Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM

Disusun Oleh:

Maghfira Shabrina

Cakra Tri Sastra Wiguna

Nurul Nitamy Ahmady

A. Hanif Tamam Zuhair


KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Syukur Alhamdulillah, segala puja dan puji penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena hanya berkat rahmat dan karunia-Nya, dan maha suci Engkau
yang telah memberi kemudahan dalam menyusun makalah ini guna memenuhi
tugas kuliah, “Agama Islam” sehingga makalah ini dapat kami selesaikan
dengan baik.

Makalah ini kami susun dengan lengkap dan detail, sehingga orang yang masih
awam dapat memahami mengenai informasi yang berkaitan dengan Agama
Islam untuk menambah wawasan. Kami juga menyampaikan ucapan terima
kasih kepada seluruh pihak yang sudah berkontribusi dalam penyelesaian
makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa kami masih memiliki banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Kamu memohon maaf apabila terdapat kesalahan
dalam penyusunan kata, sehingga kami membuka dan menerima kritik dan
saran bagi seluruh pembaca.

Akhir kata kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan memberi
inspirasi bagi seluruh orang yang membaca. Serta senantiasa mendapat ridho-
Nya. Amin
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................................1
C. TUJUAN DAN MANFAAT...............................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN..........................................................................................................................2
A. AGAMA ISLAM..............................................................................................................2
B. SUMBER UTAMA HUKUM ISLAM................................................................................3
1. Al-Qur’an.....................................................................................................................3
2. Hadits.......................................................................................................................4
3. Ijma..........................................................................................................................5
4. Qiyas........................................................................................................................7
BAB III.......................................................................................................................................8
PENUTUP..................................................................................................................................8
A. KESIMPULAN................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dilansir dari jurnal yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Syamsyul Anwar yang
berjudul “Islam, Ilmu & Kebudayaan” jumlah umat beragama islam saat ini
hampir mencapai ¼ penduduk bumi, dengan jumlah ini Islam berhasil
menempati posisi kedua agama dengan pemeluk terbanyak di dunia. Islam
sendiri pertama kali di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW dari Allah
SWT melalui perantara Malaikat Jibril. Sejak pertama kali di perkenalkan pada
abad 7 Masehi, Agama Islam terus mengalami perkembangan yang sangat
pesat di segala bidang, seperti pendidikan, pemerintahan, bahkan ekonomi. Hal
ini tidak luput dari zaman yang terus berubah sehingga membuat manusia terus
berinovasi ke arah yang kian maju, akibatnya cara orang dalam memandang
Agama Islam dan menjalankanya pun terus mengalami perubahan dari waktu
ke waktu.
Untuk itu, sangat penting bagi kita untuk memahami arti sebenarnya dari
Agama Islam jika dilihat dengan sudut pandang ilmiah agar sebagai
pemeluknya, kita bisa mengimplementasikanya ke kehidupan sehari-hari
dengan hikmat.
Jauh lebih lanjut selain penting bagi kita untuk memahami konsep tentang
Agama Islam, penting juga bagi kita untuk menelusuri lebih lanjut landasan
apa yang akan kita gunakan dalam menjalankan syari’at islam itu sendiri. Hal
ini agar supaya, tidak terjadi kesalah-pahaman yang membawa pada kerugian
umat manusia.
Atas kesadaran tentang pentingnya 2 hal tersebut yakni, arti Agama Islam dan
landasan hukum bagi pelaku syari’atnya maka penulis menyusun kerangka
masalah sebagai berikut ;

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Agama Islam?
2. Sumber hukum apa yang dijadikan pegangan oleh umat beragam islam
dalam menjalankan syari’atnya?
C. TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan utama makalah ini dibuat adalah untuk melengkapi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam yang di ampuh oleh Bpk. M. Shabiq, adapu
manfaatnya antara lain ;
1. Dapat digunakan sebagai bahan referensi bacaan bagi orang yang ingin
mempelajari apa itu Agama Islam dari sudut pandang keilmuwan.
2. Dapat digunakan sebagai sumber data bagi orang yang tertarik
mengembangkan studi kumulatif tentang Agama Islam.
3. Dapat digunakan sebagai bahan ajar dan diskusi di dalam kelas.

BAB II
PEMBAHASAN
A. AGAMA ISLAM
Pengertian Islam secara bahasa berarti ketundukan, ketaatan, kepatuhan
(kepada kehendak Allah) berasal dari kata salama artinya patuh atau
menerima; berakar dari huruf sim lam mim (s-l-m). Kata dasarnya adalah
salima yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak cacat. Dari akar kata itu juga
terbentuk kata-kata salm, silm yang berarti kedamaian, kepatuhan, penyerahan
(diri).
Menurut Prof. H. Muhammad Daud Ali, S.H. Islam adalah sebagai
agama wahyu yang memberi bimbingan kepada manusia mengenai semua
aspek hidup dan kehidupannya, dapat diibaratkan seperti jalan raya yang lurus
dan mendaki, memberi peluang kepada manusia yang melaluinya sampai ke
tempat yang dituju, tempat tertinggi dan mulia. Jalan raya itu lempang dan
lebar, kiri terdapat juga rambu-rambu, tanda-tanda (marka) serta jalur-jalur
sebanyak aspek kehidupan manusia.

Orang yang mengaku beragama Islam disebut muslim. Syarat untuk


menjadi muslim adalah mengucapkan dua kalimat syahadat yaitu:
ِ‫َأ ْشهَ ُد َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل هللاُ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّمدًا َرسُوْ ُل هللا‬

"Asyhadu an laa ilaaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar


rasuulullah".

Artinya:

"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku
bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah".

Setelah seseorang membaca dua kalimat syahadat, dia wajib


melakukan rukun islam yang berbunyi:

1. Mengucapkan dua kalimat syahadat.


2. Mendirikan sholat 5 waktu.
3. Menunaikan zakat.
4. Berpuasa di bulan Ramadhan.
5. Menunaikan haji bagi yang mampu.
Sebagai agama wahyu terakhir, agama islam merupakan satu system
akidah dan syari’ah serta akhlak yang mengatur hidup dan kehidupan manusia
dalam berbagai hubungan.

B. SUMBER UTAMA HUKUM ISLAM


Portal akademik Kementerian Agama dalam tulisan bertajuk asas-asas
hukum kewarisan dalam Islam karya M Naskur disebutkan sumber hukum
Islam ada empat, yakni Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Berikut
penjelasanya ;

1. Al-Qur’an
diambil dari Bahasa arab yang berarti sesuatu yang dibaca. Oleh karena
itu, Al-Qur’an haruslah dibaca dengan sebaik-baiknya. Menurut M Quraish
Shihab, Al-Qur’an secara harfiah berarti bacaan yang sempurna ia merupakan
suatu nama pilihan Allah yang tepat, karena tiada suatu bacaan pun sejak
manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun lalu yang dapat menandingi Al-
Qu’ran, bacaan sempurna lagi mulia. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an
surah Al-Isra ayat 88 ;

ْ‫ت ااْل ِ ْنسُ َو ْال ِج ُّن ع َٰلٓى اَ ْن يَّْأتُوْ ا بِ ِم ْث ِل ٰه َذا ْالقُرْ ٰا ِن اَل يَْأتُوْ نَ ِب ِم ْثلِ ٖه َولَو‬
ِ ‫قُلْ لَّ ِٕى ِن اجْ تَ َم َع‬
‫ْض ظَ ِه ْيرًا‬ ٍ ‫ضهُ ْم لِبَع‬ ُ ‫َكانَ بَ ْع‬
Artinya ;
Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu
sama lain."
Menurut istilah Andi Rosa mengemukakan bahwa Al-Qur’an
merupakan qodim pada makna-makna yang bersifat doktrin dan makna
universalnya saja, juga tetap menilai qodim pada lafalnya.
Al-Qur’an sendiri merupakan kitab terakhir yang diturunkan Allah SWT dan
sumber rujukan utama ajran islam. Di dalamnya terdapat pedoman hidup yang
berisikan cara manusia berinteraksi kepada sesama manusia, lingkungan,
bahkan jauh lebih tinggi lagi Al-Qur’an mengatur cara manusia dalam
berinteraksi dengan tuhanya yakni Allah SWT. Selain itu, Al-Qur’an juga
berisi teguran dan larangan bagi manusia agar tidak tersesat di jalan yang
salah.

2. Hadits
Dikutip dari makalah karya Jamaril S.Ag pada laman kemenag
Sumatera Barat yang berjudul “Pengertian, Fungsi dan Kedudukan Hadits”
Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang
dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang
diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.
Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah
SAW, baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Banyak dalil di
dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa kita harus menaati perilaku dari
Rasulullah SAW, salah satunya adalah Q.S Ali-Imran ayat 32 :
َ‫قُلْ اَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َوال َّرسُوْ َل ۚ فَا ِ ْن تَ َولَّوْ ا فَا ِ َّن هّٰللا َ اَل يُ ِحبُّ ْال ٰكفِ ِر ْين‬
Artinya :
katakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling,
ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir."
Ayat ini dengan jelas menegaskan bahwa kita haruslah menaati setiap hal yang
dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW yang sekarang kita tahu bahwa itu
merupakan hadits sendiri.

3. Ijma

Ijma’ menurut bahasa (lughah) ialah mengumpulkan perkara dan


memberi hukum atasnya serta menyakininya. Sedangkan Ijma’ menurut
istilah ialah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad sesudah wafatnya
Rasulullah SAW pada suatu masa atas sesuatu hukum syara’. Pada masa
para sahabat Nabi, Abu bakar dan Umar di dalam menjalankan Ijma’
terkesan bahwa Ijma’ ketika itu adalah hasil permusyawaratan yang
dilakukan oleh mereka dan yang dipandang dapat mewakili rakyat atas
dasar perintah kepala Negara. Akan tetapi, para mujtahid disaat para
khulafa’ tidak mementingkan lagi dasar permusyawaratan namun lebih
mengartikan Ijma’ dengan persetujuan

faham para ahli ijtihad atau para fuqaha’ terhadap suatu perkara.
Menurut Romli dalam bukunya Muqaranah Mazahib Fil Ushul
mengungkapkan bahwa Ijma’ dapat berarti sepakat atau konsensus dari
sejumlah orang terhadap sesuatu perkara.

Pada pendapat lain Ijma’ adalah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad
pada sesuatu masa atas sesuatu hukum syara’. Ijma’ dapat terwujud jika:

a. Kebulatan pendapat tersebut dapat terwujud apabila pendapat


seseorang sama dengan pendapat orang-orang lainnya

b. Apabila ada yang tidak menyetujui maka tidak ada ijma’,


karena dengan demikian kebulatan pendapat yang sebenarnya tidak ada
hanya pendapat golongan terbanyak bisa menjadi hujjah
c. Jika pada suatu masa hanya terdapat seorang ahli ijtihad, maka
tidak ada kata ijma’ karena pendapat perseorangan tidak jauh dari
kemungkinan salah

d. Kebulatan pendapat orang-orang biasa tidak bisa disebut ijma’


karena pendapat ijma’ harus dipersamakan dengan orang-orang
kalangannya.

Para ulama Ushul Fiqih baik yang klasik maupun kontemporer


membagi ijma’ menjadi dua macam yaitu:

1. Al-ijma’ al-Sarih, yaitu suatu ijma’ dimana para ahli ijtihad


mengeluarkan pendapatnya baik dalam lisan maupun tulisan yang
menerangkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain dimasanya.
Ijma’ ini juga disebut ijma’ bayani atau ijma’ qath’i. Imam
Hafizuddin al-Nasafi menyebut ijma’ sarih ini dengan ijma’ Qauli.
Sedangkan Abdul Wahab Khalaf kadang menyebutnya dengan ijma’
Hakiki. Ijma’ Sarih, Qauli, maupun Hakiki mengandung pengertian
yang sama yaitu kesepakatan dari para mujtahid dimana kesepakatan
itu betul-betul jelas dan nyata, yang dapat dibuktikan dari ucapan
masing-masing mujtahid tersebut.

2. Al-Ijma’ al-Sukuti yaitu Ijma’ dimana para ahli ijtihad diam, tidak
mengatakan pendapatnya dan diam disini dianggap menyetujui.

Selain pembagian ijma’ di atas masih ada ijma’ lain seperti:

1) Ijma’ salaby, yaitu kesepakatan semua ulama sahabat dalam


suatu masalah pada masa tertentu

2) Ijma’ ulama Madinah, yaitu kesepakkatan para ulama


Madinah pada masa tertentu

3) Ijma’ ulama Kufah, yaitu kesepakatan ulama-ulama Kuffah


tentang suatu masalah
4) Ijma’ Khulafaur Rasyidin, yaitu kesepakan khalifah empat
(Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) pada suatu masalah

5) Ijma’ Ahlu Bait, yaitu kesepakatan keluarga nabi dalam suatu


masalah.

4. Qiyas.

Dari segi bahasa Qiyas adalah mengukurkan sesuatu atas lainnya dan
mempersamakannya, sedangkan Qiyas menurut istilah adalah menetapkan
hukum sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuannya, berdasarkan sesuatu
yang sudah ada ketentuan hukumnya.
Menurut Abdul Wahab Al-Khallaf dalam bukunya Ilmu Ushul Fiqih
berpendapat bahwa Qiyas adalah mempersamakan suatu kasus yang tidak ada
nash hukumnya dengan suatu kasus yang ada Nash hukumnya (dalam hukum
yang ada nashnya), karena persamaan kedua itu dalam illat18 hukumnya.
Pendapat lain mengatakan bahwa Qiyas menurut bahasa adalah
mengukurkan sesuatu atas yang lain, agar diketahui persamaan antara
keduanya.
Sedangkan, menurut istilah adalah menggabungkan sesuatu pekerjaan
kepada yang lain tentang hukumnya karena kedua pekerjaan itu ada persamaan
sebab (illat) yang menyebabkan hukumnya harus sama. Pada masa sahabat
Qiyas itu diartikan dengan mengembalikan sesuatu kepada tujuan syara’
kepada kaedah-kaedah yang umum dan kepada illat-illat yang cepat dipahami
sehingga tidak diperselisihkan lagi

Pada dasarnya Qiyas dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu:


1. Qiyas Illat yaitu qiyas yang jelasjelas illatnya dan mempertemukan
pokok dengan cabang dan illat itulah yang menumbuhkan hukum pada
pokoknya (dasarnya). Misalnya, mengumpulkan antara nabiz dengan
arak di dalam mengharamkan minuman keras dengan dasar
memabukkan. Qiyas ‘Illat ada 2 macam:
a) Qiyas Jali ialah Qiyas yang illatnya baik dinashkan atau tidak
tidak dinashkan pemisah antara asal dengan cabang jelas tidak member
pengaruh.
b) Qiyas Khafi ialah Qiyas yang illat-nya terdapat padanya
diambil dari hukum asal (pokok).

2) Qiyas Dalalah yaitu suatu Qiyas yang menunjuki kepada hukum


berdasarkan dalil illat, atau mempertemukan pokok dengan cabang
berdasarkan dalil illat.

3) Qiyas Syabah yaitu Qiyas yang menjadi (sebab illat) yang


mempertemukan antara cabang dengan pokok hanyalah penyerupaan semata-
mata.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari beberapa uraian di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa ;
1. Agama Islam merupakan agama yang memberikan tuntunan hidup bagi
para pemeluknya.
2. Ada beberapa syarat agar seseorang bisa dinyatakan beragama islam,
salah satunya adalah mengucapkan 2 kalimat syahadat.
3. Bahwa untuk menjalankan tuntunan itu, umat islam perlu untuk
berpegang teguh kepada 4 sumber hukum utama, yakni Al-Qur’an,
Hadits, Ijma dan Qiyas.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H. 2015. Pendidikan Agama Islam. Depok: RAJAWALI PERS.

Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, MA. 2021. Islam, Ilmu & Kebudayaan. Indonesia : UAD PRESS.

Syaikh Abdullah M. Al-Ruhaili. 2008. Alquran The Ultimate Truth.

(PDF) Qiyas Sebagai Salah Satu Metode Istinbāṭ Al-Ḥukm (researchgate.net) (jurnal)

Abdul Wahab Al-Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih (Semaramg: Dina Utama).

Ahmad Abdullah Madjid, Mata Kuliah Ushul Fiqih, (Pasuruan: Garoeda Buana Indah).

Khudhary Bey, Ushul Fiqih (Jakarta: Widjaya, 1981), Cet. Ke-8.

Romli, Muqaranah Mazahib Fil Ushul (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), Cet. Ke-1, Hal.
78.

Anda mungkin juga menyukai