Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT DI INDONESIA DAN TOKOH-

TOKOHNYA DAN SEJARAH ALIRAN-ALIRAN TAREKAT (MU’TABRAH) DALAM


ISLAM DAN TOKOH-TOKOHNYA
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah AHLAK TASAUF
Dosen Pengampu : Hendriana SPD.MPD

Disusun oleh:
- Ridwan Fauzi
- Siti Sopiyah
- Nimahtul Solihah

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM TASIKMALAYA
TASIKMALAYA-JAWA BARAT
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT DI INDONESIA”

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna,
kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan serta peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita
semua.

Penulis, OKTBR 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………...i

DAFTAT ISI…………………………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………1

A. Latar belakang…………………………………………………….……………….………1
B. Topik pembahasan……………...…………………………………………………….……2
C. Tujuan pembahasan…….………………………………………………………….……….2

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………….....…….3

A. Sejarah perkembangan torekat di Indonesia….................................................……..…...3


B. Pembagian Tarekat dan tokoh- tokohnya………………................................................…3
C. .....................................................................3
D. ..................................................……………………………………..…4

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………6

A. Kesimpulan………………………………………………………………..………………6
B. Saran…………………………………………………..…………………………………..6

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………8
BAB I
PENDAHULUAN
 
1. Latar Belakang
Tarekat berasal dari bahasa Arab. Secara etimologi berarti: (1) jalan, cara (al-kaifiyyah); (2)
metode, sistem (al-uslub); (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab);
Menurut  istilah tarekat berarti perjalanan seorang (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara
menysucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan
diri sedekat mungkin kepada Tuhan .
Dengan pengertian ini bisa digambarkan, adanya kemungkinan banyak jalan, sehingga sebagian
sufi menyatakan, “At thuruk bi adadi anfasil makhluk”, yang artinya “Jalan menuju Allah itu
sebanyak nafasnya makhluk”, beranekaragam dan banyak macamnya. Orang yang hendak
menempuh jalan itu haruslah berhati hati, karena : Ada yang sah dan ada yang tidak sah, ada
yang diterima dan ada yang tidak diterima. (Mu’tabarah. Wa ghairu Mu’tabarah). Dari sinilah
kita di tuntut untuk mengetahui latar belakang dari tarekat itu sendiri agar nantinya tidak terjadi
kesalah dalam memilih tarekat tersebut, lebih-lebih mengetahui tarekat yang sudah berkembang
di Indoneisa.
2.Topik Pembahasan
Dari pemaparan diatas kami dari kelompok tujuh tertatarik untuk membahas beberapa
mengenai tarekat di antaranya;
1. Sejarah Perkembangan Tarekat di Indonesia
2. Pembagian Tarekat Beserta Tokoh-Tokohnya
3.Tujuan Pembahasan
Yang kami harapkan setelah memaparkan beberapa mengenai Tarekat teman dapat memahami
nya;
1. Mengetahui sejarah perkembangan tarekat di Indonesia
2. Mengetahui pembagian tarekat beserta tokoh-tokohnya
 
BAB II

PEMBAHASAN

A.Sejarah Perkembangan Tarekat di Indonesia

Islam di Indonesia tidak sepenuhnya seperti yang digariskan Al-Qur’an dan Sunnah
saja,pendapaT ini didasarkan pada kenyataan bahwa kitab-kitab Fiqih itu dijadikan referensi dalam
memahamiajaran Islam di perbagai pesantren, bahkan dijadikan rujukan oleh para hakim dalam
memutuskan perkara di pengadilan pengadilan agama. Islam di Asia Tenggaramengalami tiga
tahap:

Pertama, Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India, dan Persia
disekitarpelabuhan (Terbatas).
Kedua: datang dan berkuasanya Belanda di Indonesia, Inggris di semenanjung Malaya, dan
Spanyol di Fhilipina, sampai abad XIX M;
Ketiga : Tahap liberalisasi kebijakan pemerintah Kolonial, terutama Belanda di Indonesia.

Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudra, yang memungkinkan terjadinya
perubahan sejarah yang sangat cepat. Keterbukaan menjadikan pengaruh luar yang tidak dapat
dihindari. Pengaruh yang diserap dan kemudian disesuaikan dengan budaya yang dimilikinyam,
maka lahirlah dalam bentuk baru yang khas Indonesia. Misalnya : Lahirnya tarekat Qadiriyah Wa
Naqsabandiyah, dua tarekat yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy dari berbagai
pengaruh budaya yang mencoba memasuki relung hati bangsa Indonesia, kiranya Islam sebagai
agama wahyu berhasil memberikan bentukan jati diri yang mendasar. Islam berhasil tetap eksis di
tengah keberadaan dan dapat dijadikan symbol kesatuan. Berbagai agama lainnya hanya
mendapatkan tempat disebagian kecil rakyat Indonesia. Keberadaan Islam di hati rakyat Indonesia
dihantarkan dengan penuh kelembutan oleh para sufi melalui kelembagaan tarekatnya, yang
diterima oleh rakyat sebagai ajaran baru yang sejalan dengan tuntutan nuraninya.

Di wilayah Aceh, pada sekitar permulaan abad sebelas hijriah datang salah seorang keturunan
Rasulullah, yang sekarang nama beliau diabadikan dengan sebuah Institut Agama Islam Negeri
(IAIN), Syaikh Nuruddin ar-Raniri. Sebelum ke nusantara beliau pernah belajar di Tarim Hadramaut
Yaman kepada para ulama terkemuka di sana. Salah satunya kepada al-Imam Abu Hafsh ‘Umar
ibn ‘Abdullah Ba Syaiban al-Hadlrami. Ditangan ulama besar ini, al-Raniri masuk ke wilayah
tasawuf melalui tarekat al-Rifa’iyyah, hingga menjadi khalifah dalam tarekat ini.

Terhadap akidah hulûl dan wahdah al-wujûd tarekat ini sama sekali tidak memberi ruang
sedikitpun. Hampir seluruh orang yang berada dalam tarekat al-Rifa’iyyah memerangi dua akidah
ini.Ketika kesultanan Aceh dipegang oleh Iskandar Tsani, al-Raniri diangkat menjadi “Syaikh al-
Islâm” bagi kesultanan tersebut. Ajaran Ahlussunnah yang sebelumnya sudah memiliki tempat di
hati orang-orang Aceh menjadi bertambah kuat dan sangat dominan dalam perkembangan Islam di
wilayah tersebut, juga wilayah Sumatera pada umumnya. Faham-faham akidah Syi’ah, terutama
akidah hulûl dan ittihâd, yang sebelumnya sempat menyebar di wilayah tersebut menjadi semakin
diasingkan. Beberapa karya yang mengandung faham dua akidah tersebut, juga para pemeluknya
saat itu sudah tidak memiliki tempat. Bahkan beberapa kitab aliran hulûl dan ittihâd sempat dibakar
di depan Majid Baiturrahman.Dengan demikian dapat diketahui bahwa di bagian ujung sebelah
barat Indonesia faham akidah Ahlussunnah dengan salah satu tarekat mu’tabarah sudah memiliki
dominasi yang cukup besar dalam kaitannya dengan penyebaran Islam di wilayah Nusantara.

Di Palembang Sumatera juga pernah muncul seorang tokoh besar. Dari tangannya lahir sebuah
karya besar dalam bidang tasawuf berjudul Siyar al-Sâlikîn Ilâ ‘Ibâdah Rabb al-Âlamîn. Kitab dalam
bahasa Melayu ini memberikan kontribusi yang cukup besar dalam perkembangan tasawuf di
wilayah Nusantara. Dalam pembukaan kitab yang tersusun dari empat jilid tersebut penulisnya
mengatakan bahwa tujuan ditulisnya kitab dengan bahasa Melayu ini agar orang-orang yang tidak
dapat memahami bahasa Arab di wilayah Nusantara dan sekitarnya dapat mengerti tasawuf, serta
dapat mempraktekan ajaran-ajarannya secara keseluruhan. Tokoh kita ini adalah Syaikh ‘Abd ash-
Shamad al-Jawi al-Palimbani yang hidup di sekitar akhir abad dua belas hijriah. Beliau adalah
murid dari Syaikh Muhammad Samman al-Madani; yang dikenal sebagai penjaga pintu makam
Rasulullah.

Kitab Siyar al-Sâlikin sebenarnya merupakan “terjemahan” dari kitab Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn, dengan
beberapa penyesuaian penjelasan. Hal ini menunjukan bahwa tasawuf yang diemban oleh Syaikh
‘Abd ash-Shamad adalah tasawuf yang telah dirumuskan oleh Imam al-Ghazali. Dan ini berarti
bahwa orientasi tasawuf Syaikh ‘Abd al-Shamad yang diajarkannya tersebut benar-benar
berlandaskan akidah Ahlussunnah. Karena, seperti yang sudah kita kenal, Imam al-Ghazali adalah
sosok yang sangat erat memegang teguh ajaran Asy’ariyyah Syafi’iyyah.

Pada periode setelah wali songo ini, ajaran Ahlussunnah; Asy’ariyyah Syafi’iyyah di Indonesia
menjadi sangat kuat. Demikian pula dengan penyebaran tasawuf yang secara praktis berafiliasi
kepada Imam al-Ghazali dan Imam al-Junaid al-Baghdadi, saat itu sangat populer dan mengakar di
masyarakat Indonesia. Penyebaran tasawuf pada periode ini diwarnai dengan banyaknya tarekat-
tarekat yang “diburu” oleh berbagai lapisan masyarakat. Dominasi murid-murid Syaikh Nawawi
yang tersebar dari sebelah barat hingga sebelah timur pulau Jawa memberikan pengaruh besar
dalam penyebaran ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah. Ajaran-ajaran di luar Ahlussunnah, seperti
faham “non madzhab” (al-Lâ Madzhabiyyah) dan akidah hulûl atau ittihâd serta keyakinan sekte-
sekte sempalan Islam lainnya, memiliki ruang gerak yang sangat sempit sekali.Di kemudian hari
kelahiran Syaikh Yusuf menambah semarak keilmuan, terutama ajaran tasawuf praktis yang cukup
menjadi primadona masyarakat Sulawesi saat itu. Syaikh Yusuf sendiri di samping seorang sufi
terkemuka, juga seorang alim besar multi disipliner yang menguasai berbagai macam disiplin ilmu
agama. Latar belakang pendidikan Syaikh Yusuf menjadikannya sebagai sosok yang sangat
kompeten dalam berbagai bidang. Tercatat bahwa beliau tidak hanya belajar di daerahnya sendiri,
tapi juga banyak melakukan perjalanan (rihlah ‘ilmiyyah) ke berbagai kepulauan Nusantara, dan
bahkan sempat beberapa tahun tinggal di negara timur tengah hanya untuk memperdalam ilmu
agama.Latar belakang keilmuan Syaikh Yusuf ini menjadikan penyebaran tasawuf di di wilayah
Sulawesi benar-benar dilandaskan kepada akidah Ahlussunnah. Ini dikuatkan pula dengan karya-
karya yang ditulis Syaikh Yusuf sendiri, bahwa orientasi karya-karya tersebut tidak lain adalah
Syafi’iyyah Asy’ariyyah. Kondisi ini sama sekali tidak memberikan ruang kepada akidah hulûl atau
ittihâd untuk masuk ke wilayah “kekuasaan” Syaikh Yusuf al-Makasari.

B.Pembagian Tarekat dan Tokoh-Tokohnya

Jumlah Tarekat sebenarnya sangatlah banyak, akan tetapi yang memiliki anggota yang cukup
banyak tersebar sampai saat ini adalah;
 Thoriqoh Naqsabandiyah
Pendiri Thoriqoh Naqsabandiyah ialah Muhammad bin Baha’uddin Al-Huwaisi Al Bukhari (717-791
H). Ulama sufi yang lahir di desa Hinduwan – kemudian terkenal dengan Arifan. Pendiri Thorikoh
Naqsabandiyah ini juga dikenal dengan nama Naksyabandi yang berarti lukisan, karena ia ahli
dalam memberikan gambaran kehidupan yang ghaib-ghaib. Kata ‘Uwais’ ada pada namanya,
karena ia ada hubungan nenek dengan Uwais Al-Qarni, lalu mendapat pendidikan kerohanian dari
wali besar Abdul Khalik Al-Khujdawani yang juga murid Uwais dan menimba ilmu Tasawuf kepada
ulama yang ternama kala itu, Muhammad Baba Al-Sammasi.Thoriqoh Naqsabandiyah
mengajarkan zikir-zikir yang sangat sederhana, namun lebih mengutamakan zikir dalam hati
daripada zikir dengan lisan. Adapun Pokok-pokok ajaran Thoriqoh Naqsabandiyah yaitu:
1. Berpegang teguh dengan akidah ahli Sunnah
2. Meninggalkan Rukhshah
3. Memilih hukum yang azimah
4. Senantiasa dalam muraqabah
5. Tetap berhadapan dengan Tuhan
6. Senantiasa berpaling dari kemegahan dunia.
7. Menghasilkan makalah hudur (kemampuan menghadirkan Tuhan dalam hati)

8. Menyendiri di tengah-tengah ramai serta menghiasi diri dengan hal-hal yang memberi
faedah
9. Berpakaian dengan pakaian orang mukmin biasa.
10. Zikir tanpa suara
11. Mengatur nafas tanpa lali dari Allah
12. Berakhlak dengan akhlak Nabi Muhammad SAW
Ada enam dasar yang dipakai sebagai pegangan untuk mencapai tujuan dalam Thorikoh ini,
yaitu:
 Tobat
 Uzla (Mengasingkan diri dari masyarakat ramai yang dianggapnya telah mengingkari
ajaran-ajaran Allah dan beragam kemaksiatan, sebab ia tidak mampu memperbaikinya)
 Zuhud (Memanfaatkan dunia untuk keperluan hidup seperlunya saja)
 Taqwa
 Qanaah (Menerima dengan senang hati segala sesuatu yang
dianugerahkan oleh Allah SWT)
 Taslim (Kepatuhan batiniah akan keyakinan qalbu hanya pada Allah)
Hukum yang dijadikan pegangan dalam Thoriqoh Naqsabandiyah ini juga ada enam, yaitu:
 Zikir
 Meninggalkan hawa nafsu
 Meninggalkan kesenangan duniawi
 Melaksanakan segenap ajaran agama dengan sungguh-sungguh
 Senantiasa berbuat baik (ihsan) kepada makhluk Allah SWT
 Mengerjakan amal kebaikan
Syarat-syarat untuk menjadi pengikutnya:
 I’tiqad yang benar
 Menjalankan sunnah Rasulullah
 Menjauhkan diri dari nafsu dan sifat-sifat yang tercela
 Taubat yang benar
 Menolak kezaliman
 Menunaikan segala hak orang
 Mengerjakan amal dengan syariat yang benar
 Thoriqoh Qadariyah
Pendiri Tarekat Qadiriyah adalah Syeikh Abduk Qadir Jailani, seorang ulama yang
zahid,pengikut mazhab Hambali. Ia mempunyai sebuah sekolah untuk melakukan suluk dan
latihan-latihan kesufian di Baghdad. Pengembangan dan penyebaran Tarekat ini didukung oleh
anak-anaknya antara lain Ibrahim dan Abdul Salam. Thoriqoh Qodariyah berpengaruh luas di
dunia timur Pengaruh pendirinya ini sangat banyak meresap di hati masyarakat yang dituturkan
lewat bacaan manaqib. Tujuan dari bacaan manaqib adalah untuk mendapatkan barkah,
karena abdul Qadir jailani terkwenal dengan keramatnya.

Dasar pokok ajaran Thariqoh Qadariyah yaitu:


 Tinggi cita-cita
 Menjaga kehormatan
 Baik pelayanan
 Kuat pendirian
 Membesarkan nikmat Tuhan
 Thoriqoh Sadziliyah
Pendiri Tarekat Sadziliyah adalah Abdul Hasan Ali Asy-Syazili, seorang ulama dan sufi besar.
Menurut silsilahnya, ia masih keturunan Hasan, putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti
Rasulullah SAW. Ia dilahirkan pada 573 H di suatu desa kecil di kawasan Maghribi. Ali Syazili
terkenal sangat saleh dan alim, tutur katanya enak didengar dan mengandung kedalaman makna.
Bahkan bentuk tubuh dan wajahnya, menurut orang-orang yang mengenalnya, konon
mencerminkan keimanan dan keikhlasan. Sifat-sifat salehnya telah tampak sejak ia masih kecil.
Pokok ajaran Thoriqoh Sadziliyah yaitu:
 Bertaqwa kepada Allah ditempat sunyi dan ramai
 Mengikutu sunnah dalam segala perbuatan dan perkataan
 Berpaling hati dari makhluk waktu berhadapan dan membelakang
 Ridho dengan pemberian Allah sedikit atau banyak
 Kembali kepada Allah baik senang maupun sedih.
Tarekat Syaziliyah merupakan Tarekat yang paling mudah pengamalannya. Dengan kata lain tidak
membebani syarat-syarat yang berat kepada Syeikh Tarekat. Kepada mereka diharuskan:
a. Meninggalkan segala perbuatan maksiat.
b. Memelihara segala ibadah wajib, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan lain-
lain.
c. Menunaikan ibadah-ibadah sunnah semampunya.
d. Zikir kepada Allah SWT sebanyak mungkin atau minimal seribu kali dalam sehari
semalam dan beristighfar sebanyak seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.
e. Membaca shalawat minimal seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.
 Tarikat Rifaiyah
Pendirinya Tarikat Rifaiyah adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifai. Ia lahir di Qaryah Hasan,
dekat Basrah pada tahun 500 H (1106 M), sedangkan sumber lain mengatakan ia lahir pada tahun
512 H (1118 M). Sewaktu Ahmad berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia lalu diasuh
pamannya, Mansur Al-Batha’ihi, seorang syeikh Trarekat. Selain menuntut ilmu pada pamannya
tersebut ia juga berguru pada pamannya yang lain, Abu Al-Fadl Ali Al Wasiti, terutama tentang
Mazhab Fiqh Imam Syafi’i. Dalam usia 21 tahun, ia telah berhasil memperoleh ijazah dari
pamannya dan khirqah 9 sebagai pertanda sudah mendapat wewenang untuk mengajar. Ciri khas
Tarekat Rifaiyah ini adalah pelaksanaan zikirnya yang dilakukan bersama-sama diiringi oleh suara
gendang yang bertalu-talu.Zikir tersebut dilakukannya sampai mencapai suatu keadaan dimana
mereka dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan, antara lain berguling-guling
dalam bara api, namun tidak terbakar sedikit pun dan tidak mempan oleh senjata tajam.

 Tarikat Khalawatiyah
Tarikat Khalawatiyah ialah suatu cabang dari tarikat Suhrawadiyah yang didirikan di Bagdad oleh
Abdul Qadir Suhrawardi dan Umar Suhrawardi, yang tiap kali menamakan dirinya golongan
Siddiqiyah, karena mereka menganggap dirinya berasal dari keturunan Khalifah Abu Bakar. Bidang
usahanya yang terbesar terdapat di Afghanistan dan India. Memang keluarga Suhrawardi ini
termasuk keluarga Sufi yang ternama. Abdul Futuh Suhrawardi terkenal dengan nama Syeikh
Maqtul atau seorang tokoh sufi yang oelh kawan-kawannya diberi gelar ulama, dilahirkan di Zinjan,
dekat Irak pada tahun 549 H.
Suhrawardi yang lain bernama Abu Hafas Umar Suhrawardi, juga seorang tokoh sufi terbesar di
Bagdad, pengarang kitab “Awariful Ma’arif”, sebuah karangan yang sangat mengagumkan dan
sangat menarik perhatian Imam Ghazali, sehingga seluruh kitab itu di muat pada akhir karya “Ihya
Ulumuddin” yang oleh tarikat Suhrawardiyah serta cabang-cabangnya dijadikan pokok pegangan
dalam suluknya, dan Suhrawardani ini meninggal pada tahun 638 H .

 Tarikat Khalidiyah
Cabang Naqsabandiyah di Turkestan mengaku berasal dari tarekat Thaifuriyah dan cabang-cabang
yang lain terdapat di Cina, Kazan, Turki, India, dan Jawa. Disebutkan dalam sejarah, bahwa tarekat
itu didirikan oleh Bahauddin 1334 M. Dalam pada itu ada suatu cabang Naqsabandiyah di Turki,
yang berdiri dalam abad ke XIX, bernama Khalidiyah.
Menurut sebuah kitab dari Baharmawi Umar, dikatakan, bahwa pokok-pokok tarekat Khalidiyah
Dhiya’iyah Majjiyah, diletakkan oleh Syeikh Sulaiman Zuhdi Al-Khalidi, yang lama bertempat tinggal
di Mekkah. Kitab ini berisi silsilah dan beberapa pengertian yang digunakan dalam tarekat ini,
setengahnya tertulis dalam bentuk sajak dan setengahnya tertulis dalam bentuk biasa. Dalam
silsilah dapat dibaca, bahwa tawassul tarekat inidimulai dengan Dhiyauddin Khalid.

 Tarikat Sammaniyah
Nama tarikat ini diambil daripada nama seorang guru tasawwuf yang masyhur, disebut Muhammad
Samman, seorang guru terikat yang ternama di Madinah, pengajarannya banyak dikunjungi orang-
orang Indonesia di antaranya berasal dari Aceh, dan oleh karena itu terikatnya itu banyak tersiar di
Aceh, bisa disebut terekat sammaniyah. Ia meninggal di Madinah pada tahun 1720 M. Sejarah
hidupnya dibukukan orang dengan nama Manaqib Tuan Syeikh Muhammad Samman, ditulis
bersama kisah Mi’raj Nabi Muhammad, dalam huruf arab, disiarkan dan dibaca dalam kalangan
yang sangat luas di Indonesia sebagai bacaan amalan dalam kalangan rakyat.

 Tarikat ‘Aidrusiyah
Salah satu daripada tarekat yang masyhur dalam kalangan Ba’alawi ialah Al’aidurusiyah, terutama
dalam tasawuf aqidah. Hampir tiap-tiap buku tasawuf menyebut nama Al- aidrus sebagai salah
seorang sufi yang ternama. Keluarga Al’Ahidus banyak sekali melahirkan tokoh-tokoh Sufi yang
terkemuka, diantaranya, di antaranya S. Abdur Rahman Bin Mustafa Al’Aidus, yang pernah menjadi
pembicaraan Al-Jabarti dalam sejarahnya. Al-Jabarti menerangkan, bahwa S.Abdur Rahman
berlimpah-limpah ilmunya, ahli yang mempertemukan hakekat dan syariat sejak kecil ia telah
menghafal Al’Quran 30 jus.

 Tarikat Al-Haddad
Sayyid Abdullah bin Alwi Muhammad Al-Haddad dianggap salah seorang qutub dan arifin dalam
ilmu Tasawuf. Banyak ia mengarang kitab-kitab mengenai ilmu tasawuf dalam segala bidang,
dalam aqidah, tarekat, dsb. Bukan saja dalam ilmu tasawuf, tetapi juga dalam ilmu-ilmu yang lain
banyak ia mengarang kitab. Kitabnya yang bernama : “Nasa’ihud Diniyah”, sampai sekarang
merupakan kitab-kitab yang dianggap penting. Muraqabah termasuk wasiat Al-Haddad yang
penting. Muraqabah artinya selalu diawasi Tuhan, dan orang yang sedang melakukan suluk
hendaknya selalu Muraqabah dalam gerak dan diamnya, dalam segala masa dan zaman, dalam
segala perbuatan dan kehendak, dalam keadaan aman dan bahaya, di kala lahir dan di kala
tersembunyi, selalu menganggap dirinya berdampingan dengan Tuhan dan diawasi oleh Tuhan.
Jika beribadah itu seakan-akan dilihat Tuhan, jika ia tidak melihat Tuhan pun, niscaya Tuhan dapat
melihat dia dan memperhatikan segala amal ibadahnya. Ak-Hadad mengatakan bahwa Muraqabah
itu termasuk maqam dan manzal, ia termasuk maqam ihsan yang selalu dipuji-puji oleh nabi
Muhammad.

 Tarikat Tijaniyah
Salah satu terekat yang terdapat di Indonesia di samping tarekat-tarekat yang lain ialah tarekat
Tijaniyah. Dalam tahun beberapa rekat ini masuk ke Indonesia tidak diketahui orang-orang secara
pasti, tetapi sejak tahun 1928 mulai terdengar adanya gerakan ini di Cirebon. Seorang Arab yang
tinggal di Tasikmalaya, bernama Ali bin Abdullah At-Tayib Al-Azhari, berasal dari Madinah, menulis
sebuah kitab yang berjudul “Kitab Munayatul Murid” (Tasikmalaya, 1928 M), berisi beberapa
petunujk mengenai hakikat ini, dan kitab itu terdapat tersebar luas di Cirebon khususnya, dan di
Jawa barat umumnya. Pendirinya seorang ulama dari Algeria, bernama Abdul Abbas bin
Muhammad bin Mukhtar At-Tijani, lahir di ‘Ain Mahdi pada tahun 1150 H, (1737-1738 M).
Diceritakan bahwa dari bapaknya ia keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib, sedang nama Tijani
adalah dari Tijanah dari keluarga ibunya. Terekat ini mempunyai wirid yang sangat sederhana, dan
wazifah yang sangat mudah. Wiridnya terdiri dari istighfar seratus kali, shalawat seratus kali, dan
tahlil seratus kali. Boleh dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Di Cirebon tarekat Tijani ini
pernah tersiar dengan suburnya di bawah pimpinan Kiyai Buntet dan saudaranya Kiyai Anas di
desa Martapada, dekat kota Cirebon.

Anda mungkin juga menyukai