Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .......................................................................................... 22
B. Saran ..................................................................................................... 22
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika kita berbicara tentang hukum, yang terlintas dalam fikiran kita adalah
peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia
dalam suatu masyarakat, yang dibuat atau ditegakkan oleh penguasa atau manusia
itu sendiri seperti hukum adat, hukum pidana dan sebagainya.
Berbeda dengan sistem hukum yang lain, hukum islam tidak hanya hasil
pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia disuatu tempat pada suatu
massa tetapi dasarnya ditetapkan oleh allah yang melalui wahyunya yang terdapat
dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh nabi Muhammad sebagai rasulnya melalui
sunah beliau yang terhimpun dalam kitab hadist. Dasar inilah yang membedakan
hukum islam secara fundamental dengan hukum yang lain.
Adapun konsepsi hukum islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan
oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan
manusia lainnya dan benda dalam masyarakat, dan hubungan manusia dengan
benda serta alam sekitarnya.
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan
aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikut yaitu peraturan yang
apabila dilanggar akan menimbulkan sangsi tegas.
Al-Qur’an dan As-sunnah merupakan sumber hukum islam, sebagaimana
para ulama juga bersepakat bahwa Al-Qur’an dan As-sunnah merupakan sumber
hukum islam. Oleh karena itu penting kiranya kita umat muslim untuk
mempelajari sumber hukum islam ini yang nantinya akan berbuah tindakan
bukannya pengetahuan.
3
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian sumber hukum Islam?
2. Apa saja macam-macam sumber hukum Islam?
3. Apa yang dimaksud Al-Qur’an, Al-Hadits dan Ar-ra’yu?
4. Apa saja metode Ar-ra’yu dan pengertian setiap metodenya?
5. Apa saja kedudukan sumber hukum Islam?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah mengenai sumber hukum islam, sekaligus untuk memperluas wawasan
penyusun serta pembaca khususnya mengenai sumber-sumber hukum islam.
Semoga dengan diselesaikannya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
untuk menambah pengetahuan agar bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari,
serta menambah semangat umat muslim untuk selalu mengeksplorasi serta
meningkatkan ilmu agama.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Dari hadis Mu’az bin Jabal tersebut di atas, dapatlah di simpulkan bahwa (a)
sumber hukum Islam ada tiga, yaitu (1) al-Qur’an,(2) as-Sunnah, dan (3) akal
pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Akal pikiran ini, dalam
perpustakaan hukum Islam, disebut juga dengan istilah ar-ra’yu atau pendapat
5
orang atau pendapat orang-orang yang memenuhi syarat untuk menentukan nialai
norma (kaidah) pengukuran tingkah-laku manusia dalam segala hidup dan
kehidupan. Selain itu, dari hadis Mu’az bin Jabal itu pula kita dapat
menyimpulkan (b) beberapa hal yaitu (1) al-Qur’an bukanlah kitab hukum yang
memuat kaidah-kaidah hukum secara lengkap terperinci. Ia umumnya hanya
memuat kaidah-kaidah hukum fundamental yang harus dikaji dengan teliti dan
dikembangkan oleh pemikiran manusia yang memenuhi syarat untuk diterapkan
dalam masyarakat, (2) Sunnah Nabi Muhammad dalah al-Hadits pun, sepanjang
yang mengenai soal muamalah yaitu soal hubungan antara manusaia dengan
manusia lain dalam masyarakat, pada umumnya, hanya mengandung kaidah
kaidah umum yang harus dirinci oleh orang yang memenuhi syarat untuk dapat
diterapkan pada atau dalam kasus-kasus tertentu, (3) Hukum Islam yang terdapat
dalam al-Qur’an dan as-Sunnah atau al- Hadits itu perlu dikaji, dirinci lebih lanjut,
(4) Hakim (atau penguasa ) tidak boleh menolak untuk menyelesaikan sengketa
yang disampaikan kepadanya dengan berijtihad, melalui berbagai jalan ( metode),
cara atau upaya.
6
َ ِاَّلل ِ َو الأ ي َ أو ِم أاْل ِخ ِر ۚ َٰذ َ ل
ك َّ ِ الر سُ و ِل إ ِ أن كُ نأ ت ُ أم ت ُ أؤ ِم ن ُو َن بَّ َو
يل ً َخ يأ ٌر َو أ َ أح سَ ُن ت َأ أ ِو
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
. Perkataan “taatilah Allah (dan) taatilah Rasul” dalam ayat tersebut menujuk
pada al-Qur’an dan as-Sunnah atau al-Hadist sebagai sumber hukum Islam.
Perkataan “dan (taatilah) orang-orang yang memegang kekuasan diantara kamu,”
menunjuk kepada al-Ijma sebagai sumber hukum. Sedangkan kata-kata “jika
kamu berbeda pendapat mengenai sesuatu, kembalikanlah kepada Allah dan Rasul
“ menunjuk kepada al-qiyas sebagai sumber hukum Islam ( Hasbi Ahs-
Shiddieqy,1953:50). Pendapat Syafi’i itu juga dimasukkannya untuk menautkan
pendapat Abu Hanifah yang menguatamakan akal pikiran atau ar-ra’yu, setelah al-
Qur’an, sebagai sumber hukum Islam dengan pendapat Malik bin Anas yang
mengutamakan.as-Sunnah atau al-Hadits setelah al-Qur’an , sebagai sumber
hukum. Perbedaan pendapat antara para pendiri mazhab ini, mengenai peringkat
sumber hukum setelah al-Qur’an disebabkan karena faktor lingkungan,
tersedianya nara sumber mengenai hadis dan tempat mereka berijtihad.
Ke-empat sumber hukum islam yang dsebutkan oleh Syafi’i ini disepakati oleh
para ahli hukum (mazhab) yang lain. Karena itu, syafi’i dianggap sebagai arsitek
agung, pembangunan (teori) ilmu pengetahuan hukum islam.
7
Istidal yang disebut juga sebagai sumber hukum islam dalam mazhab syafi’i ,
tidak disepakati oleh mazhap lain. Sama halnya dengan istihsan, istihsan dan ‘urf
yang dipergunakan oleh mazhab Hanafi serta al- masalih al – mursalah (akan
dijelaskan dibawah) yang dikemukakan oleh mazhab Maliki. Baik yang menyebut
tiga berdasarkan al-Qur’an surat 4:59 dan hadits Mu’az bin Jabal, maupun yang
yang merincinya menjadi empat berdasarkan ayat al-Qur’an yang sama dan
perumusan Syafi’i itu, sama-sama berpendapat bahwa sumber utama dan terutama
adalah al-Qur’an dan as-Sunnah atau al-Hadits. Sumber tambahan dan sumber
pengembangan hukum islam yang lain, pada hakikatnya juga sama , karena apa
yang disebut Syafi’i sebagai al-Ijma’ dan al-Qiyas itu sesungguhnya adalah jalan
atau metode atau cara lain yang dipergunakan oleh akal pikiran manusia, baik
sendirii-sendiri melakukan analogi (qiyas) maupun secara menemukan kaidah
hukum untuk diterapkan pada satu kasus tertentu.
(1) Al-Qur’an
(2) As-Sunnah (Al-Hadits)
(3) Akal pikiran (ra’yu) manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad
karena pengetahuan dan pengalamannya, dengan mempergunakan
berbagai jalan (metode) atau cara, di antaranya:
(a) Ijmak
(b) Qiyas
(c) Istidlal
(d) Al-Masalih Al-Mursalah
(e) Istihsan
(f) Istishab
(g) ‘Urf
8
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam pertama dan utama. Secara harfiah,
Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yaitu qara-a, yaqra-u, qur’aanan yang
artinya bacaan atau yang dibaca. Sedangkan secara maknawi, Al-Qur’an adalah
Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan)
kepada Nabi Muhammad SAW, yang ditulis di mushaf dan disampaikan secara
mutawatir, serta membacanya adalah ibadah.
Allah SWT menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW
melalui perantara malaikat Jibril secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2
bulan 22 hari, mula-mula di Mekkah kemudian di Madinah untuk menjadi
pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya agar
mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an yang menjadi sumber
nilai dan norma umat Islam itu terbagi dalam 30 juz, 114 surah, 6236 ayat,
74.499 kata atau 325.345 huruf. Tentang jumlah ayat ada perbedaan pendapat
antara ahli ilmu Al-Qur’an. Ada ahli yang memandang 3 ayat tertentu sebagai
satu ayat, ada pula yang memandang 2 ayat tertentu sebagai satu ayat, karena
masalah koma dan titik yang diletakkan di antara ayat-ayat itu. Namun
demikian, jumlah kata dan suku kata yang mereka hitung adalah sama. Al-
Qur’an tidak disusun secara kronologis. Lima ayat pertama yang diturunkan di
gua Hira pada malam 17 Ramadhan atau pada malam Nuzulul Qur’an ketika
Nabi Muhammad SAW berusia 40-41 tahun, sekarang terletak disurah Al-‘Alaq
(96): 1-5. Ayat terakhir yang diturunkan di padang Arafah ketika Nabi
Muhammad SAW berusia 63 tahun pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun ke-10
Hijrah, kini terletak di surah Al-Maidah (5):3.
Al-Qur’an bersifat universal. Universal dalam arti cakupan sasarannya
seluruh umat manusia tanpa dibatasi ras, suku, bangsa dan wilayah , serta
golongan atau srata social tertentu. Universal dalam arti masa berlakunya
sepanjang masa dan zaman tanpa dibatasi waktu sejak Nabi Muhammad SAW
sampai akhir zaman.
Oleh sebab itu, keluasan dan kelengkapan ajarannya, menjadikan Al-
Qur’an sebagai satu-satunya pedoman kehidupan yang dapat membawa manusia
9
pada keselamatan dan kebahagiaan lahir-batin, dunia akhirat. Dalam Al-Qur’an
terdapat petunjuk yang jelas dan nyata, bagaimana manusia harus hidup dan
menghadapi berbagai masalah kehidupan ini tanpa mengorbankan nilai-nilai
kemanusiaannya yang telah dianugerahkan Allah SWT kepadanya. Hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT:
10
ّللاُ ۚ َو ََل َ اس ِب َما أ َ َر
َّ اك ِ اب ِب ْال َح
ِ َّق ِلتَ ْح ُك َم َبيْنَ الن َ َِإنَّا أَ ْنزَ ْلنَا إِلَي َْك ْال ِكت
تَ ُك ْن
ِ ِل ْلخَائِنِينَ خ
َصي ًم
Artinya:“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu menghukumi antara manusia dengan apa
yang telah Allah wahyukan kepadamu. Dan janganlah kamu menjadi orang
penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang
berkhianat”.(Q.S. An-Nisa (4): 105).
11
1. Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah
manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan
aqidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu
Kalam.
2. Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah
hubungan manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama
manusia, serta manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar.
Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum
syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih.
3. Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku
moral manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau
makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun
ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.
12
Hukum dauliyah (antarbangsa).
2. Al-Hadits
1) Pengertian Hadis
Secara etimologi, hadis mempunyai beberapa arti yang baru
(hadiid(un)), yang dekat (qariib(un)), dan warta/berita (khair(un)).
Sedangkan hadis secara terminologi adalah :
Segala ucapan Nabi SAW., segala perbuatan serta keadaan atau perilaku
beliau.
1. Hadis Qauliyah, yaitu hadist yang didasarkan atas segenap perkataan dan
ucapan Nabi SAW.
Contohnya :
13
2. Hadist Fi’liyah, yaitu hadist yang didasarkan atas segenap perlakuan dan
perbuatan Nabi SAW.
Contohnya :
Para ulama Islam sepakat bahwa hadis adalah sumber hukum islam
kedua setelah Alquran. Siapa yang tidak mengakuinya atau mengingkarinya,
ia termasuk kafir. Golongan yang seperti ini disebut ingkar sunah dan
dinyatakan murtad. Firman Allah SWT :
َّ ُ َ َ َ ْ َ َ َ ه
َاَّلل م ْن ُي ِط ِع الرسول فقد أطاع...
َ
14
Fungsi hadis terhadap Alquran adalah:
15
Para ulama sepakat bahwa hadis mutawatir merupakan sumber hukum
Islam kedua setelah Alquran, dan karenanya wajib diamalkan dalam
seluruh aspek, termasuk dalam bidang akidah.
Hadis mutawatir terbagi menjadi 2 macam ;pertama, mutawatir
lafdzi, kedua, mutawatir ma’na.
1. Mutawatir lafzi yaitu hadis mutawatir yang diriwayatkan oleh
rawi yang bayak dan mencapai syarat-syarat mutawatir
dengan redaksi dan makna hadis yang sama antara satu dan
yang lain.
2. Mutawatir ma’na yaitu hadis yang mempunyai tingkat derajat
mutawatir namun susunan redaksinya berbeda antara yang
diriwayatkan satu rawi dengan rawi yang lain, namun isi
kandungannya sama.
Menurut pendapat para ulama ahli hadis, bahwa tidak boleh ada keraguan
sedikit pun dalam memakai hadis mutawatir. Hadis mutawatir harus
diyakini dan dipercayai dengan sepenuh hati. Hal ini sama halnya dengan
pengetahuan kita tentang adanya udara, angin, api, air dan jiwa, yang tanpa
membutuhkan penelitian ulang kita sudah percaya akan keberadaannya,
jadi, dengan kata lain bahwa hukum hadis mutawatir adalah bersifat qar’i
(pasti)
b. Bagian kedua adalah hadis ahad. Hadis ahad adalah hadis yang tidak
memenuhi (mencapai) syarat-syarat mutawatir. Yang termasuk ke dalam
hadis ahad adalah :
1. Hadis Masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga rawi atau
lebih, tetapi belum mencapai derajat mutawatir.
2. Hadis Aziz adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi
pada satu tabaqat-nya (generasi), sekalipun setelah itu
diriwayatkan oleh sejumlah rawi.
3. Hadis Garib adalah hadis yang didalamnya sanad-nya hanya satu
orang rawi, di mana pun sanad itu terjadi.
16
Menurut Imam Syafi’i (150-204 H) hadis ahad dapat dijadikan hujah
(alasan hukum) apabila pe-rawi-nya memiliki empat syarat, yakni:
berakal, sehat, memiliki ingatan dan hafalan yang sempurna serta
menyampaikan hafalan itu kapan saja, mendengar langsung dari Nabi
SAW, dan tidak menyalahi pendapat para ulama hadis.
17
Dapat diartikan jika salah saru syarat dari beberapa syarat diterimanya
suatu hadist tidak ada,maka hadist tersebut di klarifikasikan ke dalam
hadist da’if.
Para ulama ada perbeadaan pendapat mengenai masalah hukum
menggunakan hasit da’if. Mayoritas ulama membolehkan mengambil
hadist da’if sebagai hujjah,apabila terbatas pada masalah fada’ilul ‘amal.
Metode-metode berijtihad :
18
A. Ijma’
Ijma’ adalah persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli
mengenai suatu masalah pada suatu tempat di suatu masa. Persetujuan itu
diperoleh dengan suatu cara ditempat yang sama. Namun, kini sukar dicari
suatu cara dan sarana yang dapat dipergunakan utuk memperoleh
persetujuan seluruh ahli mengenai suatu masalah pada suatu ketika di
tempat yang berbeda. Ini sebabnya karena luasnya bagian dunia yang
didiami umat Islam, beragamnya sejarah, budaya dan lingkungannya.
Ijmak Hakiki hanya mungkin terjadi pada masa kedua Khulafur Rasyidin
(Abu Bakar dan Umar) dan sebagian-sebagian masa pemberontakan
khalifah yang ketiga (Usman). Sekarang ijmak hanya berarti persetujuan
atau kesesuaian pendapat suatu tempat mengenai tafsiran ayat-
ayat(hukum) tertentu dalam Al-Qur’an surat An-Nisa (4) ayat 3, dengan
syarat-syarat tertentu, selain dari kewajiban berlaku adil yang disebut
dalam ayat tersebut dituangkan dalam UU perkawinan.
B. Qiyas
Qiyas adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat
ketentuannya di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah atau Al-Hadis dengan
hal (lain) yang hukumnya disebut dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul
(yang terdapat dalam kitab-kitab hadis) karena persamaan Illat (penyebab
atau alasan) nya. Qiyas adalah ukuran, yang dipergunakan oleh akal budi
untuk membanding suatu hal dengan hal lain. (H.M.Rasjidi, 1980:457).
Sebagai contoh dapat dikemukakan larangan meminum Khamar (sejenis
minuman yang memabukkan yang dibuat dari buah –buahan) yang
terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah (5) ayat 90. Yang
menyebabkan minuman itu dilarang adalah illatnya yakni memabukkan.
Sebab minuman yang memabukkan, dari apapun ia dibuat, hukumnya
sama dengan khamar yaitu dilarang untuk diminum. Untuk menghindari
akibat buruk tersebut meminum minuman yang memabukkan itu, maka
dengan Qiyas pula ditetapkan semua minuman memabukkan (mibuk),
apapun namanya, dilarang diminum dan diperjualbelikan untuk umum.
19
C. Istidal
Istidal adalah menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan.
Misalnya menarik kesimpulan dari adat-istiadat dan hukum agama yang
diwahyukan sebelum Islam. Adat yang telah lazim di masyarakat dan
tidak bertentangan dengan hukum Islam (gono-gini atau harta bersama)
dan hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam tetapi tidak
dihapuskan oleh syariat Islam, dapat ditarik garis hukumnya untuk
dijadikan hukum Islam. (A Sidik, 1982 :225)
D. Al-Masalih Al-Mursalah
Masalih Al Mursalah atau disebut juga maslahat mursalah adalah
cara menentukan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya baik
di dalam Al-Qur’an maupun dalam kitab-kitab hadis, berdasarkan
pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum. Sebagai
contoh dapat dikemukakan pembenaran pemungutan pajak penghasilan
kemaslahatan atau kepentingan masyarakat dalam rangka pemerataan
pendapatan atau pengumpulan dana yang diperlukan untuk memelihara
kepentingan umum, yang sama sekali tidak disinggung di dalam Al-
Qur’an dan Sunnah Rasul (yang terdapat dalam kitab-kitab hadis). (A.
Azhar Basyir, 1983:3)
E. Istihsan
Istihsān adalah cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang
dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial.
Istihsān merupakan metode yang unik dalam mempergunakan akal pikiran
dalam mengesampingkan anologi yang ketat dan bersifat lahiriah demi
kepentingan masyarakat dan keadilan. Di dalam praktik, seorang ahli
hukum seringkali terpaksa melepaskan diri dari aturan yang mengikat
karena pertimbangan – pertimbangan tertentu yang lebih berat dan lebih
20
perlu diperhatikan. Istihsān adalah suatu cara untuk mengambil keputusan
yang tepat menurut suatu keadaan ( Ahmad Hasan, 1984:136). Misalnya,
hukum islam melindungi dan menjamin hak milik seseorang. Hak milik
seseorang hanya dapat dicabut kalau disetujui oleh pemiliknya. Dalam
keadaan tertentu, untuk kepentingan umum yang mendesak, penguasa
dapat mencabut hak milik seseorang dengan paksa, dengan ganti-kerugian
tertentu kecuali kalau ganti-rugi itu tidak memungkinkan. Contohnya
adalah pencabutan hak milik seorang atas tanah untuk pelebaran jalan,
pembuatan irigasi untuk mengairi sawah – sawah dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan sosial (A. Azhar Basyir, 1983 : 3-4).
F. Istishab
21
G. ‘Urf
1. Pengertian
Secara etimologi Kata ‘Urf berarti “sesuatu yang dipandang baik dan
diterima oleh akal sehat”. Sedangkan secara terminologi seperti yang
dikemukakan oleh Abdul-Karim Zaidan,istilahn ‘urf berarti sesuatu
yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi
kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan baik berupa perbuatan
maupun perkataan.
2. Macam-macam ‘urf
22
b. al-‘urfal-khash : kebiasaan yang berlaku didaerah dan di masyarakat
tertentu. Contohnya tradisi suku Batak adalah tidak bolehnya menikah
laki-laki dan perempuan yang semarga, dikarenakan mereka menganggap
antara laki-laki dan perempuan itu masih mempunyai pertalian darah
23
1). Golongan hanfiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa uruf adalah
hujjah untuk menetapkan hukum.
2). Golongan Syafi’iyyah dan Hanbaliyah, keduanya tidak menganggap ‘urf itu
sebagai hujjah atau dalil hukum syar’i.
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa sumber-
sumber hukum Islam ada 3,
(1) Al-Qur’an merupakan sumber utama dan terutama, memuat kaidah-
kaidah fundamental baik mengenai ibadah maupun mengenai
muamalah.
(2) Al-Hadits merupakan sumber hukum kedua, memuat kaidah-kaidah
umum dan penjelasan terinci terutama mengenai ibadah.
(3) Akal pikiran atau ra’yu yang dilaksanakan melalui ijtihad sebagai
sumber pengembangan.Dengan mempergunakan berbagai metode
penentuan garis-garis hukum untuk diterapkan pada kasus tertentu,
sumber hukum Islam yang ketiga ini sangat diperlukan dalam bidang
muamalah untuk menampung pertumbuhan dan perkembangan
masyarakat yang senantiasa berubah dari masa ke masa.
B. Saran
Kajian tentang makalah Sumber Hukum Islam ini akan
memberikan pengetahuan dan wawasan. Hal ini sangat penting agar para
pendidik dapat memahami dan pada gilirannya kelak terhadap dinamika
pendidikan itu sendiri. Demikian makalah ini dibuat mohon maaf jika
masih terdapat kekurangan.Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua dalam memperdalam ilmu agama Islam.
25
DAFTAR PUSTAKA
Ali,Muhammad Daud: Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia.Edisi Keenam (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,1998).
26