Anda di halaman 1dari 15

MEMAHAMI SUMBER AJARAN ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah METODE STUDI ISLAM
Dosen Pengampu : Rijal Risalam Sayamhuri S.pd M.pd

Disusun oleh:
- Aneng Afriani
- Nimahtul Solihah
- Badriyah Munawaroh
- Ima Kamilatunnisa
- Siti Sopiyah

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM TASIKMALAYA
TASIKMALAYA-JAWA BARAT
KATA PENGANTAR

Dalam segala puja dan puji atas kehadirat Alloh SWT Tuhan semesta alam yang
Maha Esa kami kelompok 4 panjatkan untuk terselenggaranya tugas mata kuliah metodologi
studi islam berkat Rahmat Alloh makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya
sehingga kewajiban kami sebagai maha siswa terhadap mata kuliah yang di ikuti dapat
terselesaikan.

Makalah ini di ambil untuk mata kuliah metodologi studi islam dengan tema
“Sumber Ajaran Agama Islam” dan beberapa isinya membahas mengenai apa saja tentang
sumber ajaran Islam tersebut sehingga dapat memberikan imformasi atau pengetahuan bagi
pembaca akan topik yang menjadi pembahasan dalam makalah ini .

Kami kelompok 4 mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya bagi semua pihak
dalam menyelesaikan makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung mulai dari
pihak keluarga,dosen,teman-teman,serta lingkungan yang ada .Semoga Alloh membalas
segala perbuatan baik.

Kami mohon maaf yang sebesar- besarnya atas kesalahan dan kata – kata yang
kurang mengesankan di dalam makalah ini.

PENULIS

Ciamis,November 2022

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………...i

DAFTAT ISI…………………………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………1

A. Latar belakang…………………………………………………….……………….………1
B. Rumusan masalah…………………………………………………………………….……2
C. Tujuan penulisan…….…………………………………………………………….……….2

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………..…….3

A. Pengertian Agama Islam………........................................………….………………..…...3


B. Sumber-Sumber agama islam…………………………..................................................…3
1.Alqur’an
2.Assunah/Alhadis
3.Ijma
4.Qiyas

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………6

A. Kesimpulan………………………………………………………………..………………6
B. Saran…………………………………………………..…………………………………..6

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………6
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam mata kuliah meteodologi studi agama islam ada beberapa yang akan di ajarkan
bagaimana seorang baik muslim maupun nonmuslim yang menginkan pengetahuan agama islam
dapat memperolehsuatu cara untuk mengetahui agama Islam dengan baik dan benar juga
terhindar dari kesalahan atau kesesatan dalam mengetahui ajaran agama islam tersebut. Dengan
mempelajari metodologi agama islam maka kedepannya seorang akan menemukan kemudahan
dalam menghemat waktu juga tenaga sehingga seseorang akan dapat memperoleh pengetahuan
agama islam secara comprehensive, integrative, dan collective yang tidak Sebagian-sebagian
dalam memahaminya yang nantinya akan memicu keadaan kesalah pahaman yang fatal
Sumber agama islam yaitu segala sesuatu yang terdapat aturan-aturan yang dapat
melahirkan atau menimbulkan kekuatan yang bersifat mengaikat yang jikalau di langar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1). Jadi sumber ajaran islam adalah
segala sesuatu yang di jadikan dasar acuan pedoman syariat islam.
Focus kajian dari makalah ini yaitu bagaimana sumber ajaran agama Islam dalam
metodologi studi Islam dalam mempunyai tujuan untuk mengetahui secara garis besar
bagaimana sumber ajaran agama Islam dalam metodologi studi Islam di mana mempunyai
manfaat secara teori yaitu dapat memberikan manfaat bagi akademik bagaimana pengetahuan
sumber ajaran Islam dalam metodologi studi Islam dari sudut pandangan penulis dalam makalah
ini . Kemudian manfaat secara khusus yaitu dapat menambah pengetahuan dan memberikan
informasi bagi penulis yang menempuh mata kuliah metodologi studi Islam.
B.Rumusan masalah
1. Apa pengertian Agama Islam?
2. Apa saja sumber-sumber Agama Islam?

C.Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
2. Sebagai penambah pengetahuan dan wawasan akan sumber ajaran agama islam

1
BAB II
PENJELASAN
Sumber ajaran agama islam

A. Pengertian Agama Islam

Dari segi bahasa, Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata“salima” yang mengandung arti
selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salimaselanjutnya diubah menjadi bentuk“aslama”yang
berarti berserah diri masukdalam kedamaian. Senada dengan pendapat di atas, sumber lain
mengatakan bahwa Islam berasal dari bahasa Arab, terambil dari kata salima yang berartiselamat
sentosa. Dari asal kata itu dibentuk kata“aslama”yang artinyamemelihara dalam keadaan selamat
sentosa dan berarti pula menyerahkan diri,tunduk, patuh, dan taat.
Kata aslama itulah yang menjadi kata Islam yangmengandung arti segala arti yang terkandung
dalam arti pokoknya. Oleh sebab itu, orang yang berserah diri, patuh, dan taat disebut sebagai
orang Muslim.Orang yang demikian berarti telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri,dan
patuh kepada Allah Swt. Orang tersebut selanjutnya akan dijaminkeselamatannya di dunia dan
akhirat. Dari pengertian kebahasaan ini, kataIslam dekat dengan arti kata agama yang berarti
menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian Islam demikian itu,
menurutMaulana Muhammad Ali dapat dihami dari firman Allah yang terdapat padaayat 202
surat AI-Baqarah yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman,masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan
janganlah kamuturuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu.”
Dari uraian di atas, kita sampai pada suatu kesimpulan bahwa kata Islamdari segi bahasa
mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepadaTuhan dalam upaya mencari
keselamatan dan kebahagiaan hidup, baik di duniamaupun di akhirat. Hal demikian dilakukan
atas kesadaran dan kemauan dirisendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai
panggilan darifitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan sudah menyatakan
patuh dan tunduk kepada Tuhan.

B.Sumber-Sumber Agama Islam


1. AL-QUR’AN
A. Pengertian Al-Qur’an
Dalam agama samawi sumber ajarannya mutlak dari Tuhan yang bersifat otonom dan tidak
mungkin adanya campur tangan manusia. Adanya campur tangan manusia di dalam penetapan
serta pencetusan sumber ajaran berarti menghilangkan kemurnian ajaran itu sendiri,
keberadaannya pun patut dipertanyakan.Al-Qur’an secara harfiah berarti bacaan (QS. 75:17-18)
memang Al-Qur’an diturunkan untuk dibaca, difahami direnungkan kemudian di amalkan.
Pengertian Al-Quran menurut istilah
- Alqur’an juga adalah Firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw,
sebagai mu’jizat untuk manusia dan disuruh untuk mempelajarinya.
- Penjelasan Al-Qur’an sebagai firman Allah berarti seluruh isinya mutlak dari “Kalam” Allah
sebagai sifat-Nya yang absolud. Juz Al-Qur’an tidak bisa dimasuki unsur “Kalam” manusia yang
relatif maka itu keberadaannya tetap terjaga.
- Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Saw secara lafaz (lisan), maka
serta gaya bahasa (Uslub)nya yang dimaktub dalam mushaf (Kumpulan buku yang dinukil
darinya secar mutawatir
Definisi di atas mengandung beberapa kekhususan sebagai berikut:
Al-Qur’an sebagai wahyu Allah yaitu seluruh ayat Al-Qur’an adalah wahyu Allah tidak ada satu
kata pun yang datangnya dari perkataan atau pikiran Nabi.
Al-Qur’an diturunkan dalam bentuk lisan dengan makna dan gaya bahasanya artinya isi mauun
redaksi Al-Qur’an datang dari Allah sendiri.
Al-Qur’an terhimpun dalam mushaf artinya Al-Qur’an tidak mencakup wahyu Allah kepad Nabi
Muhammad dalam bentuk hukum-hukum yang kemudian disampaikan dalam bahasa Nabi
sendiri.
Al-Qur’an dinukil secara mutawatir artinya Al-Qur’an disampaikan orang lain secara terus
menerus oleh kelompok orang lain yang tidak mungkin berdusta karena banyaknya jumlah orang
dan berbeda-bedanya tempat tinggal mereka.
Al-Qur’an diturunkan secar bertahap/ berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, terdiri
dari 30 juz 114 surat dan 6236 ayat. Metode penurunan Al-Qur’an semacam ini mengandung
nilai-nilai ilmiah serta terdapat berbagai hikmah. Misalnya segi keaktualan ketetapan, keluasan,
fleksibel, tuntunan sosial dan lain-lain.

Periode mekah yang disebut ayat-ayat makiyah yaitu ayat-ayat makiyah pada umumnya
mengandung nuansa sastra yang kental, karena itu ayatnya pendek-pendek. Ayat Makiyah terdiri
dari 4726 ayat yang tercakup dalam 89 surat.
Periode Madinah yang disebut dengan ayat Madaniyah yaitu ayat-ayat Madaniyah menerangkan
aspek syari’ah, baik menyangkut peraturan tentang ibadah muamalat dan akhlaq.

1
B. Nama Al-Qur’an
Bahasa Al-Qur’an yang meliputi gaya pengungkapannya, kelembutan dalam jalinan huruf dan
kata-kata ayat-ayat yang indah untuk dibaca. Adanya keserasian bahasa Al-Qur’an dengan akal
dan perasaan manusia. (Lihat QS. Fusilat 41)
Aspek sejarah (cerita) misalnya, Rosul Allah, Ashabul Kahfi, Mariyam dan lain sebagainya
Aspek Isyarat tentang ilmu pengetahuan misalnya. Biologi, fisika, farmasi, astronomi, geografi
dan proses turunnya hujan.
Kebenaran nabi Muhammad SAW yang umum.
Sedangkan komitmen terhadap Al-Qur’an adalah mengimani Al-Qur’an, mengamalkan Al-
Qur’an mempelajari Al-Qur’an dan menda’wakan AL-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah
dengan bahasa arab.
Al-Qur’an sebagai sumber hukum utama mengandung pokok-pokok ajaran sebagai berikut:
Pokok-pokok keyakinan atau keimanan terhadap Allah, malaikat, Kitab-kitab. Rasul-rasul hari
akhir dan Qada’ Qadar (yang membicarakan Ilmu Teologi/ Ilmu kalam)
Prinsip-prinsip syari’ah (hukum) yaitu garis-garis besar aturan tentang hubungan dengan Allah,
antar manusia dan hubungan manusia dengan alam
Pokok-pokok aturan tingkah laku atau nilai dasar etika tingkah laku.
Ilmu pengetahuan seperti ilmu ketuhanan, dan agama, hal-hal yang manusia masyarkat dan yang
berhubungan dengan alam
Sejarah seperti kisah-kisah Nabi terdahulu. Masyarakt dan bangsa terdahulu dan lain-lain.
Informasi tentang alam gaib, seperti adanya Jin, Kiamat, Surga dan Neraka.
C. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan
Islam adalah konsepsi hidup yang lengkap tidak hanya suatu agama yang menentukan
perhubungan antara manusia. Oleh karena itu sikap Islam terhadap Ilmu pengetahuan adlah
positif, dimana islam menghargai akal. Akal berfungsi untuk mengungkap segala sesuatu yang
misteri di dalam alam semesta ini serta apa yang terdapat di dalam Al-Qur’an seperti firman
Allah dan surat Al-Imron ayat 190-191.
Al-Qur’an harus dibedakan antara tafsirul Qur’an dengan I’jazul Qur’an. Tafsir adalah
keterangan tentang kata-kata dan kalimat dalam Al-Qur’an serta kandungan maknanya. Secara
singkat dapat kita lihat penghargaan Qur’an terhdap manusia.
a. Manusia diangkat sebagai khalifatullah dan dibedakan dari makhluk Allah yang lain karena
ilmunya. Al-Qur’an sebagaimana Adam diberi ilmu pengetahuan tentang konsep seluruhnya (Al-
Asma Kullha) dan malaikat dsuruh sujud kepadanya (QS. 2:31-33)
b. Karena hakekat manusia tidak terpisah dan kemampuannya untuk mengembangkan ilmu
pengatahuan. Maka ilmu yang disertai iman adalah ukuran derajat manusia. Manusia yang ideal
dalam AL-Qur’an ialah yang mencapai ketinggian iman dan ilmu (QS. 58:11)
c. Al-Qur’an diturunkan dengan ilmu Allah (QS.11:14) dan hanya dapat direnungkan maknanya
oleh orang-orang yang berilmu (QS.29:43) Al-Qur’an hhanya jelas bagi orang-orang yang
berilmu (QS.29:49).
d. Al-Qur’an memberikan isyarat bahwa yang berhak memimpin umat adalah yang memiliki
Ilmu pengetahuan thalut dipilih sebagai raja Israil karena kelebihan pengetahuan (QS.2251)
Begitu juga Sulaiman (QS.21:79)
Sumber-sumber Ilmu pengetahuan
Al-Qur’an menunjuk empat unsur untuk memperoleh ilmu pengetahuan
Al-Qur’an dan Sunnah keduanya merupakan sumber pertama ilmu Al-Qur’an berkali-kali
mengingatkan kita untuk memikirkan ayat-ayat-Nya.
Alam semesta adalah sumber kedua Ilamu Al-Qur’an menyuruh kita memikirkan keajaiban
ciptaaan Allah.
D. Al-Qur’an dan Ulul Albab
Menurut Al-Qur’an Ulul Alba adalah kelompok orang/ atau manusia tertentu yang diberi
keistimewaan oleh Allah SWT.
Ulul Albab dan kosnep barat mengenai intelektual:
Sebelum berbicara lebih lanjut tentang Ulul Albab, Ilmuan adlaah orang yang mendalami
ilmunya kemudian dikembangkan ilmunya, baik dengan pengamatan maupun dengan analisisnya
sendiri.
Untuk pengertian ini AL-Qur’an sebenarnya mempunyai istilah khsuus: Ulul Albab. Al-Qur’an
terjemahan Depag RI Mengartikan Ulul Albab sebagai orang-orang yang berakal, orang-orang
yang mempunyai pikiran: terjemahan inggrisnya Men of Understanding, Men of wisdom.
Al-Qur’an mengajarkan kita dua hal.
- Tafakur adalah merenungkan ciptaan langit dan Bumi. Kemudian menangkap hukum-hukum
yang terdapat dalam semesta.
- Tasyakur adalah memanfaatkan nikmat dan karunia Allah dengan menggunakan akal pikiran.
Sehingga kenikmatan itu makin bertambah. Dalam istilah modern tasyakur disebut tehnologi.

1
2. AS-SUNNAH/HADIST
A. Pengertian As-Sunnah/Hadist
Ditinjau dari segi bahasa sunah berarti cara, jalan, kebiasaan. Arti sunnah yang populer adalah
“Attariqoh al-mu’tadah hasanah kenatan sayyiah”, suatu cara yang berlaku, baik cara itu bersifat
terpuji maupun tercela. Makna sunnah dari segi etimologi adlaah identik dengan hadist, yaitu
informasi yang disandarkan kepada asulullah Saw. berupa ucapan, (perbuatan atau keizinan,
ketentuan nabi).
a. Untuk membedakan antara kedua wahyu tersebut dapat dianalisa sebagai berikut: Al-
Qur’an secara legal dari Allah. Baik teks maupun isinya, sedangkan As-Sunnah teks dari rasul
dan isinya dari Allah SWT.
b. Al-Qur’an merupakan mu’jijat, isi maupun teknya, diperintahkan untuk dibaca (sunnah),
sedangkan As-sunnah bukanlah mu’jizat dan tidak disunnahkan untuk dibaca sebagaimana AL-
Qur’an.
B. Macam-macam Hadist, As-Sunnah
Dilihat dari segi bentuk
- Qauliyah hadits yang berbentuk perbuatan Nabi
- Fi’iliyah: hadist yang berupa perbuatan sahabat yang disaksikan atau didengarkan oleh Nabi
dan Nabi tidak menegur atau menyalahkan.
Dilihat dari jumlah segi orang yang menyampaikan/ meriwayatkan.
- Mutawatir: hadist yang diriwayatkan oleh orang banyak yang tidak terhitung jumlahnya, yang
karena banyak menurut akal, tidak mungkin bersepakat untuk dusta.
- Masyhur Hadits yang perawi lapis pertamanya beberapa orang sahabat atau lapis keduanya
beberapa orang tabi’in, susudah itu sersebar
Dilihat dari segi kwalitasnya
- Shahih Hadist yang bersambung-sambung sanad. Diriwayatkan oleh orang banyak yang adil
dan kuat ingatan, tidak terdapat padanya keganjilan dan cacat (ilahi)
- Hasan: Hadist yang memenuhi persyarakat hadist shoheh kecuali segi hafalan (ingatan)
perawinya kurang baik
- Dha’if Hadist tidak didapat padanya syarat shohel dan tidak didapat padanya syarat Hasan
misalnya perawi-perawinya bukan orang yang dipandang adil, terkenal sering berdista. Cacat dan
lain-lain.
Dilihat dari segi diterima atau tidaknya :
- Makbul: Hadist yang diterima dan dapat dijadikan hujjah/alasan
- Mardud: hadits yang ditolak dan tidak boleh dijadikan alasan
Dilihat dari segi siapa yang berperan
- Marfu’: hadits yang benar-benar merupakan perbuatan, sabda atau taqrir Nabi
- Matquf: jika hadist itu merupakan perbuatan ataukata-kata sahabat dan Nabi tidak
menyaksikan atau mendengarkanya.
C. Fungsi Hadist/ Keudukan Hadist
Sebagai penguat Al-Quran
Sunnah/ Hadist berfungsi sebagai penguat pesan-pesan atau peraturan-pelaturan yang tersurat
dalam ayat-ayat Al-Qur’an misalnya AL-Qur’an menyebutkan sesuatu kewajiban dan larangan.
Lalu asul dalam sunnahnya menguatkan kewajiban dan larangan tersebut dalam menguatkan
pesan-pesan Al-Qur’an, As-Sunnah berperan antara lain:
- Menegaskan kedudukan hukum, seperti penyebutan hukum wajib, fardu
- Menerangkan posisi kewajiban atau larangan dalam syari’at Allah
Sebagai Penjelas Al-Qur’an
As-Sunnah memberikan penjelasan terhadap maksud ayat-ayat Al-Qur’an antara lain:
- Menjelaskan makna-makna yang rumit dari ayat-ayat Al-Qur’an,
- Mengingat makna-makna yang bersifat lepas dari ayat-ayat qur’an.
- Mengkhususkan ketetapan-ketetapan yang disebut Al-Qur’an secara umum.
- Menjelaskan ruang lingkup masalah yang terkandung dalam nash-nash AL-Qur’an msialnya
Firman allah

3. IJMA
Ijma adalah suatu hal berupa mengumpulkan berbagai macam perkara yang kemudian memberi
hukum atas perkara tersebut serta meyakini hukum tersebut. Sedang secara umum, ijma adalah
sebuah kebulatan atau keputusan dari pendapat-pendapat yang berasal dari para ahli ulama
ijtihad setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW serta menggunakan hukum syara’.
Selain itu, mengutip dari laman almanhaj, secara baasa, ijma berasal dari kata ajma’a yjjimiu
ijma’an dan memakai isim maf’ul mujma. Oleh karena itu, ijma mempunyai dua arti atau dua
makna. Pertama, kalimat ajma’a fulan ‘ala safar memiliki arti bahwa ia telah bertekad dengan
kuat untuk safat dan telah menguatkan niatnya.

1
Kemudian, makna kedua ijma adalah sepakat. Dalam kalimat ajma’ muslimun ‘ala kadza artinya
adalah mereka akan sepakat terhadap sebuah perkara atau masalah yang sedang terjadi. Dengan
begitu, umat Muslim menjadi lebih tenang ketika menghadapi suatu permasalahan dan tidak
akan tersesat dan berjalan di jalan yang baik dan benar.
Pertama kali ijma di terapkan yaitu oleh para khalifah dan petinggi-petinggi Negara. Dari
kegiatan ijma tersebut, mereka sudah dianggap dan dipercaya oleh umat Muslim pada saat itu
untuk membuat sumber hukum Islam melalui kegiatan ijma. Sumber hukum Islam, ijma berhasil
dibuat berkat adanya musyawarah oleh para khilafah. Namun, saat ini orang-orang yang
membuat sumber hukum Islam harus memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan.
Tidak di perbolehkan membuat Ijma dengan asal-asal. Dengan kata lain, hanya para ahli yang
sudah berhasil mencapai mujtahid yang di mana pendapatnya sudah bisa dipertanggung
jawabkan, sehingga sumber hukum Islam yang dihadirkan dapat memberikan manfaat dan
kebaikan bagi semua umat Muslim.Dikarnakan, waktu yang terus berkembang dan zaman yang
juga ikut berkembang membuat musyawarah kegiatan ijma juga ikut berkembang. Saat ini, untuk
membuat ijma atau sumber hukum Islam yang ketiga harus diikuti oleh beberapa pihak, seperti
ahli ushul fiqih, para ulama, dan orang-orang ahli ijtihad.
 Kedudukan Ijma

Adapun kedudukan ijma para ulama berbeda pendapat Mengutip dari laman
siswadywordpress.com bahwa menurut Jumhur ulama’ ushul Fiqh jika rukun-rukun ijma sudah
terpenuhi dengan baik, maka ijma yang telah dibuat dapat dijadikan sebagai hujjah yang pasti
(qath’i). Oleh karena itu, ijma tersebut wajib diamalkan atau dikerjakan serta tidak boleh ada
yang melanggarnya. Bagi seseorang yang melanggarnya bisa dianggap sebagai kafir.
Namun, bagi beberapa ulama kalangan Syi’ah, dan seorang tokoh Mu’tazilah, Ibrahim bin Siyar
al Nazzam memiliki pendapat bahwa ijma tidak bisa dijadikan sebagai hujjah. Ibrahim bin Siyar
al Nazzam mengungkapkan bahwa struktur social dan budaya pada setiap daerah tidak selalu
sama, sehingga ijma tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.

 Rukun Ijma
Mengutip dari laman bincangsyariah bahwa dalam kitan ‘Ilm Ushul Fiqh, Abul Wahaf Khalaf
berpendapat bahwa rukun ijma adalah suatu unsur dan hakikat utama yang harus ada ketika
melakukan ijma. Beliau juga berpendapat bahwa rukun ijma ada 4, yaitu:
1. Ketika ada suatu peristiwa atau permasalahan yang solusinya membutuhkan ijma, harus ada
beberapa orang yang sudah setara dengan mujtahid. Suatu kesepakatan dalam ijma tidak bisa
disahkan apabila tidak sesuai dengan kesepakatan pendapat dari semua mujtahid yang
membuat ijma. Selain itu, apabila pada suatu waktu dan di sautu daerah sama sekali tidak ada
mujtahid atau hanya ada satu saja, maka ijma tersebut tidak sah atau tidak boleh dipergunakan.
2. Semua mujtahid yang ada pada pembuatan ijma harus memiliki kesepakatan atas hukum dari
sebuah masalah tanpa harus memandang atau melihat suku, ras, kelompok, dan negeri
tertentu. Dengan kata lain, ijma tidak bisa sah apabila para mujtahid memiliki kesepakatan
secara menyeluruh.
3. Kesepakatan dalam ijma bisa tercapai dan sah jika setiap mujtahid yang hadir sudah
menyampaikan pendapatnya sebagai bentuk dari hasil usaha ijtihadnya. Adapun bentuk
pendapat itu bisa berupa ucapan mengeluarkan fatwa dalam bentuk Tindakan dengan
memberikan keputusan terhadap hukum dalam suatu pengadilan serta kedudukannya sebagai
hakim. Penyampaian pendapat bisa dalam bentuk perseorangan saja, tetapi hasilnya secara
keselurahan semua para ulama dan mujtahid sudah memiliki pendapat yang sama.
4. Kesepakatan hukum yang sudah dicapai saat melakukan ijma berasal dari hasil
kesepakatan para ulama dan mujtahid secara keseluruhan. Apabil ada beberapa ulama atau
mujtahid yang tidak setuju dengan hasil kesepakatan yang sudah ditentukan, maka hal seperti
itu tidak bisa disebut dengan ijma. Jika, terjadi perbedaan pendapat, maka ada kemungkinan
bahwa ijma yang akan dibuat memiliki kesalahan. Dengan kata lain, walaupun kesepakatan
dalam membuat ijma sudah memiliki suara mayoritas yang setuju, tetapi masih ada sebagai
ulama yang tidak setuju, maka tidak dapat dijadikan sebagai dalil syara’ yang pasti.

 Jenis-jenis Ijma

1. Ijma Al Suukuti
Ijma Al Suukti adalah jenis ijma pada saat para ulama atau para ahli ijtihad mengambil
keputusan untuk diam, tetapi diamnya para ulama atau para ahli ijtihad karena sudah setuju
dengan semua pendapat yang telah disampaikan oleh para ahli ijtihad dan ulama lainnya
2. Ijma Al Sarih.
Ijma Al Sarih adalah jenis ijma yang di mana para ulama dan ahli ijtihad masing-masingnya
menyampaikan pendapatnya terkait dengan permasalahan yang secara terjadi, baik itu
disampaikan dengan lisan atau secara tertulis. Pendapat yang disampaikan ini berupa setuju
atau tidak terhadap pendapat yang telah disampaikan oleh para ulama dan ijtihad lainnya. Ijma
Al Sarih ini memiliki sebutan yang cukup beragam, seperti ijma qauli, ijma hakiki, ijma bayani,
dan lain-lain. Oleh karena itu, ada yang menyebut ijma Al Sarih dengan sebutan ijma hakiki
atau yang lainnya. Meskipun memiliki sebutan yang berbeda, tetapi tetap tidak mengurangi arti
dari ijma Al Sarih itu sendiri.
Jenis-jenis ijma di atas menurut ulama ushul fiqh. Selain itu, beberapa sumber juga
mengatakan bahwa selaian ijma Al Sarih dan ijma Al Suukti, masih ada beberapa jenis ijma
lainnya, seperti ijma ulama Madinah, ijma ahlul bait, ijma ulama kufah, ijma salaby, dan ijma
Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar dan Umar).
 Contoh Ijma

1
1. Kesepakatan para ulama dan mujtahid atas diharamkannya minyak babi.
2. Menghasilkan kesepekatan berupa membukukan Al-Quran yang dilakukan pada masa
kepemimpinan Abu Bakar As Shidiq.
3. Menjadi as-sunnah sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah sumber hukum
Islam pertama, Al-Quran.

4. QIYAS
Secara bahasa kata qiyas berasal dari akar kata, qaasa-yaqishu-qiyaasan yang berarti
pengukuran. Selain itu, secara bahasa qiyas berarti sesuatu tindakan untuk mengukur suatu hal
atau peristiwa yang kemudian disamakan. Para ukama ushul fiqh mengatakan bahwa walaupun
qiyas sangat beragam, tetapi masih mempunyai makna yang sama.
Sedangkan, menurut istilah, qiyas adalah suatu tindakan untuk menyamakan suatu hal yang
tidak mempunyai nash hukum dengan sesuatu hal yang memiliki nash hukum, kemudian dilihat
berdasarkan kesamaan illat yang diperhatikan sesuai dengan syara’. Menurut Imam Syafi’i,
kedudukan qiyas berada di bawah dari ijma, sehingga qiyas menjadi sumber hukum Islam yang
terakhir.
 Rukun-rukun qiyas
Sama halnya dengan ijma, qiyas juga memiliki rukun-rukunnya. Dengan rukun-rukun qiyas,
maka qiyas menjadi sah. Oleh sebab itu, dalam menentukan qiyas, maka harus memenuhi
rukun-rukun qiyas terlebih dahulu.
1. Ashl
Ashl adalah asal mula dari suatu permasalahan yang sudah ada sebelumnya atau hukumnya
sudah ada dalam bentuk ijma atau nash. Ashl juga memiliki nama lain yang lebih sering dikenal
dengan sebutan musyabbah bi atau tempat mengqiyasakan.
Hukum ashl adalah hukum syara yang sudah ditetapkan oleh nash serta sudah dikehendaki
untuk melakukan penetapan terhada hukum far’u. Dengan kata lain, hukum ashl kedudukannya
harus sejal, apakah termasuk sunnah, wajib, mubah, dan makruh.
2. Far’u
Far’u adalah cabang yang berasal dari masalah ashl (asal). Rukun far’u ini biasanya berasal
dari suatu akibat dari sebab yang sudah ada sebelumnya.
3. Illat
Jika dilihat secara bahasa, illat bisa diartikan sebagai suatu alasan dan menjadi hukum ashl
(asal) atau dapat dikatakan bahwa illat menjadi suatu alasan bagi persyariatan hukum.
 Jenis Qiyas
Qiyas dibagi menjadi 3 jenis, yaitu qiyas illat, qiyas dalalah, dan qiyas shabah.
1. Qiyas illat adalah jenis qiyas yang sudah memiliki suatu kejelasan dari kedua persoalan yang
sudah dibandingkan dan diukur. Qiyas illat terdiri dari dua jenis, yaitu qiyas jail, qiyas khafi, dan
qiyas.

2. Qiyas Dalalah
Qiyas dalalah adalah jenis qiyas yang sudah memperlihatkan kepada hukum yang sesuai
dengan dalil illat. Qiyas dalalah bisa juga diartikan sebagai jenis qiyas yang dapat diterapkan
dengan cara menghubungkan pokok dan cabang hukum berdasarkan illat.

3. Qiyas Shabah
Qiyas shabah adalah qiyas yang mempertemukan antara cabang qiyas dengan suatu pokok
permasalahan yang berfungsi hanya untuk penyerupaan.
Contoh qiyas yang ada di sekitar kita, diantaranya:
1. Menentukan narkotika sebagai barang khamar atau minuman yang memabukkan.
2. Sewa-menyewa ketika adzan shalat jumat memiliki hukum makruh.

1
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Sumber agama islam yang di gunakan oleh para ulama yaitu:
 Al Qur'an merupakan salah satu sumber hukum digunakan yang berasal dari firman
Allah yang Allah turunkan kepada nabi muhammad melalui malaikat jibril.
 Hadist merupakan salah satu sumber huukum digunakan yang berasal dari segala
sesuatu dari nabi muhammad, seperti perkataan nabi muhammad, perbuatan nabi
muhammad adn diamnya nabi muhammad.
 Ijma' merupakan salah satu sumber huukum digunakan yang berasal dari keputusan
bersama para ulama terkait suatu hukum yang belum ada hukumnya berdasarkan dari
Al qur'an dan hadist
 Qiyas merupakan salah satu sumber huukum digunakan yang berasal dari sumber
hukum yang diperoleh dengan cara membandingkan hukum suatu perkara yang belum
ada dalilnya dengan hukum yang sudah ada dalilnya.

SARAN:

Anda mungkin juga menyukai