Anda di halaman 1dari 11

SUMBER SUMBER HUKUM ISLAM

HUKUM ISLAM
DOSEN PENGAMPU: SAAN

Oleh Kelompok:
Agil Nurgianto 211010250003

Anisa Aprilia 211010250038

Faisal

Marselinus Niziwai G 211010250269

Nadya Nurhofifah 211010250020

Tri Oktavia 211010250035

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang dengan rahmat dan petunjuk-
Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, utusan Allah yang telah
membawa risalah-Nya sebagai pedoman bagi umat manusia.

Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai sumber-sumber hukum Islam,


yang menjadi pijakan utama dalam menetapkan dan menjalankan syariat Allah
SWT. Sumber-sumber hukum Islam ini merupakan landasan yang kuat dalam
membentuk kerangka hukum yang adil dan berkeadilan dalam kehidupan
beragama.

Dalam pembahasan ini, kami akan mengulas secara komprehensif beberapa


sumber hukum Islam yang telah diakui oleh para ulama dan cendekiawan dalam
tradisi hukum Islam. Mulai dari Al-Quran sebagai wahyu utama Allah SWT,
hingga hadis-hadis Rasulullah SAW yang menjelaskan dan mengkaji ajaran-Nya,
serta konsep-konsep seperti Ijma, Qiyas, Istislah, dan Maslahah Mursalah yang
turut memperkaya bingkai hukum Islam.

Penyusunan makalah ini tentu tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Kami
ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para dosen dan
pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan berharga dalam proses
penulisan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini tidak sempurna, oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan dan
penyempurnaan di masa yang akan datang.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat serta pemahaman yang lebih
mendalam tentang sumber-sumber hukum Islam, dan menjadi bahan referensi
yang berguna bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih dalam tentang hukum
Islam.

Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberikan taufik dan hidayah-Nya
kepada kita semua. Amin.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
I. Latar Belakang..............................................................................................3
II. Rumusan Masalah.....................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
I. Pengertian Sumber – Sumber Hukum Islam.................................................5
II. Al-Quran Menurut Para Ahli.....................................................................6
III. Pengertian & Fungsi Hadist......................................................................7
IV. Pengertian Ijma & Qiyas Menurut Para Ahli............................................8
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUPAN........................................................................................................12
I. Kesimpulan.................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Islam, sebagai agama yang memiliki cakupan kehidupan yang
komprehensif, memberikan pedoman hukum yang mengatur segala aspek
kehidupan umatnya. Dalam konteks ini, pemahaman terhadap sumber-
sumber hukum Islam menjadi sangat penting. Sumber-sumber hukum
Islam merupakan fondasi utama dalam menetapkan hukum syariah yang
menjadi pijakan dalam kehidupan umat Muslim. Dalam sejarah Islam,
pemahaman terhadap sumber-sumber hukum telah berkembang seiring
dengan perjalanan waktu dan tantangan yang dihadapi oleh umat Islam.
Dari zaman Rasulullah Muhammad SAW hingga masa kontemporer, para
ulama dan cendekiawan Islam terus mengembangkan metodologi serta
memperdalam pemahaman terhadap sumber-sumber hukum Islam,
Namun, meskipun pentingnya pemahaman terhadap sumber-sumber
hukum Islam diakui secara luas, masih banyak yang kurang memahami
secara mendalam tentang konsep dan peran dari masing-masing sumber
hukum tersebut. Keterbatasan pemahaman ini dapat menghambat
kemampuan umat Islam dalam menerapkan hukum syariah secara efektif
dan kontekstual dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu,
pembahasan mendalam mengenai sumber-sumber hukum Islam menjadi
relevan dan diperlukan. Melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang
Al-Quran, hadis, Ijma, Qiyas, Istislah, dan Maslahah Mursalah, diharapkan
umat Islam dapat memperoleh landasan yang kuat dalam mengambil
keputusan hukum yang sesuai dengan ajaran Islam dan konteks sosialnya

II. Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep Ijma (konsensus umat) dalam Islam, dan bagaimana
Ijma digunakan dalam proses penetapan hukum syariah?
2. Apa itu Qiyas (analogi hukum) dalam Islam, dan bagaimana Qiyas
digunakan dalam menetapkan hukum syariah?

3
BAB II

PEMBAHASAN

I. Pengertian Sumber – Sumber Hukum Islam


Pengertian Sumber Hukum Islam

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia sumber adalah asal sesuatu.

Pada hakekatnya yang dimaksud dengan sumber hukum adalah tempat kita dapat
menemukan atau menggali hukumnya. Sumber hukum Islam adalah asal (tempat
pengambilan) hukum Islam. Sumber hukum Islam disebut juga dengan istilah
dalil hukum Islam atau pokok hukum Islam atau dasar hukum Islam.

Bila dilihat secara kamus, maka akan terlihat bahwa kedua kata itu tidaklah
sinonim, setidaknya bila dihubungkan kepada syariah‟. Kata sumber dapat
diartikan suatu wadah yang dari , ‫ م صادر‬atau dengan jamaknya ‫ م صادر‬wadah itu
dapat ditemukan atau ditimba norma hukum. Sedangkan „dalil hukum‟ berarti
sesuatu yang memberi petunjuk dan menuntun kita dalam menemukan hukum
Allah. Kata “sumber” dalam artian ini hanya dapat digunakan untuk Al- Qur‟an
dan sunah, karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba
hukum syara’ tetapi tidak mungkin kata ini digunakan untuk ijma dan qiyas
karena keduanya bukanlah wadah yang dapat ditimba norma hukum. Ijma dan
qiyas itu, keduanya adalah cara dalam menemukan hukum. Kata dalil‟ dapat
digunakan untuk Al-Qur‟an dan sunah, juga dapat digunakan untuk ijma dan
qiyas, karena memang semuanya menuntun kepada penemuan hukum Allah.

II. Al-Quran Menurut Para Ahli


Al-Qur'an

Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad


Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai Mukjizat yang paling besar dan agung,
melalui Malaikat Jibril dengan jalan mutawatir sebagai petunjuk bagi seluruh
manusia, dan merupakan pahala bagi yang membacanyaMenurut para ahli,
definisi Al-Qur’an adalah sebagai berikut :

- Muhammad A. Summa (1997)


Al-Qur’an adalah kitab suci ini memuat aturan-aturan yang sangat jelas
tentang kehidupan manusia, baik dari segi lahiriyah maupun batiniyah.

4
- Abu Faiz (2014)
Menurutnya, beberapa keutamaan yang akan diperoleh oleh para pecinta Al-
Qur’an ini diantaranya, memperoleh pahala yang sangat besar, selalu bersama
para malaikat yang mulia, menghapus dosa dan keburukan, membersihkan hati
serta menentramkan jiwa.
- Muhammad Ali ash-Shabumi
Definisi Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang paling mulia dan
diturunkan Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril, yang ditulis dalam
bentuk mushaf-mushaf dan disampaikan secara mutawatir.

- Syekh Muhammad Khudari Beik


Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia yang harus dipahami isinya dan
diamalkan, dengan jalan atau penyampaian kepada mutawatir, yang ditulis dengan
awal surat Al-Fatihah dan diakhiri surat An-Nas.

- Dr. Subhi as-Salih


Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat terbesar Nabi
Muhammad SAW, dengan ditulis dalam bentuk mushaf dan diriwayatkan dengan
jalan mutawatir (berangsur-angsur), serta bagi siapa yang membacanya adalah
ibadah dan merupakan pahala.

- Al Qur’an Secara Bahasa (Etimologi)


Dari segi bahasa atau etimologi, istilah Al Qur’an berasal dari Bahasa Arab,
yakni merupakan suatu jamak (banyak) dari masdar fi’il, yaitu qara’a -yaqra’u-
qur’anan yang artinya adalah “bacaan” atau lebih mudahnya “sesuatu yang dibaca
berulang-ulang”.

- Al Qur’an Secara Terminologi


Dalam pandangan Islam, Al Qur’an adalah Kitab Suci Seseorang yang
menganut Agama Islam yang di dalam bentuknya, berisi firman (kalam) Allah
SWT yang diturunkan Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat, dengan
disampaikan dengan jalan mutawatir dan bagi yang membacanya adalah Ibadah.

Dari pengertian Al-Qur’an menurut para ahli diatas, dapatlah dikatakan jika
setiap orang, masyarakat khususnya umat Islam harus senantiasa atau selalu
mempertahankan, menyebarluaskan dan mengaplikasikan pengetahuan mengenai
Al-Qur’an. Alasannya karena Al-Qur’an merupakan kalam Allah SWT yang
paling sempurna. Al-Quran adalah kalamullah, atau kalimat Allah SWT dan
berasal dari sisi Allah SWT.

5
III. Pengertian & Fungsi Hadist
Dikutip dari buku Memahami Ilmu Hadits oleh Asep Herdi, secara etimologis
hadits dimaknai sebagai jadid, qorib, dan khabar. Jadid adalah lawan dari qadim
yang artinya yang baru. Sedangkan qarib artinya yang dekat, yang belum lama
terjadi. Sementara itu, khabar artinya warta yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada yang lainnya.

Sedangkan secara bahasa, hadis berarti perkataan, percakapan, berbicara.


Definisi hadits dikategorikan menjadi tiga, yaitu perkataan nabi (qauliyah),
perbuatan nabi (fi’liyah), dan segala keadaan nabi (ahwaliyah). Sebagian ulama
seperti at-Thiby berpendapat bahwa hadits melengkapi sabda, perbuatan, dan
taqrir nabi. Hadits juga melengkapi perkataan, perbuatan, dan taqrir para sahabat
dan Tabi’in. Kedudukan hadits adalah sebagai penguat dan memberikan
keterangan ketika penjelasannya tidak tercantum di dalam Al-Quran. Apa yang
disampaikan dalam hadits adalah hukum yang sudah ditetapkan oleh Nabi
Muhammad SAW yang merupakan petunjuk dari Allah SWT dan bisa juga dari
hasil ijtihad

Terdapat 4 macam fungsi hadits terhadap Al Quran yang ditetapkan oleh ulama
Atsar, sebagai berikut :

1. Bayan at-Taqrir
Bayan at-Taqrir disebut juga dengan bayan at-Ta’kid dan bayan at-Isbat.
Dalam hal ini, hadits berfungsi untuk menetapkan dan memperkuat apa yang telah
diterangkan dalam Al-Quran.

2. Bayan at-Tafsir
Fungsi hadits sebagai bayan at-Tafsir yaitu memberikan rincian dan tafsiran
terhadap ayat-ayat Al-Quran yang masih mujmal (samar atau tidak dapat
diketahui), memberikan persyaratan ayat-ayat yang masih mutlak, dan
memberikan penentuan khusus ayat-ayat yang masih umum.

3. Bayan at-Tasyri
Bayan at-Tasyri adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran yang tidak
didapati dalam Al Quran. Fungsi ini disebut juga dengan bayan zaid ala al kitab
al-karim.

4. Bayan an-Nasakh
Secara bahasa, an-naskh memiliki arti yang beragam, diantaranya al ibthal
(membatalkan), al ijarah (menghilangkan), at tahwil (memindahkan) stay at
taghyir (mengubah). Adapun yang disebut dengan bayan an nasakh adalah adanya
dalil syara’ (yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada) karena
datangnya dalil berikutnya.

6
Menurut jumhur ulama, kedudukan hadits menempati posisi kedua setelah Al-
Quran. Ditinjau dari segi wurud atau tsubutnya, Al-Quran bersifat qath’i (pasti)
sedangkan hadits bersifat zhanni al wurud (relatif) kecuali yang berstatus
mutawatir (berturut-turut).

IV. Pengertian Ijma & Qiyas Menurut Para Ahli


Ijma
Pengertian Ijma adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu
hukum-hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu
perkara yang terjadi. Ijma adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para
ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati dan hasil
dari ijma adalah fatwa. Sedangkan menurut istilah, ijma adalah kesepakatan
pendapat dari seluruh ahli ijtihad setelah Rasulullah Muhammad SAW wafat.
Kedudukan ijma ini adalah sebagai sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-
Quran dan hadits. Jadi, Ijma adalah salah satu cara menetapkan hukum yang tidak
didapatkan di Al Qur’an dan hadits.

Pada awalnya, ijma ini dijalankan oleh para khalifah serta para petinggi
negara. Dari musyawarah yang sudah mereka lakukan, lalu hasilnya akan
dianggap sebagai perwakilan dari pendapat umat Muslim.Setelah berjalannya
waktu, musyawarah yang dilakukan pun semakin banyak diikuti. Terutama diikuti
oleh ahli ijtihad dan dilanjutkan hingga saat ini. Ijma sendiri dibagi menjadi dua
yaitu ijma sharih dan ijma sukuti.

- Ijma sharih atau lafzhi adalah suatu kesepakatan dari para mujtahid yang
dilakukan melalui pendapat atau pun dari perbuatan terhadap suatu hukum
perkara tertentu. Untuk ijma sharih ini tergolong jarang terjadi.

- ijma sukuti adalah kesepakatan dari para ulama melalui seorang mujtahid
yang sudah mengutarakan pendapatnya mengenai hukum suatu perkara.
Setelah itu pendapat dari mujtahid tersebut pun menyebar dan banyak
orang yang mengetahuinya. Dalam hal ini, mujtahid lainnya tidak
menyatakan ketidaksetujuan pada pendapat tersebut setelah melakukan
riset atau penelitian tentang pendapat itu.

Menurut istilah para ahli ushul fiqh, pengertian Ijma adalah kesepakatan terhadap
permasalahan hukum syara pada suatu peristiwa. Kesepakatan ini dilakukan para
mujtahid Muslim pada suatu masa tertentu setelah Rasulullah wafat.

Pengertian Ijma menurut para ulama :

- Imam Al-Ghazali
Ijma adalah kesepakatan umat Muhammad secara khusus atas suatu urusan
agama.

7
- Imam al-Amidi
Ijma adalah kesepakatan sejumlah ahlul hall wa al ‘aqd (para ahli yang
berkompeten mengurusi umat) dari umat Muhammad pada suatu masa atas hukum
suatu kasus.

- Abd al Wahhab Khallaf


Ijma adalah konsensus semua mujtahid muslim pada suatu masa setelah Rasul
wafat atas suatu hukum syara‘ mengenai suatu kasus.

Qiyas
Sumber hukum Islam yang terakhir adalah qiyas. Qiyas sendiri secara bahasa
adalah tindakan mengukur sesuatu yang kemudian dinamakan. Sedangkan secara
istilah, qiyas adalah penetapan hukum pada suatu perbuatan yang saat itu belum
ada ketentuannya dan kemudian didasarkan dengan yang sudah ada ketentuannya.

Secara umum, qiyas ini terbagi menjadi tiga. Ada qiyas illat yang terbagi lagi
menjadi jenis lainnya berupa qiyas jali dan qiyas khafi. Lalu yang kedua adalah
qiyas dalalah, dan yang ketiga adalah qiyas shabah.

Qiyas terdiri dari empat rukun dan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi.
Antara lain sebagai berikut :
1. Ashl
Ashl adalah kasus lama yang sudah ada ketetapan hukumnya baik dalam nash
maupun ijma. Ashl sering disebut sebagai musyabbah bih atau yang diserupai dan
maqis ‘alaih atau tempat meng-qiyas-kan. Dalam arti sederhana, ashl adalah kasus
yang akan digunakan sebagai ukuran atau pembanding. Ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi ashl untuk dapat dijadikan qiyas. Ashl harus memiliki hukum yang
bersifat tetap. Ketetapan hukum tersebut harus berdasar pada jalur sam’isyar’i
bukan aqli. Jalur ini juga digunakan untuk mengetahui illat pada ashal. Selain itu,
ketetapan hukum pada ashal harus bukan berdasarkan qiyas, melainkan karena
nash atau ijma. Ashl juga tidak diperbolehkan keluar dari aturan-aturan qiyas.

2. Far’u
Far’u adalah kasus yang akan dicari hukumnya atau disamakan dengan kasus
yang sudah ada hukumnya. Beberapa syarat yang menjadikan far’u dapat
ditetapkan dalam qiyas antara lain far’u belum memiliki hukum yang ditetapkan
berdasarkan nash atau ijma, harus ditemukan illat ashl pada far’u dengan kadar
sempurna dan tidak boleh kurang dari kadar illat yang terdapat pada ashl.

3. Hukum Ashl
Hukum ashl adalah hukum syara yang ditetapkan oleh nash dan dikehendaki
untuk menetapkan hukum terhadap far’u.

4. Illat

8
Secara bahasa, illat dapat diartikan sebagai hujjah atau alasan. Illat menjadi
landasan dalam hukum ashl. Dalam pengertian lain, illat disebut juga dengan
kemaslahatan yang diperhatikan syara. Illat inilah yang menjadi salah satu
pertimbangan dalam melakukan qiyas. Jadi, dalam menjalani kehidupan ini, umat
Islam harus mengikuti hal-hal apa yang boleh dilakukan dan hal-hal yang tidak
boleh dilakukan dalam Al-Quran. Hal ini karena Al-Quran merupakan sumber
hukum Islam tertinggi.

9
BAB III

PENUTUPAN

I. Kesimpulan
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah pentingnya pemahaman yang
mendalam terhadap sumber-sumber hukum Islam dalam menjalani kehidupan
beragama yang sesuai dengan ajaran Allah SWT. Dengan memahami peran dan
fungsi masing-masing sumber hukum tersebut, umat Muslim dapat menjalani
kehidupan yang lebih baik dan lebih berdasarkan nilai-nilai Islam.

Oleh karena itu, pembahasan tentang sumber-sumber hukum Islam tidak hanya
relevan dalam konteks agama, tetapi juga memiliki implikasi yang signifikan
dalam pembentukan nilai-nilai moral, sosial, dan hukum dalam masyarakat
Muslim. Dengan demikian, pengetahuan dan pemahaman tentang sumber-sumber
hukum Islam merupakan aset yang berharga dalam menjaga keberlangsungan
ajaran Islam dan memperkuat identitas umat Muslim di seluruh dunia.

10

Anda mungkin juga menyukai