Anda di halaman 1dari 7

PRIODESASI DAN TOKOH-TOKOH NAHWU BASRAH

Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Mazhab Bahasa dan Sastra Arab

Oleh:
Lalu Muhamad Rusdi Fahrizal
20201012005

PROGRAM MAGISTER BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2021
A. Latar Belakang

Hampir semua pakar Linguistik bersepakat bahwa Ilmu Nahwu muncul di


zaman Ali Bin Abi Thalib menjadi Khalifah, gagasan tersebut dikuatkan oleh
beberapa faktor diantaranya faktor agama, sosial dan budaya. 1 Yang dimaksud
factor agama disini yaitu pemurnian Al-Qur’an dari salah baca(lahn). Dari factor
social dan budaya, bangsa Arab dikenal dengan fanatisme yang tinggi terhadap
bahasa yang dia miliki. Hali ini mendorong mereka untuk memurnikan bahasa
Arab dari pengaruh asing.
Ilmu Nahwu (gramatikal bahasa Arab) sejak awal perkembanganya sampai
sekarang senantiasa menjadi bahan kajian yang dinamis di kalangan para pakar
linguistik bahasa Arab. Hampir semua pakar agama Islam sejak ahkir abad
pertama Hijriah sampai sekarang mempunyai penguasaan yang baik terhadap ilmu
Nahwu.bahkan tidak jarang bagi mereka yang jadi pakar dibidang Nahwu di
samping kepakaran mereka dibidang agama.
Bagi para linguis bahasa Arab, atau pemerhati ilmu Nahwu hususnya,
pembelajaran Nahwu dari persefektif sejarah merupakan suatu hal yang penting
untuk dilakukan, karena itu cakrawala para linguistik mengetahui tentang
dinamika ilmu Nahwu yang menjadi luas dan pada ahirnya pada dalam diri
mereka akan tumbuh toleransi yang tinggi terhadap perbedaan-perbedaan yang
ada.
Syauqi Dhaiyf pakar lingiustik mengklarifikasikan aliran ilmu Nahwu
menjadi lima bagian, yaitu Basrah, Kuffah, Bagdhad, Andalus dan Mesir. Karya-
karya monumental para pakal ilmu Nahwu sejak abad permulaan sampai
pertengahan abad k 20 M banyak khazanah yamg terlalu penting untuk
dilewatkan. Atas dasar kenyataan tersebut, penulis makalah ini memaparkan
secara global tokoh-tokoh ilmu Nahwu di abad permulaan.

B. Pembahasan
Madrasah Basrah merupakan madrasah pertama yang membuat istilah
nahwiyah yang digunakan sampai sekarang. Para linguis Basrah dalam
mengembangkan ilmu nahwu menggunakan metode qiyas, ta’lil, ta’wil, sima’ dan

1
. Syauqi Dlaif, Al-Madarisun an-Nahwiyyah (Mesir: Darul Ma’arif ) 1968 hlm 11
riwayah yang menghasilkan teori ‘Amil. Periode ini dimulai sejak masa Abu
Aswad. Namun, karakteristik Basrah muncul ketika masa Imam Khalil dan
Sibawaih
Mengenai tokoh yang dapat disebut sebagai peletak batu pertama nahwu,
ada perbedaan dikalangan para ahli. Sebagian ahli mengatakan peletak batu
pertama ilmu Nahwu adalah Abu Aswad Al-Dualiy, sebagian yamh lain
mengatakan Abdurrahman bin Hurmus, dan ada juga yang megatakan Nashr bin
Ashim2. Namun dari perbedaan tersebut pendapat yang paling popular dan diakui
oleh mayoritas ahli sejarah yaitu Abu Aswad. Pendukung pendapat tersebut
dilihat dari golongan ahli sejarah terdahulu diantaranya Ibnu Qutaibah (272H),
Al-Mubarrod (285H). As-Syairafi (368H), Ar-rhogib Al-Asfahaniy (502H), dan
As-Shuyuti (911H). sedangkan dari golongan Nahwu kontemporer antara lain
Kamal Ibrahim, Musthofa As-Saqo, dan Ali-Anjdiy Nashif. 3 Penokohan Abu al-
Aswad didasarkan atas jasa-jasanya yang foundamental dalam
membidangilahirnya ilmu Nahwu.
Abu al-Aswad merupakan orang pertama yang mendapat kepercayaan dari
khalifah Ali bin Abi Thalib untuk menangani permasalahan dalam kesalahan
gramtikal bahasa Arab dikalangan masyaakat awam. Khalifah Ali memlihnya
untuk hal itu karena ia merupakan masyarakat Basroh yang berpikiran genius,
berwawasan luas, dan berkemampuan tinggi dalam bahasa Arab.4
Sekalipun Abu al-aswad al-Dualy berjasa dalam memberi syakl dalam Al-
Qur’an, dia belum dapat dikatakan tokoh sejati dalam bidang ilmu Nahwu, karena
yang dia lakukan itu semata-mata usaha pengalihan kode bunyi vocal yang sudah
ada dalam bentuk tulisan(berupa titik),dan belum sampai pada pembentukan ilmu
kaidah-kaidah ilmu Nahwu. Demikian juga, apa yang dilakukan oleh Yahya bin
Ya’mur dan Nashr bin ‘Ashim mereka masih membentuk beberapa istilah yang
belum sampai pada kaidah-kaidah ilmu Nahwu. Tokoh-tokoh Nahwu basroh yang
terkenal diantaranya Ibnu Abi Ishaq, Isa bin Umar,Abu Amr bin Al-A’la, dan
Yunus bin Hubaib.

2
. Ibid hlm 13
3
. Al-Fadlali, Abdul Hadi, Marakizu Ad-Dirosah al-Nahwiyah, (Bairut:Al-Manar 1986)
hlm 17
4
.Ibid hlm 8
Abdullah bin Ishaq (117H), dialah orang yang pertama merumuskan
kaidah-kaidah Nahwu, menerapkan prinsip-prinsip analogi, dan meerangkan
berbagai alasan secara linguistis. Kepeduliaanya terhadap prisip analogi tidak
hanya dia terpakan pada persoalan Nahwu, tetapi ia tanamkan pola piker terhadap
murid-muridnya. Dengan metode ini dia banyak menentang Farazdaq, seorang
penyair ulung yang dinilainya banyak menyalahi kaidah bahasa Arab. Misalnya,
dia menyalahkan Farazdaq dalam syairnya.
“wa’adldlu zamanin ya bina marwana lam yada’ min al-mali illa
mushatan aw mujarrafau”
Kata mujarrafau dibaca rofa’ menurutnya tidak benar, karena menyalahi
aturan kaidah nahwu. Kata itu seharusnya mujarrafaa dibaca nashob karena di
athofkan pada mushathan.dengan penentangnya itu ia ingin menunjukan bahwa
seorang penyair, bagaimanapun fasihnya, tidak boleh menyalahi kaidah Nahwu.
Ketegguhannya berpegang pada analogi (qiyas) membuatnya tidak takut
untuk bertentangan dengan jumhur al-qurra (para ahli baca Al-Qur’an). Sebagai
contoh perbedaan pendapatnya “as-sariqu wa al-sariqatu faqtha’u aydiya huma”
para qurra membaca as-sariqu wa al-sariqatu sebagai mutada’ ‘subjek’ yang
khobarnya ‘predikat-nya’ berupa klausa faqtha’u aydiya huma, sedangkan Ibnu
Ishaq menggunakan dengan nashob “as-sariqa wa al-sariqata faqtha’u aydiya
huma” sebagai maf’ul bih.
Sampai pada ahir hayatnya Ibnu Al-Ishaq tidak meninggalkan satu
bukupun tentang Nahwu. Ilmu yang berharga dia sampaikan kepada muridnya
secara lisan melalui mukhadaroh dan pengajian di berbagai tempat.
Tokoh selanjutnya Isa bin Umar, ia seorang penduduk Basroh dan murid
ddari Ibnu Ishaq. Seperti gurunya dia menjunjung tinggi prinsip analogi dan
berusaha menerapkannya dalam menghadapi berbagai persoalan yang berkaitan
dengan tata bahasa. Dia banyak mengeritik syair-syair yang menyalah gunakan
prinsip ilmu Nahwu, baik syair yang ditulis pada masaanya ataupu syair yang
ditulis oleh pendahulunya, bahkan syair Jahiliy seperti karya Nabighah al-
Dzubyani, dalam beberapa bacaan Al-Qur’an ia berbeda pendapat dengan jumhur
ulama’ seperti pada ayat “Haulai banatiy hunna athharu lakum”. Jumhur ulama’
membaca rofa’ karena kata atharu sebagai Khobar dari kata hunna, sedangkan ia
membaca nashob kata atharu sebagai hal dan menjadikan hunna sebagai dhamir
fashl.
Pengaruh lain yang dirasakan oleh muridnya, seperti Khalil bin Ahmad
dan generasi sesudahnya, yaitu ide tentang adanya unsur yang terdilisi pada
struktur kalimat. Isa bin Umar telah meletakkan dasar penting yang menunjukan
kedalaman rasa bahasaya. Dia lebih memilih menashabkan kata-kata yang
dikalngan orang Arab yang jadi perdebatan, apakah itu nahsob atau rofa’ karena
nashob lebih ringan secara fonologi.
Abu amr bin Al-A’la merupakan penduduk Basroh dan salah satu dari
Murid Ibnu Ishaq. Hanya saja, disamping dia terkenal dengan ahli Nahwu, dia jua
terkenal dengan ahli baca Al-Qur’an, penyair, dan ahli hisab. Kemashurannya
sebagai salah satu dari tujuh orang yang dijadikan panutan membaca Al-Qur’an
hampir mengalahkan kemashurannya sebagai ahli Nahwu. Oleh sebab itu Imam
Sibawaih tidak meriwayatkan darinya masasalah Nahwu, kecuali beberapa hal
yang berkaitan secara umum.
Namun demikian, dia meniggalkan beberapa gagasan Nahwu yang asli,
seperti pendapatnya tentang nahsab pada kata rajulan dalam kalimat hadza
muhammadun rojulan. Menurutnya kata rajulan itu dinashabkan karena menjadi
hal, bukan tamyis sebagai mana pendapat ulama lainyya.
Tokoh ulama’ Nahwu selanjutnya yaitu Yunus bin Hubaib. Dalam
umurnya yang cukup Panjang ia banyak belajar bahasa Arab secara umum. Ia
sempat berguru kepada Ibnu Ishaq, Isa bin Umar, dan Abu Amr. Ia juga sempat
tinggal dikalangan suku Badui, pengalamnnya yang beragam menjadikannya
sebagai ahli bahasa dan dialek yang terkenal. Ia juga Menyusun bebrapa karangan
tentang kebahasaan. Halaqah yang dia adakan di kota Bashroh banyak diikuti oleh
masyarakat dari berbagai penjuru kota ini, dari halaqah tersebut lahir ulama
Nahwu terkenal seperti Abu Ubaidah dan Sibawaih. Dalam bukunya yang
terkenal “al-kitab” Sibawaih bahkan sering menyebut namanya akan tetapi,
penyebutanya berkaitan dengan kebahasaan, dan bukan pendapatnya tentang
Nahwu, karena masalah Nahwu Sibaawai lebih sering menyebut Khalil bin
Ahmad.
C. Kesimpulan
Mengenai tokoh yang dapa disebut sebagai peletak batu pertama nahwu,
ada perbedaan dikalangan para ahli. Sebagian ahli mengatakan peletak batu
pertama ilmu Nahwu adalah Abu Aswad Al-Dualiy, sebagian yamh lain
mengatakan Abdurrahman bin Hurmus, dan ada juga yang megatakan Nashr bin
Ashim.Abu al-Aswad merupakan orang pertama yang mendapat kepercayaan dari
khalifah Ali bin Abi Thalib untuk menangani permasalahan dalam kesalahan
gramtikal bahasa Arab dikalangan masyaakat awam.
Sekalipun Abu al-aswad al-Dualy berjasa dalam memberi syakl dalam Al-
Qur’an, dia belum dapat dikatakan tokoh sejati dalam bidang ilmu Nahwu, karena
yang dia lakukan itu semata-mata usaha pengalihan kode bunyi vocal yang sudah
ada dalam bentuk tulisan(berupa titik),dan belum sampai pada pembentukan ilmu
kaidah-kaidah ilmu Nahwu. Demikian juga, apa yang dilakukan oleh Yahya bin
Ya’mur dan Nashr bin ‘Ashim mereka masih membentuk beberapa istilah yang
belum sampai pada kaidah-kaidah ilmu Nahwu. Tokoh-tokoh Nahwu basroh yang
terkenal diantaranya Ibnu Abi Ishaq, Isa bin Umar,Abu Amr bin Al-A’la, dan
Yunus bin Hubaib.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Fadlali, Abdul Hadi, Marakizu Ad-Dirosah al-Nahwiyah, (Bairut:Al-Manar 1986)
Syauqi Dlaif, Al-Madarisun an-Nahwiyyah (Mesir: Darul Ma’arif ) 1968

Anda mungkin juga menyukai