Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Sumber-Sumber Hukum Islam


(Al-Qur’an,hadits, ijma’ dan qiyas)
Disusun untuk memenuhi Tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu : Muhyidin, S.Ag., M.Ag., M.H.

Disusun Oleh:

1. Ahmad Rendek (110001231140827)


2. Amanda Nahdhiyatus Shalikhah (110001231130345)
3. Bintang Kabila Laoetania Hakim (110001231140255)
4. Erpa Yuliani (110001231120110)

Program Studi Ilmu Hukum


Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Sumber Hukum Islam” ini
dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan
kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Pendidikan
Agama Islam. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
mendukung makalah ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan
dan referensi yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan
menjadi bahan makalah.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
dapat dibuat dengan sebaik- baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini sehingga saya mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini. Kami mohon maaf jika di
dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena
kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan
pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semuanya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ 2


DAFTAR ISI ............................................................................................................. 3
BAB I ........................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
C. Tujuan penulis ............................................................................................... 5
BAB II ...................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................ 6
A. Pengertian Sumber Hukum Islam ...................................................................... 6
B. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam .......................................................... 7
C. Hadits Sebagai Sumber hukum Islam ................................................................ 9
D. Ijtihad sebagai sumber hukum Islam ............................................................... 12
BAB III ................................................................................................................... 16
PENUTUP .............................................................................................................. 16
A. Kesimpulan ................................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 17
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sumber Islam yang paling penting dan mendasar untuk
menegakkan hukum dan mencari jawaban atas permasalahan adalah Al-
Qur’an dan al-Hadits. Sebagai sumber Islam yang paling penting, Al-Qur’an
adalah sumber utama dari banyak hukum Islam. Al-Qur’an sebagai sumber
hukum merupakan tatanan hukum yang lengkap. Selain itu, Al-Qur’an
juga memberikan petunjuk kepada manusia tentang apa yang harus mereka
lakukan dan apa yang harus mereka tinggalkan dalam kehidupan sehari-
hari. Pada saat yang sama, al-Hadits merupakan sumber hukum lain setelah
Al-Qur’an. Selain sebagai sumber hukum Islam yang berkaitan
langsung dengan kewajiban menaati Nabi Muhammad, fungsi penjelasan
(bayan) juga diperoleh dari ungkapan Al-Qur’an mujmal, absoluta, amm,
dll. Al-Qur’an merupakan petunjuk Allah yang melengkapi seluruh aspek
kehidupan manusia. Sumber utama agama Islam adalah Al-Qur’an yang
merupakan sumber utama aqidah, ibadah, etika dan hukum. Al-Qur’an
merupakan sumber utama karena tidak lepas dari isi Al-Qur’an itu sendiri.
Al-Qur’an sendiri menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan segala
kebutuhan manusia untuk kelangsungan hidupnya. Meskipun Al-Qur’an
bukanlah ilmu pengetahuan dan filsafat, melainkan di dalamnya terdapat
pidato-pidato yang penuh sindiran terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat.
Sejak diturunkan pertama kali, Al-Qur’an telah mengubah arah dan
paradigma negara-negara Arab dan umat manusia pada umumnya. Dengan
hadirnya Al-Qur’an, berbagai aspek kehidupan manusia bergerak ke arah
yang lebih baik. Inilah salah satu dampak dari ajaran dan ilmu pengetahuan
yang terkandung dalam Al-Qur’an. Pada saat yang sama, ada yang
berpendapat bahwa semua pengetahuan dan informasi yang ada di sini dan
di akhirat semuanya terangkum dalam Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an Allah
SWT. berkata: "...siapa yang tidak memutuskan sebab apa yang diturunkan
Allah itulah mereka kafir.” (Q.S. al- Maidah/5:44). Ayat tersebut memberi
semangat kepada manusia, khususnya orang-orang yang beriman
menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber hukum dalam memutus suatu
perkara, sehingga siapapun yang tidak menjadikannya sebagai sumber
hukum dalam memutuskan sesuatu, maka orang tersebut dianggap tidak
setia. Hukum Allah SWT. apa yang tercantum dalam Al-Qur’an sebenarnya
bertujuan untuk memberi manfaat dan tentang pentingnya kehidupan
manusia itu sendiri. Allah SWT. sebagai Pencipta manusia dan Alam
semesta maha tahu tentang apa yang diperlukan agar manusia bisa hidup
damai, sehat sentosa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber ajaran hukum.
2. Bagaimana kedudukan hadits sebagai sumber ajaran hukum.
3. Bagaimana kedudukan ijtihad sebagai upaya dalam memahami Al-
Qur’an dan Hadits.
C. Tujuan penulis
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai sarana
pembelajaran memahami sumber-sumber hukum Islam. Melalui makalah
ini diharapkan dapat menjadi penambah wawasan agar lebih mengetahui
apa saja sumber hukum Islam itu. Selain itu, penulisan makalah ini ditujukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sumber Hukum Islam


Sumber Hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum
Islam. Dalam kepustakaan hukum Islam di tanah air kita, sumber hukum
Islam, kadang-kadang disebut ‘dalil’ hukum Islam atau ‘pokok’ hukum
Islam atau ‘dasar’ hukum Islam (M. Tolchah Mansoer, 1980, 24; Mukhtar
Yahya, 1979:21)
Kemudian, Muhammad Idris As-Syafi’i (767-820) yang terkenal
dengan panggilan kehormatan Imam Syafi’i menyusun suatu teori tentang
sumber-sumber hukum Islam dalam sebuah buku bernama Kitab al-Risala
fi Usul al Fiqh, atau biasa disingkat dengan Kitab al-Risala. Menurut
pendapat Syafi’i, dalam buku tersebut, sumber hukum Islam ada empat,
yaitu (1) Al-Qur’an, (2) As-sunnah atau Al- Hadis, (3) Al-ljmā', dan (4)Al-
Qiyās. Pendapat As-Syaf'i ini disandarkan pada Al-Qur’an surat Al-Nisa'
(4) ayat 59, yang terjemahannya (lebih kurang) berbunyi sebagai berikut:
"Hai orang-orang yang beriman: taatilah Allah, taatilah rasul dan orang-
orang yang memegang kekuasaan di antara kamu. Jika kamu berbeda
pendapat mengenai sesuatu, kembalikanlah (perbedaan pendapat itu)
kepada Allah dan rasul,". Perkataan "taatilah Allah (dan) taatilah rasul"
dalam ayat tersebut menunjuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah atau Al-
Hadis sebagai sumber hukum Islam. Perkataan "Dan (taatilah) orang-orang
yang memegang kekuasaan di antara kamu," menunjuk kepada al-ljma
sebagai sumber hukum. Sedang kata-kata "Jika kamu berbeda pendapat
mengenai sesuatu, kembalikanlah kepada Allah dan rasul" menunjuk
kepada al-qiyas sebagai sumber hukum Islam (Hasbi Ash-Shiddieqy,
1953:50). Keempat sumber hukum Islam yang disebut oleh Syafi'i ini
kemudian disepakati oleh para ahli hukum (mazhab) yang lain. Oleh karena
itu, Syafi'i dianggap sebagai arsitek agung, pembangunan (teori) imu
pengetahuan hukum Islam.
B. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam
1. Pengertian Al-Qur’an
Dari segi bahasa (etimologi),Perkataan Al-Qur`an berasal dari kata
kerja qara'a yang berarti (dia telah) membaca. Kata kerja qara-a ini
berubah menjadi kata kerja suruhan iqra’ yang artinya bacalah, dan
berubah lagi menjadi kata benda qur’an yang berarti bacaan. Dari segi
istilah (terminologi), Al-Qur’an adalah Kalamullah (perkataan Allah)
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rasul-Nya
melalui perantara malaikat Jibril, sedikit demi sedikit selama 22 tahun
2 bulan 22 hari, dalam bentuk bahasa Arab, ditulis dalam mushaf
(naskah terikat antara dua papan), dimulai dengan surah al-Fatihah dan
diakhiri dengan surah an-Nas. Adapun Abstrak Al-Qur'an terdiri atas
114 surah, 30 juz, dan 6236 ayat. Surah-surah dalam Al-Qur'an terbagi
atas surah-surah makkiyah dan madaniyah tergantung pada tempat dan
waktu penurunan surah tersebut.
Allah Swt. berfirman:
"Sungguh, Al-Qur'an ini memberi petunjuk ke Jalan yang paling
lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang
mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang
besar." (Q.S. al-Isra/17:9)
2. Kedudukan Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam
Al-Qur’an memiliki kedudukan yang sangat tinggi terutama sebagai
sumber hukum Islam. Al-Qur’an merupakan sumber hukum Islam
pertama dan utama yang memuat kaidah-kaidah hukum fundamental
(asasi) sehingga semua persoalan atau permasalahan harus merujuk dan
berpedoman kepadanya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam al-Qur’an:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan
taatilah Rasul-Nya (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang
kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah Swt. (al-Qur’an)
dan Rasul-Nya (sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (Q.S. an-Nisa’/4:59)
Dalam ayat yang lain Allah Swt. menyatakan bahwa:
“Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu
(Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara
manusia dan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan
janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah),
karena (membela) orang yang berkhianat.” (Q.S. an-Nisa’/4:105)
Berdasarkan dua ayat Al-Qur’an dinyatakan dengan jelas bahwa al-
Qur’an adalah kitab yang berisi petunjuk dan peringatan bagi orang-
orang yang beriman. Al-Qur’an sumber dari segala sumber hukum baik
dalam konteks kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak. Namun
demikian, hukum-hukum yang terdapat dalam Kitab Suci al-Qur’an ada
yang bersifat rinci dan sangat jelas maksudnya, dan ada yang masih
bersifat umum dan perlu pemahaman mendalam untuk memahaminya.
3. Kandungan Hukum Dalam Al-Qur’an
Menurut pandangan Islam, “hukum-hukum” yang terkandung dalam
al-Qur’an yaitu sebagai berikut :
1. Hukum-hukum itiqadiyah
yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban para
subjek hukum untuk mempercayai Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari pembalasan, qada dan qadar,
2. Hukum-hukum akhlak
yaitu hukum-hukum Allah yang berhubungan dengan
kewajiban seorang subjek hukum untuk "menghiasi" dirinya
dengan sifat-sifat terpuji dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang
tercela,
3. Hukum-hukum amaliyah
Yakni hukum-hukum yang bersangkutan dengan
perkataan,perbuatan, perjanjian, dan hubungan kerja sama
antarsesama manusia. Macam hukum yang ketiga ini dibagi lagi ke
dalam dua jenis yaitu :
a. Hukum ibadah
Yakni hukum yang mengatur hubungan antara manusia
dengan Allah dalam mendirikan salat, melaksanakan ibadah
puasa, mengeluarkan zakat dan melakukan ibadah haji
b. Hukum muamalah
Yakni semua hukum yang mengatur hubungan manusia
dengan manusia, baik hubungan antar pribadi maupun
hubungan antar orang perorangan dengan masyarakat. Dilihat
dari isi hukum-hukum muamalah dalam kategori ini, hukum-
hukum muamalah tidak hanya mengenai hukum perdata,
menurut konsep dan pengertian hukum Barat, tetapi termasuk
juga ke dalamnya apa yang disebut hukum pidana. Menurut
pengertian hukum Al-Qur’an, semua hukum dalam kategori
hukum-hukum amaliah tersebut di atas, selain hukum-hukum
yang berkenaan dengan ibadah, adalah hukum muamalah.
Hukum muamalah dalam pengertian ini, menurut Abdul
Wahab Khallaf, meliputi juga, selain hukum perdata, juga
hukum pidana, hukum tata negara, hukum internasional,
hukum ekonomi-keuangan bahkan juga hukum acara (Abdul
Wahab Khallaf, 1980: 44-46).

C. Hadits Sebagai Sumber hukum Islam


1. Pengertian Hadits/Sunnah
Secara bahasa Hadits artinya al-jadid (baru), al khabar (berita),
pesan keagamaan, dan pembicaraan yang disampaikan kepada orang lain.
Menurut istilah ilmu Hadis, Hadis adalah pembicaraan yang
diriwayatkan atau diasosiasikan kepada Nabi Muhammad saw. Berita itu
dapat berwujud ucapan, tindakan, pembiaran/tanda setuju (taqrir),
keadaan, dan kebiasaan .
Akan tetapi, ulama hadis membedakan hadis dengan sunnah. Hadits
adalah ucapan atau perkataan Rasulullah saw., sedangkan sunnah adalah
segala apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang menjadi sumber
hukum Islam atau sumber hukum Islam.
2. Kedudukan Hadits sebagai sumber hukum Islam
Hadits dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat urgen. Belajar
Al-Qur’an tanpa belajar hadits sebagai landasan hukum dan pedoman
hidup adalah hal yang tidak mungkin, karena Al-Qu’ran akan sulit
dipahami tanpa menggunakan hadits. Bahkan sulit dipisahkan antara Al-
Qur'an dan hadits karena keduanya adalah wahyu, dimana Al-Qur'an
merupakan wahyu matlu (wahyu yang dibacakan oleh Allah SWT, baik
redaksi maupun maknanya, kepada Nabi Muhammad SAW dengan
menggunakan bahasa arab) sedangkan hadits wahyu ghoiru matlu
(wahyu yang tidak dibacakan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
secara langsung, melainkan maknanya dari Allah dan lafalnya dari Nabi
Muhammad SAW.
Ditinjau dari segi kekuatan di dalam penentuan hukum, otoritas Al-
Qur'an lebih tinggi satu tingkat daripada otoritas Hadits, karena Al-
Qur'an mempunyai kualitas qath'i baik secara global maupun terperinci.
Sedangkan Hadits berkualitas qath'i secara global dan tidak secara
terperinci.
3. Fungsi Sunnah/Hadits terhadap Al- Qur’an
Fungsi Sunnah sebagai sumber hukum dan ajaran Islam, ditegaskan
di dalam firman Allah yang artinya sebagai berikut:
"Demi Tuhanmu (Muhammad) mereka pada hakekatnya tidak beriman
hingga mereka menjadikan engkau hukum dari perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
kebenaran terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya." (QS. An-Nisa: 65).
Secara lebih rinci fungsi sunnah terhadap Al-Qur'an dapat dijelaskan
sebagai berikut ini:
1. Bayan At-Taqrir/ Bayan al Ta'kid/ Bayan al Itsbat, yaitu menetapkan
dan memperkuat apa yang dijelaskan dalam Al Qur'an.
Hadits ini datang mentaqrir ayat QS. Al Baqarah: 185,
"Maka barang siapa di antara kalian melihat bulan, maka hendaklah
berpuasa...".
2. Bayan al-Tafsir, adalah berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran
terhadap ayat-ayat Al Qur'an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan
batasan (taqyid) ayat-ayat yang masih bersifat mutlak, dan mengkhususkan
(takhsis) terhadap ayat-ayat yang masih bersifat umum ('aam). Contoh dari ayat-
ayat yang masih bersifat mujmal yang kemudian ditafsirkan melalui hadits Nabi
adalah sebagai berikut:
Hadits Riwayat Imam Bukhari :"Shalatlah kalian sebagaimana
kalian melihat aku shalat."
3. Bayan at-Tasyri', yaitu mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran
yang tidak terdapat dalam Al Qur'an atau hanya terdapat pokok-
pokoknya (ashlu) saja. Hadits-hadits Nabi yang termasuk dalam
kategori ini di antaranya: hadits tentang pengharaman
mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara istri dengan bibinya),
hukum syuf'ah, hukum merajam perawan yang zina, hukum hak
waris bagi anak, zakat fitrah, dan lain sebagainya.

4. Macam-Macam Hadits
Hadits dapat dibagi menjadi dua macam berdasarkan kriteria dan
tinjauannya. Ditinjau dari segi bentuknya, Hadis atau sunnah terbagi
kepada:
1. Hadits fi'li, yaitu perbuatan atau contoh Nabi.
2. Hadits qauli, yaitu perkataan Nabi.
3. Hadits taqriri, yaitu pembiaran Nabi terhadap yang dilakukan oleh
sahabat dan Nabi tidak melarangnya.
4. Hadits hammi, yaitu Hadis yang menyebutkan keinginan Nabi tetapi
belum terealisasikan.
5. Hadits ahwali, yaitu Hadis yang menyebutkan hal ihwal Nabi yang
menyangkut keadaan fisik, sifat, dan kepribadiannya.

Ditinjau dari segi kuantitas orang yang menyampaikan (rawi)


Hadis atau sunnah terbagi kepada:
1. Hadits mutawatir, yaitu Hadis yang diriwayatkan dari Nabi oleh
banyak orang di setiap generasi, sejak generasi sahabat hingga
generasi akhir (penulis kitab). Karena banyaknya perawi, maka
sangat mustahil apabila mereka berbohong.
2. Hadits masyhur, yaitu Hadis yang diriwayatkan dari Nabi oleh
beberapa orang sahabat tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir.
Misalnya pada tingkat sahabat dan tabi'in (generasi setelah sahabat)
diriwayatkan secara mutawatir, namun pasca tabi'in yaitu tabi'it
tabi'in (generasi setelah tabi'in) hanya diriwayatkan oleh satu atau
dua orang saja.
3. Hadits ahad, yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih
yang tidak sampai pada derajat masyhur dan mutawatir (Zuhri, 1997:
30-38).
Dari berbagai penjelasan di atas, semakin tegaslah bahwa mengikuti
Hadits/Sunnah Nabi sebagai sumber hukum yang kedua setelah Al-
Qur'an merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi
dalam syari'at Islam.
D. Ijtihad sebagai sumber hukum Islam
1. Pengertian
Ijtihad merupakan sumber syariat Islam yang ketiga. Ijtihad dalam
bahasa arab berasal dari kata jahada artinya bersungguh-sungguh atau
mencurahkan segala daya dalam berusaha. Dalam Islam, ijtihad dapat
dibagi menjadi dua aspek, yaitu ijtihad dalam merumuskan hukum dari
sumber-sumber Islam (pengembangan hukum Islam) dan ijtihad dalam
menerapkan hukum yang sudah ada dalam situasi-situasi konkret
(penerapan hukum). Ijtihad adalah usaha atau ikhtiar yang sungguh-
sungguh dengan memanfaatkan segenap kemampuan yang dimiliki oleh
orang ahli hukum yang memenuhi syarat untuk merumuskan dan
menetapkan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya
dalam al-Qur’an dan sunnah rasulullah. orang yang melakukan ijtihad
disebut mujtahid. Mujtahid adalah orang yang mampu melakukan ijtihad
melalui cara istinbath (mengeluarkan hukum dari sumber hukum syariat)
dan tathbiq (penerapan hukum).
2. Kedudukan ijtihad sebagai sumber hukum Islam
Ijtihad mempunyai kedudukan sebagai sumber hukum Islam yang
ketiga setelah Al-Qur’an dan hadits. Hukum yang dihasilkan dari ijtihad
tidak boleh bertentangan dengan substansi Al-Qur’an atau hadits.
3. Syarat-syarat mujtahid:
Para ulama memiliki pandangan yang beragam ketika menentukan
persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dianggap sebagai
mujtahid. Dalam bidang fiqih, seseorang tidak dapat mencapai status
mujtahid kecuali dengan memenuhi sejumlah syarat. Beberapa dari
syarat-syarat ini telah diterima secara umum, sementara yang lain masih
menjadi subjek perdebatan. Adapun syarat-syarat yang telah disepakati
adalah:
a. Mengetahui Asbab al- Nuzul
b. Mengetahui As-Sunnah
c. Mengetahui dan menguasai kaidah-kaidah fiqih
d. Menguasai ilmu sosial lain
e. Bersifat adil, taqwa, jujur dan ikhlas
f. Dilakukan secara kolektif (jama'i) bersama para ahli (disiplin ilmu)
lain.
4. Bentuk-bentuk ijtihad
a. Ijma
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihad dalam
memutuskan suatu perkara atau hukum yang belum disebutkan dalam
Al-Qur’an dan Hadits.. Ibnu Qudamah al-Maqdisi (dalam kitab "Al-
Mughni"): "Ijma adalah kesepakatan orang-orang yang berkompeten
dalam umat Islam setelah Rasulullah SAW dalam satu generasi atau
lebih dalam masalah yang berkaitan dengan hukum syariah." Salah
satu contoh ijma' pada masa sahabat adalah kesepakatan untuk
mengumpulkan wahyu Ilahi yang tersedia dalam bentuk lembaran-
lembaran terpisah menjadi sebuah mushaf al-Qur'an yang kita lihat
saat ini. Ijma memiliki dua makna, menyusun dan mengatur sesuatu
yang tidak teratur. Oleh karena itu, ia mencakup proses menetapkan
dan memutuskan perkara, dan juga merujuk pada kesepakatan atau
persatuan dalam pendapat.
b. Qiyas
Qiyas memiliki makna mengukur atau menimbang atau
membandingkan sesuatu. Qiyas disimpulkan melalui analogi.
Contohnya ada suatu persoalan yang harus diputuskan, tidak
tercantum dalam Al-Qur’an atau hadits, lalu dicarilah kesimpulan atas
dasar analogi dari persoalan yang serupa dengan yang ada di dalam
Al-Qur’an atau hadits. I Ini dilakukan berdasarkan persamaan illat
(penyebab atau alasan) di balik ketentuan tersebut.
Contohnya adalah larangan meminum khamr, sebuah minuman
yang memabukkan, yang dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Al-
Maidah (5) ayat 90. Illat atau alasan di balik larangan ini adalah efek
memabukkan minuman tersebut. Oleh karena itu, dengan
menggunakan metode qiyas, hukum yang sama diterapkan pada
semua minuman yang memiliki efek memabukkan, tanpa
memperhatikan bahan atau nama minuman tersebut. Dengan
demikian, semua minuman yang memabukkan dilarang untuk
diminum dan diperjualbelikan secara umum.
Qiyas adalah salah satu cara untuk mengembangkan hukum Islam
dan menjawab pertanyaan hukum dalam situasi-situasi baru yang
tidak diatur secara khusus dalam sumber-sumber utama hukum Islam.
Metode ini memungkinkan hukum Islam untuk tetap relevan dan
dapat diterapkan dalam berbagai konteks yang berubah seiring waktu.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Sumber Hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum Islam.
Sumber ajaran Islam ada tiga, yakni Al-Qur’an, Sunnah atau hadits, dan Ijma.
Al-Qur’an adalah Kalamullah (perkataan Allah) yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw sebagai rasul-Nya melalui perantara malaikat Jibril, sedikit
demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, dalam bentuk bahasa Arab, ditulis
dalam mushaf (naskah terikat antara dua papan), dimulai dengan surah al-
Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.
Secara bahasa Hadits artinya al-jadid (baru), al khabar (berita), pesan
keagamaan, dan pembicaraan yang disampaikan kepada orang lain. ulama hadis
membedakan hadis dengan sunnah. Hadits adalah ucapan atau perkataan
Rasulullah saw., sedangkan sunnah adalah segala apa yang dilakukan oleh
Rasulullah saw. yang menjadi sumber hukum Islam atau sumber ajaran slam.
Ijtihad merupakan sumber syariat Islam yang ketiga. Ijtihad adalah usaha
atau ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan memanfaatkan segenap kemampuan
yang dimiliki oleh orang ahli hukum yang memenuhi syarat untuk merumuskan
dan menetapkan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya
dalam Al-Qur’an dan sunnah rasulullah.

B. Saran
Ketika menerapkan dan mengaktualisasikan ajaran Islam dalam kehidupan
manusia, besar keuntungan yang akan didapatkan. Semua peraturan atau
ketentuan yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa dan Nabi-Nya adalah
pedoman yang mampu membawa kebaikan dan kesejahteraan dalam kehidupan
dunia dan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Maulana Muhammad. 2016. Islamologi: Panduan Lengkap Memahami


Sumber Ajaran Islam, Rukun Iman, Hukum & Syari’at Islam. Jakarta
Pusat: CV Darul Kutubil Islamiyah.

Ali, Prof. H. Mohammad Daud. 1990. Hukum Islam. Jakarta. PT Raja


Grafindo Persada.

Hamzani, Dr. Achmad Irwan. 2020. Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Di
Indonesia. Jakarta: Kencana.

Has, Abd Wafi. (2013). Ijtihad Sebagai Alat Pemecahan Masalah Umat Islam.
Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013.

Sodikin, R. Abuy. (2003). Memahami Sumber Ajaran Islam. Al-Qalam Vol. 20 No.
98-98,(14-17).

Anda mungkin juga menyukai