SEKOLAH
“ SEJARAH PERPUSTAKAAN DI YUNANI”
Disusun oleh
Kelompok 9-2F
1. Daffa Adhiza Ilfani (1902101148)
2. Ilham Hadiwinata (1902101158)
Ruang perpustakaan tersebut diperindah dengan karpet sedang seluruh pintu dan
koridornya berkorden. Para manager, pegawai, portir (penjaga pintu) dan pekerja kasar lainnya
ditunjuk untuk memelihara keberadaan Baitul Hikmah Menurut Al-Maqrizi anggaran
pemeliharaan mencapai 257 dinar pertahun guna untuk kelengkapan permadani, kertas, gaji
pegawai, air, tinta dan pena, perbaikan-perbaikan dan sebagainya. Kertas, pena dan tinta
disediakan cuma-cuma bagi para siswa yang diambilkan dari hasil wakaf dan para dermawan.
Kemunduran perpustakaan Bait al-Hikmah diawali dengan kevakuman dan kemunduran Islam.
Bait al-Hikmah dan isinya dihancurkan di Pengepungan Baghdad (tahun 1258), oleh pasukan
Mongol yang dipimpin Hulagu Khan, cucu dari Genghis Khan. Konon, warna air Sungai Tigris
yang melalui Bagdad, berubah menjadi merah dan hitam selama seminggu. Merah dari darah
para ilmuwan dan filsuf yang terbunuh, sedangkan hitam dari tinta buku-buku berharga koleksi
Baitul Hikmah yang luntur setelah dibuang ke sungai itu. Akibatnya sangat sedikit bukti
arkeologis perpustakaan ini, sehingga sebagian besar informasi tentang perpustakaan itu berasal
dari karya-karya para sejarawan di masa lalu seperti Al-Tabari dan Ibn al-Nadim.
Perpustakaan lain yang tak kalah besarnya pada masa ini adalah perpustakaan di
Madrasah Nizamiah yang didirikan pada 1065 M oleh Nizam Al Mulk. Ia adalah seorang
perdana mentri dalam pemerintahan Saljuq.. Koleksi di perpustakaan ini diperoleh sebagian
besar melalui sumbangan, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Al-Atsir (sejarawan) bahwa
Muhib Al-Din ibn Al-Najjar Albaghdadi mewariskan dua koleksi besar pribadinya kepada
perpustakaan ini.dan Khalifah Al-Nashir juga menyumbangkan beribu-ribu buku dari koleksi
kerajaannya kepada perpustakaan tersebut. Karyawan dan pustakawan diberi gaji yang besar. Hal
ini bukan hanya terjadi di perpustakaan Nizamiah saja. Akan tetapi hampir di seluruh
perpustakaan zaman tersebut. Bahkan Al Nadim memaparkan adanya tanda-tanda keirihatian
dari para pustakawan khususnya pustakawan Bayt Al Hikmah, sebab mereka memiliki
kedudukan yang tinggi di dalam masyarakat, karena kecendikiawanan mereka.
Diantara pustakawan terkenal Nizamiah adalah Abu Zakariah Tibrizi dan Ya’qub ibn
Sulaiman AL-Askari. Pada tahun 1116 M perpustakaan ini mengalami musibah : kebakaran
hebat yang menghabiskan seluruh bangunan dan isinya. Di samping bayt al- Hikmah, Khalifah
Mustansir Billah mendirikan sebuah perpustakaan yang luar biasa di madrasah yaitu
perpustakaan al-Mustanriyah yang didirikan pada 1227 M. Uniknya perpustakaan ini adalah
memiliki rumah sakit di dalamnya. Makanya perpustakan ini sebagai madrasah dan rumah sakit.
Pengelana dunia terkenal (Ibn Baththuthah) menjelaskan bahwa Mustanriah dan
perpustakaannya, melalui sumbangan-sumbangan sekitar 150 unta dengan muatan buku-buku
yang langka disumbangkan ke perpustakaan ini. Perpustakaan ini memiliki koleksi yang cukup
besar, dari milik kerajaan saja perpustakaan Mustanriah mendapatkan 80.000 buku. Bila
diperhatikan, perpustakaa pada waktu ini bukan hanya berkembang di Bagdad saja melainkan
hampir diseluruh kota besar di dunia timur. Kairo misalnya berdiri perpustakaan khalifah dengan
jumlah buku yang tersedia sekitar 2.000.000 (dua juta) eksemplar. Selain dari itu ada lagi
perpustakaan Darul Hikmah yang juga bertempat di di Kairo. Perpustakaan ini mempunyai 40
lemari. Dalam setiap lemari memuat sampai 18.000 buku. selain itu, diperpustakaan ini juga
disediakan segala yang diperlukan pengunjung seperti tinta, pena, kertas dan tempat tinta
Perpustakaan ini terbuka untuk umum, bagi mereka yang ingin menghabiskan waktu untuk
menelaah buku-buku, juga disediakani penginapan, makan dan bahkan diberi gaji.
Di Syiraz, perpustakaan (khizanat al-kutub) dibangun oleh penguasa Buwaihi Adud ad-Daulah
(977-982) yang semua buku-bukunya disusun di atas lemari-lemari, didaftar dalam katalog, dan
diatur dengan baik oleh staf administratur yang berjaga secara bergiliran. Pada abad yang sama,
kota Bashrah memiliki sebuah perpustakaan yang di dalamnya para sarjana bekerja dan
mendapatkan upah dari pendiri perpustakaan.
Dikota Rayy terdapat sebuah tempat yang disebut “Rumah Buku”. Dikatakan bahwa
tempat itu menyimpan ribuan manuskrip yang diangkut oleh lebih dari empat ratus ekor unta.
Seluruh naskah-naskah itu kemudian didaftar dalam sepuluh jilid katalog.
Perpustaakan-perpustakaan tersebut digunakan sebagai tempat-tempat untuk diskusi dan debat
ilmiah. Yaqut Al-Hamawi salah seorang ilmuwan ahli geografi menghabiskan waktu selama tiga
tahun untuk mengumpulkan bahan-bahan yang ia perlukan untuk menulis kamus geografinya.
Para pelindung perpustakaan juga mencurahkan sebagian besar pemikirannya untuk desain, tata
letak dan arsitektur perpustakaan agar masyarakat luas dapat menjangkau buku-buku dan
fasilitas-fasilitas yang diperlukan dengan mudah. Kebanyakan perpustakaan-perpustakaan
tersebut ditempatkan di gedung yang dirancang secara khusus, dengan banyak ruangan untuk
berbagai tujuan, galeri-galeri dengan rak buku, ruangan-ruangan untuk kuliah dan debat,
termasuk juga ruangan-ruangan untuk hiburan musikal. Semua ruangan berpermadani sehingga
para pembaca dapat duduk diatasnya. Gorden-gordennya menciptakan suasana menyenangkan
dan pengaturan ruangan menciptakan suhu yang sesuai.
Dilihat dari penataan koleksi, perpustakaan-perpustakaan zaman tersebut pustakawan sudah
menata buku berdasarkan klasifikasi ilmu pengetahuan tertentu. Mereka telah membuat sistem
klasifikasi ilmu pengetahuan yang diterapkan untuk penataan buku di perpustakaan. Diantara
klasifikasi yang paling terkenal adalah yang dibuat oleh : Al-Kindi (801-973 M ), Al Farabi
(wafat pada 950 M), Ibn Sina (980-1037 M), Al Ghazali (1058-1111M), Al-Razi (864-925 M)
dan Ibnu Khaldun (1332-1403 M).
Masa Dinasti Fatimiyah
Dinasti Fatimiyah yang berdiri di Kairo bisa dibilang sebagai sebuah negara otonomi
Abbasiyah. Bahkan dianggap akan menggoyah eksistensi Abbasiyah di Baghdad. Tak hanya
persaingan politik dan madzhab yang menghiasi perjalan dua dinasti Islam tersebut, tapi juga
budaya dan pemikirannya. Meski secara historis, dinasti Fatimiyah relatif lebih muda 1 ½ abad
dari Abbasiyah yang berdiri pada abad kedua, tapi kebijakan Fatimiyah tak kalah bersaing dari
induknya.
Perpustakaan Darul ‘Ilmi didirikan oleh khalifah Al-Aziz Billah (365 H) setelah naik
tahta menggantikan ayahandanya, Al-Mu’iz Lidinillah. Awalnya perpustakaan ini hanya berawal
dari hobi baca sang khalifah, yang tak segan membelanjakan hartanya demi sebuah buku yang
sedang diburu. Konon setiap kali khalifah Al-Aziz menemukan sebuah buku yang
‘menyihir’nya, dia akan segera menyuruh nussakh untuk menggandakan.
Bahkan kitab al-Ainnya Al-Khalil Bin Ahmad saja digandakan sampai 30 eksemplar.
Perpustakaan ini terus berkembang hingga koleksi buku yang ada mencapai jutaan. Menurut Dr.
Musthafa al-Siba’i jumlah berkisar antara 1-2 juta koleksi buku.
Koleksi buku yang ada saat itu hanya sebagai ekspresi bangga diri dan persaingan politik
semata layaknya masa dinasti Ustmaniyah, tapi khalifah Al-Aziz Billah benar-benar seorang
penguasa yang memiliki perhatian khusus pada buku. Ibnu Khalkan bercerita bahwa sang
khalifah kerap keluar masuk perpustakaan, mengawasi sendiri koleksi buku-bukunya, dan
bahkan berjam-jam membaca dan mendiskusikannya pada para penasehat dan ilmuwan yang
sengaja diundangnya ke Kairo.
Perpustakaan pada awal kejayaan Islam menunjukkan perannya dalam menunjang
pendidikan umat. Perpustakaan yang di kelola oleh orang-orang Islam tidak hanya memperhtikan
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keagamaan, seperti msalah ibadah dan teologi, tapi juga
mengelola disiplin ilmu yang lain seperti kedokteran, sosial, politik dan sebagainya. Berbagai
peran perpustakaan pada masa peradaban Islam yaitu:
1. Pusat Belajar (Learning Center)
Setelah masa Khulafaur-Rasyidin, peradaban Islam berkembang dengan pesat. Perkembngn
itu antara lain adalah proses pendidikan tertama pada mas Umaiyah dan Abbasiyah. Pada
masa ini gairah dan apresiasi umat pada perpustakaan sangat tinggi. Mereka membangun
perpustakaan, baik umum, khusus maupun perpustakaan pribadi. Sehingga tidak heran banyak
masjid dan sekolah memiliki perpustakaan. Mereka menganggap bahwa perpustakaan sama
pentingnya dalam membangun ilmu pengetahuan. Bahkan fungsi perpustakaan kadang-
kadang tidak dapat di bedakan dengan fungsi lembaga pendidikan karena sama-sma
memberikan smbangan dalam pengajaran kepada umat.
2. Pusat Penelitian
Sesungguhnya peran penelitian yang dilakukan oleh perpustakaan pada masa awal Islam
sangat signifikan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa, misalnya utusan khalifah-
khalifah atau raja-raja untuk membahas suatu bidang ilmu tertentu di perpustakaan-
perpustakaan yang terkenal memiliki koleksi yang cukup besar dan lengkap seperti Baitul
Hikmah dan Darul Hikmah. Disamping itu, para peneliti dan cendekiawan yang mencoba
mengembangkan suatu ilmu yang berkaitan dengan keahliannya. Banyak di antara mereka
yang melakukan perjalanan dari suatu perpustakaan ke perpustakaan lain untuk merumuskan
dan melakukan penemuan-penemuan baru. Tentu saja aktivitas semacam ini tidak pernah
terhenti sampai sekarang dan begitu pula pada masa datang selama perpustakaan menjalankan
fungsinya sebagai sumber informasi.
3. Pusat Penerjemahan
Suatu hal yang amat menarik adalah di mana perpustakaan pada masa itu menjadi jembatan
dari kebudayaan. Misalnya, kebudayaan dan ilmu pengetahuan Yunani Kuno diterjemahkan
ke dalam bahasa Arab untuk dipelajari oleh masyarakat. Dalam konteks ini perpustakaan
menjadi sponsor atas semua kegiatan tersebut. Aktivitas semacam ini telah mendapatkan
respon positif sehingga para penerjemah memperoleh status yang baik dalam masyarakat.
Situasi ini mulai pada saat didirikannya perpustakaan yang pertama dalam dunia Islam.
Menurut Kurd Ali, orang yang pertama kali menekuni bidang ini ialah Chalid Ibnu Jazid
(meninggal tahun 656 M). Di lain sumber dikatakan bahwa Ibnu Jazid telah mencurahkan
perhatiannya terhadap buku lama, terutama dalam ilmu kimia, kedokteran dan ilmu bintang.
4. Pusat Penyalinan
Salah satu hal yang dapat dibanggakan oleh kaum Muslimin yaitu sejak dari abad pertengahan
telah dirasakan pentingnya bagian percetakan dan penerbitan dalam suatu perpustakaan. Oleh
karena itu alat-alat percetakan sebagaimana yang kita lihat di abad modern ini belum ada di
masa itu, maka untuk mengatasi hal ini mereka adakan seleksi penyalinan pada tiap-tiap
perpustakaan. Penyalinan buku itu diselenggarakan oleh penyalin-penyalin yang terkenal
kerapihan kerja dan tulisannya.
Berikut ini klasifikasi perpustakaan pada peradaban Islam berdasarkan jenisnya:
1. Perpustakaan Umum
Perpustakaan jenis ini biasanya didirikan di masjid–masjid agar orang–orang yang belajar di
masjid dan pengunjung dapat membaca buku–buku yang mereka perlukan. Kadang – kadang
perpustakaan didirikan di masjid dengan maksud agar lembaga pendidikan dapat menampung
pelajar–pelajar yang dating untuk mencari ilmu pengetahuan.
Perpustakaan umum sangat banyak jumlahnya, barang kali untuk menemukan suatu masjid
atau sekolah–sekolah yang tidak memiliki perpustakaan dengan koleksinya yang siap di
tela’ah dan muraja’ah bagi pelajar dan peneliti yang sedang mengadakan penelitian. Yang
termasuk perpustakaan umum adalah sebagai berikut :
a.Baitul Hikmah
b.Al-Haidariyah di An-Najaf
c.Ibnu Sawwar di Basrah
d.Sabur
e.Darul Hikamah di Kairo
f.Perpustakaan-perpustakaan sekolah
2. Perpustakaan Semi Umum
Perpustakaan semi umum didirikan oleh para khalifah dan raja–raja untuk mendekatn diri
kepada ilmu pengetahuan. Adupan perpustakaan semi umum antara lain;
a.Perpustakaan An-Nashir Li Dinillah
b.Perpustakaan Al-Muzta’sim Billah
c.Perpustakaan Khalifah–Khalifah Fathimiyah
3. Perpustakaan Pribadi
Perpustakaan ini didirikan oleh ulama–ulama dan para sastrawan, khusus untuk kepentingan
mereka sendiri. Perpustakaan ini sangat banyak karena hampir semua ulama dan sastrawan
memiliki perpustakaan untuk menjadi sumber dan referensi bagi pembahsan dan penelitian
mereka. Perpustakaan jenis ini antara lain;
a.Perpustakaan Al-Fathu Ibnu Haqam
b.Perpustakaan hunain Ibnu Ishaq
c.Perpustakaan Ibnul Harsyab
d.Perpustakaan Al Muwaffaq Ibnul Mathran
e.Perpustakaan Al-Mubasysir Ibnu Fatik
f.Perpustakaan Jamaluddin Al Qifthi
Masa Modern
Dalam dunia modern, perpustakaan didefinisikan kembali sebagai tempat untuk
mengakses informasi dalam format apapun. apakah informasi itu disimpan dalam gedung
perpustakaan tersebut ataupun tidak. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku
tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada dalam perpustakaan digital, yakni dalam bentuk data
yang bisa diakses lewat jaringan komputer.
Era kekinian, tahun 1973 diresmikan Perpustakaan King Abdul Aziz di Madinah di
bawah pengelolaan Kementerian Urusan Islam, Wakaf dan Dakwah.
Di perpustakaan yang terletak di Jalan Al-Manakhah memanjang hingga ke halaman Masjid An-
Nabawi sebelah barat, berisi manuskrip, buku-buku, serta ruang untuk riset atau penelitian
ilmiah. Dilengkapi pula dengan perpustakaan khusus anak-anak, perpustakaan wanita dan aula
pertemuan.
Di perpustakaan ini terdapat manuskrip mushaf al-Qur’an kuno sekitar tahun 488 dan 549
Hijriah, serta lebih dari 13 ribu manuskrip yang masih otentik (asli).
Juga tersimpan kitab-kitab yang tergolong langka dalam ruangan tersendiri, yang jumlahnya
mencapai kurang lebih 25 ribu eksemplar. Sedangkan kitab-kitab yang tergolong baru dan
kontemporer jumlahnya sekitar 40 ribu eksemplar, yang memenuhi seluruh ruagan tingkat dua.
Termasuk karya-karya tesis maupun disertasi doktoral juga ada di dalamnya.
Di Makkah ada Library of Al-Masjid Al-Haram berlokasi di Masjid Al-Haram Mekkah pintu 79
lantai 2. Perpustakaan ini diresmikan penggunaannya pada tanggal 1 Juni 2013 oleh gubernur
Makkah Khalid Al-Faisal. Dengan luas area sekitar 540 meter persegi.
Di perpustakaan ini terdapat buku cetak, buku digital, buku audio, dan buku langka dengan
jumlah sebanyak kurang lebih 30.000 eksemplar buku dan 200 buah cd.
Salah satu perpustakaan besar lain yang ada sekarang adalah Perpustakaan Masjid Nabawi.
Perpustakaan ini didirikan pada pertengahan abad ke-14 H. Pembangunannya dipimpin oleh
Sayid Ahmad Yasin Al-Khiyari (wafat 1380 H). Koleksi kitabnya sampai sekarang sudah
bertambah hingga mencapai 60 ribu judul buku. Koleksi kitab yang terdapat disana antara lain:
kitab tauhid, tafsir Alquran, tajwid, qiraat, dan ilmu-ilmu Alquran, Shahih Bukhari, Shahih
Muslim, Syarah Nawawi, kitab sejarah Islam, sejarah Makkah, sejarah Madinah, dan buku-buku
pelajaran bahasa Arab, kitab-kitab fikih dari empat mazhab (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan
Hambali), maupun kitab-kitab fikih dari mazhab-mazhab lain, kitab-kitab ushul fikih, dan
akhlak.
Perpustakaan Nasional King Fahad merupakan perpustakaan legal dan sah milik Kerajaan
Arab Saudi. Perpustakaan ini didirikan pada tahun 1990 dan terletak di Riyadh.
Di antara koleksi khususnya adalah perpustakaan Ihsan Abbas, Syekh Muhammad Ibn Abd al
Aziz al Mani, Syekh Abd Allah Ibnu Muhammad Ibnu Khamis, Dll.
Daftar Pustaka
Afrizal.2017. Jurnal Imam Bonjol : Kajian Ilmu Informasi dan Perpustakaan , Vol. 1, No. 1,
Maret 2017.http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?
article=1278632&val=17019&title=PERPUSTAKAAN%20ERA%20ISLAM%20KLASIK
%20DAN%20PERKEMBANGANNYA%20DI%20LEMBAGA%20PENDIDIKAN%20ISLAM
%20INDONESIA%20SAAT%20INI (diakses tanggal 5 April 2020)
Buletin Al-Turas Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXII No.1, Januari 2016
http://www.lib.umm.ac.id/module.php?view=detailberita&id=20110513093449
http://ipi.fah.uin-alauddin.ac.id/artikel/detail_artikel/195