalam hadis
shalih, hadis hasan, dan hadis dhaif. Dari ketiga jenis ini, masing-masing memiliki

5
ketentuan syarat yang berbeda. Ketentuan syarat dari beberapa jenis hadis ini berkaitan
dengan pensanad, perowi serta matan dari hadis dan kandungan dari hadis tersebut.
Perowi, sanad dan matan ini sangat mempengaruhi terhadap permasalahan
mengenai hadis, karena ketiga hal ini merupakan unsur penting dalam hadis. Unsur-
unsur tersebut yang nantinya akan memberikan informasi mengenai hadis dari nabi
muhammad SAW. Dimana yang terdiri dari sahabat, tabi' in, tabi'it, tabi'ihim dan
sebagainya. Ilmu yang mencakup semua hal mengenai hadis ini juga dapat digunakan
sebagai pegangan bagi umat muslim setelah al-Qur'an. Misalnya untuk dapat
membedakan perkara yang hak dan yang bathil. .
Dari masa ke masa ilmu hadis mengalami perkembangan dan telah dikaji dengan
berbagai macam metode dan pendekatan. Seperti pada masa Ali bin Abi Thalib
menerima hadis dengan menggunakan metode istihlaf (sumpah).1
Hadis yang pada mulanya berbentuk “sunnah Nabi mulai dikaji secara massif
pada awal abad ke-2 hijriah, dan mencapai puncaknya pada abad ke-3 hijriah. Hal ini
terjadi setelah ada instruksi resmi dari Khalifah kedelapan Dinasti Bani Umayyah, yaitu
‘Umar bin ‘Abdul ‘Azīz (w. 101 H), kepada beberapa pejabat negara dan ulama-ulama
hadis setempat. Selain melakukan kodifikasi (tadwīn) hadis, ulama-ulama terdahulu
juga menulis literatur-literatur yang terkait dengan ilmu-ilmu hadis.2
Alasan dalam ilmu hadis ini menjadi salah satu pedoman yaitu karena selain
berpedoman kepada al-qur’an, semua umat islam juga dapat berpedoman pada ilmu
hadis. Sebagai pendukung dari pengembangan-pengembangan ilmu yang lain. Serta
sebagai sabda sunnah dari Nabi Muhammad SAW.
Urgensi dari mempelajari ilmu hadis ini, kita dapat mengetahui perkembangan
hadis dan ilmu hadis dari masa ke masa. Selain itu, kita juga dapat mengetahui rekam
jejak ulama terdahulu dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadis-
hadis dari Nabi Muhammad SAW.

1
Aisyatur rasyidah,dkk,(jurnal:pemikiran islam vollume,22,no,22:periodisasi hadis dari
masa ke masa(analisis peran sahabat dalam transmisi hadis nabi SAW,2021), pukul 23.50
2
Muhammad anshori,(jurnal:UIN Sunan Kalijaga,irvani v212312, 2021) pukul 23.54

6
Mata kuliah ini bertujuan agar mahasiswa mampu memahami pengantar ilmu
hadis serta perkembangan, karakteristik, dan unsur-unsur dalam kaitannya mengenai era
khulafaur rasyidin, manfaat dan kegunaannya, serta mampu mengimplementasikannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui pendekatan-pendekatan dengan objek ilmu hadis (ulumul hadis) ini,
penjabaran dari referensi-referensi terkait dengan ilmu hadis serta perkembangan-
perkembangan yang lain akan dituangkan dalam makalah ini dengan judul “HADIS
DI-ERA KHULAFAUR RASYIDIN”.

1.2 Rumusan masalah


Adapun dari pendekatan ulumul hadis ini memiliki beberapa rumusan masalah yang
dapat diangkat pada makalah ini yaitu meliputi :
1. Apa pengertian dari hadis dan khulafaur rasyidin(sahabat Nabi)?
2. Bagaimana sejarah perkembangan hadis pada era khulafaur rasyidin ?
3. Bagaimana karakteristik dari hadis era khulafaur rasyidin ?

1.3 Tujuan
Dalam mempelajari ulumul hadis ini, kita mengetahui apa saja tujuan yang dapat
dicapai yaitu meliputi :
1. Mengetahui pengertian dari hadis dan khulafaur rasyidin.
2. Mengetahui dan mempelajari bagaimana perkembangangan hadis era
khulafaur rasyidin.
3. Dapat mengetahui bagaimana karakteristik dari hadis

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hadis Dan Sahabat


Hadis merupakan peninggalan dari Rasulullah SAW. Yang memiliki nilai plus,
pernyataan ini disebutkan berdasarkan hadis yag diriwayatkan oleh Muwatta’ Malik
yang artinya “Sesungguhnya rasulullah SAW. bersabda : Saya meninggalkan kalian
dua hal, yang dijadikan pegangan tidak akan tersesat, kedua hal itu adalah Al-
Qur’an dan sunnah (Hadis)”.
Dari hadis diatas ini ulama menjadikan hadis sebagai sumber ajaran islam
setelah al-Qur’an. Karena hal itulah segala sesuatu ajaran Islam harus sesuai dengan
yang ada dalam Al-Qur’an dan hadis. Ilmu hadis merupakan ilmu yang mempelajari
dan membahas tentang semua yang disandarkan kepada rasulalloh SAW. Baik
berupa perkataan, perbuatan, ketetapan maupun yang lainnya.3
Hadis secara bahasa dan istilah
Ulumul Hadis (bahasa Arab: ‫علوم الحديث‬, translit. 'ulūm al-ḥadīṡ) adalah istilah
ilmu hadits di dalam tradisi ulama hadis. 'Ulum al-hadist terdiri dari 2, yaitu 'ulum
dan al-hadis. Kata ‘ulum dalam bahasa Arab, sebagai bentuk jamak dari ‘ilm,
berarti ilmu-ilmu, sedangkan al-hadits di kalangan ulama hadis berarti “segala
perbuatan, perkataan, taqrir, atau sifat yang disandarkan kepada Nabi.” Dengan
demikian, kata ‘ulumul-hadits mengandung pengertian “ilmu-ilmu yang membahas
atau berkaitan dengan hadis Nabi”.4
Ilmu hadis adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui
kedudukan sanad dan matan. Ada beberapa pendapat ulama ngenenai pengertian
dari hadis yaitu meliputi :

3
Anisa Hayatun Nafis, jurnal,web : ”pengantar dan sejarah perkembangan ilmu hadis”,
(yogyakarta,2018) pukul 01.05
4
DR.Nawir Yuslem, MA, “ULUMUL HADIS”, ( ciputat : PT. MUTIARA SUMBER WIDYA,
2001), Hal. 1

8
1. Menurut Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy: "ilmu hadis, yakni ilmu
yang berpautan dengan hadis, banyak ragam macamnya".
2. Menurut Izzudin Ibnu Jamaah: "Ilmu hadis adalah ilmu tentang kaidah-kaidah
dasar untuk mengetahui keadaan suatu sanad atau matan (hadis)
Tujuan kita mempelajari Ilmu hadis yaitu untuk mengetahui (memilah) hadis-
hadis yang shahih dari yang selainnya. Untuk mengetahui keadaan dari suatu hadis,
apakah hadis tersebut shahih, hasan, atau bahkan dha‘if (lemah, sehingga tidak
dapat digunakan sebagai pegangan).
B. Pengertian khulafaur rasyidin (sahabat)
Setelah Nabi Muhammad wafat pada tahun 11 H (632 M), terlihat bahwa
kepemimpinan islam kemudian berpindah pada generasi penerusnya, yaitu para
sahabat. Dalam mendeskripsikan pengertian sahabat, diklasifikasikan menjadi dua
yaitu menurut etimologi dan para ulama. Sahabat secara etimologi merupakan kata
bentukan dari “alShuhbah” (persahabatan), yang tidak mengandung persahabatan
dalam ukuran tertentu, tetapi berlaku untuk orang yang menyertai orang lain, sedikit
atau banyak.5
Khulafaur rasyidin terbagi menjadi 2 kata yang memiliki arti yaitu berasal dari
bahasa arab (khulafa : para pengganti) dan (arrasyidin : yang mendapat petunjuk)
sehingga secara keseluruhan khulafaur rasyidin yaitu para pengganti Nabi
Muhammad SAW. dalam dakwahnya yang telah mendapatkan petunjuk. Kemudian
menurut para ulama’ menawarkan beberapa definisi, sebagaimana berikut:
1. Menurut ahli hadis, sahabat adalah orang Islam yang pernah bergaul atau
melihat Nabi dan meninggal dalam keadaan beragama Islam.6
2. Menurut al-Bukhari dalam kitab al Jami’ al Shahih nya, sahabat adalah orang
yang memeluk agama Islam, hidup bersama dengan Rasulullah dan bertemu
dengan Rasulullah.7
5
Alfiya, fitrad, Suja’I, “studi ilmu hadis”,(jl.swadaya kom. Rindu serumpun 4 blok B-
06:KREASI EDUKASI, 2016), hal. 67
6
STAI Alfitrah,“ jurnal ilmu hadis”, (STAI Alfitrah 2018) pukul 22.17 WIB
7
Mahmud Attahan, Tafsir Mustalah Alhadith,( Iskandariah : Markaz Al hikmah Al
dirasat, 1415) ,hal.152

9
3. Menurut ulama’ usul, sahabat adalah orang yang memeluk agama Islam yang
hidup bersama dengan Rasulullah, menghadiri banyak majlis Rasulullah, dengan
tujuan untuk mengikuti serta meneladani sunnah-nya.8
4. Menurut Ibn Salah, sahabat adalah seseorang yang memeluk agama Islam dan
hidup bersama dengan Rasulullah selama setahun atau beberapa tahun lamanya,
dan berperang bersama Rasulullah.9
5. Dari serangkaian defini diatas, jika dikongklusikan ada beberapa poin yang
dapat ditekankan para ulama sebagai kriteria penyebutan ‘sahabat’ yaitu (1)
Memeluk agama islam (2) Mati dalam keadaan islam (3) Dan bertemu langsung
dengan Rasulullah SAW. Dari ketiga poin ini, poin nomor 3 begitu terlihat jelas
kaitannya untuk perbedaan antara sahabat dan al Mukhadramin (jamak dari al
Mukhadram) yang sempat hidup pada zaman Jahiliyah dan zaman Nabi. Mereka
memeluk agama Islam tetapi tidak sempat bertemu dengan Nabi, dan al Suyutiy
memasukan al mukhadramin kedalam kelompok tabi’in.
2.2 Perkembangan Hadis Pada Era Khulafaur Rasyidin
A. Ruang Lingkup Dalam Periode Perkembangan Hadis
1. Periode Asru al-Wahyu wa al-Takwin
2. Periode Khulafaur Rasyidin Atau Tastabut Wa Al-Iqlal Min Al-Riwayah
Setelah Rasulullah saw. wafat dan bersamaaan dengan dimulainya
kepemimpian Khulafaur Rasyidin perkembangan Hadis memasuki periode
kedua. Periode ini dinamakan dengan Tastabut wa al-Iqlal min al-Riwayah,
yaitu pematerian dan pembatasan atau penyedikitan riwayat. Bersamaan
dengan meluasnya penyebaran Islam, maka turut menyebar pula hadis-hadis
Rasulullah saw. Kemudian untuk mencegah dan mengurangi hal-hal yang
tidak diinginkan, maka periwayatan hadis-pun tidak dapat dilakukan secara
sembarangan. Penyebaran yang luas bisa menjadi faktor adanya perbedaan

8
Al Suyutiy, Tadrib al Rawiy fi Sharh Taqrib al Nawawiy, (beirut : Dar al Ihya’ al
Sunnah al Nabawiyah, 1979, vol 2, 238),hal. 240
9
Mahmud atTahhan, “Tafsir Mustalah al Hadit, hal. 155

10
periwayatan atau bahkan kedustaan yang mengatasnamakan nabi dengan
kedok hadis.
3. Periode Intisyaru Al-Riwayah
selanjutnya-pun dimulai bersamaan juga dengan berakhirnya masa
Khulafaur Rasyidin. Pada periode ini hadis sudah menyebar ke berbagai
wilayah bahkan hingga ke Afrika, maka dari itu ia dinamakan dengan
Intisyaru Al-Riwayah. Masa ini memiliki rentang waktu dari berakhirnya
kekuasaan Khulafaur Rasyidin hingga berdirinya Daulah Umayyah, atau
semenjak masa Sahabat Kecil hingga masa Tabi’in.
4. Periode Asru al-Kitabah wa al-Tadwin
Setelah masa penyebaran, dimulailah periode yang sangat penting yaitu
Asru al-Kitabah wa al-Tadwin atau penulisan dan pengkodifikasian atau
pembukuan. Pada masa ini marak terjadi pembukuan hadis sebagaimana
kitab-kitab hadis yang kita temui pada hari ini. Masa kodifikasi hadis
merupakan titik balik dari perkembangan hadis baik dari segi periwayatan
dan penyebaran hadis dan juga kajian-kajian mengenai hadis itu sendiri.
5. Periode pasca kodifikasi atau Asru al-Tajrid wa al-Tashih wa al-Tanqih
Pasca kodifikasi, kemudian dimulailah masa penyaringan, pemeliharaan,
dan penyempurnaan atau Asru al-Tajrid wa al-Tashih wa al-Tanqih. Periode
ini berlangsung selama abad ke-3 Hijriah. Pada periode ini hadis-hadis yang
sudah dikodifikasi kemudian di-filter mengenai mana yang merupakan hadis
dari nabi dan mana yang bukan, melalui masa inilah kita dapat mengenal
kitab-kitab hadis yang mu’tabarah.
6. Periode al-Tahdzib wa al-Tartib wa al-Istidrak
Periode selanjutnya ialah masa al-Tahdzib wa al-Tartib wa al-Istidrak
atau masa pembersihan, penyusunan, dan penambahan. Sejak awal abad ke-4
Hijriah, fokus dari studi hadis, atau karya-karya hadis dialihkan kepada
penertiban kitab-kitab serta hadis-hadis itu sendiri. Maka dari itu dapat

11
ditemui karya-karya dalam bidang hadis bercorak tematis ataupun yang
bersifat komentar atas kitab hadis yang sudah disusun sebelumnya.
7. Periode Syarah, Penghimpunan, Dan Peng-Takhrij-An Atau Asru Al-Syarh
Wa Al-Jam’u Wa Al-Takhrij
Periode terakhir, yaitu periode ke-7 ialah periode syarah, penghimpunan,
dan peng-takhrij-an atau Asru al-Syarh wa al-Jam’u wa al-Takhrij. Pada
masa ini dapat dikatakan hadis dan ilmu hadis sudah dalam posisi yang
matang dan periode ini masih berjalan hingga masa kini.
B. Sejarah Perkembangan Hadis Era khulafaur rasyidin.
a. Abu Bakar al-Shiddiq ( Metode al-Syahadah )10
Menurut al-Dzahabiy (wafat 748 H) abu Bakar al-Shiddiq merupakan
sahabat Nabi yang pertama-tama menunjukkan kehatihatiannya dalam
meriwayatkan hadis. Pernyataan al-Dzahabiy ini didasarkan atas pengalaman
Abu Bakar tatkala menghadapi kasus waris untuk seseorang nenek.
Kasus Abu Bakar memberikan petunjuk, bahwa Abu Bakar ternyata
tidak segera menerima riwayat hadis, sebelum meneliti periwayatannya.
Dalam melakukan penelitian, Abu Bakar meminta kepada periwayat hadis
untuk menghadirkan saksi. Bukti lain tentang sikap tetap Abu Bakar dalam
periwayatan hadis terlihat pada tindakanya yang telah membakar catatan-
catatan hadis miliknya. Menjawab pertanyaan A`isyah, Abu Bakar
menjelaskan bahwa dia membakar catatannya itu karena ia khawatir berbuat
salah dalam periwayatan hadis. Hal ini membuktikan sikap sangat hati-hati
Abu Bakar dalam periwayatannya. Oleh karena itu Abu Bakar sangat
berhati-hati dalam periwayatan hadis, maka dapat dimaklumi bahwa hadis
yang diriwayatkannya relative tidak banyak. Padahal ia seorang sahabat yang
telah bergaul lama dan sangat akhrab dengan Nabi, mulai dari zaman Nabi
sebelum hijrah ke Madinah sampai Nabi wafat. Patut dicatat bahwa termasuk

10
Abu abdullah ibn Ahmad al dzahabiy, “ruzkarrat al Huffazh, juz 1, ( Da’rat al ma’arif
al-osmania: Hyderabab. 1955), hal. 2

12
sebab lain, Abu Bakar sangat sedikit meriwayatkan hadis adalah karena : (a)
Dia selalu sibuk ketika menjabat khalifah; (b) Kebutuhan akan hadis tidak
banyak pada zaman sesudahnya; (c). Jarak waktu kewafatanya dengan
kewafatan Nabi sangat singkat.
Data sejarah tentang kegiatan periwayatan hadis dikalangan umat islam
pada masa khalifah Abu Bakar sangat terbatas. Hal ini dapat di mengerti,
karena pada masa pemerintahan Abu Bakar tersebut, umat islam dihadapkan
pada berbagai ancaman dan kekacauan dan ancaman itu berhasil dibatasi
oleh pasukan pemerintah.11 Pada masa itu tidak sedikit sahabat Nabi
khususnya yang telah hafal al-Quran telah gugur di berbagai peperangan.
Atas desakan Umar ibn Khattab, Abu Bakar segera melakuka penghimpunan
al-Quran (Jam`u al-Quran).
Jadi periwayatan hadis pada masa khalifah Abu Bakar dapat dikatakan
belum merupakan kegiatan yang menonjol dikalangan umat Islam.
Walaupun demikian dapat dikemukakan, bahwa sifat umat Islam dalam
periwayatan hadis tampak tidak jauh berbeda dengan sikap khalifah Abu
Bakar, yakni sangat berhati-hati. Sikap hati-hati ini antara lain terlihat pada
pemeriksaan hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat.
b. Umar bin khatab (Metode al-Bayyinah)12
Umar dikenal sangat hati-hati dalam periwayatan hadis. Hal ini terlihat,
misalnya, ketika Umar mendengar hadis yang disampaikan oleh Ubay ibn
Ka`ab. Umar bersedia menerima riwayat hadis dari Ubay ibn Ka`ab setelah
para sahabat yang lain, di antaranya Abu Dzar menyatakan telah mendengar
pula hadis Nabi yang telah dikemukakan oleh Ubay tersebut. Akhirnya Umar
berkata kepada Ubay : “Demi Allah, sungguh saya tidak menuduhmu telah
berdusta. Saya berlaku demikian karena saya ingin berhati-hati dalam
periwayatan hadis Nabi.

11
Alfiya, fitrad, suja’i, “ STUDI ILMU HADIS”, (jakarta: kreasi edukasi, 2016),hal. 72
12
Alfiya, fitrad, Suja’I, “STUDI ILMU HADIS”, hal. 74

13
Apa yang dialami oleh Ibnu Ka`ab itu telah dialami juga oleh Abu Musa
al-Asy`ari al-Mughirah ibn Syu`bah dan lain-lain. Kesemua itu menunjukan
sikap hati-hati Umar dalam periwayatan hadis. Disamping itu Umar juga
menekankan kepada para sahabat agar tidak memperbanyak periwayatan
hadis di masyarakat. Alasannya agar masyarakat tidak terganggu
kosentrasinya untuk membaca dan mendalami al-Quran. Abu Hurairah yang
di belakang hari dikenal banyak menyampaikan riwayat hadis, terpaksa
menahan diri tidak meriwayatkan hadis pada zaman Umar. Abu Hurairah
banyak menyatakan, sekiranya ia banyak meriwayatkan hadis pada zaman
Umar, niscaya ia akan dicambuk oleh Umar.
Kebijaka Umar melarang sahabat Nabi memperbanyak periwayatan
hadis. Sesungguhnya tidaklah berarti bahwa Umar sama sekali melarang
para sahabat meriwayatkan hadis. Larangan Umar nampaknya tidak tertuju
pada periwayatan hadis. Tetapi dimaksudkan(a) agar masyarakat lebih hati-
hati dalam periwayatan hadis. Dan (b) agar perhatian masyarakat terhadap
al-Quran tidak terganggu. Dasardasar pernyataan ini, juga diperkuat oleh
bukti-bukti sebagai berikut:
(a) Umar pada suatu ketika pernah menyuruh umat Islam untuk mempelajari
hadis Nabi dari ahlinya, karena mereka lebih mengetahui kandungan al-
Quran.13
(b) Umar sendiri cukup banyak meriwayatkan hadis Nabi, Ahmad ibn Hanbal
(wafat 241H) telah meriwayatkan hadis Nabi yang berasal dari riwayat
Umar sekitar tiga ratus hadis. In Hajar al Asqalani (wafat 852 H) telah
menyebutkan nama-nama sahabat dan tabi`in terkenal yang telah
menerima riwayat hadis Nabi dari Umar ternyata jumlahnya cukup
banyak.

13
DR.Alamsyah,M.Ag, “ilmu-ilmu hadis(ulumul hadis),(bandar lampung:CV.Anugrah
Utama Raharja(AURA), 2015), hal.30

14
(c) Umar pernah merencanakan menghimpun hadis Nabi secara tertulis.
Umar meminta pertimbangan kepada para sahabat. Para sahabat
menyetujuinya. Tetapi setelah satu bulan Umar meminta petunjuk kepada
Allah dengan jalan melakukan shalat istikharah, akhirnya ia
mengurungkan niatnya itu. Dia khawatir, himpunan hadis itu akan
memalingkan perhatian umat islam dari al-Quran. Dalam hal ini dia sama
sekali tidak menampakkan larangan terhadap periwayatan hadis. Niatnya
menghimpun hadis diurungkan bukan karena alasan periwayatan hadis,
melainkan karena faktor lain, yakni takut terganggu konsentrasi umat
islam terhadap al-Qur'an.
Dari uraian di atas dapatlah dinyatakan, bahwa periwayatan hadis
pada masa umar ibn Khatab telah lebih banyak dilakukan oleh umat
Islam bila dibandingkan dengan zaman Abu Bakar. Hal ini bukan hanya
disebabkan karena umat islam telah lebih banyak menghajatkan kepada
periwayatan hadis semata, melainkan juga karena khalifah Umar telah
pernah memberikan dorongan kepada umat islam untuk mempelajari
hadis Nabi. Dalam pada masa itu para periwayat hadis masih agak
terkekang melakukan pemeriksaan yang cukup ketat kepada para perawi
hadis. Umar berlaku demikan bukan hanya bertujuan agar kosentrasi
umat islam tidak berpaling dari al-Quran, melainkan juga umat islam
tidak melakukan kekeliruan dalam periwayatan hadis. Kebijaksaan Umar
yang demikian itu telah menghalangi orang-orang yang tidak
bertanggung jawab melakukan pemalsuan-pemalsuan hadis.
b. Utsman bin Affan14
Secara umum kebijaksanaan Utsman tentang periwayatan hadis tidak
jauh berbeda dengan apa yang telah ditempuh oleh kedua khalifah
pendahulunya. Hanya saja langkah Usman tidaklah setegas langkah
Umar ibn Khatab.

14
Alfiya, fitrad, Suja’I, studi ilmu hadis, hal. 76

15
Dalam suatu kesempatan khutbah, Usman meminta kepada para
sahabat agar tidak banyak meriwayatkan hadis itu pada zaman Abu
Bakar dan Umar. Pernyataan Usman Ini menunjukan pengakuan Usman
atas sifat hati-hati kedua khalifah pendahulunya. Sifat hati-hati itu ingin
dilanjutkannya. Ahmad ibn Hanbal meriwayatkan hadis Nabi yang
berasal dari riwayat Usman sekitar empat puluh hadis saja. Itupun
banyak matan hadis yang terulang. Karena perbedaan sanad. Matan hadis
yang banyak terulang itu adalah hadis tentang cara berwudhu`. Dengan
demikian, jumlah hadis yang diriwayatkan oleh Usman tidak sebanyak
jumlah hadis yang diriwayatkan oleh Umar ibn al-Khatab.
d. Ali bin Abi Thalib (Metode al-Istikhlaf)15
Khalifah Ali bin Abi Thalib pun tidak jauh berbeda sifatnya dengan
para khalifah pendahulunya dalam periwayatan hadis, secara umum, Ali
bersedia menerima hadis Nabi setelah periwayat had yang bersangkutan
mengucapkan sumpah, bahwa hadis yang diriwayatkan benar-benar
bersalah dari Nabi. Hanyalah terhadap periwayatan yang benar-benar
telah dipercayainya. Ali tidak meminta periwayat hadis untuk
bersumpah, hal ini terlihat misalnya, Ketika Ali menerima riwayat hadis
dari Abu Bakar al-Shiddiq. Terhadap Abu Bakar, Ali tidak memintanya
untuk bersumpah. Dalam suatu riwayat ali Menyatakan.”Abu Bakar telah
memberitahukan hadis Nabi kepada saya, dan benarlah Abu Bakar
itu.”16.
Ali ibn Abi Thalib sendiri cukup banyak meriwayatkan hadi
Nabi.Hadis yang diriwayatkan selain berbentuk lisan juga dalam bentuk
tulisan (catatan). Hadis yang serupa catatan, isinya berkisar tentang :(1)
hukuman denda (diyat), (2) pembebasan orang islam yang ditawan oleh
orang kafir. (3) larangan melakukan huku Qishas terhadap orang islam
yang membunuh orang kafir. Ahmad ibn Hanbal tela meriwayatkan
15
Alfiya, fitrad, Suja’I, (studi ilmu hadis), hal. 77
16
Alfiya, fitrad, suja’i, (studi ilmu hadis), hal. 178

16
hadis Nabi melalui Ali ibn Abi Thalib sebanyak lebih dari 780 hadis.
Sebagaian matan dari hadis itu berulang-ulang karena perbedaan
sanadnya. Dengan demikian, dalam Musnad Ahmad, Ali bin Abi Thalib
merupakan periwayat hadis yang banyak bila dibandingkan dengan
ketiga khalifah pendahulu unta.
Dilihat dari kebijaksanaan pemerintah, kehati-hatian dalam
kegiatan periwayatan hadis pada zaman khalifah Ali bin Abi Thalib sama
dengan pada zaman Ali ibn Abi Thalib telah berbeda dengan situasi pada
zaman sebelumnya. Pada zaman Ali, pertentangan politik dikalangan
umat islam semangkin menajam. Peperangan antar kelompok pendukung
Ali dengan pendukung Muawiyah telah terjadi. Hal ini membawa
dampak dalam bidang kegiatan periwayatan hadis. Kepentingan politik
telah mendorong pihak-pihak tertentu melakukan pemalsuan hadis.
Dengan demikian, tidak seluruh periwayat hadis dapat dipercaya
riwayatnya.17
C. Urgensi Dan Kontribusi Dari Perkembangan Hadis Era Sahabat
Dari mempelajari ilmu hadits ini, kita dapat mengetahui perkembangan
hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa. Selain itu, kita juga dapat mengetahui
rekam jejak ulama terdahulu dalam mengumpulkan, memelihara, dan
meriwayatkan hadits-hadits dari Nabi SAW.
Secara tidak langsung, semua umat dan masyarakat mendapatkan manfaat
atau faedah lainnya,seperti juga mempelajari ulumul hadis kita dapat
membedakan mana hadis shahih, mana hadis yang bernilai Hasan, dhaif dan
maudu'. Selain itu dapat menghindari serta menjaga hadis dari kesalahan-
kesalahan periwayatan.
Banyak sekali faedah dan manfaat yang diperoleh dalam mempelajari
ilmu hadis, di antaranya sebagai berikut :18

17
Alfiya, fitrad, suja’i, (studi ilmu hadis), hal. 78
18
Leni andariati,( jurnal ilmu hadis : ”hadis dan sejarah perkembangannya”,
2020),pukul 22.43

17
1. Mengetahui istilah-istilah yang disepakati ulama hadis dalam penelitian
hadis. Demikian juga dapat mengenal nilai-nilai dan kriteria hadis, mana
hadis dan mana yang bukan hadis.
2. Mengetahui kaidah-kaidah yang disepakati para ulama dalam menilai,
menyaring (filterasi) dan mengklasifikasi ke dalam beberapa macam,
baik dari segi kuantitas maupun kualitas sanad dan matan hadis sehingga
dapat menyimpulkan mana hadis yang diterima dan mana hadis yang
ditolak.
3. Mengenal tokoh-tokoh ilmu hadis, baik dirâyah maupun riwâyah yang
mempunyai peran penting dalam perkembangan pemeliharaan hadis
sebagai sumber syari’ah Islamiyah sehingga hadis terpelihara dari
pemalsuan tangan-tangan kotor yang tidak bertanggung jawab.
4. Mengetahui hadis yang shahîh, hasan, dha’îf, muttashil, mursal,
munqati’, mu’dal, maqlûb, masyhûr, gharîb, ‘azîz mutawâtir, dan lain-
lain.
Hadis pada dasarnya memiliki bentuk metode. Dimana metode-
metode ini terbagi menjadi beberapa bagian. Yaitu seperti metode keilmuan
dari hadis (pemahaman), dan metode pernyampaian dari subjek makalah ini.
Pada metode yang pertama, yaitu metode keilmuan dari hadis dalam
mensyarah hadis (bentuk tertulis), para ulama menggunakan empat metode,
yaitu metode tahlili (analitis), metode ijmali (global), metode muqarin
(perbandingan), dan metode maudhu'i. Kemudian, metode kedua hadis pada
masa sahabat ini mereka menggunakan metode keilmuan dengan menerima
hadis, para sahabat ada yang menerimanya berupa ucapan langsung dari nabi
(bi al-lafzhi) dan ada juga yang diterimanya berupa melihat perbuatan dan
keadaan Rasulullah ketika menghadapi suatu keadaan atau peristiwa (bi al-
ma'nâ).
Dengan menggunakan metode-metode ini, proses dari segala proses
dapat membantu memecahkan permasalahan dengan penalaran dan

18
pembuktian yang memuaskan, menguji hasil penelitian orang lain sehingga
diperoleh kebenaran yang objektif, dan memecahkan atau menemukan
jawaban yang sebelumnya masih menjadi teka teki.
D. Karya Karya Hadis Pada Era Khulafaur Rasyidin
Pada masa khulafaur rasyidin hadis ini masih dalam proses pembukuan
dengan bersamaan al-Quran. Maka dari itu karya hadis era khulafaur
rasyidin ini belum terbentuk.
2.3 Karakteristik Hadis Dari Semua Periode
Karakteristik dari hadis ini disajikan dari periode nabi sampai dengan
periode sekarang. Meliputi :
1. Periode Masa Nabi Muhammad, dengan karakteristik penulisan yaitu hadis
dihafal diluar kepala.
2. Periode masa khulafaur rasyidin, dengan karakteristik penulisan catatan pribadi
dalam bentuk shahifah (lembaran).
3. Periode masa ta’biin, dengan karakteristik bercampur antara hadis nabi dan
fatwa sahabat dan aqwal sahabat.
4. Periode masa tabi’ al tabi’in, dengan filterisasi dan klasifikasi.
5. Periode masa setelah tabi’ al tabi’in, dengan karakteristik penulisan
bereferensi(muraja’ah) pada buku-buku sebelumnya tetapi lebih sistematik.19

19
Leni andariati, jurnal ilmu hadis : ”hadis dan sejarah perkembangannya”, 2020,pukul 22.43

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an. Istilah


hadis biasanya mengacu pada segala sesuatu yang terjadi sebelum maupun
setelah kenabianya. bahwa hadis pada era khulafaur rasyidin ini masih belum
dikatakan konsisten. Karena pada masa tersebut, hadis ini dibarengi dengan
proses pembukuan Al-Qur’an sehinga fokus dalam pembukuan hadis ini terbagi
menjadi dua.
Dan melalui pengertian, perkembangan, karya serta karakteristik ini
dapat kita peroleh bahwa, hadis sebagai sumber ajaran islam kedua setelah al-
Qur’an dapat membimbing umat manusia kepada jalan yang baik, dengan
menjauhi perkara yang buruk.
Perjuangan proses pembukuan hadis ini dengan melalui tujuh periode
dan diambil pada masa khulafaur rasyidin dengan empat tokohnya, masing-
masing juga memiliki karakteristk serta proses perjalanannya yang berbeda-
beda. Dan dengan suatu kontibusi serta urgensi yang memiliki banyak faedah
didalamnya.
3.2 Saran
-

20
DAFTAR PUSTAKA

Abu abdullah ibn Ahmad al dzahabiy, ruzkarrat al Huffazh, juz 1, ( Da’rat al ma’arif al-
osmania: Hyderabab. 1955), hal. 2

Alfiya, fitrad, suja’i, “ STUDI ILMU HADIS”, (jakarta: kreasi edukasi, 2016),hal. 72

Anshori, Muhammad, jurnal UIN Sunan kalijaga,2021, pukul 23.45

Dr. Yuslem, nawir, MA., Ulumul Hadis,(ciputat : PT. Mutiara Sumber Widya, 2001)
hal. 1

Leni andariati,( jurnal ilmu hadis : ”hadis dan sejarah perkembangannya”, 2020),pukul
22.43

Nafis hayatun Anisa, jurnal,web : ”pengantar dan sejarah perkembangan ilmu hadis”,
(yogyakarta,2018) pukul 01.05

Raisyidan, aisyah, dkk,jurnal pemikiran islam, volume 22 no 22 periodisasi hadis dari


masa ke masa ( analisis peran sahabat dalam transmisi hadis Nabi SAW.),
2021, Pukul 23.50 WIB

STAI Alfitrah,“ jurnal ilmu hadis”, (STAI Alfitrah 2018) pukul 22.17 WIB

Syuyuthi, Jalal al-Din Abd al-Rahman bin Abi Bakr, al-. Tadrib al Rawi fi Syarh Tadrib
al-Nawawiy, Juz I, (Dar Ihya al-Sunnah al-Nabawiyah, Beirut, 1979)

Tahhan, Mahmud, al-. Taisir Musthalah al-Hadits, Dar al-Qur'an al-Karim, Beirut,
1979.

21
CURRICULUM VITAE

A. DATA PRIBADI
Nama lengkap : Mukti Astri Yani
Jenis kelamin : Perempuan
Program studi : Fisika
NIM : 22106020009
Tempat, Tanggal Lahir : Banyumas, 31 Agustus 2003
Alamat : Purwokerto, Banyumas
Hobi : Listening To Music
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. PIAUD Argowilis Sokawera
2. TK DIP. 47 Sokawera
3. MI MAARIF NU 2 Sokawera
4. SMP Ya Bakii 1 Kesugihan Cilacap
5. SMA Ya Bakii 1 Kesugihan Cilacap
C. PEENGALAMAN ORGANISASI
1. OSIS SMP Ya Bakii 1 Kesugihan
2. IPNU-IPPNU SMA Ya Bakii 1 Kesugihan
3. HM-PS FISIKA UIN Sunan Kalijaga

22
CURRICULUM VITAE

A. DATA PRIBADI
Nama lengkap : Armila Hera Nur Aisyah
Jenis kelamin : Perempuan
Program studi : Fisika
NIM : 22106020008
Tempat, Tanggal Lahir : Magelang, 1 april 2004
Alamat : Magelang, Jawa Tengah
Hobi :-
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. TK Aisyiah Congkrang Geko Magelang
2. SD N CONGKRANG 1 Magelang
4. SMP N 3 MUNTILAN Magelang
3. SMA N 1 MERTOYUDAN Magelang
C. PEENGALAMAN ORGANISASI
1. Dewan Ambalan SMA N 1 MERTOYUDAN
2. HM-PS FISIKA UIN Sunan Kalijaga

23

Anda mungkin juga menyukai