Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

SUMBER AJARAN AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH (Al-


Qur’an dan Hadis)
Untuk memenuhi tugas mata kuliah aswaja 1

Disusun oleh :
1. Siska Ayu Pradipta (072010086)
2. Luthfi Syarif (072010074)
3. Luna Octavia Damayanti
(072010073)
4. Yunita Dwi Anjarsari (072010060)

Dosen mata kuliah : Moch Faizin


Muflich,M.Pd

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM
LAMONGAN 2023
KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati, Penulis memanjatkan puji syukur
kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan rahim-Nya yang telah dilimpahkan,
taufiq dan hidayah-Nya atas segala kemudahan yang telah diberikan sehingga
penyusunan makalah. Shalawat serta salam semoga abadi terlimpahkan kepada sang
pembawa risalah kebenaran yang semakin terujikebenarannya baginda Muhammad
SAW, keluarga dan sahabat-sahabat, serta para pengikutnya. Dan Semoga syafa’atnya
selalu menyertai kehidupan ini.

Makalah ini berisi ulasan-ulasan yang membahas tentang Sumber Ajaran Ahlussunnah
Wal Jamaah yaitu Al-Qur’an, Hadis/sunnah, Ijtihad dan Taqlid. Tetapi kali ini yang
dibahas yaitu Al-qur’an dan Hadis.

Dalam kesempatan kali ini, Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Moch Faizin Muflich,M.Pd selaku Dosen mata kuliah Aswaja 1 yang telah
membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
2. Media massa, dan media lainnya yang artikelnya kami gunakan dalam
penulisan Makalahini.
3. Semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan yang tidak dapat
kami sebutkan satu persatu.

Setitik harapan dari penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta bisa menjadi
wacana yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan yang penyusun miliki. Untuk itu,
penulis mengharapkan dan menerima segala kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.

Lamongan, 14 November
2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagaimana telah dimaklumi, bahwa Al Qur`an disamping sebagai kitab sucinya umat
Islam juga merupakan sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Sebagai kitab suci, Al
Qur`an harus diimani dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai pribadi,
sebagai anggota keluarga dalam sebuah rumah tangga maupun sebagai warga masyarakat,
bangsa dan negara Republik Indonesia tercinta ini.

Menurut H.A. Djazuli, yang dimaksud dengan Al Qur`an adalah Kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, tertulis dalam mushaf berbahasa Arab, yang
disampaikan kepada kita denagn jalan mutawatir, dan membacanya mengandung nilai ibadah,
dimulai dengan surah al Fatihah dan diakhiri dengan surah An Nas.1

Yang dimaksud dengan mutawatir pada pengertian di atas adalah, bahwa Al Qur`an itu
diriwayatkan oleh orang banyak dengan berturut-turut. Oleh karena itu, apa yang diriwayatkan
orang seorang tidak dinamakan Al Qur`an. Dengan demikian, bacaan Al Qur`an yang tidak
biasa dikenal (bacaan syadz) dan tidak sepakati oleh Qurra (ahli pembacaan Al Qur`an), tidak
dinamakan Al-Qur`an dan tidak sah pula untuk shalat.2

Sumber hukum dalam agama Islam yang paling utama dan pokok dalam menetapkan
hukum dan memecah masalah dalam mencari suatu jawaban adalah al-Qur’an dan al-Hadis.
Sebagai sumber paling utama dalam Islam, alQur`an merupakan sumber pokok dalam
berbagai hukum Islam. Al-Qur’an sebagai sumber hukum isinya merupakan susunan hukum
yang sudah lengkap. Selain itu juga al-Qur`an memberikan tuntunan bagi manusia mengenai
apa-apa yang seharusnya ia perbuat dan ia tinggalkan dalam kehidupan kesehariannya.
Sedangkan al-Hadis merupakan sumber hukum yang kedua setelah al-Qur’an. Disamping
sebagai sumber ajaran Islam yang secara langsung terkait dengan keharusan mentaati
Rasulullah Saw, juga karena fungsinya sebagai penjelas (bayan) bagi ungkapan-ungkapan al-
1 A. Djazuli, H. Prof. Ilmu Fiqh, Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam, Kencana Prenada
Media Group, Ed. Rev., 2005.
2 A. Hanafie, M.A. Ushul Fiqh, Wijaya, Jakarta, 1981.
Qur’an mujmal, mutlak, amm dan sebagainya. Al-Qur’an merupakan hidayah Allah yang
melengkapi segala aspek kehidupan manusia. Sumber paling utama dalam Islam adalah al-
Qur’an, yang merupakan sumber pokok bagi aqidah, ibadah, etika, dan hukum. Al-Qur’an
merupakan sumber primer karena tidak lepas dari apa yang dikandung oleh Al-Qur’an itu
sendiri. Di dalam al-Qur’an sendiri di jelaskan segala sesuatu yang berkenaan dengan segala
kebutuhan manusia demi kelangsungan hidupnya. Meskipun Al-Qur’an itu bukanlah ilmu
pengetahuan dan bukan pula ilmu filsafat. Tetapi didalamnya terkandung pembicaraan-
pembicaraan yang penuh isyarat untuk ilmu pengetahuan dan ilmu kefilsafatan. Sejak pertama
kali di turunkan, Al-Qur’an telah merubah arah dan paradigma bangsa Arab dan manusia pada
umumnya. Berbagai sisi kehidupan manusia mengalami pergeseran arah yang lebih baik
dengan hadirnya Al-Qur’an. Hal ini merupakan salah satu pengaruh ajaran dan ilmu
pengetahuan yang terkandung dalam Al-Qur’an. Sementara itu, ada yang mengatakan bahwa
semua ilmu dan pengetahuan yang ada di dunia dan akhirat sudah terangkum semua di dalam
al-Qur’an.

2.3 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan Alquran dalam ahlussunnah waljamaah?


b. apa yang dimksud dengan hadist dalam ahlussunnah waljamaah?
c. Apa yang dimaksud dari hadist qusdi dan Nabawi?
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Al-Quran

2.1.1 Pengertian Al-Qur’an


Secara harfiyah, Al Qur`an yang berasal dari bahasa Arab, yang kata kerjanya adalah
qara`a - yaqra`u, yang berarti membaca3 Jadi qur`an berarti bacaan. Pengertian tersebut
sesuai dengan firman Allah pada surah Al Qiyamah, ayat 17 dan 18 sebagai berikut:4

Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan


(membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya
maka ikutilah bacaannya itu.

Sejalan dengan pengertian di atas, Cyril Glasse dalam Ensiklopedi Islam


menyebutkan bahwa pada suatu malam di akhir Ramadhan tahun 610 Masehi saat itu, Jibril
datang kepada Nabi Muhammad saw menyampaikan wahyu pertama, yakni awal surat Al
`Alaq ayat 1 sampai dengan 5 sebagai berikut:5

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha

3 Mahmud Yunus, Prof. H. Kamus Arab Indonesia,Yayasan Penyelenggara Penterjemah /Penafsir Al Qur`a,
Jakarta, 1973, Hal. 335
4 Nasruddin Razak, Dienul Islam, PT Al Ma’arif, Bandung, Hal. 86
5 Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, cet.II, 1999. Hal. 331
Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Al Qur`an disamping merupakan dasar dan sumber utama ajaran dalam Islam selain
al hadits/sunnah Nabi Muhammad saw, juga memberikan barakah baik bagi mereka yang
membaca maupun bagi pihak yang mendengarkannya.
Menurut Saidus Syahar, Al Qur`an secara tehnis (fiqh) berarti: ”Kitab Suci Islam
berasal dari wayu Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw semasa
kenabiannya”.6 Sedangkan Nasruddin Razak mengatakan bahwa Al Qur`an itu adalah:
”Kalam Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi dan Rasul terakhir Muhammad saw.,
sebagai mu`jizat, membacanya adalah ibadah”7 Kemudian Dr. H.A. Athaillah, M.Ag dalam
bukunya Sejarah Al Qur`an, mengutip pendapatnya Salim Muhsin dalam Tarikh Al Qur`an Al
Karim, Al Qur`an ialah:

‫ﮐﻼﻡ ﺍﷲ ﺗﻌﺎﱃ ﺍﳌﻨﺰﻝ ﻋﻠﻰﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺻﻠﻰﺍﷲ ﻋ ﻴﻠ ﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﳌﻜﺘﻮﺏ ﰱﺍﳌﺼﺎﺣﻒ ﺍﳌﻨﻘﻮﻝ‬

‫ﺍﻟﻴﻨﺎ ﻧﻘﻼ ﻣﺘﻮﺍﺗﺮﺍ ﺍﳌﺘﻌﺒﺪ ﺑﺘﻼﻭﺗﻪ ﺍﳌﺘﺤﺪﻯ ﺑﺄﻗﺼﺮ ﺳﻮﺭﺓ ﻣﻨﻪ‬

Artinya: Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang tertulis
dalam mushaf-mushaf dan dinukil (diriwayatkan) secara mutawatir dan
dipandang ibadah dengan membacanya serta menantang (orang yang tidak
mempercayainya untuk membuat yang serupa) meskipun hanya berupa
satu surat yang pendek.8

Selanjutnya menurut Abdul Manan: Al Qur`an adalah kalam Allah yang diturunkan
dengan perantaraan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw dengan lafaz bahasa Arab,
dengan makna yang benar agar menjadi hujah dalam pengakuannya sebagai Rasulllah, dan
sebagai undang-undang yang dijadikan pedoman bagi ummat manusia, juga sebagai amal
ibadah apabila dibacanya. Ia ditadwinkan diantara dua lembar mushaf yang dimulai dari surat
Al Fatihah dan ditutup dengan surat Al-Nas.”9

6 Saidus Syahar, Asas-Asas Hukum Islam, Alumni, Bandung, 1983, hal. 36


7 Nasruddin Razak, op cit.
8 Athaillah, A.H., Sejarah Al qur’an, Verivikasi tentang Otensitas Al Qur’an, Antasari Press, 2007, hal. 15
9 Abdul Manan, H., Reformasi Hukum Islam di Indonesia, PT. raja Grafindo, 2007, hal. 66
Dari beberapa pengertian di atas dapatlah disimpulkan, bahwa Al Qur`an adalah
kalam Allah swt dalam bentuk bahasa Arab yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw,
dengan perantaraan malaikat Jibril as. Dan selanjutnya dari Nabi Muhammad saw
disampaikan kepada para sahabat secara mutawatir. Bagi orang yang membaca Al Qur`an
tersebut akan diberikan pahala oleh Allah swt, karena membaca Al Qur`an itu dianggap
sebagai ibadah kepada Allah swt.

Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat difahami, bahwa kalam Allah swt yang
disampaikan kepada para Nabi dan Rasul terdahulu sebelum Nabi Muhammad saw,
tidaklah dapat dinamakan Al Qur`an. Seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as,
atau Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud as, atau Injil yang diturunkan kepada nabi `Isa
as. Begitu pula, kalam Allah swt yang diturunkan secara langsung, tanpa melalui malaikat
Jibril as kepada Nabi Muhammad saw, seperti Hadis Qudsi tidak dapat dinamakan Al Qur`an.
Dan membaca Hadis Qudsi tersebut tidak termasuk dalam katagore ibadah.

2.2.1 Kedudukan Al Qur`an

Berbicara tentang sumber hukum Islam, pada ulama sepakat bahwa Al Qur`an
menempati urutan yang pertama dan utama, setelah Al Qur`an adalah Al Hadis yang
kemudian disusul dengan ijma` dan qiyas. Saidus Syahar menyebutkan bahwa sumber-
sumber syari`at dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu sumber utama dan deduction atau
kesimpulan. Sumber utama adalah wahyu, yang dapat dibagi kepada wahyu langsung (Al
Qur`an) dan wahyu tidak langsung (sunnah).

Sedangkan deduction atau kesimpulan yang ditarik dari wahyu juga terbagi kepada:
1. Qiyas (analogi), yakni penarikan kesimpulan seseorang mujtahid.
2. Ijma` (persamaan pendapat dari beberapa mujtahid)
3. Dan lain-lain.10

Dalam sebuah riwayat, terjadi dialog antara Rasulullah saw dengan sahabatnya yang
bernama Mu`az bin Jabal sebelum mengutusnya untuk menjadi Gubernur di negeri Yaman,
yang dikenal dengan hadis Mu`az bin Jabal sebagai berikut:

10 Saidus syahar, op. cit., hal. 36


‫ أﻗضﻰ ﺑﻜﺘﺎب اﷲ فإن ﻟﻢ أجﺪ فﺒسﻨﺔ رﺳﻮل‬:‫كﻴﻒ ﺗﻘضﻰ إذا ﻋﺮض ﻟك ﻗضﺎء؟ ﻗﺎل ﻣﻌﺎذ‬

‫اﷲ فإن ﻟﻢ أجﺪ أجﺘهﺪ ﺑﺮأيﻰ‬


Artinya: Bagaimana engkau akan memutuskan hukum jika disodorkan perkara kepadamu?
Mu`az menjawab, “Saya akan memutuskan perkara itu sesuai dengan hukum Al
Qur`an (Kitabullah). Apabila aku tidak jumpai di dalam Kitabullah, aku akan
memutuskan dengan Sunnah Rasulullah, jika tidak ada di dalam Sunnah
Rasulullah, saya akan melakukan ijtihad dengan kemampuanku”.11

Jika ditinjau dari segi kekuatannya, sumber hukum tersebut dapat digolongkan atas
sumber yang disepakati dan sumber yang tidak disepakati oleh para ulama. Sumber hukum
yang disepakati oleh ulama sebagai sumber utama ajaran Islam adalah Al Qur`an dan Al
Sunnah/Hadis.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, para ulama sepakat bahwa Al Qur`an adalah
sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Pada umumnya isi kandungan Al Qur`an
bersifat kully, umum atau global dalam mengemukakan satu persoalan. Itulah sebabnya Al
Qur`an memerlukan interpritasi sebagai upaya untuk mencari ayat yang sifatnya kully, umum
atau global tersebut. Untuk merinci kandungan Al Qur`an diperlukan hadis Nabi saw, sebab
tanpa adanya hadis Nabi tersebut, banyak ayat Al Qur`an yang sulit dipahami secara jelas.
Karena itulah hadis-hadis berfungsi untuk memberikan penjelasan atau menafsirkan (hadis
tafsir) terhadap ayat-ayat yang bersifat global tersebut. Karena hadis-hadis Nabi saw juga
jumlahnya terbatas, maka dianjurkan kepada para ulama yang mempunyai kemampuan ijtihad
untuk menafsirkan Al Qur`an, agar kandungan Al Qur`an dapat dipahami secara utuh.

Kecuali hal-hal yang bersifat kully, umum atau global, Al Qur`an sebagai sumber pokok
ajaran Islam juga menjelaskan secara rinci atau mendetail terhadap hal-hal yang berhubungan
dengan aqidah, kewarisan, cara menyatakan li`an antara suami istri, beberapa macam hukum
jarimah hudud dan wanita-wanita yang dilarang dikawin.12 Sedang menurut Drs. Hasbullah
Bakry, hukum-hukum yang ada dalam Al Qur`an pada pokoknya terbagi dua macam, yaitu:
11 Khallaf, Abdul Wahhab, Sumber-Sumber Hukum Islam, Terjemahan dari judul asli Mashadir at Tasyri’ al Islami fima la nashsha fihi, Risalah bandung, 1984, hal. 2
12 A. Hanafi, op.cit, hal.57
a. Hukum-hukum yang mengatur bagaimana hubungan manusia terhadap Tuhannya,
Hubungan tersebut ialah menyangkut tatacara peribadatan seperti shalat, puasa dan lain-
lain.

b. Hukum-hukum yang mengatur bagaimana hubungan antar sesama manusia. Hukum-


hukum yang dimaksud disebut dengan hukum mu`amalat. Hukum Al Qur`an yang
mengatur tentang mu`amalat tersebut terdiri dari 4 empat macam, yaitu:

1. Yang berhubungan dengan masalah rumah tangga seperti perkawinan, perceraian,


pembagian harta peninggalan dan lain-lain.

2. Yang berhubungan dengan jihad seperti hukum berperang, syarat wajib berperang,
urusan tawanan, hal-hal kesopanan dalam berperang, dan pembagian harta
rampasan.

3. Yang berhubungan dengan mu`amalat perdagangan seperti jual beli, sewa-


menyewa dan lain-lain.

4. Yang berhubungan dengan hukuman terhadap tindak kejahatan seperti qishas dan
hudud.13

2.3.1 Kandungan Al-Qur’an


Al-Qur’an berisi pesan-pesan ilahi (risalah illahiyah) untuk umat manusia yang
disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw. Pesan-pesan tersebut tidak berbeda dengan
risalah yang dibawa olae Nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan rasul-rasul lainnya sampai kepada
Nabi Isa, rialah itu adalah mentauhidkan Allah. Konsep ketuhanan yang diajarkan oleh Al-
Qur’an tidak berbeda dengan konsep ketuhanan ang diajarkan oleh rasul yang pernah Allah
utus didunia ini.hanya persoalan huum atau syariat sajalah yang selalu berubah sesuai dengan
perubahan situasi dan kondisi dimana nabi itu diutus. Bagaimanapun juga, kita sering
membaca perbincangan Al-Qur’an mengeni bumi, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia,
jagat raya, fenomena alam, dan sejarah. Perbincangan tersebut dalam kitab Suci ini,
merupakan rangkaian pembelajaran bagi umat manusiamengenai tauhid dan ketundukan
kepada Allah.

13 Bakry Hasbullah, Pokok-Pokok Ilmu Agama Islam, Siti Syamsiyah, Solo, 1961, hal. 33
Sebenarnya banyak ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam Al-Qur’an. Akan tetapi,
kebanyakan dari kita hanya membacanya saja tanpa mau memahami isi yang terkandung di
dalamnya. Di bulan Ramadhan, banyak orang-orang berlomba mengkhatamkan Al-Qur’an.
Sebenarnya bukan mengkhatamkan yang diutamakan akan tetapi menelaah dan mempelajari
Al-Qur’an yang sangat dianjurkan agar tidak terjadi kesalahpahaman memaknai Islam seperti
yang terjadi belakangan ini dimana banyak timbul aliran-aliran sesat yang mengatasnamakan
Islam Ahlussunnah wal Jamaah.

Banyak timbul perpecahan di dalam umat Islam salah satunya adalah tidak
memahami kandungan ayat Al-Qur’an seperti yang telah penulis katakan di atas.
Kebanyakan dari mereka hanya membaca tapi tidak mempelajari. Itulah gambaran umum isi
kandungan Al-Qur’an. Para ahli telah banyak mengkaji dan memperinci kandungannya.
Hasil kajiannya menunjukan perbedaan-perbedaan, sesuai dengan sudut pandang mereka
masing-masing.

Sumber pokok ajaran Islam adalah Al-Qur’an. Segala pokok syariat dan dalil-dalil
syar’i yang mencakup seluruh aspek hukum bagi manusia dalam menjalankan hidup di dunia
dan akhirat terkandung dalam Al-Qur’an.

Adapun pokok-pokok ajarab yang ada dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut.
1. Aqidah
Sesungguhnya aqidah merupakan masalah yang paling pokok dan paling
mendasar bagi setiap mukmin. Aqidah menjadi pintu awal masuknya seseorang ke dalam
Islam dan aqidah pula yang harus dia pertahankan hingga akhir hidupnya. Seorang
mukmin dituntut untuk membawa serta kalimah tauhid, kalimat ikhlas ‘laa ilaaha illallah’
hingga menghembuskan napas yang terakhir agar dia dikategorikan ke dalam hamba-
hamba Allah yang husnul khatimah.

Semua mukmin meyakini bahwa barang siapa yang demikian adanya pasti meraih
ridha Allah Swt, rahmat-Nya dan surga-Nya. Oleh karena itu bahasan tentang aqidah
menjadi masalah paling urgen dan krusial bagi setiap mukmin.
Aqidah dari segi bahasa (etimologis) berasal dari Bahasa Arab ( ‫ )َع َق َد‬yang
bermakna 'ikatan' atau 'sangkutan' atau menyimpulkan sesuatu. Di antaranya juga
mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-jazmu(penetapan).

Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil
keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama sendiri adalah berkaitan dengan
keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada
Rasul.14 Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti
adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah.

Secara terminologis terdapat beberapa definisi aqidah yang dikemukakan oleh


para ulama Islam, antara lain:

Menurut Hasan Al-Banna “Aqaid (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa
perkara yang wajib di yakini kebenaranya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa,
menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan keragu-raguan”.15

Menurut Abu bakar Jabir al-Jazairy “Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat
diterima secara umum (aksioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah.
Kebenaran itu dipatrikan di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaanya secara
pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu”.

Dari dua definisi di atas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka
mendapatkan suatu pemahaman mengenai aqidah yang lebih proporsional, yaitu:

a. Setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran, indra untuk mencari kebenaran
dan wahyu untuk menjadi pedoman dalam menentukan mana yang baik dan mana
yang buruk. Dalam beraqidah hendaknya manusia menempatkan fungsi masing-
masing instrumen tersebut pada posisi sebenarnya.
b. Keyakinan yang kokoh itu terbebas dari segala pencampur adukan dengan keragu-
raguan walaupun sedikit. Keyakinan hendaknya bulat dan penuh, tiada bercampur
dengan syak dan kesamaran. Oleh karena itu untuk sampai kepada keyakinan itu

14 Ibid, hal. 59
15 Ohan Sudjana, Fenomena Aqidah Islamiyah Berdasarkan Quran dan Sunnah, ( Jakarta : Media Dakwah ,
1994), hal 10-13
manusia harus memiliki ilmu, yakni sikap menerima suatu kebenaran dengan sepenuh
hati setelah meyakini dalil-dalil kebenaran.
c. Aqidah tidak harus mampu mendatangkan ketentraman jiwa kepada orang yang
meyakininya. Dengan demikian, hal ini mensyaratkan adanya keselarasan dan
kesejahteraan antara keyakinan yang bersifat lahiriyah dan keyakinan yang bersifat
batiniyah. Sehingga tidak didapatkan padanya suatu pertentangan antara sikap
lahiriyah dan batiniah.
d. Apabila seseorang telah meyakini suatu kebenaran, konsekuensinya ia harus sanggup
membuang jauh-jauh segala hal yang bertentangan dengan kebenaran yang
diyakininya itu.16

Dari keterangan diatas penyusun dapat menyimpulkan bahwa aqidah adalah perkara
yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram.

karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidka
tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.

Sumber aqidah Islam adalah al-Qur’an dan as-sunnah. Artinya apa saja yang
disampaikan oleh allah dalam al-qur’an dan rasulullah dalam sunnah-nya wajib di imani,
diyakini, dan diamalkan.17 Ada beberapa dalil tentang aqidah, yaitu :

a. Dalil Aqli
Dalil ini dapat diterima apabila hasil keputusannya dipandang masuk akal atau
logis dan sesuai dengan perasaan, tentunya yang dapat menimbulkan adanya keyakinan
dan dapat memastikan adanya iman yang dimaksudkan. Dengan menggunakan akal
manusia merenungkan dirinya sendiri dan alam semesta, yang dengannya ia dapat
melihat bahwa dibalik semua itu terdapat adanya Tuhan pencipta yang satu.18

b. Dalil Naqli
Yaitu dalil yang bersumber dari al-Qur’an. Dan dalam hal ini, landasan hukum
aqidah yang bersumber dari al-Qur’an antara lain :

Surah al-Ikhlas, ayat 1-4


16 Satria Effendi, Ushul Fiqh, Cet III (Jakarta: Kencana, 2009) hal. 79
17 Ibid, hal. 79
18 Ibid, hal. 44
‫ َو َلْم َيُك ن َّل ۥُه ُكُفًو ا َأَح ٌۢد‬. ‫ َلْم َيِلْد َو َلْم ُيوَلْد‬.‫ ٱُهَّلل ٱلَّص ُد‬. ‫۞ُقْل ُهَو ٱُهَّلل َأَح ٌد‬
‫َم‬

Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada
seorang pun yang setara dengan Dia".

Surah an-Nahl, ayat 51 :

‫َّٰي‬ ‫َٰل‬ ‫۟ا َٰل‬


‫۞َو َقاَل ٱُهَّلل اَل َتَّتِخ ُذ ٓو ِإ َهْيِن ٱْثَنْيِن ِإَّنَم ا ُهَو ِإ ٌۭه َٰو ِحٌۭد َفِإ َى َفٱْر َهُبوِن‬

Allah berfirman: "Janganlah kamu menyembah dua tuhan;

sesungguhnya Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu
takut".

Surah al-Baqarah, ayat 163 :

‫۞َو ِإَٰل ُهُك ْم ِإَٰل ٌۭه َٰو ِحٌۭد ٓاَّل ِإَٰل َه ِإاَّل ُهَو ٱلَّرْح َٰم ُن ٱلَّر ِح يُم‬

Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.19

2. Ibadah
Ibadah (‫ )عبادة‬secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Di
dalam syara’, ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu.
Definisi ibadah itu antara lain :

1. Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya


(yang digariskan) melalui lisan para Rasul-Nya,

2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah , yaitu tingkatan ketundukan


yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling
tinggi,

3. Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai
Allah , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dzahir maupun bathin. Ini
adalah definisi ibadah yang paling lengkap.
19 Rachmat Syafe’i, Al-Hadis Aqidah, Akhlak, Social, Dan Hukum, (Bandung : Pustaka Setia,
2000), hal 15
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut),
raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan
rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat,
haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi
macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.20

Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia, Allah


berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dia-lah
Maha Pemberi rizki yang mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-
Dzariyat: 56-58)

Allah memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar


mereka melaksanakan ibadah kepada Allah . Dan Allah Maha Kaya, tidak
membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya.
Karena ketergantungan mereka kepada Allah , maka mereka menyembah-Nya sesuai
dengan aturan syari’at-Nya. Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah , ia
adalah sombong. Siapa yang menyembah-Nya tetapi dengan selain apa yang
disyari’atkan-Nya maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan siapa yang hanya
menyembah-Nya dan dengan syari’at-Nya, maka dia adalah mukmin muwahhid
(yang mengesakan Allah).

Perintah menyembah kepada Allah banyak diterangkan dalam Al-Qur’an salah


satunya didalam Q.S Al-Baqarah ayat 21.

Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan


orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa”.(Q.S Al-Baqarah/2:21)

3. Akhlak
Menurut bahasa, akhlak berasal dari kata khuluqun atau khulqun. Khuluqun
artinya budi, yaitu sesuatu yang tersimpan dalam hati, sangat halus, sulit diketahui

20 Karman, Materi Al-Qur’an, (Cetakan Pertama, Hilliana Press, Jakarta, 2014), hal. 23-24
orang lain, namun memiliki kekuatan yang sangat besar terhadap tingkah laku
perbuatan manusia. Khulqun artinya perbuatan-perbuatan lahir.

Menurut istilah, akhlak artinya tingkah laku lahiriah yang diperbuat oleh
seseorang secara spontan sebagai cerminan hati seseorang yang menciptakan
hubungan baik antarpribadi dengan pribadi dan antarmasyarakat dengan sesamanya.21

Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang
memiliki kedudukan yang sangat penting, di samping dua kerangka dasar lainnya.
Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari proses menerapkan aqidah dan syariah.
Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah
fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini akan terwujud pada
diri seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Nabi Muhammad
Saw. dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi
ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak manusia yang mulia. Nabi
bersabda:

Artinya: ”Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak


yang mulia”. (HR. Ahmad).22

Apa yang dinyatakan Nabi sebagai misi utama kehadirannya bukanlah suatu
yang mengada-ada, tetapi memang sesuatu yang nyata dan Nabi benar-benar menjadi
panutan dan teladan bagi umatnya dan bagi setiap manusia yang mau menjadi
manusia berkarakter atau berakhlak mulia. Pengakuan akan akhlak Nabi yang sangat
agung bukan hanya dari manusia, tetapi dari Allah Swt. seperti dalam firmannya:

Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”


(QS. al-Qalam [68]:

Karena keluhuran akhlak dan budi Nabi itulah, Allah Swt. menjadikannya
sebagai teladan yang terbaik bagi manusia, khususnya bagi umat Islam. Allah Swt.
berfirman:

21 Ibid, hal. 5
22 Hami Naqrah, Sikolujiyyah al-Qishshah fi al-Qur’an, (Jami’ah a;-jazair : Risalah Dukturah, 1971), hal.85
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. al-Ahzab [33]: 21).

Untuk memahami akhlak Nabi yang lebih rinci di samping ditegaskan dalam
hadis-hadisnya, juga bisa dilihat dari keseluruhan ayat yang berisi perintah-perintah
Allah dan larangan-larangan-Nya. Apa saja yang diperintahkan Allah dalam al-Quran
pasti dilakukan oleh Nabi, dan apa saja yang dilarang Allah dalam al-Quran pasti
ditinggalkan dan dijauhi Nabi. Maka sangat tepat ketika ‘Aisyah (isteri Nabi) ditanya
oleh sahabat bagaimana tentang akhlak Nabi? ‘Aisyah menjawab, “Akhlak Nabi
adalah al-Quran.” Artinya sikap dan perilaku Nabi sehari-hari tidak ada yang keluar
dan menyimpang dari semua aturan yang ada dalam al-Quran. 23

Karena itu, siapa pun yang bermaksud meneladani Nabi atau bersikap dan
berperilaku seperti Nabi, maka ia harus tunduk dan patuh terhadap seluruh aturan
yang ada dalam al-Quran, baik yang berupa perintah-perintah Allah maupun
larangan-larangan-Nya. Di sinilah pentingnya umat Islam memahami isi kandungan
al-Quran.

4. Hukum
Secara garis besar hukum yang diperbincangkan dalam Al-Qur’an meliputi dua
hal yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah meiputi shalat, puasa, zakat, dan haji. Dan
muamalah meliputi hukum keluarga, jinayah, politik dan ekonomi. Ini menunjukan
bahwa hukum islam sangat komprehensif, tidak ada aspek kehidupan manusia tata aturan
hukumnya. Inilah salah satu karakter khusus hukum islam, yang tidak ada dalam hukum
buatan manusia. J.N.D Anderson, seorang orientalis, mengakui hal ini. Dia mengatakan
‘hukum islam jauh lebih luas cakupannya dari hukum barat, hukum islam mencakup
segala lapangan hukum sekaligus, yaitu hukum publik, hukum privat, hukum nasional,
dan hukum internasional dimana Barat tidak menganggapnya sebagai hukum.24

23 Ibid, hlm 34
24 J.N.D Andeson, Hukum Islam di Dunia Modern, (Terjemah oleh: Machum Husein). Surabaya: Amarpress, 1990,
hal. 4
Beberapa contoh ayat-ayat Al-Qur’an yang mengatur tentang ketentuan hukum-
hukum tersebut antara lain.

‫ِإَّنا َأْنَز ْلَنا ِإَلْيَك اْلِكَتاَب ِباْلَح ِّق ِلَتْح ُك َم َبْيَن الَّناِس ِبَم ا َأَر اَك ُهَّللاۚ َو اَل َتُك ْن ِلْلَخ اِئِنيَن َخ ِص يًم ا‬

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan


membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah
Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat”. (Q.S An-Nisa /4:105)

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا ِإَّنَم ا اْلَخ ْم ُر َو اْلَم ْيِس ُر َو اَأْلْنَص اُب َو اَأْلْز اَل ُم ِر ْج ٌس ِم ْن َع َمِل الَّشْيَطاِن َفاْج َتِنُبوُه َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحوَن‬

Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,


berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.”(Q.S Al-Maidah /5:90)

5. Dasar-Dasar Ilmu Pengetahuan (Sains)


Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-
ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan


pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji
dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari
sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai
pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.

Ilmu pengetahuan adalah merupakan salah satu isi pokok kandungan kitab suci al-
Qur’an. Bahkan kata ‘ilm itu sendiri disebut dalam al-Qur’an sebanyak 105 kali, tetapi
dengan kata jadiannya ia disebut lebih dari 744 kali. Sains merupakan salah satu
kebutuhan agama Islam, betapa tidak setiap kali umat Islam ingin melakasanakan ibadah
selalu memerlukan penentuan waktu dan tempat yang tepat, umpamanya melaksanakan
shalat, menentukan awal bulan Ramadhan, pelaksanaan haji semuanya punya waktu-
waktu tertentu dan untuk mentukan waktu yang tepat diperlukan ilmu astronomi.25

Maka dalam Islam pada abad pertengahan dikenal istilah “ sains mengenai waktu-
waktu tertentu”. Banyak lagi ajaran agama yang pelaksanaannya sangat terkait erat
dengan sains dan teknologi, seperti untuk menunaikan ibadah haji, bedakwah
menyebarkan agama Islam diperlukan kendraan sebagai alat transportasi. Allah telah
meletakkan garis-garis besar sains dan ilmu pengetahuan dalam al-Qur’an, manusia
hanya tinggal menggali, mengembangkan konsep dan teori yang sudah ada, antara lain
sebagaimana terdapat dalam Q.S Ar-Rahman: 55/33.

Hai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru
langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan
kekuatan (Q.S Ar-Rahman: 55/33).

Al-Qur’an sejak empat belas abad yang silam telah memberikan isyarat secara
ilmiyah kepada bangsa Jin dan Manusia, bahwasanya mereka telah di persilakan oleh
Allah untuk mejelajah di angkasa luar asalkan saja mereka punya kemampuan dan
kekuatan (sulthan); kekuatan yang dimaksud di sisni sebagaimana di tafsirkan para ulama
adalah ilmu pengetahuan atau sains dan teknologi, dan hal ini telah terbukti di era
mederen sekarang ini, dengan di temukannya alat transportasi yang mampu menembus
angksa luar bangsa-bangsa yang telah mencapai kemajuan dalam bidang sains dan
teknologi telah berulang kali melakukan pendaratan di Bulan, pelanet Mars, Juipeter dan
pelanet -pelanet lainnya.

Menurut Quraish Shihab pemaparan ayat-ayat Al-Qur’an tentang ”Kebenaran


Ilmiah” tersebut lebih bertujuan untuk menunjukkan tentang kebesaran Tuhan dan ke
Esa-an Nya, serta mendorong manusia seluruhnya mengadakan observasi dan penelitian
demi lebih menguatkan iman dan kepercayaan KepadaNya.26

25 Syaikh Manna’ Al-Qathathan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Cet III (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2008), hlm 3
Al-Quran demikian menghormati kedudukan ilmu dengan penghormatan yang
tidak ditemukan bandingannya dalam kitabkitab suci yang lain. Sebagai bukti, Al-Quran
menyifati masa Arab pra-Islam dengan jahiliah (kebodohan). Di dalam Al-Quran terdapat
beratus-ratus ayat yang menyebut tentang ilmu dan pengetahuan. Di dalam sebagian
besar ayat itu disebutkan kemuliaan dan ketinggian derajat ilmu.

6. Sejarah
Istilah sejarah adalah terjemahan dari kata tarikh (bahasa arab) dan history
(bahasa inggris). Semua kata tersebut berasal dari bahasa yunani yaitu istoria yang berarti
ilmu. Istoria digunakan untuk penjelasan mengenai gejala-gejala manusia dalam urutan
kronologis.27 Sedangkan secara terminologi menurut Al-Maqrizi membatasi sejarah ia
memberikan informasi tentang sesuatu yang pernah terjadi di dunia.

Definisi sejarah lebih umum adalah semasa lampau manusia, baik yang
berhubungan dengan peristiwa politik, sosial, ekonomi, maupun gejala alam. Definisi ini
memberi pengertian bahwa sejarah tidak lebih dari sebuah rekaman peristiwa masa
lampau manusia dengan segala sisinya.

Dalam kamus umum bahasa Indonesia W.J.S Poerwadinata mengatakan sejarah


adalah kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lalu.28

Penuturan kisah-kisah dalam Al-Qur’an sarat dengan muatan edukatif bagi


manusia, khususnya pembaca dan pendengarnya. Kisah-kisah tersebut menjadi bagian
dari metode pendidikan yang efektif bagi pembentukan jiwa yang mentauhidkan Allah
SWT. Karena itu ditegaskan Allah SWT.

(QS. Al-A’raf : 176 ) ‫َفاْقُص ِص اْلَقَص َص َلَع َّلُهْم َيَتَفَّك ُرون‬........

Artinya: Maka kisahkanlah kisah-kisah agar mereka berfikir.

26 Atang Abdul Hakim, Metodologi Studi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.
137

27 Ibid, hlm 71

28 Fazhur Ranchman, Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, cetakan ke-2, 1992), hal 49
Pemberian contoh kisah-kisah umat terdahulu beserta akibat yang dialami bagi
orang yang menentang perintah Allah serta berperilaku tidak baik secara tidak langsung
mengetuk hati orang yang merenungkan hikmah di balik kisah tersebut. Kisah menjadi
sarana yang lembut untuk merubah kesalahan dan kekufuran suatu komunitas
masyarakat, dengan tidak secara langsung menyalahkan atau menggurui mereka.

Ayat-ayat tentang kisah dan sejarah dalam Al-Qur’an sebagai berikut.

(QS. At-Thaaha: 99) ‫َك َذ ِلَك َنُقُّص َع َلْيَك ِم ْن َأْنَبآِء َم ا َقْد َسَبَق َو َقْد آَتْيَناَك ِم ْن َلُد َّنا ِذ ْك ًرا‬

Artinya: Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah


(umat) yang telah lalu, dan sungguh, telah kami berikan kepadamu suatu peringatan (Al-
Qur’an) dari sisi kami.

‫ُقْل ِس يُروا ِفي األْر ِض َفاْنُظُروا َكْيَف َك اَن َعاِقَبُة اَّلِذ يَن ِم ْن َقْبُل َك اَن َأْكَثُر ُهْم ُم ْش ِرِكين‬

Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana


kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang
mempersekutukan (Allah).” (QS. Ar-Rum: 42).

2.4.1 Fungsi Al-Qur’an


Al-Qur’an diturunkan oleh Allah s.w.t. untuk disampaikan kepada umat manusia demi
kemaslahatan manusia. Kemaslahatan itu dapat berupa sesuatu yang mendatangkan manfaat atau
keberuntungan maupun dalam bentuk sesuatu yang dapat melepaskan manusia dari
kemadharatan yang akan menimpanya.

Adapun fungsi al-qur’an antara lain yaitu:

1) Petunjuk bagi Umat Manusia


Allah SWT menurunkan al-Qur’an sebagai petunjuk umat manusia, seperti yang
terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 2 :
‫ذِلَك اْلِكتُب اَل َر ْيَب ِفْيِة ُهًدى ِّلْلُم َّتِقْيَن‬
Artinya : “Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa”

2) Risalah Baru
Al-Qur’an sebagai pengganti kedudukan kitab suci sebelumnya Taurat (Kitab Nabi
Musa), Zabur (Kitab Nabi Dawud), Injil (Kitab Nabi Isa) yang pernah diturunkan oleh Allah
swt. Al-Qur’an sebagai kitab terakhir berfungsi sebagai korektor serta melengkapi kitab-
kitab sebelumnya sehingga menjadi sempurna.

3) Pembenar Kitab-Kitab Sebelumnya


Sebagai pembenar terhadap kitab-kitab sebelumnya, ini berarti bahwa al Qur’an
memberikan pengakuan terhadap kitab-kitab sebelumnya sebagai wahyu Allah. Seperti yang
terdapat dalam surah Ali-Imran ayat 3 :
‫َنَز َل َع َلْيَك اْلِكتَب ِنا ْلَح ِّق ُمَص ِّد ًقا ِّلَم ا َبْيَن َيَد ْيِه َو َاْنَز َل الَّتْو َر ىَة َو اِاْل ْنِج ْيَل‬.
Artinya : “Dia menurunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) yang
mengandung kebenaran, membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya, dan menurunkan Taurat
dan Injil.”
4) Sebagai Obat

Seperti yang terdapat dalam al-Qur’an surah Al-Isra’ ayat 82, yang berbunyi :

Artinya: “Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi obat dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman, dan (Alquran itu) tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian”. (Al-Isra' (17): 82).

5) Pelajaran atau Pengajaran


Al-Qur’an sebagai pelajaran yang akan mengajarkan dan membimbing umat dalam
kehidupannya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Pelajaran yang
disampaikan dalam al-Qur’an banyak disampaikan dalam bentuk kisah-kisah umat dan Nabi
terdahulu. Seperti yang terdapat dalam surah al-A’raf ayat 145 :

‫ َفُخ ْذ َها ِبُقَّوٍة َّو ْاُم ْر َقْو َم َك َيْا‬. ‫َو َك َتْبَنا َله ِفى اَاْلْلَو اِح ِم ْن ُك ِّل َش ْي ٍءَّم ْو ِع َظًة َّو َتْفِص ْيًال ِّلُك ِّل َش ْي ٍء‬
‫ َس ُاْو ِرْيُك ْم َداَر اْلفِس ِقْيَن‬.‫ُخ ُذ ْو اِبَأْح َسِنَها‬.
Artinya : “Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada lauh-lauh (Taurat) segala sesuatu
sebagai pelajaran dan penjelasan untuk segala hal; maka (Kami berfirman), “Berpegang
teguhlah kepadanya dan suruhlah kaummu berpegang kepadanya dengan sebaik-baiknya,
Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang fasik.”

6) Sebagai Mukjizat
Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh Nabi
Muhammad saw. Di antara kemukjizatan al-Qur’an yaitu : keindahan kalimat dan isinya tidak
dapat ditiru oleh sastrawan manapun, sebagai sumber pengetahuan, dan mejelaskan kejadian
yang akan terjadi (masa depan).
Dengan menganalisa fungsi al-Qur’an secara harfiyah yang terdapat dalam al-Qur’an,
dapat dirangkum bahwa terdapat dua hal pokok diturunkannya al-Qur’an yaitu :
a. Sebagai rahmat yang dikaruniakan oleh Allah kepada umat manusia, bila mereka
menerima dan mengamalkan keseluruhan isi al-Qur’an, dan niscaya akan mendapatkan
kehidupan yang bahagidi aa di dunia dan akhirat.
b. Sebagai petunjuk, ini dapat berarti petunjuk bagi manusia untuk mengenal Rasulullah
dan membenarkan idenitas kerasulannya.

2.2 Hadist

2.2.1 Pengertian Hadits


Hadis secara etimologi merupakan kata benda dari kata al-Tahdis yang berarti
pembicaraan. Sedangkan hadis menurut istilah ulama muhadditsin adalah segala yang
dinukilkan dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan taqrir maupun hal ihwal
Nabi.
Secara terminologis, hadits dimaknai sebagai ucapan dan segala perbuatan yang
dilakukan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan secara bahasa, hadits berarti perkataan,
percakapan, berbicara. "Segala ucapan, segala perbuatan, dan segala keadaan atau
perilaku Nabi Muhammad SAW.”
2.2.2 Fungsi Hadist

Terdapat 4 macam fungsi hadits terhadap Al Quran yang ditetapkan oleh ulama Atsar,
sebagai berikut:
1. Bayan at-Taqrir

Bayan at-Taqrir disebut juga dengan bayat at-Ta'kid dan bayan at-Isbat.
Dalam hal ini hadits berfungsi untuk menetapkan dan memperkuat apa yang
telah diterangkan dalam Al Quran.

2. Bayan at-Tafsir
Fungsi hadits sebagai bayan at-Tafsir yaitu memberikan rincian dan
tafsiran terhadap ayat-ayat Al Quran yang masih mujmal (samar atau tidak
dapat diketahui), memberikan pesyaratan ayat-ayat yang masih mutlak, dan
memberikan penentuan khusus ayat-ayat yang masih umum.
3. Bayan at-Tasyri

Bayan at-Tasyri adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran yang tidak
didapati dalam Al Quran. Fungsi ini disebut juga dengan bayan za'id ala al
kitab al-karim.

4. Bayan an-Nasakh

Secara bahasa, an-naskh memiliki arti yang beragam, di antaranya al ibtal


(membatalkan), al ijalah (menghilangkan), at tahwil (memindahkan) atay at
taqyir (mengubah). Adapun yang disebut dengan bayan an nasakh adalah
adanya dalil syara' (yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada)
karena datangnya dalil berikutnya.

2.3 Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi

2.3.1 Hadits Qudsi

Secara bahasa, kata qudsi adalah nisbah dari kata quds. Hadits qudsi adalah
firman atau perkataan Allah SWT, namun jenis firman Allah SWT yang tidak
termasuk Al-Quran. Hadits qudsi tetap sebuah hadits, hanya saja Nabi Muhammad
SAW menyandarkan hadits qudsi kepada Allah SWT. Maksudnya, perkataan Allah
SWT itu diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan redaksi dari diri beliau
sendiri. Bila seseorang meriwayatkan hadis qudsi, maka dia meriwayatkannya dari
Rasulullah SAW dengan disandarkan kepada Allah, dengan mengatakan: Rasulullah
SAW mengatakan mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya`, atau ia
mengatakan: Rasulullah SAW mengatakan: Allah Ta`ala telah berfirman atau
berfirman Allah Ta`ala.

Contoh hadits qudsi antara lain:Dari Abu Hurairah ra. dari Rasulullah SAW yang
meriwayatkan dari Allah azza wajalla: Tangan Allah penuh, tidak dikurangi lantaran
memberi nafkah, baik di waktu siang maupun malam. Contoh yang lainnya: Dari Abu
Hurairah Ra, bahwa Rasulullah SAW berkata: ` Allah ta`ala berfirman: Aku menurut
sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya bila ia menyebut-Ku.bila
menyebut-KU di dalam dirinya, maka Aku pun menyebutnya di dalam diri-Ku. Dan
bila ia menyebut-KU di kalangan orang banyak, maka Aku pun menyebutnya di
dalam kalangan orang banyak lebih dari itu.

Hadis qudsi itu maknanya dari Allah, ia disampaikan kepada Rasulullah SAW
melalui salah satu cara penurunan wahyu, sedang lafadznya dari Rasulullah SAW,
inilah pendapat yang kuat. Dinisbahkannya hadis qudsi kepada Allah SWT adalah
nisbah mengenai isinya, bukan nisbah mengenai lafadznya. Sebab seandainya hadis
qudsi itu lafalnya juga dari Allah, maka tidak ada lagi perbedaan antara hadis qudsi
dengan Al-Quran. Dan tentu pula gaya bahasanya menuntut untuk ditantang, serta
membacanya pun diangggap ibadah.29

2.3.2 Hadits Nabawi

29 Perbedaan Hadits Qudsi & Hadits Nabawi, sumber dari


https://yudabai.wordpress.com/perbedaan-hadits-qudsi-hadits-nabawi/
Sedangkan hadits nabawi adalah segala yang disandarkan kepada nabi
Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat. Yang berupa
perkataan seperti perkataan Nabi SAW: Sesungguhnya sahnya amal itu disertai
dengan niat. Dan setiap orang bergantung pada niatnya. Sedangkan yang berupa
perbuatan ialah seperti ajaranya pada sahabat mengenai bagaimana caranya
mengerjakan shalat, kemudian ia mengatakan: Shalatlah seperti kamu melihat aku
melakukan shalat. Juga mengenai bagaimana ia melakukan ibadah haji, dalam hal ini
Nabi saw. Berkata: Ambilah dari padaku manasik hajimu. Sedang yang berupa
persetujuan ialah seperti beliau menyetujui suatu perkara yang dilakukan salah
seorang sahabat, baik perkataan atau pun perbuatan, baik dilakukan di hadapan beliau
atau tidak, tetapi beritanya sampai kepadanya. Misalnya mengenai makanan biawak
yang dihidangkan kepadanya, di mana beliau dalam sebuah riwayat telah
mendiamkannya yang berarti menunjukkan bahwa daging biawak itu tidak haram
dimakan.30

30 Perbedaan Hadits Qudsi & Hadits Nabawi, sumber dari


https://yudabai.wordpress.com/perbedaan-hadits-qudsi-hadits-nabawi/
2.3.3 Perbedaan Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi

1. Dari sudut sandarannya, hadits Nabawi disandarkan kepada Nabi SAW,


sedangkan hadits qudsi disandarkan kepada Nabi SAW dan kepada Allah
SWT. Dengan demikian, maka dalam mengidentifikasinya, pada hadits qudsi
terdapat kata-kata seperti : “Rasul SAW. telah bersabda, sebagaimana yang
diterima dari Tuhan-Nya”
2. Dari sudut nisbahnya, hadits Nabawi dinisbatkan kepada Nabi SAW, baik
redaksi maupun maknanya. Sedangkan hadits qudsi, maknanya dinisbatkan
kepada Allah SWT dan redaksinya kepada Nabi
3. Dari sudut kuantitasnya jumlah hadits qudsi jauh lebih sedikit daripada hadits
Nabawi. Dalam hal ini para ulama tidak ada yang memberikan hitungan
secara pasti tentang jumlahnya. Ada diantaranya yang menyebutkan bahwa
jumlahnya lebih dari 100 buah hadits. Muhammad Tajuddin al-Manawi al-
Haddadi dalam karyanya al-ahadits al-qudsiyah menghimpun hadits-hadits
qudsi sampai 272 buah hadits. Dalam sebuah karya yang berjudul al-ahadits
al-qudsiyah yang menghimpun hadits-hadits qudsi dari tujuh buah kitab hadits
yaitu (muwaththa’ malik, shahih al-bukhari, shahih muslim, sunan abu daud,
sunan al-turmudzi, sunan al-nasa’I, dan sunan ibn majah) terhimpun hadits
qudsi sebanyak 384 buah hadits.31

31 Dalam buku studi hadits UIN Sunan Ampel 2011


http://repository.uinsa.ac.id/id/eprint/1182/1/Rudy%20Al%20Hana_Studi%20Hadits.pdf
DAFTAR PUSTAKA

Ghofur Abdul, Al-Qur’an Hadis Kelas VII, (Penerbit dan Percetakan Mediatama, Surakarta,
April 2010)
Al-Qathathan Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Cet III (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar,2008)
M. Yusuf Kadar, Studi Al-Qur’an,( Amzah: Jakarta, 2009)
http://repository.uinsa.ac.id/id/eprint/1182/1/Rudy%20Al%20Hana_Studi%20Hadits.pdf

https://yudabai.wordpress.com/perbedaan-hadits-qudsi-hadits-nabawi

https://news.detik.com/berita/d-5588482/pengertian-hadits-menurut-bahasa-fungsi-dan-
kedudukannya
https://etheses.uinsgd.ac.id/47674/4/4_bab1.pdf

https://www.academia.edu/36738669/
MAKALAH_AL_QURAN_POKOK_POKOK_ISI_KANDUNGAN_AL_QURAN

https://alhikmah.ac.id/perbedaan-antara-quran-dengan-hadis-qudsi-dan-hadis-nabawi/

https://news-detik-com.cdn.ampproject.org/v/s/news.detik.com/berita/d-5588482/pengertian-
hadits-menurut-bahasa-fungsi-dan-kedudukannya/amp?
amp_gsa=1&amp_js_v=a9&usqp=mq331AQIUAKwASCAAgM
%3D#amp_ct=1699063261888&amp_tf=Dari
%20%251%24s&aoh=16990632590212&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&ampshare=https%3A%2F%2Fnews.detik.com%2Fberita%2Fd-
5588482%2Fpengertian-hadits-menurut-bahasa-fungsi-dan-kedudukannya

https://www-detik-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.detik.com/edu/detikpedia/d-6145477/
kedudukan-dan-fungsi-al-quran-dalam-sumber-hukum-islam/amp?
amp_gsa=1&amp_js_v=a9&usqp=mq331AQIUAKwASCAAgM%3D#amp_tf=Dari
%20%251%24s&aoh=16990631937803&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&ampshare=https%3A%2F%2Fwww.detik.com%2Fedu%2Fdetikpedia
%2Fd-6145477%2Fkedudukan-dan-fungsi-al-quran-dalam-sumber-hukum-islam
https://kumparan.com/berita-update/pokok-pokok-ajaran-kitab-al-quran-sebagai-pedoman-hidup-
umat-muslim-1widXp9WB1l

Anda mungkin juga menyukai