Anda di halaman 1dari 10

PEMIKIRAN IBN HISYAM TENTANG NAHWU

Fauziyah Kurniawati (20201011024)


Jamaluddin Abdullah bin Yusuf bin Ahmad bin Abdullah bin Hisyam al-Anshari al-Mishriy

(708–761 H. / 1309 –1360 M.)

Pemikiran Ibn Hisyam tentang Nahwu


Biografi Ibn Hisyam
Ibn Hisyam merupakan salah satu tokoh Nahwu Mesir. Ibn Hisyam menetap di Mesir. Pada awalnya Ibn Hisyam menganut madzhab Syafi’i dalam bidang
fikih dan dipercaya menjadi dosen ilmu tafsir di Kairo. Menjelang kurang lebih lima tahun sebelum wafatnya, ia berafiliasi pada madzhab Hambali. Hal
tersebut ia lakukan sebagai batu loncatan untuk mendapatkan peluang menjadi pengajar di madrasah yang bermadzhab Hambali di Mesir kala itu. Maka
atas inisiatifnya itu, ia menghafal al-Mukhtashar karya al-Kharqiy dalam jangka waktu tidak lebih dari empat bulan.

Ibn Hisyam berguru kepada beberapa ulama’


besar, yaitu Syihab Abdul Lathif bin al-Marhal,
Dilahirkan di Kairo pada bulan
Ibn al-Siraj, Abi Hayyan, dan Taj al-Tibriziy.
Dzulqa’dah tahun 708 H.
Kecerdasan yang dimilikinya menjadikannya jauh
lebih unggul dibanding teman-teman
seperguruannya, sehingga popularitasnya
membuat para penuntut ilmu berdatangan dari
berbagai penjuru untuk berguru dan menimba
ilmu darinya.

Lahir Wafat
1309 M 1360 M

Peran dan posisi Ibn Hisyam dalam ilmu


Nahwu telah menyerupai kedudukan
seorang mujtahid. Disebutkan bahwa Ibn Ia meninggal dunia di Mesir
Hisyam merupakan sosok alim pelopor pada malam Jum’at bulan
kajian-kajian Nahwu secara ilmiah dan Dzulqa’dah tahun 761 H.
terperinci. Bahkan Ibn Khaldun,
sebagaimana dikutip oleh Abd al-Salim
Mukrim, menganggap tingkat kepakarannya
dalam ilmu Nahwu di atas Imam Sibawaihi.

Pemikiran Ibn Hisyam tentang Nahwu


Karya-karya Ibn Hisyam
Sebagai seorang yang aktif mengajar di berbagai lembaga pendidikan, ia telah banyak menulis dan menyusun sejumlah karya sebagai wadah
menuangkan ide-idenya yang cemerlang. Adapun karya yang telah dihasilkannya di antaranya adalah:

1) Qatr al-Nada wa Ballu al-Sada 12) Mughni al-Labib ‘An Kutub al-A’arib
2) Syarh Qatr al-nada wa Ballu al-Sada 13) al-Raudat al-Adabiyyah Fi Syawahidi Ulum al-Arabiyyah
3) Syuzur al-Zahab Ila Ma’rifati Kalam al-Arab 14) Sebuah risalah tentang beberapa masalah Nahwu
4) Syarh Syuzur al-Zahab Ila Ma’rifati Kalam al-Arab 15) Risalah tentang penggunaan al-Munada Fi Tis’i Ayat Min al-
Qur’an
5) al-I’rab ‘An Qawaid al-I’rab
16) Mas’alatu I’tirad al-Syart Ala al-Syart
6) Muqid al-Azhan wa Muqiz al-Wizan
17) Fawj al-Syaza Fi Mas’alat Kaza
7) al-Alghar
18) Syarh Qasidati al-Lagziyah Fi Masa’il al-Nahwiyah
8) Awdah al-Masalik Ila Alfiyat Ibn Malik
19) Syarh Banat Su’ad
9) Syarh al-Tashil Li Ibn Malik
20) Syawarid al-Milan wa Mawarid al-Minah
10) al-Jami’ al-Kabir
21) Mukhtasar al-Intisaf Min al-Kasysyaf
11) al-Jami’ al-Saghir

Pemikiran Ibn Hisyam tentang Nahwu


Sikap Ibn Hisyam terhadap Prinsip Pokok Ilmu Nahwu
Sebagai seorang ahli di bidang Nahwu, Ibn Hisyam tentu memiliki sikap-sikap yang sifatnya prinsipal
dalam bidang qawaid atau tata bahasa.

Sikap dominan yang paling tampak dari beliau dalam hal Kendati demikian, bukan berarti Ibn Hisyam mengabaikan
ini yaitu lebih mengutamakan mengambil pola penggunaan qiyas (analogi). Ia menjadikan qiyas sebagai
perubahan kata berdasarkan sima’ (pendengaran); yang patokan utama dalam menentukan benar salahnya suatu
menurut Imam as-Suyuti merupakan ungkapan yang nash atau teks. Sedangkan sima’ lebih sering digunakan
dipercayai kefasihannya, yakni mencakup firman Allah, dalam memberikan penilaian terhadap kebenaran suatu
sabda Nabi, dan ungkapan-ungkapan orang Arab, ungkapan.
daripada berdasarkan qiyas (analogi) dalam menetapkan
Adapun yang dijadikannya sebagai patokan sima’ yaitu al-
kaidah Nahwu dan Sharraf.
Qur’an, hadits Nabi, dan ungkapan orang-orang Arab
Sikap Ibn Hisyam tersebut dapat dilihat dengan tingginya yang fasih, baik berupa syair maupun prosa. Dari ketiga
frekuensi istisyhad (pembuktian) perihal apa yang sumber sima’ tersebut, Ibn Hisyam menjadikan al-Qur’an
dikatakannya dengan ayat-ayat al-Qur’an, hadits-hadits sebagai sumber utama pengambilan contoh-contoh
Nabi, serta syair dan prosa orang-orang Arab. ungkapan, di antaranya menjadikan qira’at-qira’at sebagai
hujjah.

Pemikiran Ibn Hisyam tentang Nahwu


Pemikiran Ibn Hisyam tentang Nahwu
Ibn Hisyam mempunyai metode sendiri dalam meracik kitab-kitabnya. Ia sangat terkenal dengan ahli Nahwu yang
senang menggabungkan antara dua mazhab nahwu; Bashrah dan Kufah.

Ibn Hisyam tidak condong pada mazhab tertentu. Selain menggabungkan dan memilah milih berbagai
Terkadang ia menyebutkan pendapat semua mazhab lalu pendapat jumhûr ulama, Ibn Hisyam sangatlah lihai dan
diambil yang paling râjih menurut mayoritas ulama, cermat dalam membuat pembagian (taqsîmât), yang tidak
namun terkadang ia juga menggabungkan dua pendapat banyak dilakukan oleh ulama-ulama sebelum ataupun
sekaligus (talfîq) dalam satu permasalahan. Terkadang ia sesudahnya. Selain itu, dalam kitab-kitabnya, Ibn Hisyam
condong ke Bashrah, dan terkadang ia berpaling ke memberikan sebuah permasalahan yang mungkin tidak
Kufah. Dan ada kalanya pula ia meruntuhkan suatu ditemukan selain dalam kitabnya, dan inilah yang
pendapat dengan dalil yang dibuatnya. menjadikan karyanya selalu dipakai oleh umat muslim
sampai saat ini.
Di samping dukungan dan penolakannya terhadap
sejumlah pandangan aliran Bashrah dan Kufah seperti
dalam permasalahan I’rab, Ibn Hisyam juga memilih
pandangan-pandangan aliran Baghdad dan Andalus,
serta sering menolak pandangan-pandangan yang dianut
oleh az-Zamakhsyari.

Pemikiran Ibn Hisyam tentang Nahwu


Contoh Beberapa Qadliyah yang ditemukan
 Dalam bab isim, misalnya, Ibn Hisyam menggugat al-  Pandangannya yang menganut aliran Kufah dapat
Farra, ulama periode ke-3 dalam madrasah Kufah, Ibn dilihat ketika ia mengukuhkan pandangan Yunus bin
Sarraj, seorang ulama masa terakhir madrasah Kufah Habib bahwa kata “ukhtun” dan “bintun” bukan
dan mayoritas pendapat ulama Kufah yang berfungsi sebagai ta’nits.
mengatakan bahwasanya kata “ni’ma”, “bi’sa”, ‘asa” dan
 Ibn Hisyam membantah Imam Zamakhsyari yang
“la’alla” termasuk dalam kategori huruf bukan isim. Dan
mengatakan bahwa huruf “lan” mengandung makna
dalam hal ini ia sependapat dengan ulama Bashrah.
kelanjutan (al-Ta’bid) dan Ibnu Sarraj yang mengatakan
 Dalam permasalahan âmil fi’il mudhari’ , Ibn Hisyam bahwa “lan” mengandung makna doa. Ia mengatakan
justru memuji dan mengiyakan seorang al-Farra –yang sesungguhnya “lan” hanya bermakna pengingkaran (al-
ia bantah pada permasalahan di atas– yang Nafyu), dan menjadikan sebuah verba ke waktu yang
mengatakan bahwa âmil fi’il muḍâri’ adalah terlepasnya akan datang (al-Istiqbâl). Pendapat ini ia tuliskan di Qotr
ia dari huruf nashab dan jâzm. Kali ini ia menginduk al-Nadâ. Namun dalam kitab Mughni al-Labîb dan
pada Kufah dan harus membantah perkataan ulama Awdhah al-Masâlik ia justru mengatakan bahwa “lan”
Bashrah dengan berbagai dalil. dapat bermakna doa, sebagaimana pendapat Ibn
Sarraj yang ia bantah.
 Corak pandangannya yang cenderung kepada aliran
Bashrah ialah bahwa ia banyak menganut pandangan
Sibawaihi, antara lain bahwa mubtada’ marfu’ lil ibtida’
dan khabar marfu’ oleh mubtada’, kaana wa
akhawatuha berfungsi merofa’ isimnya dan menashab
khabarnya.

Pemikiran Ibn Hisyam tentang Nahwu


Semua metode yang dilakukan Ibnu Hisyam sama sekali tidak mengurangi
kepiawaiannya dalam ilmu Nahwu, justru inilah hakikat seorang ahli dan pakar dalam
suatu ilmu. Tulisannya tidak mungkin dibuat tanpa adanya landasan yang sempurna.

Ini bukan berarti Ibn Hisyam tidak konsisten. Sebab bahwasanya perbedaan dalam
mazhab Nahwu tidak begitu krusial dibanding Fikih. Dan ulama mutaakhirin biasanya
menggunakan metode seperti ini dalam berbagai karyanya. Namun di antara
deretan ulama, Ibn Hisyam lah yang paling menonjol dalam hal demikian.

Pemikiran Ibn Hisyam tentang Nahwu


Daftar Pustaka
Afandy, Muhammad Sabit, at.al., (1933). Dairat al-Ma’arif al-Islamiyyah (Juz I). Turan: Bun Jambariy Mansyurat Bahnan.
al-Afganiy, Sa’id. (1978). Min Tarikh al-Nahw (Cetakan 2). t.tp: Dar al-Fikr,
al-Anshari, Ibn Hisyam. (1985). Mughni al-Labib ‘An Kutub al-A’arib (Cetakan 6), ditahqiq oleh Dr. Mazin dan Muhammad Ali Hamadullah.
Beirut: Dar al-Fikri.
Derry, Muhammad Syukur. (2014). “Mughny al-Labib (Telaah terhadap Kaidah Linguistik Ibn Hisyam)”, dalam Jurnal Adabiyah Vol. XIV, No. 2.
Dlaif, Syauqi. (1968). al-Madaris al-Nahwiyyah (Cetakan 7). Kairo: Dar al-Ma’arif.
Mukrim, Abd al-Salim. (1965). al-Qur’an al-Karim wa Atsaruhu fi ad-Dirasat al-Nahwiyah. Kairo: Dar al-Ma’arif,
al-Suyutiy, Jamaluddin Abdurrahman. (1964). Bugyat al-Wu’at ‘an Tabaqat al-Nahwiyat wa al-Lughawiyyin (Cetakan 1). Mesir: Isa al-Bab al-
Halaby wa Syarikah.
___________. (t.th.). al-Iqtirah Fi Ilmi Usul al-Nahw. Haedar Abad al-Dakn: t.p.).
Al-Tahtawiy. (t.d.). Nasy’at al-Nahw.
https://bacalatansa.com/ibnu-hisyam-al-anshari-madrasah-dengan-komposisi-dua-mazhab/, diakses pada 07/04/2021, 04:00 am.

Pemikiran Ibn Hisyam tentang Nahwu


Thank You!

Anda mungkin juga menyukai