Anda di halaman 1dari 28

ILMU HADIST DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah


Ulumul Hadist

Dosen : Dewi Maharani, M.A.

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Lutfia Khairunnisa (23312687)
Nurul Auliyah Muthmainnah (23312709)
Najwa Lutfiyyah (23312696)
Puja Nurhidayah (23312710)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN(IIQ) JAKARTA
TAHUN AJARAN 2023/202
‫ِبْس ِم الّٰل ِه الَّرْح ٰم ِن الَّرِح ْيِم‬
KATA PENGANTAR

Allhamdulillah kami panjatkan puji dan syukur kami atas kehadirat


Allah SWT karena atas rahmatnya-Nya kami dapat menyelesaikan tugas
kelompok pada mata kuliah Ulumul Hadist yang berjudul “Ilmu Hadist dan
Sejarah Perkembangannya”
Dalam menyelsaikan makalah ini penulis mendapatkan bantuan dari
teman-teman kelompok, untuk itu melalui kata pengantar ini penulis
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Kami selaku
penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Ulumul
Hadist yang telah memberikan tugas makalah ini karena dengan adanya tugas
ini menjadi salah satu langkah bagi penulis untuk lebih memahani materi
yang telah diberikan. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat kepada
para pembaca dan khususnya kepada pembuat makalah.

Jakarta, Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii

BAB I................................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................1

B. Rumusan................................................................................................2

C. Tujuan....................................................................................................2

BAB II..............................................................................................................3

A. Pengertian Ilmu Hadist..........................................................................3

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits......................................................5

C. Ilmu Hadist Dirayah..............................................................................7

D. Ilmu Hadist Riwayah...........................................................................17

BAB III...........................................................................................................18

KESIMPULAN..............................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadist merupakan segala ucapan, perbuatan, ketetapan bahkan apa


saja yang dilakukan oleh Rasulullah SAW menjadi ushwah bagi para
sahabat dan umat islam. Pada masa Rasulullah masih hidup, hadist
belum mendapat perhatian dan sepenuhnya seperti Al-Qur’an. Para
sahabat khususnya yang mempunyai tugas istimewa menghafal Al-
Qur’an. Selalu mencurahkan tenaga dan waktunya untuk ayat-ayat Al-
Qur’an di atasalay-alat yang mungkin dipergunakannya.
Namun berbeda dengan al-hadist, walaupun para sahabat
memerlukan petunjuk-petunjuk dan keterangan dari nabi Saw dalam
menafsirkan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Al-Qur’an.
Mereka belum membayangkan bahaya yang dapat mengancam generasi
mendatang selama hadist belum diabadikan dalam tulisan. Baru setelah
beberapa dekade usai wafatnya Nabi Saw muncul inisiatif-inisiatif untuk
menulis hadist. Penulisan hadist ini pun dilaksanakan secara bertahap
seiring dengan makin banyaknya sahabat yang wafat, penulisan hadist
makin dilakukan guna menghindari adanya kerancuan pendapat bagi
generasi umat islam setelahnya dalam memecahkan permasalahan, untuk
itulah didalam makalah ini kami membahas pengertian ilmu hadist,
sejarah perkembanganya, serta penjelsan mengenai dirayah dan riwayah
didalam Ilmu Hadist.

iv
2

B. Rumusan

1. Apa pengertian Ilmu Hadist?


2. Bagaimana Sejarah perkembangan ilmu hadist?
3. Apa pengertian Ilmu Dirayah, tokoh, kitab serta bagaimana sejarah
munculnya?
4. Apa saja macam-macam ilmu hadist dirayah?
5. Apa pengertian ilmu hadist riwayah, tokoh-tokoh, kitab-kitab, serta
bagaimana sejarah munculnya?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Ilmu Hadist?


2. Mengetahui sejarah perkembangan ilmu hadist?
3. Mengetahui pengertian Ilmu Dirayah, tokoh-tokoh, kitab-kitab serta
bagaimana sejarah munculnya?
4. Mengetahui macam-macam ilmu hadist dirayah?
5. Mengetahui pengertian ilmu hadist riwayah, tokoh-tokoh, kitab-
kitab, serta bagaimana sejarah munculnya?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Hadist

Dari segi bahasa ilmu hadis terdiri dari dua kata, yaitu ilmu dan
hadis. Secara sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledge,dan
science. Sedangkan hadis artinya segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW, baik dari perkataan, perbuatan, maupun
persetujuan. Para ulama ahli hadis banyak yang memberikan definisi
ilmu hadis, di antaranya Ibnu Hajar Al-Asqalani:

Adalah mengetahui kaidah-kaidah yang dijadikan sambungan untuk


mengetahui (keadaan) perawi dan yang diriwayatkan.

Atau

3
4

Ilmu yang mempelajari tentang keterangan suatu hal yang dengan


1
hal itu kita dapat mengetahui bahwa hadis itu diterima atau tidak

Atau definisi yang lebih ringkas

Kaidah-kaidah yang mengetahui keadaan perawi dan yang


diriwayatkannya.2

Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa ilmu hadis adalah


ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan
yang diriwayatkan. Perawi adalah orang-orang yang membawa,
menerima, dan menyampaikan berita dari Nabi, yaitu mereka yang ada
dalam sanad suatu hadis.

Bagaimana sifat-sifat mereka, apakah bertemu langsung


dengan pembawa berita atau tidak, bagaimana sifat kejujuran dan
keadilan mereka, dan bagaimana daya ingat mereka, apakah sangat kuat
atau lemah. Sedangkan maksud yang diriwayatkan (marwî) terkadang
guru-guru perawi yang membawa berita dalam sanad suatu hadis atau
isi berita (matan) yang diriwayatkan, apakah terjadi keganjilan jika
dibandingkan dengan sanad atau matan perawi yang lebih kredibel
(tsiqah). Dengan mengetahui hal tersebut, dapat diketahui mana hadis
yang shahih dan yang tidak shahih. Ilmu yang berbicara tentang hal
tersebut disebut ilmu hadis.

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits


1
Mahmud al-Thahhan, Taisir Musthalahal al-Hadits (Beirut: Dar ats-Tsaqafah al-Islamiyah,
t.t.), h. 15
2
Ajaj al-Khathib, Ushûl Al-Hadîts, t.t., h. 33
5

Sesuai dengan perkembangan hadis, ilmu hadis selalu


mengiringinya sejak masa Rasulullah S.A.W, sekalipun belum
dinyatakan sebagai ilmu secara eksplisit. Ilmu hadis muncul bersamaan
dengan mulainya periwayatan hadis yang disertai dengan tingginya
perhatian dan selektivitas sahabat dalam menerima riwayat yang sampai
kepada mereka. Pada masa Nabi SAW masih hidup di tengah-tengah
sahabat, hadis tidak ada persoalan karena jika menghadapi suatu masalah
mereka langsung bertemu dengan beliau untuk mengecek kebenarannya
atau menemui sahabat lain yang dapat dipercaya untuk
mengonfirmasinya. Setelah itu, barulah mereka menerima dan
mengamalkan hadis tersebut.
Tidak semua berita yang dibawa seseorang dapat diterima
sebelum diperiksa siapa pembawanya dan apa isi berita tersebut. Jika
pembawanya orang yang jujur, adil, dan dapat dipercaya maka diterima.
Akan tetapi sebaliknya, jika pembawa berita itu orang fasik, tidak
objektif, pembohong dan lainlain, maka tidak diterima karena akan
menimpakan musibah terhadap orang lain yang menyebabkan
penyesalan dan merugikan.
Setelah Rasulullah SAW wafat, para sahabat sangat berhati-hati
dalam meriwayatkan hadis karena konsentrasi mereka kepada Alquran
yang baru dikodifikasi pada masa Abu Bakar tahap awal, khalifah Abu
Bakar tidak mau menerima suatu hadis yang disampaikan oleh
seseorang, kecuali orang tersebut mampu mendatangkan saksi untuk
memastikan kebenaran riwayat yang disampaikannya. Dan masa Utsman
tahap kedua, masa ini terkenal dengan masa taqlîl ar-riwayâh
(pembatasan periwayatan), para sahabat tidak meriwayatkan hadis
kecuali disertai dengan saksi dan bersumpah bahwa hadis yang ia
riwayatkan benar-benar dari Rasulullah SAW. Para sahabat merupakan
6

rujukan yang utama bagi dasar ilmu riwayah hadis, karena hadis pada
masa Rasulullah SAW merupakan suatu ilmu yang didengar dan
didapatkan langsung dari beliau, maka setelah beliau wafat hadis di
sampaikan oleh para sahabat kepada generasi berikutnya dengan penuh
semangat dan perhatian sesuai dengan daya hafal mereka masing-
masing.
Para sahabat juga telah meletakkan pedoman periwayatan hadis
untuk memastikan keabsahan suatu hadis. Dan dari sini muncullah
mushthalah al-haditsal-hadits.
Pada masa awal Islam belum diperlukan sanad dalam
periwayatan hadis karena orangnya masih jujur-jujur dan saling
mempercayai satu dengan yang lain. Akan tetapi, setelah terjadinya
konflik fisik (fitnah) antar elite politik, yaitu antara pendukung Ali dan
Mu’awiyah dan umat berpecah menjadi beberapa sekte; Syi’ah,
Khawarij, dan Jumhur Muslimin. Setelah itu mulailah terjadi pemalsuan
hadis (hadis mawdhû’) dari masingmasing sekte dalam rangka mencari
dukungan politik dari masa yang lebih luas. Melihat kondisi seperti hal
di atas para ulama bangkit membendung hadis dari pemalsuan dengan
berbagai cara, di antaranya rihlah checking kebenaran hadis dan
mempersyaratkan kepada siapa saja yang mengaku mendapat hadis harus
disertai dengan sanad.
Pada periode Tabi’in, penelitian dan kritik matan semakin
berkembang seiring dengan berkembangnya masalah-masalah matan
yang para Tabi’in hadapi. Demikian juga dikalangan ulama-ulama hadis
selanjutnya. Perkembangan ilmu hadis semakin pesat ketika ahli hadis
membicarakan tentang daya ingat para pembawa dan perawi hadis kuat
atau tidak (dhâbit), bagaimana metode penerimaan dan penyampaiaan
(thammul wa adâ), hadis yang kontra bersifat menghapus (nâsikh dan
7

mansûkh) atau kompromi, kalimat hadis yang sulit dipahami (gharîb al-
hadîts), dan lain-lain. Akan tetapi, aktivitas seperti itu dalam
perkembangannya baru berjalan secara lisan (syafawî) dari mulut ke
mulut dan tidak tertulis.
Pada pertengahan abad kedua Hijriyah sampai abad ketiga
Hijriyah, ilmu hadis mulai di tulis dan dikodifikasi dalam bentuk yang
sederhana, belum terpisah dari ilmu-ilmu lain, belum berdiri sendiri,
masih campur dengan ilmu-ilmu lain atau berbagai buku atau berdiri
secara terpisah. Tetapi pada dasarnya, penulisan hadis baru dimulai pada
abad kedua Hijriyah. Imam Syafi’i adalah ulama pertama yang
mewariskan terori-teori ilmu hadisnya secara tertulis sebagaimana
terdapat dalam karyanya.
Sesuai dengan pesatnya perkembangan kodifikasi hadis yang
disebut pada masa kejayaan atau keemasan hadis, yaitu pada abad ketiga
Hijriyah, perkembangan penulisan ilmu hadis juga pesat, karena
perkembangan keduannya secara beriringan. Namun, penulisan ilmu
hadis masih terpisah-pisah, belum menyatu dan menjadi ilmu yang
berdiri sendiri, ia masih dalam bentuk bab-bab saja. Mushthafa As-Siba’i
mengatakan orang pertama kali menulis ilmu hadis adalah Ali bin Al-
Madani, syaikhnya Al-Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi.
Perkembangan ilmu hadis mencapai puncak kematangan dan
berdiri sendiri pada abad ke-4 H yang merupakan penggabungan dan
penyempurnaan berbagai ilmu yang berkembang pada abad-abad
sebelumnya secara terpisah dan berserakan. Al-Qadhi Abu Muhammad
Al-Hasan bin Abdurrahman bin Khalad Ar-Ramahurmuzi (w. 360 H)
adalah orang yang pertama kali memunculkan ilmu hadis yang berdiri
sendiri dalam karyanya Al-Muhaddits Al-Fâshil bain Ar-Râwî wa Al-
Wâî
8

C. Ilmu Hadist Dirayah

1. Pengertian dan Tujuan Ilmu Hadist Dirayah


Ilmu Hadis Dirayah adalah ilmu yang mempelajari kaidah-
kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara menerima dan
menyampaikan hadis, sifat rawi, dan lain-lain. Ilmu Hadis Dirayah
adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal
ihwal sanad, matan, cara menerima dan menyampaikan hadis, sifat
rawi, dan lain-lain.
2. Sejarah dan Perkembangan Ilmu Hadist Dirayah
Dalam perkembangan hadis Nabi SAW, telah muncul
berbagai hadis palsu yang tidak saja dilakukan oleh musuh-musuh
Islam, tetapi juga oleh umat Islam sendiri, dengan motif kepentingan
pribadi, kelompok atau golongan. Oleh karena itu, ilmu hadis dirayah
ini mempunyai arti penting dalam usaha pemeliharaan hadis Nabi
SAW. Dengan ilmu hadis dirayah dapat diteliti hadis yang memang
benar (sahih) dipercaya berasal dari Rasulullah SAW, dan hadis yang
lemah (dha’if), serta yang palsu (maudhu’).
Secara praktis, dasar-dasar ilmu hadis dirayah juga sudah ada
sejak periode awal Islam atau sejak periode Rasuullah SAW. Praktek
ilmu ini muncul bersamaan dengan mulainya periwayatan hadis yang
disertai dengan tingginya perhatian dan selektivitas sahabat dalam
menerima riwayat yang sampai kepada mereka. Berawal dengan cara
yang sangat sederhana, ilmu ini berkembang sedemikian rupa seiring
dengan berkembangnya masalah yang dihadapi. Pada akhirnya ilmu
hadis dirayah ini melahirkan berbagai cabang ilmu dengan
metodologi pembahasan yang cukup rumi.
9

Pada periode Rasulullah SAW, kritik atau penelitian


terhadap suatu riwayat (hadis) yang menjadi cikal bakal ilmu hadis
dirayah dilakukan dengan cara yang sederhana. Apabila seorang
sahabat ragu-ragu menerima suatu riwayat dari sahabat lainnya, maka
ia segera menemui Rasulullah SAW atau sahabat lain yang dapat
dipercaya untuk mengkonfirmasikannya. Setelah itu, barulah ia
menerima dan mengamalkan hadis tersebut.
Pada periode sahabat, penelitian hadis yang menyangkut
sanad maupun matan hadis semakin menampakkan wujudnya. Abu
Bakar as-Siddiq (573-634; khalifah pertama dari al-Khulafa' ar-
Rasyidun [Empat Khalifah Besar]), misalnya, tidak mau menerima
suatu hadis yang disampaikan oleh seseorang kecuali jika orang itu
mampu mendatangkan saksi untuk memastikan kebenaran riwayat
yang disampaikannya.
Demikian pula yang dilakukan oleh Umar bin al-Khattab
(581-644 M; khalifah kedua dari al-Khulafa' ar-Rasyidun).
Bahkan Umar pernah mengancam akan memberi sanksi terhadap
siapa saja yang meriwayatkan hadis jika tidak mendatangkan saksi.
Khalifah Ali bin Abi Talib (603-661) menetapkan persyaratan
tersendiri. la tidak mau menerima suatu hadis yang disampaikan oleh
seseorang kecuali orang itu bersedia diambil sumpah atas kebenaran
riwayat tersebut. Meskipun demikian, ia tidak menuntut persyaratan
tersebut terhadap sahabat-sahabat yang paling dipercaya kejujuran
dan kebenarannya, seperti Abu Bakar as-Siddiq. Semua yang
dilakukan para sahabat bertujuan untuk memelihara kemurnian hadis-
hadis Rasulullah SAW. Di antara sahabat yang terkenal
selektif dan tak segan-segan membicarakan kepribadian sahabat lain
dalam kedudukannya sebagai periwayat hadis adalah Anas bin Malik,
10

Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas), dan Ubadah bin as-Samit. Prinsip
dasar penelitian sanad yang terkandung dalam kebijaksanaan yang
dicontohkan oleh para sahabat diikuti dan dikembangkan pula oleh
para tabiin. Di antara tokoh tabiin yang terkenal dalam bidang ini
adalah Sa'id bin Musayyab (15-94 H), al-Hasan al-Basri (21-110 H),
Amir bin Syurahbil asy-Sya'bi (17-104 H), dan Muhammad bin Sirin
(110H).
Ulama pertama yang membukukan ilmu hadis dirayah
adalah Abu Muhammad ar-Ramahurmuzi (265-360 H)
dalam kitabnya, al-Muhaddis al-Fasil bain ar-Rawi wa al-wa 'i’ (Ahli
Hadis yang Memisahkan Antara Rawi dan
Pemberi Nasihat). Sebagai pemula, kitab ini belum membahas
masalah-masalah ilmu hadis secara lengkap.
Kemudian muncul al-Hakim an-Naisaburi (405 H/1014 M)
dengan sebuah kitab yang lebih sistematis, Ma'rifah 'Ulum al-Hadis
(Mengenal Ilmu-Ilmu Hadis). Meskipun demikian, kitab ini masih
memiliki kekurangan. Kemudian Abu Nu'aim al-lsfahani (430 H/1038
M), seorang ahli hadis dari Astalun (Persia), berusaha melengkapi
kekurangan tersebut melalui kitabnya, al-Mustakhraj 'Ala al-Hakim.
Setelah itu muncul Abu Bakr Ahmad al-Khatib al-Bagdadi (392
H/1002 M-463 H/1071 M) yang menulis dua kitab ilmu hadis, yakni
al-Kifayah fI 'Ilm ar-Riwayah dan al-Jami' li Adab ar-Rawi wa as-
Sami'.
Selain itu, al-Bagdadi juga menulis sejumlah kitab dalam
berbagai cabang ilmu hadis. Menurut al-Hafiz Abu Bakar
bin Nuqtah, ulama hadis kontemporer dari Mesir, ulama yang menulis
ilmu hadis setelah al-Bagdadi pada dasamya
berutang budi kepada karya-karya yang ditinggalkannya.
11

Kitab-kitab ulumul hadis yang terkenal pada periode


berikutnya antara lain 'Ulum al-Hadis karya Abu Amar Usman bin
Salah atau Ibnu Salah (642 H/1246 M).
Kitab ini mendapat perhatian banyak ulama sehingga banyak pula
yang menulis syarahnya (ulasannya).
Misalnya, Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya al-lfsah bi
Takmil an-Naqt 'ala Ibn Salah, Imam an-Nawawi dalam
kitabnya al-Irsyad dan at- Taqrib, dan Ibnu Kasir (700H/1300 M-774
H/1373 M) dalam kitabnya lkhtisar 'Ulum al-Hadis.
Kitab lainnya yang cukup terkenal di antaranya ialah Tadrib
ar-Rawi oleh Jalaluddin as-Suyuti, Taudih al-Afkar oleh Muhammad
bin Isma'il al-Kahlani as-San'ani (1099 H/1688 M-1182 H/1772 M)
dan Qawa 'id at- Tahdis karya Muhammad Jamaluddin bin
Muhammad bin Sa'id bin Qasim al-Qasimi (1283-1332 H).
3. Macam-Macam Ilmu Hadist Dirayah berkaitan dengan sanad
1. Ilm Rijal Al-Hadist
'Ilm Rijal al-Hadis adalah ilmu yang mengkaji keadaan
para rawi hadis dan sejarah biografi (tarikh) nya, baik dari
kalangan sahabat, tabiin maupun tabi' at- tabi'fn, dan generasi
sesudahnya. Ilmu ini secara khusus membahas perihal para rawi
hadis, seperti tanggal kelahiran, nasab atau garis keturunan, guru
sumber hadis, jumlah hadis yang diriwayatkan, dan murid-
muridnya.
Di antara kitab-kitab terkenal dalam cabang ilmu hadis ini ialah
al-Isti'ab fi Ma'rifah al-Ashab karya Ibnu Abdil Bar (w. 463 H),
al-Isabah fi Tamyiz as-Sahabah dan Tahzib at- Tahzib karya Ibnu
Hajar al-Asqalani, serta Tahzib al-Kamal karya Abul Hajjaj
Yusuf bin az-Zakki al-Mizzi (742 H).
12

2. Ilm al-Jarh wa at-Ta’dil


'Ilm al-Jarh wa at-Ta'dil, yakni ilmu yang membahas hal
ihwal rawi dari segi keadilan dan keburukannya, sehingga
periwayatannya dapat diterima atau ditolak. Muhammad Ajjaj al-
Khatib, ahli hadis kontemporer dari Suriah, mengelompokkan
sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat tercela para periwayat masing-
masing ke dalam enam tingkatan dan setiap tingkatan
dilambangkan dengan istilah-istilah tertentu.
Sebutan untuk sifat terpuji yang tertinggi secara berurutan adalah
ausaq an-nas (orang yang paling dipercaya, baik kepribadian
maupun hafalannya), la yus'al 'anh (tidak perlu dipertanyakan
lagi), siqah-siqah (tepercaya kuat), sabat (kokoh), la ba'sa bih
(tidak masalah) dan laisa bi ba'id min as- sawwab (tidak jauh dari
kebenaran). Untuk sifat-sifat tercela digunakan istilah akzab an-
nas (manusia paling pendusta), muttaham kazib (suka berdusta),
muttaham bi al-kazib (dituduh berdusta), la yuktab hadisuh (tidak
perlu ditulis hadisnya), la yuhtajj bih (tidak dapat dijadikan
hujah), dan fIhi maqal (dipertanyakan). Hadis yang diriwayatkan
oleh periwayat yang terpuji dapat diterima dengan peringkat
kehujahan sesuai dengan peringkat sifat terpuji yang dimilikinya.
Sebaliknya, periwayat yang memiliki sifat tercela, hadisnya
ditolak dengan peringkat penolakan sesuai dengan peringkat sifat
jelek yang dimilikinya.
Kitab-kitab terkenal dalam cabang ilmu hadis ini antara lain al-
Jarh wa at- Ta’dil karya Ibnu Abi Hatim ar-Razi (w. 328 H) dan
al-Jarh wa at-Ta'dil karya Muhammad Jamaluddin bin
Muhammad bin Sa'id bin Qasim al-Qasimi.
3. Ilm ‘ilal al-Hadist
13

Hadis 'Ilm 'Ilal al-Hadis yakni ilmu yang membahas


perihal cacat tersembunyi yang terdapat dalam suatu hadis yang
secara lahir tampak sahih, padahal sebenarnya dha’if. Misalnya
hadis yang tampak muttasil (sanadnya bersambung sampai
kepada Nabi Muhammad SAW atau sahabat) setelah diteliti lebih
jauh ternyata munqati' (salah seorang periwayatnya gugur di
tengah atau di akhir sanad). Untuk dapat mempelajari cacat
tersembunyi ini diperlukan penguasaan 'ilm 'ilal al-hadis secara
mendalam karena masalah yang menjadi objek kajiannya lebih
rumit.
Kitab-kitab terkenal di cabang ini di antaranya 'Ilal alHadis oleh
Ibnu Abi Hatim ar-Razi, al-'Ilal oleh Imam
at-Tirmizi, dan al- 'llal al-Mutananiyah fI al-Ahadis alWahiyah
oleh Ibnu al-Jauzi (510-97 H).

4. Macam-Macam Ilmu Hadist Dirayah Berkaitan Dengan Matan


1. ‘Ilm Gharib al-Hadis
Hadis 'Ilm Gharib al-Hadis yakni ilmu yang membahas
masalah kata atau lafal yang sulit dipahami pada matan hadis,
baik karena jarang sekali dipakai, nilai sastranya yang tinggi, atau
sebab yang lain. 'Ilm garib al-hadis ini mempunyai arti penting
dalam memahami maksud hadis dengan baik dan tepat karena
sering kali suatu lafal tidak dapat dipahami sesuai dengan
maknanya yang umum (lahiriah) sehingga harus dipahami dengan
makna tersendiri
agar maksud yang diinginkan oleh hadis tersebut dapat diungkap
dengan baik dan tepat. Ilmu inilah yang mengantarkan seseorang
untuk dapat menemukan makna yang tepat tersebut.
14

Ulama perintis di bidang ini adalah Abu Ubaidah Ma'mar bin


Mussana at-Taimi (210 H) dan kemudian Abu al-Hasan an-Nadr
bin Syumail al-Mazini (203 H). Keduanya telah menulis kitab
tentang garib al-hadis. Namun, Muhammad Adib Salih(ahli hadis
kontemporer dari Suriah) mengatakan bahwa kitab tersebut
merupakan kitab kecil dan banyak masalah yang belum terdapat
di dalamnya.
Kitab yang terkenal ialah al-Fa' iq fi Gharib al-
hadiskarya Abu Qasim Mahmud bin Umar az-Zamakhsyari
dan an-Nihayah ff Gharib al-hadls karya Majduddin Abu as-Sa
'adah al-Mubarak bin Muhammad yang terkenal dengan nama
Ibnu al-Asir (544-606H).
2. ‘Ilm Asbab Wurud Al-Hadist
'IIm Asbab Wurud al-Hadis yakni ilmu yang membahas
sebab atau hal-hal yang melatarbelakangi munculnya suatu hadis.
Sebab atau hal tersebut adakalanya berupa pertanyaan yang
dilontarkan oleh sahabat, lalu Rasulullah SAW memberikan
jawabannya, dan adakalanya berupa peristiwa yang
disaksikan atau dialami sendiri oleh Rasulullah SAW bersama
sahabatnya, kemudian beliau menjelaskan hukumnya.
Hadis-hadis yang mempunyai asbab al-wurud ini harus dipahami
sesuai dengan sebab atau hal-hal yang melatarbelakangi
munculnya hadis tersebut.
Ilmu ini bertujuan mengantarkan seseorang untuk dapat
memahami hadis sesuai konteksnya.
Contoh Hadist:
‫ِب ٍم ِم‬ ‫ِهلل‬
‫َعِن اْبِن ُعَمَر َقَل َقَل َرُس وُل ا َمْن َتَش َّبَه َق ْو َفُه َو ْنُه ْم‬
15

Artinya “Barang siapa menyerupai suatu kaum maka


termasuk golongan mereka”.
Berdasarkan hadis tersebut maka sebagian ulama
mengatakan tidak boleh memakai celana, jas, dasi, dll, karena
dianggap menyerupai orang Barat yang kafir. Pemahaman seperti
ini keliru karena salah dalam menangkap maksud dan latar
belakang munculnya hadis. Padahal hadis tersebut muncul ketika
berkecamuk peperangan, yang di dalamnya sulit dibedakan antara
pasukan muslim dan kafir.
Untuk membedakannya, maka nabi memerintahkan umat
Islam memakai tanda tertentu dan jangan menyerupai orang kafir.
Sebaliknya jika ada yang menyerupai mereka, maka dapat
terbunuh karena dikira termasuk pasukan kafir. Jadi hadis
tersebut berlaku khusus dalam situasi peperangan.
Ulama yang dipandang sebagai perintis dalam bidang
ilmu ini adalah Abu Hafs Umar bin Muhammad bin Raja al-
Ukbari (380-458 H), dan kitab yang terkenal dalam bidang ini
ialah al-Bayan wa at-Ta 'rif fi Asbab Wurud al-hadis asy-Syarlf
karya Syarib lbrahim Muhammad bin Kamaluddin al-Husaini al-
Hanafi ad-Dimasyqi yang lebih terkenal dengan nama Ibnu
Hamzah ( 1054 -1112 H).
3. ‘Ilm Mukhtalif al-Hadis
'IIm Mukhtalif al-Hadis yakni ilmu yang
membahas hadis-hadis yang ajarannya secara lahirIah tampak
saling bertentangan. Ilmu ini mempunyai arti penting dalam
mengantarkan seseorang untuk dapat menyelami makna hakiki
dan terdalam suatu hadis, karena pada hakikatnya tidak mungkin
hadis-hadis Rasulullah SAW benar-benar bertentangan satu sama
16

lain. Apabila tampak bertentangan, maka pertentangan itu


hanyalah pada makna lahiriahnya, bukan pada maksud
sesungguhnya yang dituju.
Ulama perintis ilmu ini adalah Imam asy-Syafi’i dengan
karyanya Mukhtalif al-Hadis. Kemudian muncul pula Abu
Muhammad Abdullah bin Muslim ad-Dinawari bin Qutaibah atau
Ibnu Qutaibah (213 -276 H/828 -889 M) dengan kitabnya Ta'wil
Mukhtalif al-Hadis dan Abu Ja'far Ahmad bin Muhammad at-
Tahawi (239-321 H) dengan kitabnya Musykil al-ljaz.
4. ‘Ilm Nasikh wa Mansukh al-Hadist
'IIm Nasikh wa Mansukh al-Hadis yakni ilmu yang
membahas hadis-hadis yang muncul lebih dahulu dan hadis yang
muncul belakangan, di mana hadis yang muncul belakangan
membatalkan hadis yang muncul sebelumnya. Ilmu ini berguna
untuk menyelesaian hadis-hadis yang bertentangan dan tidak
dapat dikompromikan dengan cara mempelajari sejarah
kemunculan setiap hadis yang tampak kontradiktif tersebut.
Penyelesaian dilakukan dengan kaidah an-nasikh, yaitu hadis
yang datang kemudian
membatalkan hadis yang datang lebih dahulu.
Selanjutnya, hadis yang membatalkan dijadikan hujah dan
diamalkan, sedangkan hadis yang telah dibatalkan (dihapus)
harus ditinggalkan.
Misalnya pada masa awal Nabi pernah melarang ziarah
kubur dan menyimpan daging kurban, kemudian beliau
membolehkan keduanya, seperti dalam hadis berikut:
17

‫َعِن اْبِن ُبَر ْيَد َة َعْن َأِبيِه َقاَل َقاَل َرُس وُل الَّلِه َنَهْيُتُك ْم َعْن ِز َياَر ِة القبوِر َفُز وُر وَه ا‬
‫ِث ِس‬ ‫ِح‬ ‫ِم‬
‫َو َنَهْيُتُك ْم َعْن ُحُلو اَأْلَص ا ي َفْو َق َثاَل َفَأْم ُك وا َم ا َبَد ا َلُك ْم‬
Artinya: “Saya telah melarang kalian dari ziarah kubur maka
berzirahlah sekarang, dan saya pernah melarang kalian
menyimpan daging-daging kurban lebih dari tiga hari maka
simpanlah sekarang untuk kebaikan kalian”.
Kitab-kitab terkenal di bidang ini antara lain Nasikh al-
Hadis wa Mansukhih karya Abu Hafs Umar bin Ahmad bin
Usman yang terkenal dengan nama Ibnu Syahin (297-385 H) dan
al-I'tibar fi an-Nasikh wa al-Mansukh min al-Asar karya Abu
Bakar Muhammad bin Musa al-Hazimi (547-584 H).
5. ‘Ilm Takhrij al-Hadis
'Ilm Takhrij al-Hadis yakni ilmu yang membahastentang
cara mencari dan menemukan hadis dari kitab sumber asli untuk
kemudian menjelaskan kualitas hadis tersebut. Kitab sumber asli
hadis adalah kitab hadis yang ditulis langsung oleh periwayat
dengan memaparkan jalur sanadnya secara utuh, seperti al-kutub
as-sittah (kitab hadis yang enam, yaitu sahih al-Bukhari, Sahih
Muslim, Sunan Abi Dawud, sunan at- Tarmizi, Sunan an- Nasa'i
dan Sunan Ibn Majah), al-Muwatta' Imam Malik, Musnad Ahmad
Ibn Hanbal, dan Sunan ad-Darimi.
Ilmu Takhrij al-Hadis bertujuan mengantarkan seseorang
untuk menelusuri kualitas sanad hadis dengan meneliti nama-
nama periwayat yang terdapat dalam jalur sanadnya. Kitab-kitab
penting di bidang ini di antaranya Thuruq Takhrij Hadis
Rasulillah karya Abu Muhammad Abdul Hadi (ahli hadis
18

kontemporer dari Mesir) dan Ushul at-Takhrij wa Dirasah al-


Asanid karya Mahmud at-Tahhan (ahli hadis kontemporer dari
Mesir).

D. Ilmu Hadist Riwayah

1. Pengertian Hadist Riwayat


Ilmu Hadis Riwayah ialah ilmu yang meliputi pemindahan
(periwayatan) perkataan Nabi Muhammad saw dan perbuatannya,
serta periwayatannya, pencatatannya, dan penguraian lafadz-
lafadznya. Inti dari ilmu ini memang membahas tentang pemindahan
riwayat, penukilan riwayat, baik secara lisan maupun tulisan.
2. Sejarah Ilmu Hadist Riwayah
Ilmu Hadis Riwayah ialah ilmu yang meliputi pemindahan
(periwayatan) perkataan Nabi Muhammad saw dan perbuatannya,
serta periwayatannya, pencatatannya, dan penguraian lafadz-
lafadznya. Inti dari ilmu ini memang membahas tentang pemindahan
riwayat, penukilan riwayat, baik secara lisan maupun tulisan. Kitab
Kuning yang banyak dipelajari di pesantren mengulas masalah ini
dengan sebutan Syarah Hadis, dan Hasyiyah atau Ta’liqat.
Syarah atau interpretasi hadis banyak ditulis oleh para ulama
yang muncul sekarang, dalam bentuk buku atau kitab dengan bahasa
yang beraneka macam. Perintis pertama ilmu hadis Riwayah ini
adalah Muhammad bin Syihab Az-Zuhry yang wafat pada tahun 124
Hijriyah.
Proses periwayatan berkenaan dengan pemindahan atau
penyebutan berita dari satu orang kepada orang lain dengan
memperhatikan aspek kebenarannya. Dalam hadis, periwayatan
19

menjadi proses pemindahan dan penyandaran hadis pada orang yang


membawa hadis.
Ulama menyebutnya dengan ilmu riwayah. Syaikh Hafizh al-
Mas'udi, ulama al-Azhar, dalam Minhatul Mughits-nya,
menyebutkan bahwa ilmu riwayah pada hadis berkenaan dengan
proses transmisi yang disandarkan pada Nabi Saw baik ucapan,
perbuatan, maupun persetujuannya.
Pada ilmu ini, diuraikan proses periwayatan (transmisi)
sesuatu yang disandarkan pada Nabi Saw, berikut pencatatan, dan
penguraiannya. Subhi Shalih dalam bukunya, Ulumul Hadits,
menegaskan bahwa ilmu hadis riwayah mengkaji ketelitian
periwayatan bagi sesuatu yang disandarkan pada Nabi Saw baik
ucapan, perbuatan, persetujuan, dan sifatnya. Bahkan Subhi Shalih
mengaitkan pula pada sahabat dan tabiin, karena dua generasi ini
berperan penting dalam transmisi hadis.
Ketelitian pada periwayatan sangat ditekankan pada kajian
ini, namun tidak membahas keshahihan atau tidaknya hadis.
Pengetahuan kesahihan atau tidaknya hadis berada pada ilmu
dirayah.
Periwayatan hadis menjalin tiga komponen yang saling berkaitan,
yaitu siapa yang meriwayatkan (rawi), dari siapa dia meriwayatkan
hadis (marwi 'anhu), dan apa isi berita yang diriwayatkan (marwi).
Alur transmisi ini yang menjadi pokok periwayatan hadis.
Hadis merupakan sumber ajaran setelah al-Qur'an. Setelah
munculnya kodifikasi hadis, banyak karya ulama yang beredar dalam
penyebarluasan hadis. Kita dapat mengenal beberapa kitab hadis
tersebut seperti musnad, sunan, dan jami'.
20

Kitab musnad menghimpun hadis bukan berdasarkan topik


tertentu, melainkan berdasarkan nama sahabat secara alfabetik. Hadis
yang ingin diketahui pada musnad harus diketahui dulu nama sahabat
yang meriwayatkan hadis seperti pada Musnad Ahmad bin Hanbal
(w.241 H).
Kitab sunan menghimpun hadis yang disusun berdasarkan
klasifikasi sumbernya. Misalnya, hadis marfu', apabila berasal dari
Nabi Saw, mauquf apabila berasal dari sahabat, dan maqtu' apabila
berasal dari tabiin.
Hal ini dapat dilihat pada Sunan Abu Dawud, Sunan Ibnu
Majah, juga sunan lainnya. Sementara pada kitab jami', hadis
dihimpun berdasarkan topik tertentu, misalnya tafsir, akidah, hukum
Islam, dan topik lainnya. Contoh kitab jenis ini adalah al-Jami'al-
shahih li al-Bukhari dan Shahih Muslim.
Kajian riwayah pada ilmu hadis berguna dalam
pemeliharaan hadis dengan kehati-hatian dari kesalahan dan
kekurangan periwayatan. Periwayatan hadis berfungsi untuk
menyebarluaskan hadis kepada umat Islam sehingga dapat
diterima oleh mereka.
3. Tokoh Ulama dan Kitab-kitab Hadist Riwayah.
Tokoh Ulama Hadist riwayah adalah Muhammad bin Syihab
Az-Zuhury, adapun kitab-kitab hadist riwayah adalah :
1.minhatul mughits
2.musnad ah Ahmad bin Hambal
3.sunan abu daud
4.sunan Ibnu Majah
5.kitab al-jam'i al-shahih Li al-Bukhari dan shahih Muslim
21
BAB III

KESIMPULAN

Dari segi bahasa ilmu hadis terdiri dari dua kata, yaitu ilmu dan hadis.
Secara sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledge dan science.
Sedangkan hadis artinya segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW, baik dari perkataan, perbuatan, maupun persetujuan..
secara singkat Ilmu hadis adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan
atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan.

Berikut ini adalah ringkasan perkembangan pembukuan hadist :

1. Masa Nabi Muhammad SAW: Telah ada dasar-dasar ilmu hadis.

2. Masa Sahabat :Timbul secara lisan, secara eksplisit.

3. Masa Tabi’in :Telah timbul secara tertulis, tetapi belum terpisah


dengan ilmu lain.

4. Masa Tabi’ Tabi’in Ilmu hadis telah timbul secara terpisah dari
ilmu-ilmu lain, tetapi belum menyatu.

5. Masa setelah Tabi’ Tabi’in (abad ke-4 H) Berdiri sendiri


sebagai ilmu hadis.

Ilmu Hadis Dirayah adalah Ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah


untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara menerima dan menyampaikan
hadis, sifat rawi, dan lain-lain.

Ulama pertama yang membukukan Ilmu Hadis Dirayah adalah Abu


Muhammad ar-Ramahurmuzi (265-360 H) kitabnya yaitu al-Muhaddis al-
Fasil bain ar-Rawi wa al-wa 'i’ (Ahli Hadis yang Memisahkan Antara Rawi

18
19

dan Pemberi Nasihat). Kemudian muncul al-Hakim an-Naisaburi (405


H/1014 M) dengan sebuah kitab yang lebih sistematis, Ma'rifah 'Ulum al-
Hadis (Mengenal Ilmu-Ilmu Hadis). Kemudian Abu Nu'aim al-lsfahani (430
H/1038 M, berusaha melengkapi kekurangan kitab sebelumnya melalui
kitabnya, al-Mustakhraj 'Ala al-Hakim. Setelah itu muncul Abu Bakr Ahmad
al-Khatib al-Bagdadi (392 H/1002 M-463 H/1071 M) yang menulis dua kitab
ilmu hadis, yakni al-Kifayah fI 'Ilm ar-Riwayah dan al-Jami' li Adab ar-Rawi
wa as- Sami'.

Sejarah perkembangan ilmu hadis dirayah, Berawal dengan cara yang


sangat sederhana, ilmu ini berkembang sedemikian rupa seiring dengan
berkembangnya masalah yang dihadapi. Pada akhirnya ilmu hadis dirayah ini
melahirkan berbagai cabang ilmu dengan metodologi pembahasan yang
cukup rumit.

Pada periode Rasulullah SAW, kritik atau penelitian terhadap suatu


riwayat (hadis) yang menjadi cikal bakal ilmu hadis dirayah dilakukan
dengan cara yang sederhana. Apabila seorang sahabat ragu-ragu menerima
suatu riwayat dari sahabat lainnya, maka ia segera menemui Rasulullah SAW
atau sahabat lain yang dapat dipercaya untuk mengkonfirmasikannya. Setelah
itu, barulah ia menerima dan mengamalkan hadis tersebut.

Pada periode sahabat, penelitian hadis yang menyangkut sanad


maupun matan hadis semakin menampakkan wujudnya. Abu Bakar as-Siddiq
(573-634; khalifah pertama dari al-Khulafa' ar-Rasyidun [Empat Khalifah
Besar]), misalnya, tidak mau menerima suatu hadis yang disampaikan oleh
seseorang kecuali jika orang itu mampu mendatangkan saksi untuk
memastikan kebenaran riwayat yang disampaikannya.

Macam-macam Hadis Dirayah dibagi menjadi dua, yaitu:


20

1. Macam-macam ilmu hadis dirayah berkaitan dengan sanad, yaitu;

(a) 'Ilm Rijal al-Hadis

(b) 'llm al-Jarh wa at-Ta'dil

(c) 'llm 'llal al-Hadis

2. Macam-macam ilmu hadis dirayah berkaitan dengan matan, yaitu;

(a) 'llm Gharib al-Hadis

(b) 'llm Asbab Wurud al-Hadis

(c) 'llm Mukhtalif al-Hadis

(d) 'llm Nasikh wa Mansukh al-Hadis

(e) 'llm Takhrij al-Hadis

Hadits riwayah adalah cerita atau narasi tentang perkataan, perbuatan,


atau persetujuan Nabi Muhammad SAW yang disampaikan oleh para
Sahabat. Sejak masa hidup Nabi, para Sahabat mencatat dan menghafal apa
yang beliau sampaikan. Setelah wafatnya Nabi, penyebaran dan pelaporan
hadits terus berlanjut. Para Sahabat yang menjadi perawi hadits terkenal,
seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,
dan Aisyah, mentransmisikan hadits melalui lisan kepada generasi
berikutnya. Untuk menjaga akurasi, dikembangkan sistem isnad atau rantai
perawi. Pada abad ke-2 Hijriyah, para ulama mulai menyusun karya tertulis
yang memuat koleksi hadits, seperti Sahih Bukhari dan Muslim, sebagai hasil
pengumpulan dan pengujian yang ketat. Hadits riwayah menjadi sumber
penting kedua dalam Islam setelah Al-Qur'an dalam memahami dan
mengaplikasikan ajaran agama.
21

DAFTAR PUSTAKA

Al-Tahhan, Mahmud. Taisir Musthalahal al-Hadits (Beirut: Dar ats-Tsaqafah al-


Islamiyah, t.t.)

Lihhiati. 2015. Ulumul Hadist. Jakarta: AMZAH

Anda mungkin juga menyukai