Anda di halaman 1dari 5

Salah satu cabang linguistic ilmu nahwu sejak awal perkembangan sampai saat ini menjadi bahan kajian

dikalangan pakar linguistic Bahasa arab. Ilmu nahwu dapat dipelajari dengan dua Langkah yaitu
dipelajari sebagai prasyarat yang mana referensinya ditulis dengan Bahasa arab, contohnya ilmu tafsir,
ilmu hadits dan ilmu fiqh. Yang kedua ilmu nahwu dipelajari sebagai tujuan titik Bahasa. Ilmu nahwu
telah menjadi tradisi perkembangan pada masa dahulu sampai sekarang karena semua pakar agama islam
sejak lahir sampai sekarang mempunyai penguasaan yang baik terhadap ilmu nahwu. Beberapa pakar
ilmu nahwu yang handal dalam ilmu agama juga kepakaran mereka diakui dibidang ilmu nahwu ialah
Imam Ibnu Katsir, An-Nawawi, Jalaluddin A-Suyuthi, Ibnu Hisyam, dan Az-Zaamakhsyari.

· Aliran Mesir[1]

Aliran basrah dan kuffah disebut sebagai aliran pertama karena mempunyai otoritas yang tinggi
juga mempunyai pendukung yang banyak dan fanatic, Adapun ketiga aliran yang lain disebut
sebagai aliran turunan yang berinduk pada salah satu aliran utama. Perkembangan ilmu nahwu
muncu dari Ali bin Abi Thalib saat menjdi khalifah gagasan ini disepakati oleh semua pakar
linguistic arab dan ada dorongan dari beberapa fakor, antara lain factor agama dan factor social
budaya. Maksud dari factor agama ialah usaha pemurnian Al-Qur’an dari bacaannya. Dari sisi
social budaya bangsa arab dikenal mempunyai kebanggaan dan fanatisme yang tinggi terhadap
Bahasa yang mereka miliki. Factor ini mendorong manusia berusaha untuk memurnikan Bahasa
arab dari pengaruh asing, kesadaran tersebut semakin lama semakin besar sehingga thap demi
tahap manusia mulai memikirkan langkah-langkah pembakuan Bahasa dalam bentuk kaidah-
kaidah. Dukungan dari khalifah Ali bin Abi Thalib mempunyai komitmen trhadap Bahasa arab
dan Al-Qur’an sedikit demi sedikit disusun kaidah-kaidahnya kemudian menjadi
pertumbuhan ilmu nahwu, sebagaimana terjadi pada ilmu-ilmu yang lain. Ilmu nahwu tidak
begitu muncul dan langsung sempurna dalam waktu singkar, melainkan berkembangan tahap
demi tahpa dalam kurun waktu yang cukup lama[2].

Abu Aswad ad-Duali adalah orang pertama yang mendapatkan kepercayaan dari khalifah Ali bin
Abi Thali dalam menangani dan mengatasi masalah lahn yang mulai mewabah dikalangan
masyarakat muslim. Ali bin Abi Thalib memilih beliau karena beliau adalah salah seorang
penduduk basrah yang berotak genius, berwawasan luas, dan berkemampuan tinggi dalam
Bahasa arab. Berbagai Riwayat menguatkan bahwa Abu Aswad al-Duali adalah tokokh peletak
dasar ilmu nahwu, salah satu Riwayat yang popular dan diakui oleh para ahli adalah bahwa Abu
al-Aswad al-Duali karena ia berjasa dalam memberi harokat pada mushaf Al-Qur’an, karena
kita ketahui bahwa awalnya Al-Qur⠀™an itu tidak bertitik dan tidak menggunakan tanda baca,
tidak ada pembeda dalam bacaan al-Qur’an karena khawatir akan kesalahan dalam membaca
Ziad bin Abi Sufyan meminta Abu Aswad al-Duali untuk mencari solusi yang tepat hingga
menemukan jalan yaitu memberi tanda baca dalam al-Qur⠀™an dengan tinta yang warnanya
berlainan dengan tulisan al-Qur’an. Tanda bac aitu adalah titik diatas huruf untuk fathah, titik
dibawah untuk kasro dan titik disebalah kiri atas untuk dhommah. Cukup besar jasa Abu Aswad
al-Duali dalam menyatukan umat islm melalui bacaan al-Qur⠀™an yang sama. Jika setiap orang
membaca al-Qur’an dengan pendapatnya sendiri betapa rapuhnya umat islam pasti terjadi
penafiran yang berbeda-beda, dan hal itu akan menjadi potensi yang cukup besar untuk
terjadinya perpecahan dikalangan umat islam.

Berkat jasa Abu Aswad al-Duali dalam memberi tanda bacaan al-Qur’an maka ia dijuluki
sebagai peletak dasar sintaksis Bahasa arab dan setelahnya banyak masyarakat yang dating
kepadanya untuk belajar ilmu qiroah dan daar-dasar ilmu Bahasa arab. Abu Aswad menjalankan
proses pembelajaran iroah dan dasar-dasar Bahasa arab dimasjid Jami’ kota Basrah. Dari
sinilah kota Basrah dikenal sebagai kota kelahiran sintaksis Bahasa arab. Di kalangan tersebut
banyak murid yang berhasil kemudian menjadi generasi-generasi penerus yang mengembangkan
gagasan-gagasan yang telah dirintisnya diantaranya ialah Ansabah al-Fil, Nasr bin Ashim al-
Laitsiy, Yahya bin Ya’mur. Bentuk perkembangan ilmu nahwu sampai pasa masa Yahya bin
Ya⠀™mur dan Nasr Ashim ialah pembakuan sebagai istilah sintaksis Bahasa arab seperti
rafa’ nashab, jar, tanwin dan i⠀™rab. Disaat kota Basrah sedang maju dalam mengkaji
berbagai hal yang berkaitan dengan Bahasa arab sampai pertengahan akhir abad kedua hijriah,
kota Kufah masih berjutat pada pembacaan al;Qur⠀™an dan pengumandangan syair dan prosa.

Kemajuan kota Bashrah dalam bidang Nahwu tidak terlepas dari peranannya dalam bidang sosial
budaya. Karena Bashrah saat itu menjadi pusat perdagangan negara Iraq, sehingga kota itu
banyak pertukaran budaya dengan negara asing[3].

Factor yang menjadi penyebab munculnya gagasan penyususnan ilmu nahwu adalah faktor
peradaban yaitu masa disaat agama islam masuk dalam dunia arab. Perkembangan ilmu nahwu
dalam abad pertama meluas hingga kota Mekkah atas peranan Ibnu Abbas dan kota Madinah atas
peranan Abdurrahman bin Hurmuz al-Madani, dengan begitu seiring berjalannnya tersebebarlah
ilmu nahwu dan berkembang dibeberapa kota bahkan negara dari abad pertama hijriyah hingga
sekarang ini. Semakin meluasnya ekspansi islam kenegara-negara timur tengah karena
penaklukan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib dan juga banyak orang asing yang memeluk islam
menyebabkan bertambahnya lahn juga kesalahan yang belum pernah berbahasa arab. Kesalahan
tersebut semakin menguatkan kebutuhan mengenai dasar kaidah dalam Bahasa arab, sehingga
dapat meminimalisir kesalahan yang terjdi. Tujuan penting dari rumusan dasar kaidah Bahasa
arab ialah untuk menjaga al-Qur’an dan juga Sunnah nabi dari berbagai macam kesalahan dan
penyimpangan.

Nahwu lahir dan berkembang dikota Bashrah kemudian meluas ke Kufah, Baghdad, Mesir, dan
Andalusia kemudian kota-kota ini menjadi pusat mazhab-mazhab nahwu yang kita kenal hingga
masa kini. Berikut tokoh-tokoh ulama nahwu mazhab Bashrah serta karateristik masing-masing
periode.

Generasi pertama

1. Abu Aswad al-Duali seorang penduduk Bashrah yang memiliki pengetahuan yang tinggi,
pandangan yang jeli dan cerdas dan sangat memahami Bahasa arab juga termasuk tabi’in
yang dipercaya haditsnya, beliau meriwaytkan banyak hadits dari Umar bin Khattab, Ali bin Abi
Thalib Ibnu Abbas, Abu Dzar dan lainnya. Abu Aswad termasuk orang yang fasih bacaanya
beliau belajar qiroah dari Utsman bin Affan yang meriwayatkan qiroahnya adalah putranya
sendiri yaitu Abu Harb dan Yahya bin Ya’mur.

2. Abd ar- Rahman Bin Hurmuz seorang yang paling mengetahui ilmu nahwu dari keturunan
Qurasyi beliau juga termasuk ahli qori’ dan rijalul hadits. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah
dan Abd al-Rahman bin Abd Qari beliau termasuk ahli fiqh dan berbeda pendapat dengan Malik
bin Anas, ilmu yang diperdebatkan adalah mengenai ushul din. Karaterisktik beliau pada periode
pertama ialah mereka tergabung dalam profesi qori, para ulama Bashrah sebagian adalah qori al-
Qur’an yang mempelajari hukum-hukumnya, yang halus bacaannya dan juga perawi hadits.
Kedua, memberi perhatian khusus terhadap lahn dalam kalam arab dn dalam Al-Qur’an juga
menentang fenomena terlarang. Ketiga, mushaf-mushaf diberi titik dengan i⠀™rab yang dimulai
oleh Abu Aswad al-Duali yang mendapat nasehat dari ibn Abihi, kemudian diikuti oleh murid-
murid setelahnya. Keempat, awal penyusunan ilmu nahwu mendapat petunjuk dari Imam Ali r.a
yang diawali oleh Abu Aswad al-Duali. Kelima, tidak terdapat peninggalan berupa tulisan
kecuali Riwayat yang diklaim oleh Nadim dan Qifti.

Generasi kedua

1. Yahya bin Ya’mur al- Udwan orang yang pertama belajar ilmu nahwu dari Abu Aswad
termasuk salah satu orang yang belajar mengenai harokat dalam titik mushaf dengan titik
i⠀™rob.

2. Abu Abdullah Maimun al-Aqran ia belajar ilmu nahwu dari Abu Aswad juga termasuk orang
yang Menyusun ilmu nahwu.

3. Anbasah al-Fil, ia belajar ilmu nahwu juga merupakan murid yang dating setelah al-Arqan.

4. Nashr bin Ashim, seorang yang faqih dan berpengetahuan dibidang Bahasa arab termasuk
tabiin terdahulu. Ia juga termasuk ahli qiro yang fasih dalam hal al-Qur’an dan nahwu. Nashr
belajar nahwu dari Yahya bin Ya⠀™mur dan Abu Umar bin Ula, beliau memiliki buku dalam
Bahasa arab.

Ada beberapa yang menjadi karateristik dalam periode ini yaitu tergabung dalam profesi qiroat
dn ahli hadits, memiliki perhatian pada realitas lahn dalam kalam arab dan al-Qur’an juga
pembicaraan para pemimpin seperti Hajjaj bin Yusuf al- Tsaqfi, kesepakatan dalam memberi
titik mushaf dengan titik i⠀™rab, terdapat tambahan atas penyusunan ilmu nahwu, tidak ada
peninggalan berupa tulisan.

Generasi ketiga

1. Abdullah bin Ishaq, ia belajar al-Qur’an dari Yahya bin Yamur dan belajar nahwu dari
Maimun al-Arqan.

2. Abu Amr bin Ula

3. Isa bin Umar ats-Tsaqafi

Karateristik dari periode ini ialah mulainya deprivasi qias dan implementasinya atas bacaan al-
Qur’an dan puisi arab, munculnya berbagai pendapat seperti pendapat Abu al-Ula san Isa bin
Amr, munculnya pendapat nahwu yang bersifat individual, dan pembacaan al-Quran yang
berbeda dari jumhur ulama, tidak ada peninggalan berupa tulisan kecuali periwayatan dari Jami;
dan al-Kamil karya Isa ibn Amr.
Generasi keempat

1. Al-Akhfas al-Akbar merupakan orang pertama yang menafsirkan syiir setiap bait.

2. Al-Khalil bin Ahmad merupakan orang yang menghasilkan karya tulis dalam bidang ilmu
Bahasa dan syiir serta music.

3. Yunus bin Habib.

Karatristik pada periode ini ialah munculnya istilah-istilah ilmu nahwu dan shorof yang sampai
sekarang masih dipakai oleh ilmu nahwu, adanya pembatasan mengenai bab-bab dalam ilmu
nahwu, penyebutan tentang tanda-tanda I’rab dan bina, muncullnya ilmu arud dan
terkumpulnya syair arab dalam 15 bahr, munculnya mizan shorfi untuk mengetahui pola kata dan
pembatasan huruf asli dan ziyadah.

Generasi kelima

1. Sibawaih, kitab sibawaih banyak mendapatkan pujian karena kelengkapan. Kitab ini menjadi
kitab pokok dikota Bashrah karena tatabahasa arab yang mudah dipahami, sayangnya banyak
orang yang tidak percaya bahwa kitab ini karya Sibawaih sendiri karena mengira bahwa
Sibawaih mengerjakan kitab ini bersama orang lain

2. Al-Yazidy

Karateritik dalam periode ini ialah penyempurnaan ilmu nahwu, adanya penyusunan buku, dan
adanya diskusi[4].

Fase awal dari tumbuh dan berkembangnya ilmu nahwu baik dari dasar peletakan yang
menginspirasi manusia kemudian mengembangkannya sebagaimana ilmu pasa umumnya
termasuk filsafa Yunani, maka ilmu selalu mengalmai perkembangannya mulai dari awal hinga
menjadi sempurna. Dalam kasus perkembangan ilmu nahwu menegaskan perkembangan awal
yang berdasarkan kebutuhan terhadap kelengakpan untuk kesempurnaan nahwu karena Bahasa
menganggap bahwa sebenarny ilmu nahwu tidak pernah sempurna bahkan hingga kini.
Belakangan ini muncul penolakan terhadap teori nahwu terutama dalam hal i’rob.

Perkembangan keilmuan pada masa Abbasiyah yaitu masa Harun ar-Rasyid menunujkkkan
peningkatan yang signifikan sementara kodifikasi keilmuan masih menemui keraguan yang besar
dikalangan umat islam, filsafat sebagai symbol peneriamaan keilmuan diluar agama
mendapatkan kedudukan yang begitu besar oleh para ilmuan. Filsafat mewarnai perkembangan
ilmu sebagai hasil dari penerjemahan terahadap apa yang dikembangkan diwilayah Persia
sebelum islam dating. Ilmu Bahasa arab salah satu bidang penting dalam pertarungan supremasi
keilmuan dan nyatanya ilmu Bahasa arab dalam nahwu telah tercatat mendapatkan peran penting
yang turut mewarnai berkembangnya ilmu dalam islam. Dengan membuktikan banyaknya hasil
karya keilmuan yang tidak bisa dilepaskan dari peranan ilmu nahwu[5].
Linguistik adalah ilmu tentang bahasa, ilmu yang mengkaji, menelaah atau
mempelajari bahasa secara umum, yang mencakup bahasa daerah, bahasa Indonesia,
atau bahasa asing. Oleh karena itu, linguistik disebut juga linguistik umum
(general linguistics).

Anda mungkin juga menyukai