Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“ SUMBER AJARAN ISLAM “

MATA KULIAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DOSEN PENGAMPU :
Hj khusniyah M.pdi

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
1. Repa Nurpadilah
2. Barqi Al Faza
3. Fadilah Krisna Samudra
4. Arimbi Aulia Walidani
5. Dhevie Mayda Puspa Ningrum
6. Anggun Qonitatin

PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASI PUBLIK & BISNIS DIGITAL


SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK
“ WASKITA DHARMA “
MALANG
2023-2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sumber Ajaran Islam” ini
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dari Ibu Khusniyah pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Sumber Ajaran Islam bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Khusniyah selaku dosen mata kuliah
Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, Oktober 2023

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... 1


DAFTAR ISI ............................................................................................................. 2
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ............................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 3
BAB II
PEMBAHASAN ....................................................................................................... 4
A. Pengertian Agama Islam ................................................................................ 4
B. Sumber – Sumber Ajaran Agama Islam ......................................................... 4
C. Hubungan Antara Al-Qur’an Dan Al-Sunnah ................................................ 11
D. Perbedaan Al-Qur’an Dan Al-Sunnah............................................................ 11
BAB III
PENUTUP................................................................................................................. 13
A. Kesimpulan .................................................................................................... 13
B. Saran .............................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 14

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
. Sumber ajaran Islam yang pokok adalah al-Qur’an dan hadis. Keduanya memiliki
peranan yang sangat penting dalam kehidupan umat Islam. Walaupun terdapat perbedaan
dari segi penafsiran dan aplikasi, namun setidaknya ulama sepakat bahwa keduanya harus
dijadikan rujukan. Dari keduanya ajaran Islam diambil dan dijadikan pedoman utama. Oleh
karena itu, kajian- kajian terhadapnya tidak pernah keruh bahkan terus berjalan dan
berkembang seiring dengan kebutuhan umat Islam.
Dalam makalah yang berjudul “Sumber Ajaran Islam” ini akan menguraikan
mengenai pengertian Agama Islam, sumber hukum Islam dan ajarannya, serta cara untuk
memahaminya. Dalam upaya memahami ajaran Islam, berbagai aspek yang berkenaan
dengan Islam perlu dikaji secara seksama, sehingga dapat menghasilkan pemahaman Islam
yang komprehensif. Hal ini penting dilakukan, karena kualitas pemahaman ke Islaman
seseorang akan mempengaruhi pola pikir, sikap, dan tindakan ke Islaman yang
bersangkutan. Untuk itu uraian di bawah ini diarahkan untuk mendapatkan pemahaman
tentang Islam. Selain itu dalam makalah ini akan di paparkan mengenai pengertian agama
Islam itu sendiri dan juga sumber-sumber hukum Islam, dan ini tentunya hanya mengulang
untuk mengingatkan kembali pelajaran yang telah lewat karena makalah yang akan kami
bahas kali ini sudah sering kita pelajari dan hanya untuk mengingatkan kembali.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja sumber – sumber ajaran Agama Islam?


2. Apa ciri – ciri dan kelebihan dari Al – Qur’an?
3. Apa fungsi Al – Qur’an?
4. Apa saja isi kandungan yang terdalam Al – Qur’an?
5. Apa fungsi Al – Sunnah?
6. Apa saja bagian – bagian dari Al – Sunnah?
7. Apa hubungan Al – Qur’an dan Al – Sunnah?
8. Apa yang membedakan antara Al – Qur’an dengan Al – Sunnah?
9. Apa itu ijtihad?

C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:


1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
2. Sebagai penambah pengetahuan dan wawasan akan sumber – sumber ajaran Agama
Islam.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama Islam

Dari segi bahasa, Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata “salima” yang
mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah
menjadi bentuk “aslama” yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Senada
dengan pendapat di atas, sumber lain mengatakan bahwa Islam berasal dari bahasa Arab,
terambil dari kata salima yang berarti selamat sentosa. Dari asal kata itu dibentuk kata
“aslama” yang artinya memelihara dalam keadaan selamat sentosa dan berarti pula
menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat. Kata aslama itulah yang menjadi kata Islam
yang mengandung arti segala arti yang terkandung dalam arti pokoknya. Oleh sebab itu,
orang yang berserah diri, patuh, dan taat disebut sebagai orang Muslim. Orang yang
demikian berarti telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah
Swt. Orang tersebut selanjutnya akan dijamin keselamatannya di dunia dan akhirat. Dari
pengertian kebahasaan ini, kata Islam dekat dengan arti kata agama yang berarti
menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian Islam
demikian itu, menurut Maulana Muhammad Ali dapat dihami dari firman Allah yang
terdapat pada ayat 202 surat AI-Baqarah yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti
langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”

Dari uraian di atas, kita sampai pada suatu kesimpulan bahwa kata Islam dari segi
bahasa mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Tuhan dalam upaya
mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Hal demikian
dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura,
melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam
kandungan sudah menyatakan patuh dan tunduk kepada Tuhan.

B. Sumber – Sumber Ajaran Agama Islam

1. Al – Qur’an
1.1 Pengertian

Ditinjau dari segi bahasa (etimologi), Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang
berarti “bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata Al-Qur’an adalah
bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja “qara’a” yang artinya membaca. Konsep
pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al Qur’an, yaitu:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan)
bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah
membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya”. (QS 75:17-18).

4
Secara istilah (terminologi), Dr. Dawud Al-Attar (1979) mendefinisikan Al-Qur’an
sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara lisan, makna serta
gaya bahasanya yang tertulis dalam kitab yang ditulis secara “mutawattir”. Definisi di
atas mengandung beberapa kekhususan sebagai berikut:

a. Seluruh ayat Al-Qur’an adalah wahyu Allah; tidak ada satu pun yang datang dari
perkataan atau pikiran Nabi Muhammad.
b. Al-Qur’an diturunkan dalam bentuk lisan dengan makna dan gaya bahasanya. Artinya
isi maupun redaksi Al-Qur’an datang dari Allah sendiri.
c. Al-Qur’an dinukilkan secara mutawattir, artinya Al-Qur’an disampaikan kepada
orang lain secara terus menerus oleh sekelompok orang yang tidak mungkin
bersepakat untuk berdusta karena banyaknya jumlah dan berbeda-beda tempat tinggal
mereka.
d. Al-Qur’an sebagai wahyu diturunkan secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Oleh
para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah
dan periode Madinah.
e. Periode Mekkah berlangsung selama 13 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan
surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Ayat-ayat Al-
Qur’an yang turun pada periode Mekkah sebanyak 4.780 ayat yang tercakup dalam
86 surat, Ciri-ciri ayat Makkiyah :

• Ayatnya pendek-pendek.
• Kebanyakan di awali dengan “ya ayyuhan nas”.
• Berisi ajaran Tauhid, hari kiamat, akhlak dan kisah-kisah.

f. Periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun
dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah. periode Madinah
sebanyak 1.456 ayat yang tercakup dalam 28 surat. Ciri-ciri Ayat Madaniyyah :

• Ayatnya panjang.
• Kebanyakan di awali dengan “ya ayuuhal ladzina”.
• Berisi ayat-ayat hukum, keadilan, masyarakat.

Al-Qur’an terdiri dari 30 Juz, 114 surat dan 6666 ayat. Selain Al-Qur’an, wahyu
Allah ini diberi nama-nama lain oleh Allah, sebagaimana tercantum dalam ayat-Nya,
yaitu:

1. Al-Kitab, berarti sesuatu yang ditulis (QS. Ad-Dukhan: 2). Di dalam nama ini
terkandung isyarat perintah agar firman Allah itu ditulis nabi serta mengandung
prediksi bahwa Al-Qur’an akan menjadi kitab abadi yang dapat dibaca manusia.
2. Al-Kalam, berarti ucapan (QS. At-Taubah: 6). Nama ini menunjukkan bahwa Al-
Qur’an seluruhnya ucapan Allah. Dalam kaitan ini terkandung jaminan bahwa Al-
Qur’an itu suci dan seluruh ayatnya datang dari Allah yang Maha Suci dan Maha
Benar.
3. Az-Zikra, berarti peringatan (QS. Al-Hijr: 9). Nama ini menunjukkan fungsi Al-
Qur’an selaku motivator amal, yaitu agar manusia beramal baik dan konsisten
dengan kebajikan lantaran amal perbuatan manusia akan diminta
pertanggungjawaban kelak di hari pembalasan.
4. Al-Qasas, berarti cerita-cerita (QS. Ali Imran, 62). Al-Qur’an membawa cerita
nyata tentang masyarakat masa silam bahkan sejak kejadian pertama kali.

5
Kenyataan ini membenarkan pernyataan bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci
tertua.
5. Al-Huda, berarti petunjuk (QS. At-Taubah: 33). Nama ini menunjukkan fungsi
Al-Qur’an sebagai petunjuk yang hanya dengannya manusia dapat mencapai
keridaan Allah.
6. Al-Furqan, berarti pemisah/pembeda (QS. Al-Furqan: 1). Sebagai pedoman hidup
dan kehidupan manusia, Al-Qur’an menyajikan norma dan etika secara jelas,
tegas, dan tuntas terutama soal kebaikan dan keburukan.
7. Al-Mau’izah, berarti nasihat (QS. Yunus: 57). Meskipun di sana sini terdapat
peringatan dan ancaman, namun secara umum gaya penyampaian Al-Qur’an amat
halus. Semakin didekati Al-Qur’an semakin menjadi teman dialog dengan nasihat-
nasihatnya yang menyejukkan.
8. As-Syifa, berarti obat atau penawar jiwa (QS. Al-Isra: 82). Sesungguhnya akar
problematika manusia terletak di dalam dadanya. Dan Al-Qur’an memberi solusi
atas problematika manusia itu melalui akarnya. Ia menembus dada manusia dan
menghujam hatinya.
9. An-Nur, berarti cahaya (QS. An-Nisa: 174). Nama ini mengisyaratkan Al-Qur’an
sebagai cermin yang mewadahi sinar yang terpancar dari Sang Sumber Cahaya,
Allah SWT. Al-Qur’an memantulkan cahaya-Nya dan karenanya ia mampu
menembus hati manusia.
10. Ar-Rahman, berarti karunia (QS. An-Naml: 77). Segala pemberian Allah akan
menjadi rahmat di dunia dan akhirat, ketika pemberian itu diterima, dijalani, dan
dikembangkan dengan landasan Al-Qur’an.
11. Al Muthahharah, kita yang disucikan. Isi Al-Qur’an mencakup dan
menyempurnakan pokok- pokok ajaran dari kitab-kitab Allah SWT yang
terdahulu (Taurot, Injil, dan Zabur).

Sebagian ulama mengatakan, bahwa Al-Qur’an mengandung tiga pokok ajaran:

a. Keimanan;
b. Akhlak dan budi pekerti; dan
c. Aturan tentang pergaulan hidup sehari-hari antar sesama manusia.

Sebagian ulama yang lain berpendapat, bahwa Al-Qur’an berisi dua peraturan
pokok:

a. Peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT; dan


b. Peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, dan dengan alam
sekitarnya.

1.2 Ciri – ciri dan Kelebihan Al – Qur’an

Al-Qur’an mempunyai beberapa ciri khusus yang membedakannya dengan


kitab-kitab yang lain:

• Ia diturunkan dalam bahasa Arab. Ini membedakannya dari kitab-kitab Samawi yang
lain. Tidak pemah terdengar wujudnya kitab yang lain ditunmkan dalam bahasa Arab.
Perkara ini dijelaskan oleh Allah swt dengan firmanNya yang bermaksud: ”
Sesungguhnya Kami turunkan dia, (sebagai) bacaan yang berbahasa Arab, supaya
kamu berfikir” (Yusuf:2).

6
• Al-Qur’an turun sebagai Wahyu daripada Allah swt kepada Rasulullah s.a.w dengan
lafaz dan maknanya sekali.
• Al-Qur’an menjadi mukjizat bagi Rasulullah s.a.w. Allah telah mencabar orang-orang
Arab agar membuat satu kitab yang sama seperti Al Qur’an. Tetapi mereka tidak
mampu melakukannya. Ini menjadi bukti yang jelas bahawa al-Qur’an bukanlah
ciptaan Nabi Muhammad s.a.w, sebaiknya datang daipada Allah swt yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
• Al-Qur’an disampaikan kepada kita melalui riwayat yang mutawatir dan dengan jalan
penulisan dari sisi Rasullah s.a.w hingga ke hari ini. Ketetapanya adalah diyakini,
tidak diresapi oleh pengubahan atau penukaran atau peminda Firman Allah: ”
Sesungguhnya Kamilah yang menumnkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-
benar memeliharanya” (Al-Hijr, 9).
• Membaca Al-Qur’an di dalam sembahyang dan di luar sembahyang adalah dikira
ibadah dan diberikan pahala. Allah swt mewajibkan kita membaca surah Al-Fatihah
dalam sembahyang. Nabi s.a.w memberitahu kepada kita bahawa seseorang muslim
akan diberi ganjaran pahala bacaannya bagi setiap huruf dengan sepuluh kebaikan.

1.3 Fungsi Al – Qur’an

Al-qur’an mempunyai fungsi, diantaranya adalah :

• Al-Huda (petunjuk), bahwa al-qur’an adalah petunjuk bagi kehidupan manusia


disamping sunnah Rasul yang merupakan yang kedua yang menjadi petunjuk bagi
kehidupan manusia.
• Al-Furqan (pembeda). Sebagaimana firman Allah “Bulan Ramadhan adalah
bulan yang diturunkannya al-qur’an yang berfungsi sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelas mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yan batil)..(QS. Al-Baqarah : 185).
• Al-Syifa (obat). Sebagaimana firman Allah “Hai manusia, sesungguhnya telah
datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-
penyakit (yang berada) dalam dada….(QS. Yunus : 57).
• Al-Mau’izhah (nasihat). Sebagaiman firman Allah “Al-Qur’an ini adalah
penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi yang
bertaqwa”. (QS. Ali Imran : 38).

1.4 Isi Kandungan Al – Qur’an

Pokok-pokok isi Al-Quran dapat dikelompokan atas lima macam, sebagaimana


dikemukakan oleh Muhammad Rasyid Ridha: “Al-Quran diturunkan hanya membawa
lima perkara saja” (Abdul Aziz, 1988:17).
Isi Al-Quran yang lima maccam itu adalah:

a. Tentang Aqidah Tauhid; Tauhid sebagai satu hak Allah SWT. Dari sejumlah hak-Nya
telah diajarkan kepada manusia sejak Nabi Adam as hingga Nabi-nabi sesudahnya.
b. Tentang Wa’du dan Wa’id (janji dan ancaman).
c. Tentang ibadat; ibadah bagi manusia disamping menjadi tujuan hidupnya, juga
berfungsi sebagai bukti nyata syukurnya kepada Allah SWT. Atas segala nikmat dan
karunia-Nya yang telah diberikan.

7
d. Tentang cara dan jalan mencapai kebahagiaan; Al-Qur’an mengandung hukum-
hukum yang mengatur tata cara pergaulan hidup bermasyarakat untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
e. Tentang sejara umat masa lalu; dalam Al-Quran terdapat kisah-kisah para Nabi dan
Rasul dan orang-orang shalih lainnya agar kita dapat mengambil hikmah dan
pelajaran.

2. Al – Sunnah

2.1 Pengertian

Kata Sunnah adalah salah satu kosa kata bahasa Arab ‫( سنة‬sunnah). Secara bahasa,
kata ‫( السنة‬al-sunnah) berarti perjalanan hidup yang baik atau yang buruk. Pengertian di
atas didasarkan kepada Hadîts Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut:
Artinya: “Barang siapa membuat sunnah yang baik maka dia akan memperoleh
pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi
pahalanya sedikitpun. Barang siapa membuat sunnah yang buruk maka dia akan
memperoleh dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa
mengurangi dosa mereka sedikit pun.” Al Sunnah menurut jumhur ahli hadits adalah
sama dengan hadits yaitu: “Apa-apa yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam baik berbentuk ucapan, perbuatan, ketetapan, dan sifat baik khalqiyah (bentuk)
atau khuluqiyah (akhlak). Dilihat dari hierarki sumber hukum Islam, Al-Sunnah
menempati tempat kedua setelah Al-Qur’an. Penempatan ini disebabkan karena
perbedaan sifat di antara keduanya. Dilihat dari segi kualitas periwayatannya al-Qur’an
bersifat relatif. Al-Syatibi menyatakan bahwa Al-Sunnah sebagai penjelas dan penjabar
Al-Qur’an. Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, maka Al-Sunnah berfungsi sebagai
penafsir, pensyarah, dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan
tentang fungsi Al-Sunnah dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut
:

1) Bayan Tafsir. Yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan
musytarak. Seperti hadits : “Shallu kamaa ro-aitumuni ushalli” (Shalatlah kamu
sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah merupakan tafsiran daripada ayat Al-
Qur’an yang umum, yaitu : “Aqimush-shalah” (Kerjakan shalat). Demikian pula
hadits: “Khudzu ‘anni manasikakum” (Ambillah dariku perbuatan hajiku) adalah
tafsir dari ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja” ( Dan sempurnakanlah hajimu ).
2) Bayan Taqrir. Yaitu Al-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat
pernyataan Al-Qur’an. Seperti hadits yang berbunyi: “Shoumu liru’yatihiwafthiru
liru’yatihi” (Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya)
adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah : 185.
3) Bayan Taudhih. Yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an,
seperti pernyataan Nabi : “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi
baik harta-hartamu yang sudah dizakati”, adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat
Al-Qur’an dalam surat at-Taubah: 34, yang artinya sebagai berikut : “Dan orang-
orang yang menyimpan mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya dijalan
Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih”. Pada waktu ayat ini
turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka
mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.

8
2.2 Fungsi Al – Sunnah

Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Al-Sunnah memiliki fungsi
yang diantaranya adalah :

- Untuk memperkuat Al-qur’an.


- Menjelaskan isi Al-qur’an (bayan tafsir). Dalam kaitan ini, hadist berfungsi
memerinci petunjuk dan isyarat Al-qur’an yang bersifat global, sebagai pengecuali
terhadap isyarat Al-qur’an yang bersifat umum, sebagai pembatas terhadap ayat
Alquran yang bersifat mutlak dan sebagai pemberi informasi terhadap suatu kasus
yang tidak di jumpai dalam Al-qur’an.

2.3 Macam – macam Al – Sunnah

a. Ucapan Al Hadist Qauliyah adalah perkataan Nabi Muhammad SAW dalam


berbagai bidang seperti, hukum, akhlak, dan lain-lain.
Contohnya : “Bahwasanya amal-amal perbuatan itu dengan niat, dan hanya bagi
setiap orang itu memperoleh apa yang ia niatkan dan seterusnya” HR. Bukhari dan
Muslim
b. Perbuatan Al Hadist Fi’liyah adalah perbutan Nabi Muhammad SAW yang mrupakan
penjelasan dari peraturan syari’ah yang belum jelas pelaksanaannya. Cara
bersembahyang dan cara menghadap kiblat dalam sembahyang sunat.
c. Penetapan dan PembiaranArti Taqriri ialah menetapkan, mendiamkan, yakni tidak
mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau dikatakan oleh
para sahabat dihadapan Nabi Muhammad. Contoh Taqrir Nabi Muhammad SAW
tentang perbuatan sahabat yang dilakukan dihadapannya dalam salah satu jamuan
makan dirumah Khalid Bin Walid yang menyajikan daging biawak. Nabi Muhammad
menyaksikan dan tidak menyanggahnya tetapi beliau enggan memakannya karena
jijik.
d. Sifat, keadaan, dan Himmah Rasulullah.

- Sifat dan Keadaan beliau yang termasuk unsur Al – Sunnah “Rasulullah SAW itu
adalah sebaik-baik manusia mengenai paras mukanya dan bentuk tubuhnya. Beliau
bukan orang tinggi dan bukan pula orang pendek” HR. Bukhari dan Muslim.
- Silsilah, Nama dan tahun Kelahiran Nabi Muhammad SAW telah ditetapkan oleh
para sahabat dan ahli tarikh.
- Himmah (hasrat/cita-cita) beliau yang belum sempat direalisasikan. Misalnya
hasrat beliau untuk berpuasa pada tanggal 9 Asyura.

3. Ijtihad

Secara etimologi, kata ijtihad terbentuk dari kata dasar jahada yang berarti
seseorang telah mencurahkan segala kemampuannya untuk memperoleh hakikat
sesuatu. Sedangkan menurut istilah dalam ilmu fiqih, ijtihad berarti mengarahkan
tenaga dan fikiran dengan sungguh-sungguh untuk menyelidiki dan mengeluarkan
(mengistimbatkan) hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an dan hadits dengan
syarat-syarat tertentu..
Ijtihad mengandung pengertian bahwa mujtahid mengerahkan kemampuannya. Artinya
mencurahkan kemampuan seoptimal mungkin sehingga ia merasakan bahwa dirinya
tidak sanggup lagi melebihi dari tingkat itu.

9
Adapun syarat-syarat menjadi mujtahid adalah:

• Memahami al-Qur’an dan asbab an-nuzulnya serta ayat-ayat nasikh dan mansukh.
• Memahami hadits dan sebab-sebab wurudnya serta memahami hadits nasikh dan
mansukh.
• Mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang bahasa Arab.
• Mengetahui tempat-tempat ijtihad.
• Mengetahui ushul fiqih.
• Memahami masyarakat dan adat istiadat dan bersifat adil dan taqwa.

Macam-macam Mujtahid :

a. Mujtahid Mustaqil.
b. Mujtahid Muntasib.
c. Mujtahid Madzhab.
d. Mujtahid Murajjih.

Objek ijtihad adalah perbuatan yang secara eksplisit tidak terdapat dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Hal ini memberi pengertian bahwa suatu perbuatan yang
hukumnya telah ditunjuk secara jelas, tegas, dan tuntas oleh ayat-ayat Al-Qur’an dan As-
Sunnah tidak termasuuk objek ijtihad. Reaktualisasi hukum atas sesuatu perbuatan
tertentu yang telah diatur secara final oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah termasuk kategori
perubahan dan pergantian alias penyelewengan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ijtihad
perlu dilakukan oleh umat Islam dalam perjuangannya untuk mencapai suatu tujuan
kebaikan dan kebenaran, mengingat pentingnya ijtihad sebagai sarana mengelola
dinamika masyarakat. Tradisi ijtihad terus berkembang, dan mengalami masa
keemasannya pada abad ke-2 sampai abad ke-4 H. Yang paling banyak dilakukan pada
masa tersebut muncullah nama-nama mujtahid besar, yang kemudian dikenal dengan
iman-imam madzhab seperti imam hanafi, imam syafi’i, imam hambali dan lain-lain.
Harun Nasution dalam bukunya “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya” menjelaskan
bahwa periode ijtihad dan kemajuan bersamaan masanya dengan periode kemajuan Islam
I, 700 – 1000M. Periode ini disebut juga periode pengumpulan hadis, ijtihad dan fatwa
sahabat dan tabi’in (generasi sesudah sahabat). Sesuai dengan bertambah luasnya daerah
Islam, berbagai macam bangsa masuk Islam dengan membawa berbagai macam adat
istiadat, tradisi dan sistem kemasyarakatan. Problema hukum yang dihadapi beragam
pula. Untuk mengatasinya ulama-ulama banyak mengadakan ijtihad. Ijtihad mereka
didasarkan atas Al-Qur’an, sunnah Nabi dan sunnah sahabat. Dengan demikian timbullah
ahli-ahli hukum mujtahid yang disebut imam atau faqih (fuqaha) dalam Islam. Aktifitas
ijtihad di satu pihak mengembangkan ilmu pengetahuan yang luas dan membuka ruang
bagi dinamika masyarakat yang sepi, tetapi dipihak lain ijtihad itu menimbulkan
perbedaan pendapat yang tajam. Maka sesudah abad ke-4 H munculah wacana untuk
menutup ijtihad dengan anggapan bahwa hasil-hasil kajian ilmu yang dilakukan sampai
masa itu sudah cukup untuk menjawab berbagai masalah yang timbul kemudian. Apalagi
pada masa itu tidak ada lagi mujahid besar selain keempat imam yang mampu menjadi
lokomotif untuk menggerakkan gerbang pembawa gerakan ijtihad. Ada ulama terkemuka
yaitu Ibnu Taimiyah (611-728 H) yang mendobrak kebekuan dengan suaranya yang keras
untuk membuka kembali pintu ijtihad. Ijtihad dipandang sebagai aktivitas penelitian
ilmiah karena itu bersifat relative. Relativitas ijitihad ini menjadikannya sebagai sumber
nilai yang bersifat dinamis. Pintu ijtihad selalu terbuka, termasuk membuka kembali
hukum-hukum fikih yang merupakan produk ijtihad lama. Dr. Yusuf Qardhawi

10
menyatakan bahwa terdapat dua agenda besar ijtihad yang dituntut oleh peradaban
modern dewasa ini, yakni ijtihad di bidang hubungan keuangan dan ekonomi serta bidang
ilmu pengetahuan. Satu hal yang disepakati para ulama bahwa ijtihad tidak boleh berlaku
bagi perumusan hukum aktifitas ibadah formal kepada Allah, seperti sholat. Sebab ibadah
formal merupakan hak Allah. Allah sendiri yang memiliki hak untuk menentukan macam
dan cara ibadah kepada-Nya. Tata ibadah formal telah dicontohkan secara final oleh
Rasulullah.

C. Hubungan antara Al-Quran dan Al-Sunnah

1. Al-Sunnah menguatkan hukum yang ditetapkan Al-Quran. Al-Sunnah memperkokoh


hukum yang dinyatakan oleh Al-Quran, misalnya Al-Quran menetapkan hukum puasa
dalam firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah ayat 183) Ayat
al-quran tersebut dikuatkan oleh As Sunnah yakni : “ Islam didirikan atas 5 perkara :
Persaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah,
mendirikan shalat, membayar zakat, puasa pada bulan ramadhan dan naik haji ke
Baitullah” HR Bukhari Muslim.
2. Al-Sunnah memberikan rincian terhadap pernyataaan Al-Quran yang bersifat umum.
Misalnya Al-Quran menyatakan perintah shalat dalam firman-Nya :
“Dan dirikanlah oleh kamu shalat dan bayarkanlah zakat …” (QS. Al-Baqarah ayat 110).
Shalat dalam ayat diatas masih bersifat umum. As-Sunnah merincinya secara operasional
misalnya shalat mana saja yang hukumnya wajib dan yang mana yang sunnat.
3. Al-Sunnah memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-Quran yang bersifat
umum. Misalnya Al-Quran mengharamkan memakan bangkai dan darah dalam firman-
Nya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang
disembelih atas nama selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang
ditanduk, yang dimakan binatang buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan
anak panah, karena itu sebagian kefasikan.” (QS. Al-Maidah ayat 3).
4. Al-Sunnah menetapkan hukum yang tidak ditetapkan oleh Al-Quran.
Al-Quran yang bersifat global, banyak hal yang tidak ditetapkan hukumnya secara pasti
oleh Al-Quran. Dalam hal iniAs-Sunnah berperan menetapkan hukum yang belum
ditetapkan oleh Al-Quran, seperti sabda Nabi SAW :
“Rasulullah SAW melarang semua mempunyai taring dari binatang dan semua burung
yang bercakar. (HR. Muslim).

D. Perbedaan Al-Qur’an dan Al-Sunnah

Sekalipun al-Qur’an dan al-Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum Islam,


namun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil, antara lain
sebagai berikut :

1. Al-Qur’an bersifat Qath’i ( mutlak ) kebenarannya. Sedangkan Al-Sunnah bersifat


Dzhanni ( relatif ), kecuali Hadits Mutawatir.
2. Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup. Sedangkan tidak seluruh
Hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena disamping ada Hadits Shahih, ada pula
Hadits yang Dhaif.

11
3. Al-Qur’an sudah pasti autentik lafadz dan maknanya. Sedangkan Al-Sunnah belum tentu
autentik lafadz dan maknanya.
4. Apabila al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib,
maka setiap muslim wajib mengimaninya. Sedangkan Apabila al-Sunnah berbicara
tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim tidak
diharuskan mengimaninya seperti halnya mengimani al-Qur’an.
5. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka : Penerimaan seorang muslim terhadap al-Qur’an
hendaknya didasarkan pada keyakinan yang kuat, sedangkan penerimaan seorang
muslim terhadap as-Sunnah harus didasarkan atas keragu-raguan ( dugaan-dugaan )
yang kuat. Hal ini bukan berarti ragu kepada Nabi, tetapi ragu apakah Hadits itu benar-
benar berasal dari Nabi atau tidak karena adanya proses sejarah kodifikasi hadits yang
tidak cukup memberikan jaminan keyakinan sebagaimana jaminan keyakinan terhadap
al-Qur’an.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah kita menjabarkan mulai dari pengertian dari agama sampai dengan sumber-
sumber hukum agama Islam maka dapatlah kita simpulkan bahwa agama Islam yang
merupakan nama “Islam” itu sendiri ialah Allah lah yang membuat nama agama tersebut
sesuai dengan firmannya yang terdapat dalam Surah Ali Imron : 19 dan Allah hanya
meridhoi agama Islam. Kemudian, mengenai sumber-sumber hukum Islam dapat kita
simpulkan bahwa segala sesuatu yang berkenaan dengan ibadah, muamalah, dan lain
sebagainya itu berlandaskan Al-qur’an yang merupakan Firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad secara mutawatir dan diturunkan melalui malaikat Jibril dan
membacanya di nilai sebagai Ibadah, dan Al-Sunnah sebagai sumber hukum yang kedua
yang mempunyai fungsi untuk memperjelas isi kandungan Al-qur’an dan lain sebagainya.

B. Saran

Saran dari penulis adalah marilah kita mengamalkan dan menjadikan Al-qur’an dan
Al-sunnah sebagai pedoman dalam kehidupan kita sehari-hari yang merupakan sumber
dari hukum agama Islam dan sekaligus dapat membuat kita bahagia baik itu di dunia
maupun diakhirat nanti.

13
DAFTAR PUSTAKA

Walisongo Repository, “Sumber Ajaran Islam“. Universitas Negeri Islam Walisongo,


Semarang.

Ahmad Mahmud, “Contoh Makalah Sumber Sumber Ajaran Islam“, academia.edu.

14

Anda mungkin juga menyukai