Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TAKHRIJ AL HADIS III

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ulumul Hadits

Dosen Pengampu : Saiful Umam, Lc. MH

Disusun Oleh :

1. M. Triyadi (10322011)
2. Putri Khalimatus Sa’diyah (10322025)
3. Rani Alis Fitrian (10322030)

KELAS A

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH. ABDURRAHMAN WAHID

PEKALONGAN

2023

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur
atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita
semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Hukum Perdata dengan judul
'TAKHRIJ AL HADIST' III'.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW yang kita nantikan syafaatnya kelak di hari akhir. Aamiin.Tidak lupa juga kami
ucapkan terimah kasih kepada Pak Saiful Umam, Lc. MH. selaku dosen pengampu mata
kuliah Ulumul Hadist, karena beliaulah pengantar ilmu bagi kami sehingga makalah ini dapat
terselesaikan tepat waktu tanpa suatu halangan apapun.
Terimah kasih juga pada para penulis sumber dan pihak terkait yang telah membagikan
ilmunya sehingga mempermudah kami dalam menyusun makalah ini.Harapannya semoga
makalah ini bisa menambah pengetahuan dan sumber ilmu bagi para pembaca. Namun
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami membuat ketidaksempurnaan makalah ini.
Oleh karena itu , kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Pekalongan, 27 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii

BAB I .............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1

C. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 1

BAB II............................................................................................................................................. 2

PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 2

A. Takhrij Al Hadist ................................................................................................................. 2

B. Kualitas Hadist Di Tinjau dari Matan .................................................................................. 4

C. Kualitas Hadist Di Tinjau dari Sanad .................................................................................. 6

D. Terjemah Sumber dan Kualitas Hadist ................................................................................ 8

BAB III ......................................................................................................................................... 10

PENUTUP..................................................................................................................................... 10

A. KESIMPULAN .................................................................................................................. 10

B. SARAN .............................................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Takhrij al-Hadith adalah sebuah disiplin ilmu dalam studi hadis yang bertujuan untuk
menentukan keaslian dan keabsahan suatu hadis. Disiplin ilmu ini bermula dari zaman
Nabi Muhammad SAW, ketika para sahabatnya mencatat dan menghafal hadis-hadis
yang beliau sampaikan. Kemudian, generasi-generasi setelahnya terus memelihara dan
mengembangkan ilmu hadis dengan meneliti keaslian hadis-hadis yang telah diterima dari
masa sebelumnya.Takhrij al-Hadith menjadi semakin penting pada abad ke-2 hijriyah,
ketika munculnya berbagai hadis yang dipalsukan oleh orang-orang yang ingin
memperkenalkan ajaran-ajaran baru yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang
sebenarnya. Oleh karena itu, para ulama pun mulai berusaha untuk memilah-milah hadis-
hadis yang sahih dari yang palsu, dengan cara meneliti sanad (rantai perawi) dan matan
(isi) hadis.
Metode takhrij al-hadith umumnya meliputi pengumpulan hadis dari berbagai sumber,
meneliti sanad dan matan hadis, membandingkan hadis dengan nash (teks Al-Quran dan
hadis yang telah diterima secara mutawatir), dan menentukan status keaslian hadis
tersebut (sahih, hasan, dhaif atau palsu).Kajian ilmu takhrij al-hadith memiliki peran yang
sangat penting dalam menjaga keaslian dan keabsahan hadis-hadis yang menjadi sumber
ajaran Islam. Oleh karena itu, para ulama terus memperbarui metode dan teknik dalam
studi hadis, sehingga dapat dipastikan bahwa hadis-hadis yang disampaikan memang
benar-benar berasal dari Nabi Muhammad SAW.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud takhrij al hadist?
2. Bagaimana klasifikasi hadist di tinjau dari matan?
3. Bagaimana klasifikasi hadist di tinjau dari sanad?
4. Bagaimana terjemah sumber dan kualitas hadist?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan takhrij al hadist.
2. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi hadist yang ditinjau dari matan.
3. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi hadist yang ditinjau dari hadist.
4. Untuk mengetahui dan memahami terjemahan sumber dan kualitas hadist.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Takhrij Al Hadist
Terminologi takhrīj dalam bahasa Arab adalah takhrīj ( )‫تخريج‬berasal dari akar kata
kharraja ( )‫خرج‬yang berarti mengeluarkan, tampak atau jelas.1 Term takhrīj ini memiliki
sinonim dengan beberapa kata, misalnya, al-istimbāth (yang berarti 2
)‫اإلستنباط‬
mengeluarkan, al-tadrīb ( 3)‫التدريب‬yang berarti meneliti dan al-tawjīh (yang berarti 4)‫التوجیھ‬
menerangkan.
Adapun pengertian al-takhrīj yang digunakan untuk maksud kegiatan penelitian hadis
lebih lanjut ialah takhrīj ul hadis yang dalam hal ini ialah “penelusuran atau pencarian
hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di
dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matn dan sanad hadis yang
bersangkutan.”5
Dalam proses pembukuan hadis dan Ilmu Hadis yang terus berkembang dan dipelajari
banyak orang sampai saat ini. Terjadi perubahan-perubahan dalam sistematika dan
metode penulisannya, ia tidak terlepas dari ketentutan-ketentuan yang telah dirumuskan
oleh ulama-ulama yang merintisnya.
Kitab-kitab hadis dan Ilmu Hadis, ada yang beredar luas di kalangan masyarakat sampai
saat ini, ada yang cukup sulit ditemukan dan ada yang telah hilang.Kitab-kitab himpunan
hadis yang banyak beredar sampai saat ini tampaknya hanya belasan buah saja. Misalnya ;
Kitab Muwaththa’ Mālik, Sahīh al-Bukhāriy, Sahīh Muslim, Sunan Abū Dāwud, Sunan
al-Turmuziy, Sunan al-Nasā’iy, Sunan Ibn Mājah, Sunan al-Dārimiy, Sunan al-Bayhāqiy,
Musnad Ahmad bin Hanbal, Musnad Abī ‘Awānah dan lain-lain. Sedangkan kitab-kitab
Ilmu Hadis, yang masyhur diketahui saat ini jumlahnya cukup banyak.6 Misalnya, dalam
‘Ilmu Rijāl al-Hadīts adalah kitab Usud al-Gābah karya Izz al-Dīn Ibn Atsīr. Ilmu Jarh

1
Abū Husain Ahmad ibn Fāris ibn Zakariyah, Maqāyis al-Lugah, jilid II (t.t.: Dār al-Fikr, 1979), hlm.
175.
2
ibid., hlm. 17. Dapat pula dilihat dalam Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Hidakarya
Agung 1973), hlm. 41.
3
Al-Fairuz Abadiy, al-Qamūs al-Muhīth, jilid I (Kairo: al-Maimuniyah, 1313 H.), hlm. 192.
4
Abū al-Fadl Jamāl al-Dīn Muhammad ibn Mukram ibn Manzūr, Lisān al-‘Arab, jilid II (Beirut: Dar
al-Sadr, 1968), hlm. 249.
5
Darsul. S, Puyu, Metode Takhrij Al-Hadis Menurut Kosa Kata, Tematik Dan CD Hadis, (Makassar:
Alauddin University Press, 2012), hlm. 44
6
Yūsuf Qardāwiy, Kaifa Nata‘allamu bi al-Sunnah diterjemahkan oleh Muhammad al- Baqir dengan
judul Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw (Bandung: Karisma, 1993), hlm. 27.

2
wa al-Ta’dil adalah Kitāb al- Thabaqāt karya Muhammad ibn Sa’ad al-Zuhriy al-Basariy.
Ilmu ‘Ilal al-Hadīts adalah Ilal al-Hadīts karya Ibn Abi Hātim. Ilmu Garib al-Hadīts
adalah al-Fa’id fi Garib al-Hadīts karya Imām al- Zamakhsyāriy. Ilmu Asbāb al-Wurūd
al-Hadīts adalah al-Bayān wa al- Ta‘rīf karya Ibn Hamzah al-Husainiy, dan lain-lain.
Para ulama dan peneliti hadis terdahulu, dalam mencari hadis sampai menemukannya,
tidak membutuhkan kaidah-kaidah dan pokok-pokok takhrīj (usūl al-takhrīj), karena
pengetahuan mereka sangat luas ditambah lagi ingatan mereka sangat kuat terhadap
sumber-sumber hadis. Ketika mereka membutuhkan hadis sebagai bahan referens, dalam
waktu singkat mereka dapat menemukan tempatnya dalam kitab-kitab hadis berdasarkan
dugaan yang kuat dan tepat dalam penemuannya. Di samping itu, mereka mengetahui
sistematika penyusunan kitab-kitab hadis, sehingga dengan mudah bagi mereka untuk
mempergunakan dannmemeriksa kembali guna mendapatkan suatu hadis dari kitab
sumbernya. Hal seperti itu juga mudah bagi orang yang membaca hadis pada kitab-kitab
selain hadis, karena ia berkemampuan mengetahui sumbernya dan dapat sampai pada
tujuannya dengan mudah dan tepat.Keadaan seperti itu berlangsung sampai berabad-abad
lamanya, sehingga pengetahuan para ulama dari generasi ke generasi tentang kitab-kitab
hadis dan sumber aslinya menjadi sempit, maka sulitlah bagi mereka untuk mengetahui
tempat-tempat hadis dalam berbagai kitab.
Berangkat dari kenyataan tersebut di atas, ulama merespons keadaan yang berlarut-larut
itu. Mereka bangkit membela hadis dengan cara mentakhrijnya dari kitab-kitab sumber
asli secara permanen, menyebutkan sanad-sanadnya dan membicarakan kesahihan dan
keda‘īfan hadis sebagian atau seluruhnya.Mahmūd Thahhān dalam bukunya, Ushūl al-
Takhrīj wa Dirāsat al-Asānid menyebutkan bahwa; ulama yang mula-mula melakukan
kegiatan takhrīj, dengan mengutip berbagai hadis dari berbagai sumber adalah
Muhammad ibn Mūsa al-Hasyimiy al- Syafi’ī (w. 584 H.). Hadis-hadis yang dikutipnya
termuat dalam karyanya, yakni Kitab Takhrīj Ahādis al-Muhazzab. Kegiatan yang sama
telah dilakukan juga oleh sejumlah ulama. Dari kegiatan- kegiatan yang telah dilakukan
ini, melahirkan berbagai kitab yang dapat disebut sebagai kitab Takhrīj.7
Terkait dengan uraian-uraian terdahulu, maka dapat dipahami bahwa kegiatan takhrīj
hadis dalam arti mencari hadis sampai menemukannya dari berbagai sumber, telah

7
Ahmad Muhammad Syākir, Al-Bā‘its al-Hadīts Syarh Ikhtisār ‘Ulūm al-Hadīts (Cet.IV; Beirut: Dār
al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), hlm. 25. Lihat pula Jalāl al-Dīn Abd. al- Rahmān bin Abū Bakr al-Suyūthiy, Tadrīb
al-Rāwi fī Syarh Taqrīb al-Nawāwiy, ditahqiq dan diberi anotasi oleh Abd al-Wahhab Abd. al-Lathīf, jilid I
(Cet.VIII; Madinah: al- Maktabat al-Ilmiyah, 1972), hlm. 112.

3
muncul bersamaan dengan adanya periwayatan hadis sejak masa Nabi. Sedangkan
kegiatan takhrīj hadis dalam arti mencari hadis sampai menemukannya dari kitab-kitab
hadis standar, baru muncul setelah dibukukannya hadis itu secara resmi. Yakni, sekitar
akhir abad kedua atau awal abad III Hijriah. Dengan adanya kegiatan takhrīj hadis ini,
melahirkan kitab-kitab Hadis dan Ilmu Hadis secara terproses.Dalam kaitan dengan
takhrīj hadis dewasa ini, untuk perealisasiannya cukup mengutip hadis-hadis dari
berbagai kitab himpunan hadis yang dapat dijadikan standar dengan bantuan kitab-kitab
Mu‘jam. Untuk kepentingan penelitian lebih lanjut, upaya yang dilakukan adalah; tetap
mengacu pada kaedah-kaedah Ilmu Hadis itu sendiri.
B. Kualitas Hadist Di Tinjau dari Matan
Matan (isi hadits), yaitu tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan hadits-hadits lain yang
lebih tinggi tingkat kepercayaannya. Secara umum ada tiga langkah metologis kegeiatan
penelitian matan hadits, yaitu:
a. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya
Dalam penelitian hadits, ulama mendahulukan penelitian sanad atas matan. Hal ini
bukan berarti bahwa sanad lebih penting dari pada matan. Bagi ulama hadits, dua
bagian riawayat hadits itu samasama penting, hanya saja penelitian matan barulah
mempunyai arti apabila sanad bagi matan hadits yang bersangkutan telah jelas dan
memenuhi syarat. Tanpa adanya sanad, maka suatu matan tidak dapat dinyatakan
sebagai berasal dari Rasulullah Saw.
Ulama hadits menganggap penting penelitian matan untuk dilakukan, setelah sanad
bagi matan itu telah diketahui kualitasnya, dalam hal ini kualitas shahih, atau minimal
tidak termasuk berat kedhaifannya. Matan dan sanad yang sangat dhaif tidak perlu
diteliti sebab hasilnya tidak akan memberi manfaat bagi kehujaan hadits yang
bersangkutan.
b. Meneliti susunan matan semakna.
1.) Terjadi perbedaan lafaz
Menurut ulama hadits, perbedaan lafaz yang tidak mengakibat- kan perbedaan
makna, asalkan sanadnya samasama shahih, maka hal itu dapat ditoleransi. Cukup
banyak matan hadits yang semakna dengan sanad yang sama-sama shahihnya
tersusun dengan lafaz yang berbeda. Misalnya hadits tentang niat yang
ditakhrijkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Majah
dan Ahmad bin Hambal. Hadits tersebut menurut riwayat Bukhari terdapat tujuh
matan yang tersusun lafaznya berbeda-beda.
4
2.) Akibat terjadinya perbedaan lafaz yaitu: menggunakan metode muqaranah
(perbandingan) .
Dalam hal ini metode muqaranah tidak hanya ditujukan pada lafaz-lafaz matan
saja, tetapi juga pada masingmasing sanad- nya, dengan menempuh metode
muqaranah, maka akan diketahui apakah terjadi perbedaan lafaz pada matan yang
masih dapat ditoleransi atau tidak. Metode ini sebagai upaya lebih mencermati
susunan matan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.
c. Meneliti kandungan matan yaitu:
1.) Kandungan matan yang sejalan
Untuk mengetahui ada atau tidak adanya matan lain yang memiliki topik masalah
yang sama, perlu dilakukan takhrijul hadits bi al-maudhu’. Apabila ternyata ada
matan lain yang bertopik sama, maka matan itu perlu diteliti sanadnya. Jika
sanadnya memenuhi syarat, maka kegiatan muqaranah perlu dilakukan.
2.) Membandingkan kandungan matan yang tidak sejalan
Dalam hal ini jika sejumlah hadits Nabi yang tidak tampak sejalan atau tampak
bertentangan dengan hadits lain atau ayat alQuran, maka pasti ada yang
melatarbelakanginya. Dalam hal ini digunakan pendekatan-pendekatan yang sah
dan tepat sesuai dengan tuntutan kandungan matan yang bersangkutan.
3.) Menyimpulkan hasil penelitian
Setelah langkah-langkah di atas ditempuh, maka langkah terakhir dalam penelitian
matan ialah menyimpulkan hasil penelitian matan. Karena kualitas matan hanya
dikenal dua macam saja, yakni shahih dan dhaif, maka kesimpulan penelitian
matan akan berkisar pada dua macam kemungkinan tersebut.8
Selanjutnya dalam penelitian matan hadits terdapat beberapa hal, yaitu sebagai
berikut:
a. Jika dalam matan hadits terdapat tanda-tanda kepalsuan seperti lemah lafaznya,
rusak maknanya atau bertentangan dengan teks alQuran yang shahih atau
sebagainya, maka yang tepat untuk mengetahui sumbernya ialah melihat kitab-
kitab al-maudhu’at (kitab-kitab tentang hadits maudhu’). Dengan kitab-kitab
ini dapat diketahui hadits yang mempunyai sifat-sifat tersebut di atas, semisal
takhrijnya, bahasan, dan penjelasan tentang orang yang memalsukannya. Di
antara kitab-kitab tentang hadits maudhu’yang disusun berdasarkan huruf

8
H. M. Noor Sulaiman, “Langkah-langkah Penelitian Hadits”, dalam Jurnal Hunafa, edisi No. 8, Vol.
3, 1 Desember 2000, STAIN Datokorama Palu, hlm. 40.

5
hijaiyah adalah al-maudhuah al-kubrah karya Syekh Ali al-Qari al-Harawi,
dan kitab yang disusun
berdasarkan bab-bab fikih adalah Tanzihu syari’ah al-Marfu’ahanil ahadits
syaniyah al-maudhu’ah karya Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Iraq al-
Kinany.
b. Jika matan itu termasuk hadits qudsi, maka sumber yang tepat untuk
mencarinya adalah kitab-kitab yang khusus menghimpun hadits qudsi, karena
di dalamnya disebutkan perawinya secara lengkap. Di antara kitab-kitab
tersebut adalah Misyakatul anwar fima ruwiyah anillahi subhanahu wa ta’ala
minal akhbar, karya Muhyidin Muhammad bin Ali bin Arabi al-Khatimi al-
Andalusi, yang mengimpun 101 hadits lengkap dengan sanadnya. Al-
Ithafussaniyyah bil ahaditsi qudisiyah, karya Syekh Rauf al-Munawi.9
Dalam kaitannya dengan hal di atas, maka menurut jumhur ulama hadits, bahwa
tanda-tanda matan hadist yang palsu adalah:
1. Susunan bahasanya rancu. Rasulullah Saw., yang sangat fasih dalam
berbahasa Arab dan memiliki gaya bahasa yang khas, mustahil mengeluarkan
pernyataan yang rancu tersebut.
2. Kandungan pernyataan bertentangan dengan akal sehat dan sangat sulit
ditafsirkan secara rasional.
3. Kandungan pernyataan bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam,
misalnya berisi ajaran untuk berbuat maksiat.
4. Kandungan pernyataan bertentangan dengan sunnatullah (hukum alam).
5. Kandungan pernyataan bertentangan dengan fakta sejarah.
6. Kandungan pernyataan bertentangan dengan petunjuk alQuran ataupun hadist
mutawatir yang telah mengandung petunjuk secara pasti.
7. Kandungan pernyataannya berada di luar kewajiban diukur dari petunjuk
umum ajaran Islam, misalnya: amalan tertentu yang menurut petunjuk umum
ajaran Islam dinyatakan sebagai amalan yang tidak seberapa, tetapi diiming-
imingi dengan balasan pahala yang sangat luar biasa.
C. Kualitas Hadist Di Tinjau dari Sanad

9
Mahmud al-Tahan, Ushul al-Takhrij wa darasah al-asanid, diterjemahkan oleh Ridwan Nasir dengan
judul Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadits, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), hlm. 92.

6
Sanad adalah silsilah atau kumpulan rawi dari sahabat hingga orang yang terakhir
meriwayatkannya. Rawi sendiri merupakan periwayat hadis atau orang yang
menyampaikan informasi berupa perkataan, perbuatan, ataupun sikap Nabi Saw.
Menurut Dr. Mahmud al-Tahhan, untuk mempelajari sanad hadits berarti menuntut
adanya lima syarat, agar dapat dinilai derajat suatu hadits, yaitu:
a) Mencari biografi perawi
Dalam hal ini para ahli hadits telah berhasil menyusun kitab-kitab tentang biografi
perawi dalam berbagai macam susunan (berdasarkan urutan huruf atau bab-bab fikih),
memuat perawi secara umum, biografi perawi tsiqah atau perawi dhaif dan sesamanya.
Sehingga itu merupakan keharusan bagi orang yang hendak mengetahui biografi salah
satu perwi, untuk melihat kitab-kitab tersebut seperti perawi kitab hadits enam. Jika
seorang tidak mengetahui pribadi seorang perawi, ia tetap dapat menemukan
biografinya dengan mengetahui namanya saja. Karena sebagian besar kitab biografi
perawi ini dalam mengemukakan nama-nama perawi menggunakan urutan huruf
mu’jam dengan memperhatikan nama perawi dan nama bapaknya.
b) Membahas keadilan dan kedlabitan perawi
Tahap kedua dalam mempelajari sanad hadits adalah meneliti keadilan dan
kedhabitan perawi dengan cara membaca dan mempelajari pendapat para ahli jarh
dan ta’dil yang terdapat di tengah-tengah biografi setiap perawi.
c) Membahas kemuttashilan sanad (sanad yang bersambung)
Dalam hal ini setiap sanad suatu hadits haruslah muttashil atau bersambung. (Lihat
contoh hadits pada penjelasan sebelumnya).
d) Membahas syadz dan illat hadits
Membahas syadz dan illat hadits adalah perbuatan yang sangat sulit dibandingkan
membahas keadilan dan kedhabitan perawi serta kemuttashilan sanad. Mengetahui
ada tidaknya kesesuaian antara beberapa sanad hadits dan menjelaskan ada tidaknya
syadz dan illat hadits hanya dapat dilakukan oleh orang yang menguasai (menghapal)
banyak sanad dan matan hadits. Illat hadits dapat dijelaskan dengan cara menghimpun
semua sanad dan memperhatikan perbedaan perawi hadits.
Berdasarakan uraian di atas bisa diketahui bahwa kegiatan penelitian sanad ditempuh
melalui jalur seluruh sanad, dalam hal ini harus jelas, sehingga dapat dibedakan
antara jalur sanad yang satu dengan jalur sanad yang lainnya. Dan nama-nama
periwayat yang dicantumkan harus dicermati, sehingga tidak mengalami kesulitan

7
tatkala dilakukan penelitian melalui kitabkitab rijal. Selanjutnya melihat metode
periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat.
Pengaruh sanad terhadap klasifikasi hadist
Ciri umum dari sebuah hadits shahih di awal bagian abad kedua hij-riyah adalah
bahwa hadits itu diriwayatkan oleh sejumlah perawi dengan jumlah yang banyak dan
berasal dari berbagai provinsi dan negara. Walaupun demikian tidak semua hadits
mempunyai satu jalur dalam menyebarluaskan sanad. Kita telah memahami bahwa
sejumlah hadits diriwayatkan oleh beberapa orang sahabat dan tabi’in, namun
sejumlah hadits lainnya hanya dinukilkan oleh seorang sahabat, kemudian diteruskan
juga oleh seorang tabi’in yang hanya mempunyai seorang murid yang meriwayatkan
hadits tersebut. Oleh sebab itu, untuk melihat keberadaan hadits-hadist tersebut dinilai
berdasarkan jumlah perawinya. Berdasarkan hal ini, semakin banyak sahabat atau
tabi’in yang meriwayatkan hadits itu maka akan.
D. Terjemah Sumber dan Kualitas Hadist
1) Hadist Shahih Dalam Situs www.Hadeethenc.com
‫ صلى هللا عليه‬- ‫ تابع الوحي على رسول هللا‬-‫عز وجل‬- ‫إن هللا‬: ‫مرفوعا‬. -‫عن أنس بن مالك رضي هللا عنه‬
‫ قبل وفاته حتَّى ت ُ ُوفِّي أكثر ما كان الوحي‬-‫وسلم‬.
Artinya: Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu secara marfu, "Sesungguhnya
Allah 'Azza wa Jalla menurunkan wahyu secara berturut-turut kepada Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sebelum wafatnya hingga beliau tutup usia dengan
wahyu yang sangat banyak".
2. Hadist Shahih Dalam Kitab Shahih Al-Bukhari
‫ع ْن ُه َما قَا َل‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫ّللا‬ َ ‫ض‬
ِّ ‫ع َم َر َر‬ُ ‫ع ْن اب ِّْن‬ َ ‫ع ْن ِّع ْك ِّر َمةَ ب ِّْن خَالِّد‬ ُ ‫ظلَةُ ْب ُن أَ ِّبي‬
َ َ‫س ْفيَان‬ َ ‫سى قَا َل أ َ ْخبَ َرنَا َح ْن‬ َ ‫ّللا ْب ُن ُمو‬ ُ ‫َحدَّثَنَا‬
ِّ َّ ُ‫عبَ ْيد‬
‫ّللا َو ِّإقَ ِّام‬
ِّ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ّللاُ َوأ َ َّن ُم َح َّمدا َر‬
َّ ‫ش َهادَةِّ أ َ ْن َل ِّإلَهَ ِّإ َّل‬
َ ‫علَى خ َْمس‬ َ ‫اْلس ََْل ُم‬ َ ‫سلَّ َم بُن‬
ِّ ْ ‫ِّي‬ َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّللا‬ َ ‫ّللا‬ِّ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫قَا َل َر‬
َ‫ضان‬ َ ‫الزكَاةِّ َو ْال َحجِّ َو‬
َ ‫ص ْو ِّم َر َم‬ َّ ِّ‫ص ََلةِّ َوإِّيتَاء‬
َّ ‫ال‬
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Musa berkata: telah
mengkhabarkan kepada kami Handzalah bin Abi Sufyan dari Ikrimah bin Khalid dari
Ibnu Umar ra, berkata bersabda Rasulullah saw., dibina Islam itu atas lima perkara
syahadat bahwa tak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad Rasulullah
dan mendirikan shalat dan membayar zakat dan berhaji dan berpuasa pada bulan
ramadhan (Sha- hih Bukhari hadist ke-7)”.
Dari gambaran hadits tersebut dapat dikemukakan bahwa ada tiga unsur yang
terkandung dalam satu hadits, yaitu sanad, matan, dan rawy. Namun, yang akan
dibahas dalam tulisan ini adalah masalah sanad dan matan.
8
Sanad menurut bahasa berarti sandaran, yang kita bersandar padanya, dan berarti
dapat diperpegangi, dipercayai. Sedangkan menurut istilah, sanad berarti keseluruhan
rawy dalam suatu hadits de- ngan sifat dan bentuk yang ada. Dari gambaran hadits di
َ ‫ّللا ْب ُن ُمو‬
atas maka yang termasuk sanad adalah mulai ‫سى‬ ُ dari sampai dengan . ‫ع ْن‬
ِّ َّ ُ‫عبَ ْيد‬ َ
‫ع ْن ُه َما‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫ّللا‬ َ ‫ض‬
ِّ ‫ع َم َر َر‬
ُ ‫اب ِّْن‬.
Selanjutnya matan menurut bahasa berarti punggung jalan (muka jalan) tanah yang
keras dan tinggi. Sedangkan matan menurut istilah ialah bunyi atau kalimat yang
terdapat dalam hadits yang menjadi isi riwayat. Apakah hadits tersebut berbentuk
qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), dan taqrir (ketetapan dan sebagainya) dari Rasulullah
ِّ ْ ‫ِّي‬
Saw. Berdasarkan hadits di atas, yang termasuk kategori matan adalah mulai ‫اْلس ََْل ُم‬ َ ‫بُن‬
dari sampai dengan َ‫ضان‬
َ ‫ص ْو ِّم َر َم‬
َ .

9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Takhrij hadist adalah usaha menemukan matan dan sanad hadist secara lengkap dari
sumber- sumbernya yang asli yang dari situ akan bisa diketahui kualitas suatu hadist baik
secara lansung karena sudah disebutkan oleh kolektornya maupun melalui penelitian
selanjutnya.
Syarat sanad hadits : (1) Mencari biografi perawi, (2) Membahas keadilan dan kedlabitan
perawi, (3) Membahas kemuttashilan sanad [sanad yang bersambung], (4) Membahas
syadz dan illat hadits.
Kita telah memahami bahwa sejumlah hadits diriwayatkan oleh beberapa orang sahabat
dan tabi’in, namun sejumlah hadits lainnya hanya dinukilkan oleh seorang sahabat,
kemudian diteruskan juga oleh seorang tabi’in yang hanya mempunyai seorang murid
yang meriwayatkan hadits tersebut.
B. SARAN
Kami selaku penyusun menyadari banyak penyusunan makalah yang jauh dari Kata
sempurna. Oleh karena itu ,kami selaku penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca untuk memperbaiki di kemudian hari.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abadiy Al-Fairuz, al-Qamūs al-Muhīth, jilid I (Kairo: al-Maimuniyah, 1313 H).


Ahmad Muhammad Syākir, Al-Bā‘its al-Hadīts Syarh Ikhtisār ‘Ulūm al-Hadīts (Cet.IV;
Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyah, 1994).
H. M. Noor Sulaiman, “Langkah-langkah Penelitian Hadits”, dalam Jurnal Hunafa, edisi No.
8, Vol. 3, 1 Desember 2000, STAIN Datokorama Palu.
Ibn Zakariyah Ibn Fāris Ahmad Abū Husain, Maqāyis al-Lugah, jilid II (t.t.: Dār al-Fikr,
1979).
Jurnal Al-Syir'ah. Vol. 8, No. 2. (Diakses Pada Selasa,30 Mei 2023 Pukul 13.00).
Mahmud al-Tahan, Ushul al-Takhrij wa darasah al-asanid, diterjemahkan oleh Ridwan Nasir
dengan judul Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadits, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1995).
Mohamad S, Rahman, 2010. Kajian Matan Dan Sanad Hadist Dalam Metode Historis.
Muhammad ibn Mukram ibn Manzūr, Abū al-Fadl Jamāl al-Dīn, Lisān al-‘Arab, jilid II
(Beirut: Dar al-Sadr, 1968).
Qardāwiy Yūsuf, Kaifa Nata‘allamu bi al-Sunnah diterjemahkan oleh Muhammad al- Baqir
dengan judul Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw (Bandung: Karisma, 1993).

S, Puyu, Darsul, (2012), Metode Takhrij Al-Hadis Menurut Kosa Kata, Tematik Dan CD
Hadis, Alauddin University Press, Makassar.
S, Puyu, Darsul, Metode Takhrij Al-Hadis Menurut Kosa Kata, Tematik Dan CD Hadis,
(Makassar: Alauddin University Press, 2012).
www.Hadeethenc.com

11

Anda mungkin juga menyukai