Pendahuluan Bahasa adalah lafadz-lafadz yang diungkapkan suatu kaum untuk menunjukkan
maksud mereka. Inilah definisi bahasa yang sering kita dengar dalam buku-buku Arab yang
menjelaskan arti dari bahasa, yaitu sebuah ungkapan yang menunjukkan maksud yang
dikehendaki oleh seseorang. Diantara bahasa-bahasa tersebut adalah bahasa Arab, bahasa
Inggris, bahasa Indonesia dan lain sebagainya. Dalam kesempatan kali ini penulis akan
mencoba membahas sedikit tentang bahasa Arab. Perlu kita ketahui bahwa banyak sekali
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan bahasa Arab, diantaranya adalah ilmu nahwu dan sorf yang
kajiannya adalah struktur-struktur penulisan dan pengucapan akhir kata dalam bahasa Arab
baik berdasarkan I’rab dan bina’nya ataupun tidak didasarkan pada keduanya. Ada juga ilmu
bahasa yang lebih menekankan pada kosakata atau bias disebut juga sebagai study kosakata
atau kamus. Selain dari itu semua ada kajian bahasa yang tujuannya lebih luas dari hanya
sekedar mempelajari bahasa itu sendiri, yaitu Fiqh Al-lughah. Ketika berbicara tentang fiqh
al-lughah maka kita tidak bisa hanya mengaitkannya hanya pada bahasa itu sendiri, karena
kajian fiqh al-lughah sesungguhnya lebih pada mempelajari bahasa untuk mengetahui
kebudayaan suatu kaum tertentu. Kalau dibagi lagi, sebenarnya ilmu-ilmu yang tersebut
diatas bisa kita bagi lagi secara global menjadi dua disiplin keilmuan, yaitu ilmu al-lughah
dan fiqh al-lughah. Para ulama klasik banyak yang menyamakan antara kedua istilah tersebut,
beda dengan para ilmuan bahasa modern yang membedakan antara keduanya. Untuk
pembahasan penulis kali ini adalah fiqh al-lughah menurut Ali Abdul Wahid Wafi.
Pembahasan Secara bahasa ilmu berarti pemahaman mendalam, pengetahuan, pengalaman
akan sesuatu yang nampak pengaruhnya secara indrawi, sedangkan fiqh adalah pemahaman
dan pengetahuan, atau lebih jelasnya pengetahuan akan sesuatu dan pemahaman akannya.
Dari definisi ini bisa dilihat jelas bahwa fiqh al-lughah memiliki kajian yang lebih luas dari
ilmu al-lughah itu sendiri karena cakupan fiqh al-lughah bisa menyentuh ilmu al-lughah itu
sendiri. Perlu kita ketahui terlebih dahulu, bahwa DR. Ali Abdul Wahid Wafi adalah ulama
bahasa modern, maka sewajarnyalah jika beliau membedakan antara fiqh al-lughah dengan
ilmu al-lughah. Dan perlu diketahui juga bahwa antara kajian fiqh al-lughoh pada masa klasik
dan modern memiliki beberapa ciri yang berbeda yaitu: kalau fiqh al-lughah pada masa klasik
selalu membicarakan bahasa dari aslul-lughah, maka tidak demikian dengan bahasan yang
ada dalam fiqh al-lughah di masa modern. Pembahasan fiqh al-lughah di masa modern
mencakup bahasan tentang ilmu al-lughah dan fiqh al-lughah itu sendiri, suku bangsa bahasa
semit(seperti yang ada dalam buku fiqh al-lughah karangan beliau) selain itu juga fiqh al-
lughah masa modern juga membahas tentang pengertian bahasa dan juga problematika-
problematika yang ada dalam bahasa Arab itu sendiri. Ada beberapa ilmuwan yang
membedakan antara fiqh al-lughah dengan disiplin ilmu barat yang sering diidentikkan
dengan fiqh al-lughah yaitu filologi. Adapun alasan para ilmuwan ini membedakan antara
fiqh al-lughah dengan filologi adalah: 1. Dalam fiqh al-Lughah, orang Arab tidak membahas
masalah asal-usul bahasa. Lain halnya dengan para filolog Barat dalam filologinya. 2.
Filologi lebih cenderung bersifat komparatif, sedangkan orang Arab dengan fiqh al-
lughahnya, tidak pernah melakukan pembandingan bahasa. 3. Filologi lebih cenderung
membahas bahasa yang sudah mati, sedangkan fiqh al-lughah tidak pernah membahas bahasa
demikian. 4. Para filolog mengkaji dialek-dialek Indo-Eropa, sedangkan orang Arab
mengkaji bahasa Alqur’an. Mereka yang membedakan antara fiqh al-lughah dengan filologi
beranggapan bahwa fiqh al-lughah sama dengan ilmu al-lughah. Selain dari pendapat di atas,
ada juga beberapa ilmuwan yang membedakan antara fiqh al-lughah dengan ilmu al-lughah.
Adapun perbedaan-perbedaan antara dua disiplin ilmu tersebut adalah: 1. Cara pandang ilm
al-lughah terhadap bahasa berbeda dengan cara pandang fiqh al-lughah. Yang pertama
memandang/mengkaji bahasa untuk bahasa, sedangkan yang kedua mengkaji bahasa sebagai
sarana untuk mengungkap budaya. 2. Ruang lingkup kajian fiqh al-lughah lebih luas
dibanding ilmu al-lughah. Fiqh luggah ditujukan untuk mengungkap aspek budaya dan sastra.
Para sarjananya melalukan komparasi antara satu bahasa dengan bahasa lain. Bahkan
membuat rekonstruksi teks-teks klasiknya guna mengungkap nilai-nilai budaya yang
dikandungnya. Sedangkan ilmu al-lughah hanya memusatkan diri pada kajian struktur
internal bahasa saja. 3. Secara historis, istilah fiqh al-lughah sudah lebih lama digunakan
dibanding istilah ilmu al-lughah. 4. Sejak dicetuskannya, ilmu al-lughah sudah dilabeli kata
ilmiah secara konsisten, sedangkan fiqh al-lughah masih diragukan keilmiahannya. 5.
Mayoritas kajian fiqh al-lughah bersifat historis komparatif, sedangkan ilmu al-lughah lebih
bersifat deskriptif sinkronis. Di sini maka Nampak jelas perbedaan antara kedua disiplin ilmu
tersebut. Bahkan DR. Ali Abdul Wahid Wafi sendiri membedakan antara kedua disiplin ilmu
tersebut, hal itu nampak dengan adanya dua buku berbeda yang dikarang oleh beliau, yaitu
Ilmu Al-lughah yang di dalamnya membahas tentang bahasa itu sendiri, dan Fiqh Al-lughah
yang di dalamnya membahas bahasa untuk mengetahui budaya. Dalam buku fiqh al-lughah
karangannya(DR. Ali Abdul Wahid Wafi) tidak ada pengertian secara langsung apa yang
dimaksud dengan fiqh al-lughah, tetapi bahan ajar yang ada di dalamnya langsung
menunjukkan kajian dari fiqh al-lughah. Di dalam bukunya tersebut langsung membahas
tentang suku bangsa semit baik dari pengertian dari semit itu sendiri, awal mula muncul
bahasa-bahasa semit, dan perkembangan-perkembangannya. Dalam bukunya terdapat enam
bab dengan tujuh pasal. Ke enam bab tersebut semuanya membahas tentang bahasa-bahasa
yang termasuk dalam rumpun bahasa semit yaitu: bahasa Akkadiyah, bahasa Kan’aniyah,
bahasa ‘ibriyyah, bahasa Aramiyah, bahasa Yaman kuno, bahasa Ethiopia semit, dan bahasa
Arab. Diantara bahasa-bahasa di atas maka bahasa yang paling banyak penjelasannya dalam
buku tersebut adalah bahasa Arab. Karena dalam buku tersebut bahasa Arab tidak hanya
dilihat dari sisi kemunculan sampai perkembangannya saja, tetapi bahasa Arab juga dibahas
dari berbagai sisi, baik pengaruh Al-qur’an terhadap bahasa Arab, dialektika-dialektika
bahasa Arab, keutamaannya dibanding bahasa lain dan sebagainya. Selain membahas bahasa-
bahasa semit, dalam bukunya juga terdapat pembahasan tentang kosakata, juga tentang
susunan-susunan kata. Sebenarnya hampir semua buku tentang fiqh al-lughah tidak
menjelaskan dengan pasti apa arti dari fiqh al-lughah itu sendiri, contohnya pembahasan fiqh
al-lughah yang terdapat dalam buku as-shohabi karangan ibnu faris yang hanya mengatakan
bahwa fiqh al-lughah dibagi dua yaitu pada aslun dan far’un, aslun adalah asal usul bahasa,
perkebangannya dan lain sebagainya, sedangkan far’un adalah study tentang kosakata dan
sebagainya. Tetapi iya menambahkan lagi bahwa bagi orang yang ingin mengetahui aslun
maka orang tersebut harus mendalami fiqh al-lughah. Kesimpulan Jadi menurut DR. Ali
Abdul Wahid Wafi tentang fiqh al-lughah berdasarkan bukunya adalah ilmu yang memplajari
tentang bahasa-bahasa semit mulai dari munculnya hingga perkembangannya, dan juga ilmu
tentang kosakata dan susunan bahasa Arab serta problematika-problematika yang ada dalam
bahasa Arab.
Daftar Puataka
Syaikh Al-iskandari dan Syaikh Musthofa ‘anafi, Al-wasith, mesir, darul-ma’arif
http://daysubangkit.wordpress.com/2010/04/27/fiqh-lughah-versus-ilmu-lughah/ Ali Abdul
wahid Wafi, fiqh Al-lughah, lajnatu lisan al-‘arabi, 1962.
Terdapat beberapa nama yang biasa digunakan oleh para
ahli bahasa untuk menamai ilmu yang berurusan dengan bahasa. Banyaknya nama
itu disebabkan oleh banyaknya ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek
kajiannya. Menurut Sudaryanto (1996) minimalnya ada lima macam ilmu yang
menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya, yaitu:
1. ilmu tentang bahasa atau ilmu-ilmu tentang aspek-aspek bahasa. Dalam hal
ini bahasa digunakan dalam arti harfiah;
2. ilmu atau ilmu-ilmu tentang bahasa. Dalam hal ini bahasa digunakan dalam
arti metaforis;
3. ilmu atau ilmu-ilmu yang salah satu dasarnya bahasa. Kadang dalam hal ini
bahasa menjadi dasar utama;
4. ilmu atau ilmu-ilmu tentang pendapat mengenai bahasa, dan
5. ilmu atau ilmu-ilmu tentang ilmu bahasa atau ilmu-ilmu mengenai ilmu
bahasa.
Dari kelima macam ilmu yang disebutkan di atas, nampaknya hanya nomor (1) yang
dapat dikatakan sebagai ilmu yang benar-benar menjadikan bahasa sebagai objek
kajiannya, yaitu ilmu tentang bahasa atau ilmu-ilmu tentang aspek-aspek bahasa.
Ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya ini –di Indonesia dan juga di
dunia Arab- dikenal dengan berbagai nama.
Diantara nama-nama yang biasa digunakan adalah, ilmu bahasa, tata bahasa,
grammar, dan linguistik, dll (lihat Chaer, 1994). Sedangkan di dunia Arab
digunakan istilah ilmu al-lughah ( )اللغة علم, al-Lisaniyat( )اللسانيات, al-
Lughawiyat( )اللسانيات, al-Alsuniyah ( )األلسنية, fiqh al-lughah( )اللغة فقه, al-
Filulujia( )الفلولوجيا, dll untuk menyebut ilmu yang membahas bahasa ini (lihat
Qodur, 1993 dan 1996; Abdu Tawab, 1996; Abu Alfaraj, 1966; Imil Badi, 1982;
Tamam Hasan, 1982; Fahmi Hijazy, 1973; Abdu Shabur Sahin, tt; dll). Di bawah ini
akan dikemukakan apa yang dimaksud dengan istilah-istilah itu.
1. 1. Ilmu Bahasa atau Linguistik
Ilmu dapat diartikan sebagai hasil tahu manusia terhadap sesuatu; atau segala
perbuatan manusia untuk memahami sesuatu objek yang dihadapinya; atau hasil
usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Dalam kamus Oxford (1974:
760) disebutkan bahwa Science; knowledge arranged in an ordely manner,
especially knowledge obtaind by observation and testing of facts. Sedangkan
bahasa -salah satunya- biasa dipahami sebagai sistem dari pada lambang yang
dipakai orang untuk melahirkan pikiran dan perasaan (Poerwadarminta, 1985: 75).
Dengan demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa ilmu bahasa adalah
ilmu pengetahuan yang digunakan oleh manusia untuk memahami sistem dari pada
lambang yang dipakai orang untuk berkomunikasi. Secara singkat, bisa dikatakan,
bahwa ilmu bahasa adalah ilmu yang membicarakan tentang bahasa; atau ilmu
yang digunakan untuk mengkaji bahasa; atau ilmu yang objek kajiannya adalah
bahasa; atau ilmu yang mengkaji seluk-beluk bahasa (Sudaryanto, 1996: 5).
Menurut Chaer (1994: 2) ilmu bahasa ini di Indonesia -saat ini- dikenal juga dengan
nama linguistik. Istilah linguistik sepadan dengan
istilah linguistics (Inggris), linguistiek(Belanda), linguistica (Italia), Linfvistika (Rus
ia), dan linguistique (Prancis). Katalinguistik berasal dari bahasa Latin lingua yang
berarti ‘bahasa’. Kata Arab yang mirip dengan kata lingua adalah kata lughah ()لغة
‘bahasa’.
Istilah ilmu bahasa sudah lebih dahulu dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Sedangkan istilah linguistik dikenal kemudian. Namun walaupun istilah ilmu bahasa
sudah lama dikenal, masih saja terdapat perbedaan pemahaman dan
penggunaannya yang disebabkan oleh banyaknya ilmu yang menjadikan
bahasa sebagai objek kajiannya sebagaimana yang telah dikemukakan di atas. Bagi
sebagian orang, ilmu bahasa masih identik dengan gramatika atau tata
bahasa yang biasanya berbicara sekitar masalah morfologi dan sintaksis. Sedangkan
bagi sebagian yang lain, terutama yang pernah mempelajari ilmu bahasa modern,
pengertian ilmu bahasa identik dengan linguistik.
Dalam bahasa Inggris, istilah linguistik, selain berarti ilmu yang mengkaji bahasa
(linguistics), juga berati ‘bahasa’ (linguistic). Kedua arti ini digunakan juga dalam
bahasa Indonesia. Pada frase ‘linguistik pengantar’ kata linguistik berarti ilmu
bahasa. Sedangkan dalam frase ‘masyarakat linguistik’ kata linguistik berarti
‘bahasa’.
Akhir-akhir ini, penggunaan istilah linguistik sudah lebih populer, hanya saja,
kepopuleran itu tidak mampu mengeluarkan linguistik dari kesamaran/kekaburan
pengertian. Menurut Sudaryanto ada empat hal yang mengaburkan pengertian
linguistik:
1. banyak ilmu yang berhubungan dengan bahasa;
2. adanya pengertian bahasa yang bersifat ganda;
3. adanya istilah linguistik yang bukan untuk linguistics; dan
4. adanya linguis yang berperan ganda.
Sebagai telah dipaparkan di atas, istilah linguistik secara etimologis diambil dari
kata Latin lingua ‘bahasa’. Menurut sebagian pakar bahasa, istilah linguitik terdiri
atas dua morfem: lingua dan etik. Lingua berarti ‘bahasa’ dan etik berarti
‘melihat’. Dengan pendekatan etik, pola-pola fisik bahasa digambarkan tanpa
menghubungkannya dengan fungsinya dalam sistem bahasa (Kridalaksana, 1993;
52). Sedangkan menurut Sudaryanto (1996: 10), akhiran -ik, -ics, dan -
ique sepadan dengan -logi yang berarti ‘ilmu’. Dengan akhiran –ik yang berari
‘ilmu’, kata linguistik bisa diartikan ilmu bahasa.
Secara terminologis, linguistik didefinisikan dengan berbagai redaksi. Berikut
beberapa pendapat pakar bahasa mengenai definisi linguistik:
1. Hornby (ed. III: 494) linguistics: “(1) The scientific study of languages, (2)
the science of language, e.g. of it structure, acquisition, relationship to
other forms of communication.”
2. Kridalaksana (1993; 128): “Ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara
ilmiah.”
3. Lyons (1995: 1): “Linguistik mungkin bisa didefinisikan sebagai pengkajian
bahasa secara ilmiah.”
4. Martinet (1987: 19): “Linguistik adalah telaah ilmiah mengenai bahasa
manusia.”
5. Chaer (1994: 1): “Ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa
sebagai objek kajiannya.”
Istilah linguistik dikenal juga oleh orang Arab, namun mereka tidak menggunakan
istilah ini sebagai nama ilmu yang mengkaji bahasa mereka. Alih-alih penggunaan
istilah linguistik, linguis Arab menggunakan istilah ‘ilmu al-lughah, fiqh al-lughah,
lisaniyat, alsuniyah, atau lughawiyat. Banyaknya istilah yang mereka gunakan
telah menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat tentang istilah mana yang
tepat untuk menamai ilmu yang di Barat dan juga di Indonesia disebut dengan
linguistik ini. Berikut beberapa pendapat linguis Arab mengenai istilah-istilah di
atas.
a. ‘Ilm al-Lughah, al-Lisaniyat, al-Alsuniyah, al-Lughawiyat, dan Fiqh al-Lughah.
Frase ‘ilmu al-lughah ()اللغة علم, terdiri dari dua kata; ‘ilm ( )علمdan lughah ()اللغة.
Secara etimologis, ‘ilm ( )علمberarti ‘ilmu’, dan lughah ( )لغةberarti ‘bahasa’. Jadi
secara etimologis ‘ ilmu al-lughah ( = )اللغة علمilmu bahasa = linguistik = linguistics =
linguistique = linguistiek.
Istilah lisaniyat ()اللسانياتdan alsuniyah ()األلسنيةmasing-masing diderivasi dari
nominalisan (‘ )لسانlidah’ atau ‘bahasa’. Sedangkan istilah ‘lughawiyat( )اللغويات,
diderivasi dari nomina lughah (‘ )لغةbahasa’. Morfem (sufiks) –yat ( )ياتyang
melekat pada akhir kata-kata itu bermakna ‘mengenai/tentang’ dan menunjukkan
makna ‘ilmu’ (keilmuan) sebagai akibat dari penisbatan. Ketiga istilah terakhir
(lisaniyat, alsuniyah, danlughawiyat) merupakan istilah lain yang maknanya dan
pemakaiannya sepadan dengan istilah ilm al-lughah.
Secara terminologis, term ilmu al-lugah, oleh linguis Arab didefinisikan sebagai
berikut.
1…. اللغة في يبحث الذي العلم هو, له موضوعا يتخذها و, مقارنة و وتاريخية وصفية ناحية من فيدرسها
)hua al-ilmu al-ladzi yabhatsu fi al-lughah. wa yattakhidzuha maudu’an lahu
fayadrusuha min naahiyat wasfiyyah wa tarikhiyah wa muqaranah….(Tawab 1982:
7)
Ilmu al-lughah adalah ilmu yang mengkaji bahasa untuk bahasa, baik secara
sinkronis, diakronis, maupun komparatif”.
2. ,,,,
بعيدا عن النزعة التعليمية و,العلم الذي يدرس اللغة اإلنسانية دراسة علمية تقوم على الوصف و معاينة الوقائع
.األحكام المعيارية
(Al-‘ilmu al-ladzi yadrusu al-lughah al-insaniyyah dirasatan ilmiyyatan taqumu
‘ala al-washfi wa mu’aayanati al-waqa’i, ba’iidan ‘an al-naz’ah al-ta’limiyyah wa
al-ahkam al-mi’yaariyyah)” (Qadur (1996: 11)
” …… adalah ilmu yang mengkaji bahasa secara ilmiyah dan berdasar pada metode
deskriptif guna mengungkap fakta kebahasaan secara apa adanya tanpa melibatkan
unsur preskriptif.”
1. b. Ilmu al-lughah ()اللغة علمdan Fiqh al-Lughah ()اللغة فقه
Polemik panjang telah terjadi sekitar istilah fiqh al-lughah dan ilm al-lughah.
Apakahilmu al-lughah identik dengan fiqh al-lughah atau tidak? Ada yang
menyamakan ada pula yang membedakan antara keduanya. Hingga saat ini
perdebatan mengenai kedua istilah itu masih berlanjut. Polemik ini muncul karena
di Barat selain istilah linguistics, terdapat juga istilah philology yang diserap oleh
sebagian ahli ke dalam bahasa Arab menjadi al-filulujiya. Lalu apakah ilmu al-
lughah sama dengan linguistik, dan fiqh al-lughah sama dengan al-filulujia?
Polemik ini terjadi karena ketika term linguistik -yang secara harfiyah dapat
diterjemahkan menjadi ilm al-lughah- dikenal oleh para linguis Arab, mereka
sudah terlebih dahulu mengenal term fiqh lughah. Fiqh lughah sebagai sebuah ilmu
yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya, telah muncul di dunia Arab sejak
abad ke-4 H. atau sekitar abad ke 10 M. Kondisi ini telah menyebabkan terjadinya
perbedaan pendapat mengenai identik atau tidaknya antara ilmu lughah
dengan fiqh lughah.
Kamal Basyar membedakan antara ilmu al-lughah dengan fiqh al-lughah.
Sedangkan Subhi Shalih menyamakan kedua istilah itu. Sementara Abduh al-Rajihi,
yang juga termasuk linguis Arab modern, membedakan antara kedua istilah itu. Al-
Rajihi menukil apa yang dikatakan Juwaidi (Guidi), bahwa kata filologi sulit untuk
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Dengan demikian secara dikotomis ada dua kubu mengenai masalah ini. Kubu
pertama mengidentikkan antara ilmu al-lughah dengan fiqh al-lughah, sedangkan
kubu kedua membedakan kedua istilah itu. Alasan kelompok pertama sebagaimana
dikemukakan oleh Ya’qub (1982: 28-36) adalah sebagai berikut.
1. Secara etimologis kedua istilah itu sama. Dalam kamus Arab ditemukan
bahwa
. الفقه = الفهم و الفتنة و العلم. الفقه في األصل الفهم له.الفقه = العلم بالشيء و الفهم له
Al-fiqh = al-‘ilmu bi al-syai wa al-fahmu lah; Al-fiqhu fi al-ashli al-fahmu lahu; Al-
fiqhu = al-fahmu wa al-fithnatu wa al-‘ilmu.
Singkatnya kata al-fiqh ( = )الفقهal-’ilm ( )العلمdan kata faquha (‘ = )فقهalima ()علم.
Hanya saja pada penggunaannya kemudian, kata al-fiqh lebih didominasi oleh
bidang hukum. Dengan demikian frase ilm lughah sama dengan frase fiqh lughah.
Secara terminologis, ilmu al-lughah ( )اللغة علمadalah ilmu yang menjadikan bahasa
sebagai objek kajiannya, atau telaah ilmiah mengenai bahasa seperti yang telah
dikemukaan di atas. Sedangkan filologi “hubbub al-kalam li ta’miq fi dirasatihi
min haistu qawaidihi wa usulihi wa tarikhihi. (Subhi Shalih) “manhajun li al-bahsti
istiqraiyun washfiyun yu’rafu bihi ashlu al-lughah allati yurodu darsuha wa
mauthinuha al-awal wa fashilatuha wa ‘alaqotuha bi al-luughat al-mujawirah au
al-baidah, al-saqiqah au al-ajnabiyyah, wa khasaisuha wa uyubuha wa lahjatuha
wa ashwatiha wa tathawwuru dilalatiha wa madaa namaaiha qiraatan wa
kitaabatan.
1. Objek kajian kedua ilmu itu sama, yaitu bahasa.
Kesamaan objek kajian kedua istilah di atas terbukti dengan adanya beberapa buku
yang menggunakan judul fiqh lughah yang isinya membahas masalah bahasa. Di
antara buku dimaksud adalah ‘Asshaiby fi fiqh al-lughah wa sunani al-Arab fi
kalamiha karya Ahmad Ibnu Faris (395 H), ‘fiqh al-lughah wa sirru al-
Arabiyyah karya Assa’alaby (340 H), fiqh al-lughah karya Ali Abdul Wahid Wafi
(1945), buku ‘Dirasaat fi Fiqh al-Lughah’karya Muhammad Almubarak (1960) dll.
3. Alasan lain bagi mereka yang mengidentikkan antara ilmu al-lughah dengan fiqh
al-lughah adalah:
3.1 Ibnu Faris, Tsa’alabi, dan Ibnu Jinni walaupun nampaknya mereka
mempelajari bahasa sebagai alat, tetapi pada akhirnya studi mereka diarahkan
untuk mengkaji bahasa Alqur’an.
3.2 Dalam fiqh al-Lughah, orang Arab tidak membahas masalah asal-usul
bahasa. Lain halnya dengan para filolog Barat dalam filologinya.
3.3 Filologi lebih cenderung bersifat komparatif, sedangkan orang Arab
denganfiqh al-lughahnya, tidak pernah melakukan pembandingan bahasa.
3.4 Filologi lebih cenderung membahas bahasa yang sudah mati,
sedangkan fiqhal-lughah tidak pernah membahas bahasa demikian.
3.5 Para filolog mengkaji dialek-dialek Indo-Eropa, sedangkan orang Arab
mengkaji bahasa Alqur’an.
Dari beberapa alasan di atas, jelaslah bahwa fiqh al-lughah sama dengan ilmu al-
lughah, dan tidak sama dengan filologi yang dipelajari di Barat. Dan bila para
linguis mengumandangkan bahwa karakter linguistik adalah (1) menjadikan bahasa
sebagai objek kajiannya, (2) menggunakan metode deskriptif, (3) menganalisis
bahasa dari empat tataran, dan (4) bersifat ilmiah, maka semua kriteria
itu terdapat pada studi bahasa Arab yang dilabeli fiqh al-lughah itu. Oleh sebab
itu, bagi penganut pendapat di atas, fiqh lughah sama dengan ilmu lughah.
Adapun alasan kelompok yang membedakan antara fiqh al-lughah dengan ilmu al-
lughah sebagaimana yang dikemukakan oleh Ya’qub (1982: 33-36) adalah sebagai
berikut.
1. Cara pandang ilm al-lughah terhadap bahasa berbeda dengan cara
pandang fiqh al-lughah. Yang pertama memandang/mengkaji bahasa untuk
bahasa, sedangkan yang kedua mengkaji bahasa sebagai sarana untuk
mengungkap budaya.
2. Ruang lingkup kajian fiqh al-lughah lebih luas dibanding ilmu al-
lughah. Fiqh luggah ditujukan untuk mengungkap aspek budaya dan sastra.
Para sarjananya melalukan komparasi antara satu bahasa dengan bahasa
lain. Bahkan membuat rekonstruksi teks-teks klasiknya guna mengungkap
nilai-nilai budaya yang dikandungnya. Sedangkan ilmu al-lughah hanya
memusatkan diri pada kajian struktur internal bahasa saja.
3. Secara historis, istilah fiqh al-lughah sudah lebih lama digunakan dibanding
istilah ilmu al-lughah.
4. Sejak dicetuskannya, ilmu al-lughah sudah dilabeli kata ilmiah secara
konsisten, sedangkan fiqh al-lughah masih diragukan keilmiahannya.
5. Mayoritas kajian fiqh al-lughah bersifat historis komparatif, sedangkan ilmu
al-lughah lebih bersifat deskriptif sinkronis.
Atas dasar pertimbangan itu, dalam beberapa kamus bahasa Arab, kedua istilah itu
penggunaanya dibedakan. Penulis melihat, bahwa kelompok yang membedakan
kedua term di atas, dipengaruhi oleh anggapan bahwa fiqh lughah sam dengan
filologi.
Ada linguis yang mengatakan bahwa ilmu al-lughah mengakaji bukan saja bahasa
Arab, tetapi juga bahasa lain (ini yang disebut linguistik umum). Sedangkan fiqh al-
lughahhanya mengakaji bahasa Arab. Oleh sebab itu, di antara para linguis Arab
ada yang mengatakan bahwa fiqh lugah adalah ilmu al-lughah al-
arabiyyah (linguistik bahasa Arab). Term terakhir ini digunakan sebagai judul buku
oleh Mahmud Fahmi Hijazy.
Ramdlan Abdut Tawab dalam Fushul fi Fiqh al-Arabiyyah (1994) mengatakan
“TermFiqh al-Lughah sekarang ini digunakan untuk menamakan sebuah ilmu yang
berusaha untuk mengungkap karakteristik bahasa Arab, mengetahui kaidah-
kaidahnya, perkembangannya, serta berbagai hal yang berkaitan dengan bahasa ini
baik secara diakronis maupun sinkronis.”
Akhirnya saya perlu mengemukakan istilah filologi. Istilah ini, berasal dari
kataphilologie (Prancis) atau philology (Inggris). Secara etimologis kata ini terdiri
atas dua morfem: philo ‘pencinta’, dan loghos ‘ilmu’ atau ‘ucapan’. Dengan
demikian secara etimologis filologi berarti pencinta ilmu atau pencinta ucapan.
Secara terminologis, menurut Verhaar (1988: 5): “Filologi adalah ilmu yang
menyelidiki masa kuno dari suatu bahasa berdasarkan dokumen-dokumen tertulis.”
Pernyataan Verhaar ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Tamam Hasan.
Menurut Hasan, filologi adalah ilmu yang mengkaji serta mengkritisi teks-teks
klasik dari berbagai aspeknya. Menurutnya, ciri khas filologi adalah berorentasi
pada bahasa kuno.
Pada perkembangan berikutnya, selain berorientasi pada bahasa kuno, filologi juga
bersifat komparatif. Hal ini terjadi ketika para filolog Eropa menemukan adanya
beberapa persamaan antara bahasa Eropa dengan bahasa Sansekerta. Sampai pase
ini, filologi mendapat label baru yaitu komparatif.
Pada akhir masa renaisan, para filolog mulai menjamah bahasa Arab, mereka
mengadakan perbandingan antara bahasa Arab dngan bahasa Ibrani. Lambat laun,
filologi tidak lagi mengkaji bahasa=bahasa kuno, melainkan mengakaji bahasa yang
masih hidup.