DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
Universitas Hasanuddin
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syair adalah salah satu jenis puisi klasik yang memperoleh pengaruh
kebudayaan Arab. Syair termasuk salah satu puisi lama yang berasal dari
Persia dan dibawa ke dalam sastra Indonesia bersama dengan masuknya
ajaran Islam ke Indonesia. Kata Syair berasal dari bahasa Arab yakni Syu’ur
atau Syi'ir yang berarti "perasaan". Kata Syu'ur atau Syi'ir berkembang
menjadi kata Syi'ru yang berarti puisi. Dilihat dari asal katanya, syair dapat
diartikan sebagai ekspresi perasaan atau pikiran dari pembuatnya. Setiap
penyair memiliki cara yang berbeda dalam menuangkan perasaannya melalui
puisi. Oleh karena itu terdapat beberapa pengarang yang mengemukakan
perasaanya dengan makna sebenarnya atau makna yang tersirat. Begitu pula
dengan puisi yang kelompok kami pilih ini memiliki tanda dan makna yang
tersirat didalamnya.
Pada makalah ini kami membahas syair yang berjudul “Keaiban dalam
Diri Kita” yang ditulis oleh Imam Syafii. Kelompok kami tertarik dengan
syair ini karena didalamnya mengangkat masalah perilaku manusia yang
selalu beralasan dengan segala kesalahannya, dan pemaknaan zaman yang
selalu disalahkan, manusia memang selalu saja menyalahkan zaman ketika
kesusahan. Dan hal tersebut Contohnya saja terdapat seseorang yang
kesulitan dalam mencari rezeki dan mereka akan berkata “sekarang zamannya
sudah berubah”, padahal kesusahan yang dia alami itu berasal dari dirinya
sendiri. Seseorang tersebut yang tidak ingin lebih berusaha.
Ketika manusia sudah jauh dari Allah SWT, hati tentu akan hampa
alias merasa kosong. Seringnya mengeluh juga menjadi penyebab diri kita
yang mungkin sudah terlalu jauh dari Sang Penciptanya. Padahal hidup ini
tentu tak lepas dari campur tangan-Nya, untuk itu sudah semestinya kita
sebagai manusia berserah dan memohon petunjuk pada-Nya. Mengeluh
pertanda kita tidak rida akan ketetapan-Nya. Jangan sampai mulut kita bisa
dengan mudah melontarkan keluh kesah, lebih baik kita memohon ampun
pada-Nya, bertasbih serta berzikir pada-Nya.
Dengan adanya kajian makalah ini kelompok kami berharap agar kita
semua selalu mengingat kembali bahwa diri kita adalah makhluk yang paling
sempurna dengan selalu berbuat baik dan banyak bersyukur atas keadaan yang
diterimanya. Kita juga harus selalu berbuat baik selama di dunia dengan cara
mengikuti arus takdir yang dibuat oleh Allh SWT. Pada syair ini Imam Syafi’i
juga mengajak kita untuk melihat keadaan dunia namun bukan hanya
bermakna melihat saja, melainkan melihat dan dapat mengambil hikmah dari
apa yang didapat. Dengan begitu kita sebagai hamba-Nya bisa selalu memuji
dan mengagungkan zat yang telah menciptakan dunia ini.
B. Identifikasi Masalah
1. Tema kecil yang berarti tema yang diambil dari tiap bait syair, dan
dari tema kecil tersebut kita dapatkan tema besar pada syair.
2. Imajinasi yang berisi khayalan, pikiran refleks, atau gambaran
situasi penelaah pada syair tersebut.
3. Athifah atau perasaan penyair dan perasaan tokoh yang
dicerminkan pada syair tersebut.
4. Pemikiran terhadap syair yang berisikan kesimpulan, nasihat atau
hikmah yang terkandung di dalam syair tersebut.
5. Titik keakuratan memiliki 4 point yaitu penyebutan nama,
penyebutan tempat, penyebutan warna, dan penyebutan pergerakan
atau gerak.
C. Rumusan Masalah
1. Apa tema besar dan tema kecil pada syair tersebut ?
2. Apa imajinasi yang ada pada syair tersebut ?
3. Apa athifah penyair dan tokoh yang dicerminkan pada syair tersebut ?
4. Apa pemikiran yang terkandung di dalam syair tersebut
5. Apa titik keakuratan yang ditemukan pada syair tersebut ?
BAB II
PEMBAHASAN
Naskah Syair :
نَ ِعيْبُ َز َمانَنَا َوال َعيْبُ فِ ْينَا,َو َما لِزَ َمانَنَا َعيْبٌ ِس َوانَا
Kita kerap kali menyalahkan zaman ini, sedang keaiban sebenarnya ada pada diri kita
Tiada sembarang aib pada zaman kita, kecuali pada diri kita sendiri
َوقَ ْد نَ ْهجُو ال َّز َمانَ بِ َغي ِْرجُرْ ٍم, ق ال َّز َمانَ بِنَاهَ َجانَا
َ ََولَوْ نَط
ُ َويَأْ ُك ُل بَ ْع،ب
ضنَابَ ْعضًا ِعنَايًا ٍ ْس ال ِّذ ْئبُ يَأْ ُك ُل لَحْ َم ِذ ْئ
َ َولَي
Tema kecil : sub tema dari tema utama dalam sebuah puisi, syair atau
cerita yang disebut dengan bait dimana isinya terdapat perasaan atau
pandangan hidup tertentu dari seorang penulis yang dituangkan untuk
membuat sebuah puisi atau syair.
Berikut penjelasan atau uraian mengenai tema kecil pada syair keaiban
dalam diri kita:
a. Bait 1 : Mengeluh
b. Bait 2 : Peringatan
Pada bait ke 2 kalau saja zaman tahu mengatur kata, bait ini
menunjukkan bahwa jika zaman bisa berbicara, tentulah dia pasti akan
mengolok-olok kita. Diksi kalau saja menunjukkan makna yang tersirat
bahwa sebenarnya zaman bisa berbicara. Dalam agama islam pun
dijelaskan bahwa bumi beserta isinya dapat berbicara. Itu menandakan
bahwa keadaan bahwa keadaan sekitar kita sebenarnya mengolok-olok
manusia atas tingkah bodoh yg dilakukan manusia. Bait tersebut
menyatakan bahwa manusia perlu hati-hati dalam berbicara. Jangan
sampai mengolok-olok zaman karena zaman sebetulnya tahu apa yg kita
lakukan dan bisa saja mereka membalasnya dengan memunculkan
bencana.
c. Bait 3 : Nasihat
d. Bait 4 : Perbandingan
Pada karya sastra tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang
menopang sebuah karya sastra sebagai struktur semantis dan bersifat
abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif dan
biasanya dilakukan secara implisit. Tema bisa berupa persoalan moral,
etika, agama, sosial budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan
masalah kehidupan. Tema juga bisa berupa pandangan pengarang, ide,
atau keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.
2. Imajinasi
3. Athifah
Atifah merupakan salah satu unsur dalam karya sastra arab. Adapun
yang dimaksud dengan atifah yaitu perasaan yang tumbuh dalam diri manusia,
seperti gembira, sedih, cinta, benci, sakit dan marah. Athifah juga merupakan
definisi dari sya’ir, karena syi’ir itu sendiri lebih dominan dengan athifah.
a. Bait 1 : Resah
Pada bait pertama ini perasaan penyair adalah resah akan perilaku
manusia yang jika terjadi sesuatu pada dirinya maka dia melemparkan
kesalahan nya itu ke pada orang maupun zaman ,dan tidak bercermin pada
diri sendiri.
b. Bait 2 : Sedih
c. Bair 3 : Empati
Kerena, perasaan penyair pada saat menulis puisi ini memiliki
perasaan empai atas situasi yang menimpa sesorang yang di ceritakannya
dalam puisi tersebut sehingga penyair membarikan sebuah pesan yang
sangat bermakna yaitu berupa nasihat.
d. Bait 4 : Kecewa
4. Pemikiran
Bait – 1 : Perilaku manusia yang selalu beralasan dengan segala kesalahannya.
Jelas saja kami memilih pemikiran tersebut karena pada bait tersebut manusia
yang selalu menyalah zaman ketika kesusahah, misalnya dalam mencari
rezeki. Mereka akan berkata “Sekarang zamannya sudah berubah”, padahal
kesusahan itu sebenarnya berasal dari diri kita sendiri. Kurangnya rezeki yang
kita rasakan sebenarnya menunjukkan bahwa kita masih selalu mengeluh atas
nikmat yang telah Allah berikan, rasa syukur manusia yang kurang dan
kembali menyalahkan zaman.
Bait – 3 : Berbuat baiklah selama didunia dengan cara mengikuti arus takdir
yang dibuat Allah SWT, pada bait ketiga ini Imam Syafi’i seolah memberi
nasihat agar kita selalu berbuat baik selama di dunia dengan cara mengikuti
arus takdir Allah SWT. Diksi dalam bait ini yang berbunyi “ Sebenarnya kita
memperdaya Yang Maha Melihat Kita” juga menunjukkan bahwa kita telah
mengingkari nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada hamba-Nya.
Bait – 4 : Bait ini seolah menyindir kita sebagai manusia derajatnya lebih
rendah daripada hewan yaitu serigala. Karena pada dasarnya serigala hidup
berkelompok dan saling melindungi anggotanya satu sama lain, ketika
serigala berburu dan mendapatkan makanan, mereka akan membagi
makanannya dengan serigala lain dan mereka tak pernah memakan daging
sesamanya. Namun manusia yang derajatnya lebih tinggi dari hewan malah
merugikan sesamanya, manusia seolah tidak peduli dengan apa yang telah dia
perbuat asalakan keinginannya terwujud walaupun harus merugikan manusia
lainnya.
5. Titik keakuratan
Bait - 1 : Menyalahkan masuk dalam titik keakuratan gerak, karena didalam
imajinasi kami disitu seolah olah tokoh yang ada di dalam syair selalu
mengeluh dan menyalahkan zaman, mengeluh merupakan menyatakan suatu
kesusahan atau kekecewan yang berarti disana mulut yang bergerak untuk
berbicara.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syair adalah salah satu jenis puisi klasik yang memperoleh pengaruh
kebudayaan Arab. Syair termasuk salah satu puisi lama yang berasal dari
Persia dan dibawa ke dalam sastra Indonesia bersama dengan masuknya
ajaran Islam ke Indonesia. Dilihat dari asal katanya, syair dapat diartikan
sebagai ekspresi perasaan atau pikiran dari pembuatnya. Setiap penyair
memiliki cara yang berbeda dalam menuangkan perasaannya melalui puisi.
Pada makalah ini kami membahas syair yang berjudul “Keaiban dalam
Diri Kita” yang ditulis oleh Imam Syafii. Kelompok kami tertarik dengan
syair ini karena didalamnya mengangkat masalah perilaku manusia yang
selalu beralasan dengan segala kesalahannya, dan pemaknaan zaman yang
selalu disalahkan, manusia memang selalu saja menyalahkan zaman ketika
kesusahan. Dari hasil diskusi kami menentukan tema kecil, tema besar,
athifah, imajinasi, pemikiran dan titik keakuratan pada syair “Keaiban dalam
Diri Kita” sebagai berikut :
1. Mengeluh
2. Peringatan
3. Nasihat
4. Perbandingan
Tema besar : Keaiban dalam diri kita
Imajinasi :
Athifah :
Pemikiran :
3. Berbuat baiklah selama didunia dengan cara mengikuti arus takdir yang
dibuat Allah SWT.
4. Bait ini seolah menyindir kita sebagai manusia derajatnya lebih rendah
daripada hewan yaitu serigala.
Titik keakuratan :
B. Jalannya Diskusi
Diskusi dibuka oleh Nurdesyanti Sukisman perwakilan dari
kelompook 5 selaku moderator dengan mengucapkan salam dan
mempersilahkan para pemateri untuk memaparkan materinya, adapun yang
terlibat sebagai pemateri yaitu Nur Aisy Zahrani sebagai pembaca syair dan
memaparkan tema kecil, Nurul Muhlisha yang memaparkan athifah, Suci
Awaliyah yang memparkan imajinasi, Dwi Amalia Kartika Labelo yang
memaparkan pemikiran dan Salsabilla Rachadianti Insani yang memaparkan
titik keakuratan pada syair.
Diskusi berjalan dengan baik dengan adanya beberapa pertanyaan yang
diajukan oleh teman-teman dan beberapa pertanyaan tersebut berusaha kami
jawab dengan sebaik mungkin.
Pertanyaan pertama yaitu dari Chatarina Elita Amadea yang
menanyakan Tema kecil pada bait terakhir adalah perbandingan. “Dari mana
pemateri menyimpulkan bahwa tema kecilnya perbandingan. Pada bait
tersebut terdapat kata sedangkan yang menurut saya lebih dominan
memperlihatkan perbedaan dibanding perbandingan” dan dijawab oleh
pemateri “Karena pada bait tersebut penyair membandingkan antara hewan
dan manusia. Penyair menyindir manusia yang manusia lebih rendah dari pada
hewan. Pemateri menyimpulkan membandingkan bukan
membedakan”.Ditanggapi kembali oleh penanya “Mengapa dibandingkan
antara hewan dan manusia? dan dijawab kemabali “Kata memakan disini
maksudnya merugikan sesama. Manusia tidak memikirkan apapun demi
mendapatkan yang dia inginkan”. Pertanyaan ini juga ditanggapi oleh
Mildayanti “bahwasanya yang dimaksud memakan di sini adalah ghibah
karena dikatakan bahwa menggibahi orang sama saja memakan daging teman
sendiri”.
C. Saran