Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH PERPUSTAKAAN ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Ujian Tengah Semester


Mata Kuliah: Sejarah Perpustakaan Islam
Dosen Pengampu: Nuning Hasanah, S.IP., M.IP.

Disusun Oleh:
Vanessa Bulan Aprilia (226161005)
Ilmu perpustakaan dan Informasi Islam
Kelas 1A

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN BAHASA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN MAS SAID SURAKARTA
2022
BAB I
TRADISI TULISAN DI DUNIA ISLAM

A. Dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang Nabatean menggunakan bahasa Arab.


Sedangkan, untuk tulis-menulis, mereka menggunakan huruf-huruf yang cenderung
berkarakter Aramia. Bentuk-bentuk yang mereka kembangkan ini akhirnya
melahirkan suatu jenis tulisan sendiri yang lebih dikenal dengan tulisan Nabatean.
Pada abad pertama Masehi, saat kerajaan ini meluas secara pesat, semua hasil
budaya mereka ikut berkembang. Otomatis tulisan Nabatean meluas hampir di
seluruh wilayah kekuasaannya, Islam membuat bahasa Arab menjadi salah satu
tulisan standar dunia, selain itu dalam penyebaran tulisan, orang-orang Kristen juga
mempunyai peran dalam memperkenalkan tulisan kepada bangsa Arab.
B. Orientalis Belgia lainnya Von de Bronden mengklaim bahwa kitab suci Arab dan
Islam berasal dari gulungan Mesir Hierogliph yang ditemukan di gua Jazirah Sinai.
Hal ini didasarkan pada jumlah huruf yang sama, yaitu 28 huruf. Meskipun
demikian, menurut Kamil al-Baba. Bukti yang paling dapat dipercaya dan diskusi
luas tentang asal mula tulisan Arab berasal dari tulisan Suku Nabati, seorang Ras
Arab yang melakukan perjalanan ke Amerika Serikat, Orientalis Belgia lainnya Von
de Bronden mengklaim bahwa kitab suci Arab dan Islam berasal dari gulungan
Mesir Hierogliph yang ditemukan di gua Jazirah Sinai. Hal ini didasarkan pada
jumlah huruf yang sama, yaitu 28 huruf. Meskipun demikian, menurut Kamil al-
Baba. Bukti yang paling dapat dipercaya dan diskusi luas tentang asal mula tulisan
Arab berasal dari tulisan Suku Nabati, seorang Ras Arab yang melakukan perjalanan
ke Amerika Serikat.

1. Inskripsi Ummul Jimal Inskripsi


suatu tempat penemuan khat Nabti yang melahirkan lukisan kufi. Bentuk tulisan
nabti sekitar tahun 250 M di sebuah bukit batu di sebelah Selatan Huron di
daerah Israel. Tulisan bentuk Nabti ini ditemukan oleh kaum orientalis,
InskripsiUmmul Jimal merupakan salah satu lokasi penjualan Nabti tulisan khat
dengan harga yang memunculkan cabang lukisan kufi. Tulisan nabti di sekitar
250 meter di lereng bukit terdekat di wilayah Israel, dekat Huron Selatan.
Wadah Nabti ini pernah digunakan oleh seorang orientalis.
2. Tulisan yang terinspirasi dari Nammarah untuk Druze sebuah tempat di Sahara
yang dianggap berada di Bukit Druze. Di lokasi ini terdapat sebuah kuil kecil
Ibnu Al-Qois yang dibangun pada tahun 328 M oleh seorang orientalis
3. Tulisan yang terinspirasi dari Huron
Gambar-gambar yang dipertanyakan setidaknya menunjukkan bahwa tulisan
telah ada di dunia Arab sebelum kelahiran agama Islam , sebagai masyarakat
bangsa Arab telah memiliki tulisan tradisi , dan juga sebagian masyarakat Arab
telah adaMeski demikian, tulisan- tulisan saat ini tidak terlalu memotivasi warga
Arab untuk terlibat dalam pekerjaan belajar dan mengajar.
C. Sebagaimana bahasa-bahasa yang ada di dunia, bahasa Arab juga memiliki
perjalanan pasang-surut sejak masa Jahiliyah atau pra Islam hingga saat ini.
Setidaknya perjalanan perkembangan bahasa Arab dapat dibagi menjadi 6 periode,
yaitu:

 Pertama, Periode Jahiliyyah.


Bangsa Arab memiliki tradisi sastra yang sangat tinggi. Mereka sangat
membanggakan syair-syair, bahkan tak jarang mengadakan kegiatan
festival syair di pasar Ukaz, Majanah, dan Zul Majah. Setiap kabilah
berlomba-lomba mengirimkan utusan terbaik. Syair terbaik akan diganjar
kehormatan dengan penggantungan syair di dinding Ka’bah yang dikenal
dengan istilah mu’allaqat atau (syair-syair) yang digantung sehingga dapat
dibaca oleh seluruh masyarakat Arab
 Kedua, Periode Permulaan Islam
Perkembangan bahasa Arab dari sisi konten terlihat sangat pesat pada saat
turunnya kitab Suci Al-Qur’an yang membawa banyak kosa kata baru dan
di kemudian hari akan menjadi sumber kaidah perumusan Ilmu tata bahasa
Arab. Bahasa Arab masih memiliki keterbatasan kosakata dalam hal
administrasi, politik, dan hukum di wilayah yang lebih berperadaban.
 Ketiga, Periode Bani Umayyah
Pada masa ini, tepatnya pada masa Khalifah Abdul Malik, kerajaan
menyatakan dengan tegas bahwa bahasa resmi kerajaan adalah bahasa
Arab. Penyempurnaan konten bahasa Arab juga dilakukan pada masa ini,
yaitu adanya pembaruan bahasa Arab yang mencakup penambahan titik-
titik pada huruf Arab dan perumusan tanda vokal dlommah (u), fathah (a),
dan kasroh (i) sehingga memudahkan dalam pembacaannya, khususnya
bagi non Arab.
 Keempat, Periode Bani Abbasiyah
Pada masa ini, dilakukan “pembedahan” al-Qur’an untuk pengembangan
berbagai disiplin keilmuan seperti filsafat, kedokteran, matematika,
antropologi, astronomi, dan teologi. Sehingga bahasa Arab mengalami
perkembangan istilah-istilah baru seiring dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan.
 Kelima, Periode Pasca Abad 5 H
Bani Saljuk mendeklarasikan bahasa Persia sebagai bahasa resmi,
sedangkan Turki Utsmani menggunakan bahasa Turki sebagai bahasa
resmi pemerintahan.
 Keenam, Periode Pasca Runtuhnya Turki Utsmani
Setelah sekian lama pada posisi terdesak, ada upaya menghidupkan
kembali bahasa Arab oleh kalangan intelektual Mesir dengan beberapa
langkah, yaitu: menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar
sekolah dan perkuliahan; menghidupkan kembali budaya penggunaan
bahasa Arab fusha; dan gerakan penerbitan buku-buku Arab dalam jumlah
masif. para cendikiawan muslim juga melakukan counter terhadap
pendapat-pendapat yang bertujuan menjatuhkan bahasa Arab dengan
mendirikan Majma’ al-Lughoh al-‘Arabiyyah pada tahun 1943 di Mesir.
Lembaga ini bertugas menjaga kemurnian bahasa Arab fusha dan
mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan zaman. Selain itu juga
mendirikan lembaga pendidikan pengajaran Pendidikan Bahasa Arab di
Al-Azhar Mesir.

BAB II
KEMUNCULAN DAN PERKEMBANGAN KEPUSTAKAWANAN DIMASA ISLAM

A. Kemunculan kepustakaan Islam berasal dari tradisi keilmuan Islam


Masa kenabian menjadi awal kemunculan kepustakaan Islam karena pada masa ini
mulai muncul tradisi tulisan secara komunal. Hal ini berkaitan dengan kemunculan
kepustakaan Islam. Oleh karena itu, muncullah sebuah tesis bahwa kemunculan dan
perkembangan kepustakaan Islam seiring dengan awal muncul dan berkembangnya
agama Islam sejak masa kenabian.
B. Perkembangan kepustakaan dimasa Islam
Pada masa klasik (650-1250M) keilmuan Islam berkembang pesat baik dalam
pemikiran maupun peradaban yang disebabkan karena adanya motivasi internal
Islam itu sendiri. Bayt al-Hikmah adalah perpustakaan terbesar pada masa
pemerintahan Abbasiyah yang didirikan oleh Harun Al-Rosyid. Dengan adanya Bayt
Al-Hikmah ini menjadi salah satu bukti bahwa perkembangan perpustakaan Islam
pada masa klasik sudah sangat maju.
C. Peran kepustakaan dimasa Islam
1. Sebagai pusat belajar (learning center)
Masa pemerintahan khulafaurrasyidin merupakan awal tradisi tulisan yang
berkaitan dengan wahyu dan hadits Rasul yang didalamnya menjelaskan tentang
keberadaan perpustakaan pada masa itu. Setelahnya mengalami perkembangan
yang signifikan dibidang pendidikan pada masa bani Umayyah dan Abbasiyah.
2. Pusat Penelitian
Untuk meneliti peristiwa-peristiwa penting, misalnya saat utusan atau orang
kepercayaan raja dan khalifah membahas bidang keilmuan tertentu
diperpustakaan-perpustakaan terkenal, seperti Bayt al-Hikmah dan Darul
Hikmah.
3. Pusat penerjemahan
Perpustakaan pada masa kejayaan Islam menjadi jembatan bagi kebudayaan
yang berbeda. Salah satu wujud peran tersebut adalah ketika banyak buku-buku
atau karya penulisan berbahasa Yunani, Persia, dan yang lainnya dalih
bahasakan kedalam bahasa arab. Pada masa tersebut, penerjemah mendapat
tempat istimewa dan sangat dihormati oleh masyarakat.
4. Pusat penyalinan buku
Perkembangan perpustakaan ditandai dengan munculnya alat penyalinan buku
dalam sebuah perpustakaan di era abad pertengahan. Meskipun alat pencetak
seperti yang ada di era modern belum terlihat pada masa itu, namun pencetakan
yang ada dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dan membantu memperbanyak
hasil karya-karya ilmuan sehingga dapat didistribusikan ke daerah lain.
BAB III
PERKEMBANGAN KEPUSTAKAAN ISLAM PADA BANI UMAYYAH I

A. Perkembangan Keputakaan Islam Masa Daulah Bani Umayyah Pada masa Daulah
Bani Umayyah 1 di Suriah (Syria), kepustakaan berada pada istana khalifah dan
keluarganya. Khizanah al-Kutub/Khazain (perbendaharaan buku /khazanah buku-
buku) adalah sebutan untuk kepustakaan islam (dalam wujud perpustakaan).
Pelopor-pelopor Kepustakaan Islam masa Daulah Bani Umayyah adalah Khalifah
Mu’awiyah bin Abu Sufyan (41- 60 H/662-680 M). Beliau adalah orang pertama
yang mengundang para ahli khabar (hadits) dan sejarah bangsa Arab untuk
menuliskan sejarah bangsa Arab. Tulisan ‘Abid bin Syariah al-Jurhumi tentang
sejarah bangsa Arab kuno, khusunya al-Muluk wa al -Akhbar al-Madin, merupakan
karya pertama dalam sejarah islam. Karya ini konon sampai sekarang masih
tersimpan di Museum Britanian (British) Inggris dengan judul Akhbar al-Yaman wa
Asy’arish wa An-shabih. Sementara karya Wahad bin Munabbih di antaranya al-
Mubtada dan al-Maghazi, kemudian diadopsi oleh Ibn Ishaq dikarya Sirah al-
Nabawiyah.
Pendapat Mackens, Menurut Mackensen seperti dikutip dari Sardar (2002), sejarah
awal berdirinya perpustakaan di dunia islam dimulai pada masa Daulah Bani
Umayyah.Perpustakaan yang pertama adalah perpustakaan al-Zuhri. Al-Zuhri
disebut sudah mengoleksi buku-buku yang dikumpulkan dari murid-muridnya.
B. Kemunculan Perpustakaan dan Istilah-Istilah yang Digunakan Perpustakaan muncul
berwal dari daulah islam. Sebelum perpustakaan, telah muncul lembaga-lembaga
pendidikan awal islam, seperti al-Masjid, al-Kuttab, Majalis al-Munadharah, dan al-
Madrasah. Al-Kuttab adalah lembaga pendidikan dasar yang pertama dalam dunia
islam. Tempat pendidikan Kuttab berawal dari rumah-rumah seorang guru, lalu
beralih ke pekarangan dan mendirikan bangunan sendiri. Sementara Majalis al-
Munadharah adalah tempat untuk mendiskusikan berbagai persoalan
agama.Perpustakaan mempunyai beragam istilah sesuai perbedaan masa kemunculan
dan perkembangan komunitas yang terkait di dalamnya.

Zainuddin Sardar, mengutip pendapat George Makdisi menyeut enam istilah


perpustakaan masa awal islam. Tiga berkaitan dengan ruangan, yaitu bait
(ruangan/kamar), khizanah (lemari), dan dar (rumah). Sedang tiga istilah lagi
berhubungan dengan ilmu, yaitu hikmah (kebijakan), ilmu (ilmu pengetahuan), dan
kutub (buku).Istilah yang juga muncul pada masa pra Islam(Jahiliah) seperti
shahifah, shuhuf, dan mushaf, Mushaf al-Iman, al-sufr,al-zabur (kitab Zabur), al-
Taurah (kitab Taurah), dan al-injil (kitab Injil). Dari shahifah (lembaran/tulisan)
berkembang menjadi mushaf yang berarti kumpulan lembaran wahyu. Istilah yang
lain yang berkaitan masa awal islam, adalah al-Qurra’ (para pembaca yang mahir
membaca al-Qur’an), al- Qushash (para pengisah/ahli cerita), al-Nuqqal (para
penerjemah), al-Nussakh (para penyalin), dan al-kuttab (para penulis).

Pada masa Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah ini perpustakaan telah berdiri dalam
istana kerajaan sehingga kolektor bukunya adalah khalifah atau keluarganya. Untuk
merjemahkan buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab, Khalid bin Yazid telah
mendatangkan kelompok filosof Yunani yang tinggal di Mesir dan memahami
bahasa Arab untuk menerjemahkan buku-buku Filsafat Yunani ke dalam bahasa
Arab. Perkembangan ini beriringan dengan berkembangnya metode penyebaran dan
penghimpunan berbagai ilmu. Selain periwayatan, pada masa ini telah terjadi pula
penukilan, penrjemahan dari bahasa luar Arab (buku-buku Persia, Yunani, dalam
berbagai bidang seperti kedokteran, filsafat, dan lainnya). Oleh karena itu,
penerjemahan, penyusunan, dan penghimpunan telah dimulai secara resmi pada
masa Daulah Bani Umayyah. Istilah Bait al- Hikmah (rumah ilmu
pengetahuan/kebijaksanaan), terjadi pada masa Khalifah Harun al- Rasyid dan
semakin berkembang mencapai puncaknya pada masa Khalifah.

BAB IV
SEJARAH KEPUSTAKAAN PADA MASA DAULAH ABASSIYAH

A. Sejarah Berkembangnya Perpustakaan Bait Al Hikmah


Menurut beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa Perpustakaan Bait al-
Hikmah didirikan pertama kali oleh khalifah ketujuh Abbasiyah, yaitu Khalifah Al-
Ma’mun pada tahun 215 H/ 830 M di Baghdad. Dalam sumber lain disebutkan
bahwa Perpustakaan Bait al-Himah didirikan pada masa Khalifah Harun al-Rasyid,
khalifah kelima dan ayah dari al-Ma’mun yang berkuasa dari 170-193 H/ 786-809
M. Namun sesungguhnya cikal bakal dari Perpustakaan Bait al-Hikmah itu sendiri
telah ada sejak masa Khalifah Abu Ja’far al-Manshur. Perpustakaan ini lebih
menyerupai sebuah universitas yang didalamnya terdapat banyak buku. Pada masa
Khalifah Abu Ja’far al-Manshur, ia mengkhususkan pembangunan untuk buku-buku
bagus yang bersumber dari tulisan-tulisan bangsa Arab dan terjemahan dari bahasa
yang berbeda-beda. Baru ketika masa Khalifah Harun al-Rasyid yang
memerintahkan untuk mengeluarkan buku-buku dan manuskrip-manuskrip yang
ditulis dan diterjemahkan. Harun al-Rasyid membuatkan bangunan khusus untuk
memperbaiki ruang lingkup sebagian besar kitab-kitab yang ada dan terbuka di
hadapan setiap para pengajar dan penuntut ilmu. Kemudian Harun al-Rasyid juga
membuat sebuah tempat yang sangat luas dan megah, kemudian semua kitab-kitab
simpanan itu dipindahkan ke tempat tersebut yang selanjutnya diberi nama Bait al-
Hikmah. Setelah itu, berkembang menjadi pusat akademik ilmiah paling terkenal
dalam sejarah. Setelah masa Harun Al-Rasyid, perpustakaan Bait al-Hikmah
kemudian dikembangkan oleh Khalifah Al-Ma’mun. Pada masa Al-Ma’mun,
perpustakaan Bait al-Hikmah bertambah besar dengan penambahan koleksinya. Al-
Ma’mun juga mengundang para penerjemah-penerjemah besar dan penyalin serta
para ulama dan penulis-penulis.

Berkembangnya perpustakaan Bait al-Hikmah, tidak terlepas dari beberapa faktor


sebagai berikut. Pertama, kecintaan Khalifah Abbasiyah, dalam hal ini khususnya al-
Manshur, Harun al-Rasyid, dan al-Ma’mun terhadap ilmu pengetahuan. Kedua,
adanya kegiatan penerjemahan secara besar-besar yang berlangsung sepanjang abad
kesembilan dan sebagian besar abad kesepuluh. Ketiga, berkembangnya penggunaan
kertas dalam dunia Islam. Keempat, banyaknya ilmuwan dari berbagai penjuru dunia
yang datang untuk belajar dan melakukan penelitian di Kota Baghdad. Kelima,
kekayaan Dinasti Abbasiyah dan dukungan materil untuk berbagai aktivitas
intelektual, seperti memberikan imbalan yang besar bagi setiap ilmuwan, pendanaan
untuk lembaga penerjemahan dan observatorium dan lain-lain. Keenam, adanya
tuntunan menuntut ilmu yang ditanamkan dalam ajaran Islam, yang mendasari
semangat khalifah dan para ilmuwan.
Bait al-Hikmah merupakan bagian dari bangunan istana khalifah yang terletak di
kota Baghdad, lembaga ini dikelola oleh sejumlah mudir (direktur) para ilmuwan
yang diberi gelar “Shahib”. Direktur Bait al-Hikmah ini disebut dengan “Shahib
Baitul Hikmah”.Direktur pertamanya yaitu Sahal Ibn Harun al-Farisi (215 H/ 830
M). Ia diangkat oleh Khalifah al-Ma’mun, selain itu ia dibantu oleh Said ibn Harun
yang dijuluki juga dengan Ibn Harim, untuk mengurusi Bait al-Hikmah. Hasan Ibn
Marar Adz-Dzabi juga diangkat di kantor Bait al-Hikmah.
B. Peranan Perpustakaan Bait Al Hikmah Pada Masa Bani Abassiyah
Dengan berdirinya Baitul Hikmah, kegiatan pentransferan ilmu pengetahuan
menjadi lebih maju. Khalifah berhasil merekrut para sastrawan, sejarawan dan
ilmuwan-ilmuwan terbaiknya. Kemudian mereka dikirim ke kawasan-kawasan kuno
kerajaan Bizantium dengan tugas mencari karya-karya ilmuwan/ filosof klasiknya.
Melalui kegiatan-kegiatan inilah pada akhirnya umat Islam bisa mengembangkan
karya-karya kuno seperti Hypokrates, Euclides, Galen dan lain-lain. Pesatnya
perkembangan lembaga Baitul Hikmah mendorong lembaga ini untuk memperluas
peranannya, bukan saja sebagai lembaga penerjemah, tetapi juga meliputi hal-hal
sebagai berikut:

1. Sebagai pusat dokumentasi dan pelayanan informasi keilmuwan bagi


masyarakat, yang antara lain ditunjukkan dengan berdirinya perpustakaan di kota
Baghdad
2. Sebagai pusat dan forum kegiatan pengembangan keilmuan, sehingga semua
perangkat risetnya juga dilengkapi dengan observatorium astronomi
3. Sebagai pusat kegiatan perencanaan dan pengembangan pelaksanaan pendidikan.

Faktor-faktor pendukung kemajuan intelektual pada masa tersebut, ditentukan oleh


dua hal, yaitu:
a. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih
dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa
pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa nonArab banyak yang masuk Islam.
Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu
memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Pengaruh Persia sangat kuat di bidang pemerintah. Di samping itu Bangsa
Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh
India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi.
Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan di berbagai
bidang ilmu, terutama filsafat.
b. Gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama pada masa
Khalifah al-Manshur hingga Harun ar-Rasyid. Pada masa ini yang banyak
diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase
kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-
buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat, dan kedokteran.
Pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya
pembuatan kertas. Selanjutnya bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin
meluas.

BAB V
PERKEMBANGAN KEPUSTAKAAN ISLAM PADA MASA DAULAH BANI
UMAYYAH II DAN BANI FATHIMIYAH DI MESIR

A. Perkembangan Kepustakaan pada masa Daulah Bani Umayyah II di Andalusia


Masa Daulah Bani Umayyah merupakan awal perkembangan kepustakaan Islam.
Meskipun masih terbatas dalam lingkup istana Daulah Bani Umayyah, telah cukup
banyak mengoleksi buku buku keagamaan, kesusastraan, filsafat, kimia, dan lainnya
atas jasa Khalid bin Yazid. Beliau telah membayar para penerjemah buku-buku Yunani
dan buku-buku berbahasa asing lainnya kedalam bahasa arab. Kepustakaan Islam di
Cordova, Andalusia, Spanyol, tidak dapat dilepaskan juga dari perkembangan
kepustakaan Islam di Suriah (Syria) disebabkan oleh tiga hal berikut. Pertama, karena
pendiri kerajaannya, Abdurrahman al-Dakhil. Kedua, dalam dan memajukan
kepustakaan Islam di Andalusia, Daulah Bani Umayyah II selalu melakukan hubungan
dan memiliki jaringan keilmuan dan kebudayaan dengan Daulah Bani Umayyah I di
Damaskus, Suriah (Syria) dan di wilayah Arab lainnya, seperti Baghdad, Irak. Ketiga,
Awal kemunculan dan perkembangan Daulah Bani Umayyah II di Andalusia, Spanyol,
juga ditandai oleh Perpindahan masyarakat Arab-Muslim-Suriah (Syria) secara massive
(besar sekali) yang melakukan imigrasi ke Andalusia. Sehingga, dapat dipastikan
bangsa Arab (Syria) cukup banyak di Andalusia pada masa Daulah Bani Umayyah II.
Oleh karena itu, Kurdi Ali menyebut wilayah Andalusia, Spanyol, yang dikuasai
Daulah Bani Umayyah II dengan sebutan Madinahal-‘Arab fi al-Andalus. Selain itu,
dalam kaitan dengan kepustakaan Islam, Andalusia memiliki hubungan lebih erat
dengan Suriah (Syria) dan dunia Timur (Arab) lainnya, seperti Baghdad.Tampaknya
juga bahwa buku-buku kepustakaan yang diimpor dari Timur, khususnya Suriah (Syria)
dan Irak, ke Andalusia merupakan buku-buku yang sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab sehingga proses penerjemahannya dari Bahasa asing di Cordova,
Andalusia, tidak berkembang seperti halnya pada masa Khalifah Harun al-Rasyid dan
Khalifah al-Ma’mun. Ini juga dapat diketahui dari tidak adanya periwayatan yang
menyatakan aktivitas penerjemahan yang aktif dan secara besar di Cordova dan
Andalusia terhadap kepustakaan dari luar Arab. Hubungan Cordova (Spanyol) dengan
Dunia Timur (Arab), hususnya Suriah (Syria) dan Irak, mengalami perkembangan
pesat. Di Ibu Kota Daulah Bani Umayyah II, di bawah pemerintahan al-Hakam I,
mereka menjadi penyebar ilmu, pengajar, penulis buku (pengarang), penjual (pebisnis)
buku (kitab), sehingga hubungan dan jaringan keilmuan antara dunia Arab (Timur)
dengan Spanyol, khususnya Cordova, Andalusia, terjalin dengan baik dan
menghasilkan banyak karya keilmuan yang menjadi sumber-sumber kepustakaan Islam
Fenomena ini menunjukkan bahwa jaringan keilmuan pada masa Daulah Bani
Umayyah II di Cordova, Andalusia, Spanyol dibangun oleh berbagai segmen dan
lapisan (strata) sosial dan multietnik (aneka suku). Inilah yang kemudian menegaskan
tesis bahwa tradisi kepustakaan Islam berkembang seiring dengan terjadinya difusi
kebudayaan. Pada masa ini, kepustakaan Islam tidak hanya berada di dalam istana
kerajaan (daulah), tetapi juga menjamur di berbagai kota di Cordova, yang
menunjukkan suatu perkembangan yang pesat dan kemajuan dalam kepustakaan Islam.

Perpustakaan daulah ini didirikan oleh Khalifah al-Hakam II pada dekade akhir abad
ke-10 M terletak di pusat Ibu Kota, Cordova, sehingga nama perpustakaan pun dikenal
dengan Perpustakaan Khalifah al-Hakam II. Perpustakaan ini pada awalnya merupakan
perpustakaan-perpustakaan pribadi milik keluarga istana daulah, yang kemudian
digabungkan menjadi satu perpustakaan besar oleh Khalifah al-Hakam II. Dengan
penggabungan ini, perpustakaan Khalifah al-Hakam II menjadi perpustakaan terbesar
dan terlengkap di Spanyol, memuat berbagai disiplin ilmu. Selain mendirikan
perpustakaan, beliau juga mendirikan 27 sekolah di Cordova untuk masyarakat miskin
secara gratis dan universitas-universitas di berbagai kota Andalusia. Perpustakaan ini
pada awalnya merupakan perpustakaan-perpustakaan pribadi milik keluarga istana
daulah, yang kemudian digabungkan menjadi satu perpustakaan besar oleh Khalifah al-
Hakam II. Dengan penggabungan ini, perpustakaan Khalifah al-Hakam II menjadi
perpustakaan terbesar dan terlengkap di Spanyol, memuat berbagai disiplin ilmu. Selain
mendirikan perpustakaan, beliau juga mendirikan 27 sekolah di Cordova untuk
masyarakat miskin secara gratis dan universitas-universitas di berbagai kota Andalusia.
Khalifah al-Hakam II telah mulai melakukan system pengelolaan (managment system)
perpustakaan dengan merekrut (recruitment) sejumlah besar staf perpustakaan untuk
memperkenalkan, mengelola, dan menambah secara padat jumlah koleksi
kepustakaannya. Selain memiliki jaringan dengan kepustakaan dunia Timur (Arab),
khususnya Suriah (Syria) dan Irak, perpustakaan daulah ini juga memiliki hubungan
dan jaringan yang baik dengan kepustakaan Barat (Eropa) yang lain. Terbukti bahwa
Daulah Bani Umayyah II di bawah kepemimpinan Khalifah Abdurrahman menerima
hadiah dari Kaisar Byzantium berupa suatu karya Yunani yang ditulis di mukanya
dengan tinta emas dan dihias dengan sangat indah.
B. Perkembangan Kepustakaan pada masa Daulah Fathimiyyah Di Mesir
Daulah Fatimiyah didirikan pada 298 H/907 M oleh Ubaidillah. Ia mengklaim sebagai
keturunan Fatimah al-Zahra Binti Rasulullah, meskipun banyak sejarawan yang
menolak kalimnya. 13 Daulah ini pecahan dari Daulah Abbasiyah, yang melepaskan
dan memerdekakan otoritas politiknya dari Daulah Abbasiyah di Baghdad dan
membangun kekuasaan barunya berpusat di Tunisia, Maroko, Afrika Utara. Sekitar 62
tahun berikutnya, pada 358 H/969 M pada masa Khalifah Muiz Lidinillah, pusat
kekuasaan khalifah ini berpindah ke Kairo (al-Qahirah) sebagai pusat ibu kota barunya.
Pada saat pembangunan Kota Kairo (al-Qahirah) ini pula dibangun Masjid Jami’ al-
Azhar. Sejak saat itu, Kairo menjadi pusat pemerintahan dan kebudayaan Islam, yang
berdiri sendiri, selain Baghdad. Berikut adalah Penjelasan mengenai Perpustakaan di
Mesir:
1. Pembangunan Perpustakaan di Mesir
Khalifah al-Aziz, putra Khalifah Muiz Lidinillah, meneruskan kebijakan ayahnya
dengan membangun Khazain al-Qushur (khazanah kekayaan istana) pada 364–365
H/ 975– 976 M sebagai bangunan perpustakaan yang sangat besar. Di dalamnya
terdapat 40 ruangan besar dengan jumlah koleksi kepustakaan mencapai 1.600.000
(satu juta enam ratus ribu buku, dokumen, manuskrip, dan lain-lain).
2. Perpustakaan Selain Dar al-Hikmah
Selain Dar al-Hikmah, perpustakaan milik pribadi dan perpustakaan masjid juga
berkembang pada masa Daulah Fatimiyah. Perpustakaan pribadi dapat berupa
perpustakaan milik keluarga raja, perpustakaan seorang ilmuwan atau paling tidak
pencinta buku. Bahkan, terdapat pula dua perpustakaan pribadi milik orang Yahudi
dan ilmuwan tertentu lainnya.17 Dalam kaitan ini, tampak bahwa Daulah Fatimiyah
lebih terbuka (open minded) dalam konteks pengembangan kepustakaan Islam.
3. Persaingan Perpustakaan dalam Konteks Daulah- Daulah Islam
4. Pengelolaan Perpustakaan

BAB VI
PERIODISASI PERKEMBANGAN PERPUSTAKAAN ISLAM DALAM KONTEKS
SEJARAH PERADABAN ISLAM

A. Sejarah berdirinya perpustakaan Islam pada masa klasik


Sejarah berdirinya perpustakaan Islam pada masa klasik Kemajuan peradaban Islam
berkaitan dengan kemajuan seluruh aspek atau bidang-bidang keilmuan. Pada masa
klasik (650-1250) keilmuan islam berkembang pesat baik dalam pemikiran maupun
peradaban islam yang disebabkan oleh beberapa hal, seperti motivasi internal Islam
itu sendiri, maupun para khalifah yang cinta akan ilmu pengetahuan. Bukan hanya
pada ilmu agama, namun juga ilmu-ilmu umum sehingga ilmu pengetahuan terus
berkembang disertai dengan munculnya perpustakaan pada masa kejayaan Islam.
Pada masa pemerintahan Abassiyah, berdiri tempat sebuah penyimpanan koleksi yang
didirikan oleh Harun al-Rasyid yang merupakan perpustakaan tersebsar dimasa itu.
Perpustakaan ini bernama Bayt al-Hikmah dan bertahan hingga tahun 1258 M setelah
adanya penyeragan dari bangsa Mongol ke Baghdad. Al Zuhri disebutkan telah
mengoleksi buku-buku yang dikumpulkan dari murid-muridnya. Sejarah tentang
berdirinya perpustakaan pertama di dunia Islam adalah pendapat yang masyhur
dikalangan para ahli sejarah. Pendapat ini antara lain dikemukaan oleh Pedersen
(1996), Quraishi (1970), dan Ibn Nadim (1970) yang menyebutkan bahwa keterangan
yang lebih dikenal sebagai awal berdirinya perpustakaan di dunia Islam adalah
perpustakaan yang didirikan oleh Khalid Ibn Yazid.
B. Kepustakawan dalam periodisasi pertengahan
Dalam periodisasi pertengahan, perkembangan Islam memiliki dua fase yaitu fase
kemajuan dan kemunduran. Fase kemajuan (650-1250M) ditandai dengan luasnya
kekuasaan Islam, ilmu dan sains yang mengalami kemajuan. Fase kemunduran (1250-
1500M) ditandai dengan pecahnya kekuasaan Islam sehingga menjadi kerajaan-
kerajaan yang terpisah.
Di periodisasi membahas 3 kerajaan besar, diantaranya:
1. Kerajaan Usmani
2. Kerajaan Safawi di persia
3. Kerajaan Mughal di India
Dalam periode pertengahan, terjadi masa kevakuman ekonomi dan kultur menghadapi
eropa, perkembangan perpustakaan Islam mengalami kesuraman.
C. Kontribusi perpustakaan pada Islam klasik terhadap perpustakaan sekarang
Sejarah Islam membuktikan bahwa perpustakaan Islam memiliki kontribusi sangat
penting didalam perkembangannya. Hal itu terjadi tidak lain karena perpustakaan
menyimpan berbagai informasi dan referensi ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai dengan
pepustakaan itu sendiri yaituhasil budaya dan catatan (record) perjalanan umat
manusia. Kontribusi tersebut di buktikan dengan lahirnya beberapa karya ilmuan
Islam yang jsangat monumental dalam sejarah perkembangan peradaban Islam hingga
sekarang. Dengan adanya perpustakaan pada masa Islam klasik hal tersebut menjadi
contoh bagi perpustakaan pada masa sekarang, yang mana kita ketahui bahwa
perpustakaan sudah berkembang pesat sejak dahulu hingga saat ini, hanya saja pada
masa Islam klasik perpustakaan yang ada tersebut masih menggunakan metode-
metode manual dan perlengkapan seadanya sedangkan pada masa sekarang
perpustakaan sudah menggunakan kecanggihan dari teknologi informasi yang telah
ada.
D. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan perpustakaan Islam
Perkembangan perpustakaan Islam mencapai puncaknya terjadi pada masa kekuasaan
Bani Abassiyah. Berbeda pada masa pemerintahan kekhalifahan Bani Umayyah, pada
masa kekhalifahan Bani Abassiyah tradisi ilmiah dan ilmu pengetahuan berkembang
demikian pesat sehingga mendorong tumbuhnya pusat-pusat studi ilmu pengetahuan
termasuk perpustakaan. Menurut Syalabi berkembangnya perpustakan dalam islam
tidak terlepas dari usaha pengembangan ilmu pengetahuan. Perpustakan adalah suatu
sarana yang ditempuh umat islam pada masa lalu untuk menyiarkan pengetahuan.
Karena pada masa itu harga buku-buku sangat mahal karena ditulis tangan, dan hanya
orang-orang kaya saja yang dapat membeli buku. Oleh karena itu, salah satu jalan
bagi orang yang ingin memberi pelajaran dan menyiarkan ilmu pengetahuan adalah
dengan mendirikan perpustakan.
E. Kemunduran dan kehancuran perpustakaan islam
Faktor-faktor penyebab kemunduran:
1. Serangan tentara salib
2. Invansi pasukan Tartar terhadap negeri-negeri Islam
3. Adanya konflik internal dikalangan umat muslim
4. Persoalan pribadi atau keluarga

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
http://www.ppwalisongo.id/berita/detail/204/menelusuri-jejak- perkembangan-
bahasa-arab
https://mayaliana0912.blogspot.com
https://www.academia.edu/5125925/Sejarah_Tulisan_Arab
http://siat.ung.ac.id/files/wisuda/2014-1-1-87201-231410087-bab1-
06082014071954.pdf

BAB II
Pustaka dan Arsip kabupaten Kampar. 2022. Rumah . [online] Tersedia di:
<https://pustakaarsip.kampparkab.go.id> [Diakses 10 September 2022].
Ejournal.perpusnas.go.id. 2022. e-Journal Perpustakaan Nasional RI . [online]
Tersedia di: <https://ejournal.perpusnas.go.id/> [Diakses 10 September 2022].
Hak, Nurul. "Sains Kepustakaan dan Perpustakaan dalam Sejarah dan Peradaban
Islam (klasik, pertengahan, modern)". Pati: Maghza Pustaka, 2020

BAB III
https://perpustakaan.ump.ac.id (diakses 18 September 2022)
Hak Nurul.2020.Sains,Kepustakaan,dan Perpustakaan dalam Sejarah dan
Peradaban Islam.Pati:MaghzaPustaka.
https://ojs.uinsuka-bjm.ac.id (diakses 18 September 2022)
https://duniaperputakaan.com (diakses 18 September 2022)
Agus Rifai.2013.Perpustakaan Islam konsep, sejarah, dan Kontribusinya dalam
Membangun Peradaban Islam Masa Klasik.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
BAB IV
Rodin, Rhoni (2021). Kajian Historikal Terhadap Perkembangan Perpustakaan di
Masa Dinasti Abassiyah dan Konteksnya di Masa Sekarang. 5(2), 237-238
Yanto, (2015). Sejarah Perpustakaan Bait Al Hikmah Pada Masa Keemasan Dinasti
Abassiyah, 15(1), 242-243

BAB V
Hak, Nurul. “Sains, Kepustakaan dan Perpustakaan dalam Sejarah dan Peradaban
Islam (Klasik, Pertengahan, Modern)”. Pati: Maghza Pustaka, 2020.
Hamadah, Muhammad Mahir, al – maktabat fi al – islam, Beirut:Muassasah al
Risalah, 1981
Kurdi Ali, Ali al –islam wa al- hadharah al Arabiyah, Juz 1, Hlm 238
Musyarifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu pengetahuan Islam
Cet. 3 Kencana, Jakarta,2007, hlm 141.
Muhammad Kurdi Ali, al – islam wa al hadharah al – arabiyah, juz 1, hlm, 238.
Diakses Pada 4 Oktober 2022
Nakosten, Mehdi. 1996. History of Islamic Origins of Western Education A.D. 800 –
1350 : With an Introduction to Medieval Muslim Education. Terjemahan Kontribusi
Islam atas Dunia Intelektual Barat : Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam oleh
Joko S. Kahhar & Suriyanto Abdullah. Surabaya: Risalah Gusti.
Sulasman, 2013. Sejarah Islam di Asia Dan Eropa,cet. 1 pustaka setia,
Bandung,2013, hlm 225.
Sulasman. Sejarah Islam di Asia Dan Eropa,cet. 1 pustaka setia, Bandung,2013, hlm
225.
S.M Imamuddin, Some Leading Libraries of the World, (Dhaka: Islamic. foundation,
1983)

BAB VI
Joko Winarto (2010). Perkembangan Islam Abad Pertengahan, dalam
https://www.kompasiana.com/jokowinarto/55002ee88133112819fa7348/perkembang
an-islam-abad-pertengahan diakses tanggal 29 November 2018.
Rifai, Agus. 2013. Perpustakaan Islam: konsep, sejarah, dan kontribusinya dalam
membangun peradaban Islam masa klasik. Jakarta: Rajawali Press.

Anda mungkin juga menyukai