Anda di halaman 1dari 13

PAPER PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN DAN LABORATURIUM

SEKOLAH
“ SEJARAH PERPUSTAKAAN DI YUNANI”

( Dosen Pengampu : Apri Kartikasari H.S, S.Pd, M, P.d )

Disusun oleh
Kelompok 9-2F
1. Daffa Adhiza Ilfani (1902101148)
2. Ilham Hadiwinata (1902101158)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI MADIUN
2019/2020
I. PENDAHULUAN

Perkembangan perpustakaan di Arab sangat erat kaitannya dengan perkembangan Islam.


Agama Islam muncul pada abad ke-7 yang kemudian Islam menyebar kedaerah sekitar Arab dan
dengan cepat pula pasukan Islam menguasai Syria, Babylonia, Mesopotamia, Persia, Mesir,
seluruh bagian utara Afrika serta sampai di Spanyol. Dalam abad ke-8 dan ke-9, ketika
Konstantinopel mengalami kemandegan dalam karya sekuler, maka Baghdad berkembang
menjadi pusat kajian karya Yunani. Ilmuwan Muslim mulai mempelajari dan menerjemahkan
karya filsafat, pengetahuan, dan kedokteran Yunani ke dalam bahasa Arab, juga dari versi bahasa
Syriac ataupun Aramaic.
Pada masa kejayaan Islam, perpustakaan merupakan sarana untuk belajar yang pada
ahirnya umat Islam dapat membangun peradaban dan kejayaannya yang bertahan beberapa abad
lamanya. Pada masa Nabi Muammad SAW dan para sahabatnya, telah muncul cikal bakal atau
rintisan perpustakaan, yaitu sebagai berikut:
1.Wahyu Allah yang pertama kepada Nabi Muhammad SAW ialah perintah kepada umat Islam
untuk membaca (Iqra’).
2.Rasulullah SAW mengangkat para sahabatnya, antara lain; Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab,
dan Khalid bin Walid sebagai penulis Al Qur'an.
3.Perintah Rasulullah SAW kepada tawanan perang Badar untuk mengajari anak-anak Muslim
membaca dan menulis.
4.Pada masa Rasulullah SAW muncul keinginan menulis Al Qur'an dalam bentuk mushaf pribadi
seperti Mushaf Ubay bin Ka’ab, Mushaf Ibnu Mas’ud, Mushaf Ibn Abbas dan pada ahirnya
melahirkan Mushaf Utsmani yang di salin menjadi 4 Mushaf. Tetapi riwayat lain menebutkan
lima salinan di sebarkan ke kota Madinah, Makkah, Kuffah, Basrah dan Damaskus. Dan
Mushaf-mushaf tersebut di jadikan referensi oleh Umat Islam. Peristiwa diatas mendorong
umat Islam gemar menulis dan membaca dan menulis dan semua itu merpakan semangat di
dalam perpustakaan.
Ada beberapa hal yang melatar belakangi pembentukan dan pembinaan perpustakaan
perpustakaan, di samping peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa perintisan, antara lain
sebagai berikut.
1.Setelah Al Qur'an di kodifikasi dalam bentuk mushaf timbul keinginan masyarakat muslim,
terutama yang hidup jauh dari masa Rasulullah SAW untuk memahami Al Qur'an dan ajaran-
ajaran Islam sesuai dengan yang di pahami dan dilaksanakan oleh Rasulullah SAW. Muncul
keinginan dari sebagian ulama untuk membukukan sabda-sabda Rasulullah SAW, sekalipun
pada awalnya mendapatkan tentangan karena berpegang kepada Hadits yang melarang
penulisan bersumber dari Rasul selain Al Qur'an. Namun pada masa Umar bin Abdul Aziz
(wafat 675 M) beliau dengan otoritasnya memerintah Muhammad bin Muslim bin Syihab az-
Zuhri al-Madani (wafat 695 M) untuk menghimpun hadits dan menulisnya dalam sebuah
buku. Dia beralasan bahwa Rasulullah melarang menulis hadits karena di khawatirkan akan
tercampur dengan Al Qur'an. Padahal pada waktu ia memerintahkan menulis hadits tidak ada
kehawatiran tercampur dengan Al Qur'an, karena Al Qur'an sudh di kodifikasikan dalam
bentuk mushaf. Kemudian hadits-hadits tersebut ditulis dan disebarluaskan ke penjuru negeri
untuk di jadikan referensi.
2.kepeloporan Ibn Syihab az-Zuhri di ikuti oleh ulama-ulma lainnya. Pada masa itu hadits
menjadi primadona. Banyak ahli hadits yang rela melakukan perjalanan jauh dan melelahkan
hanya demi mendapatkan sebuah hadits dan kemudian dihimpun dalam koleksi mereka
masing-masing.ahirnya dikenal dengan koleksi Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu
Daud, Sunan at-Trmudzi, dan koleksi-koleksi linnya. Setiap koleksi bisa terdiri dari tiga jilid
atau lebih bhkan sampai belasan jilid, sehingga menambah bahan rujukan Islam.
3.Gerakan penerjemahan yang di pelopori oleh Khalifa al-Mansur dari Daulah Abbasiyah telah
membantu dalam penambahan jumlah koleksi pustaka pd waktu itu. Dia memperkejakan
orang-orang Persia yang baru masuk Islam untuk menterjemahkan karya-karya berbahasa
Persia dalam bidang astrolgi, ketatanegaraan dan politik, moral, seperti Kalila wa
Dimma dan Sindhid di terjemahkankedalam bahasan Arab. Selain itu di terjemahkan dari
bahasa Yunani seperti Logika karya Aristoteles, lmagest karya Ptolemy, Arithmetic karya
Nicomashus, Geometri kary Euclid. Gerakan penterjemahan dilanjutkan khalifah berikutnya,
yaitu al-Al Makmun. Ia membayar mahal hasil penterjemahan.
II. PEMBAHASAN

Berikut ini perkembangan perpustakaan dari masa ke masa di Arab:


Masa Dinasti Umayyah (661–750)
Bani Umayyah di Andalus didirikan pada tahun 661 H oleh seorang Quraisy yang
bernama Abdurrahman bin Muawiyah bin Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan atau yang lebih
dikenal dengan Abdurrahman ad-Dakhil. Pada masa pemerintahan Muhammad bin Abdurrahman
al-Ausath (273 H), sejarawan mulai memperhatikan perpustakaan-perpustakaan Andalusia. Dan
yang paling terkenal adalah perpustakaan Cordoba. Abdurrahman an-Nashir (350 H) dikenal
sangat cinta dan menggandrungi buku.
Kecintaan para khalifah Bani Umayyah II akan ilmu pengetahuan sampai terdengar ke
Kerajaan Bizantium. Kaisar Konstantin VII pun berinisiatif memberi hadiah kepada
Abdurrahman bin an-Nashir sebuah buku yang belum ia ketahui. Konstantin VII memberinya
buku kedokteran berbahasa Yunani karya Diskuridis. Dan juga buku sejarah kehebatan bangsa
Romawi karya Herosis. Tentu ini adalah hadiah yang istimewa bagi Abdurrahman an-Nashir.
Abdurrahman an-Nashir memiliki dua orang anak: al-Hakam dan Muhammad. Keduanya
mendapat bimbingan khusus dari para sastrawan dan ulama. Sehingga keduanya pun cinta akan
ilmu pengetahuan dan mendirikan perpustakaan pribadi. Sepeninggal Pangeran Muhammad,
Pangeran al-Hakam mewarisi perpustakaan milik saudaranya itu. Kemudian wafat pula sang
ayah, perpustakaanya diwariskan kepada al-Hakam. Lalu al-Hakam menggabungkan ketiga
perpustakaan tersebut dan terbentuklah perpustakaan yang sangat besar, yaitu Perpustakaan al-
Umawiyah. Katalog buku-buku di Perpustakaan al-Umawiyah terdiri dari 2200 halaman. Ini
menunjukkan betapa besarnya perpustakaan milik kerajaan tersebut. Diperkirakan, setidaknya
ada 100.000 buku yang memenuhi koleksinya. Banyak orang yang terlibat dalam membangun
perpustakaan ini sehingga menjadi perpustakaan terbesar di dunia pada saat itu. Yang pertama
adalah Abdurrahman an-Nashir. Kemudian putranya al-Hakam al-Mustanshir. Juga para ulama,
sastrawan, ahli fikih, berbagai penjuru negeri. Pegawai-pegawai di Perpustakaan al-Umawiyah
adalah para professional yang berasal dari Andalus hingga Baghdad. Mereka adalah para penulis
dan cendekiawan. Mereka adalah orang-orang yang memiliki perhatian besar terhadap buku.
Para penulis dan cendekiawan itu menulis buku-buku baru, hasil dari penelitian mereka. Lalu
diserahkan kepada para ulama untuk dikoreksi. Setelah mendapat rekomendasi para ulama,
barulah buku-buku layak dimasukkan ke perpustakaan. Para penulis pun mendapat imbalan dan
pengharagaan dari kerajaan.
Selain perpustakaan Al-Umawiyah, para ahli juga menyatakan adanya perpustakaan lain
pada masa pemerintahan Dinasti Ummayah yaitu perpustakaan pribadi Khalid ibnu Yazid bin
Muawiyah. Ia seorang sastrawan dan kolektor buku. Adapun yang mendorong Yazid untuk
mendirikan perpustakaan adalah untuk menghibur diri setelah kecewa karena tidak mendapatkan
kekhalifahan.
Masa Dinasti Abbasiyah (750–1258 dan 1261–1517)
Di masa Bani Abbasiyah, perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung pesat. Hal ini
terlihat setelah khalifah al Mansur (754-775) khalifah ke dua dari dinasti Abbasiyah mendirikan
biro penerjemahan di Baghdad. Kemudian pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid lembaga
ini bernama khizanah al hikmah (khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan
dan pusat penelitian. Pada masa ini banyak karya asing diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dari
bahasa Yunani, Cina, Sanskerta, dan Persia yang terdaftar dalam katalog bernama Fibrist karya
Ibn Al Nadim dan Kasyif karya Haji khalifah. Penerjemahan ini mendapat dukungan besar pada
masa pemerintahan khalifah Harun al-Rashid (memerintah 786-809 M), yang tertarik pada ilmu
pengetahuan dan sastra. Khalifah Harun al-Rasyid membuatkan bangunan khusus untuk
memperbaiki ruang lingkup sebagian besar kitab-kitab yang ada dan terbuka di hadapan setiap
para pengajar dan penuntut ilmu. Kemudian Harun al-Rasyid juga membuat sebuah tempat
yang sangat luas dan megah, kemudian semua kitab- kitab simpanan itu dipindahkan ke
tempat tersebut yang selanjutnya diberi nama Bait al-Hikmah. Setelah itu, berkembang
menjadi pusat akademik ilmiah paling terkenal dalam sejarah. Setelah masa Harun Al-
Rasyid, perpustakaan Bait al-Hikmah kemudian dikembangkan oleh Khalifah Al-
Ma’mun. Pada masa Al-Ma’mun, perpustakaan Bait al-Hikmah bertambah besar dengan
penambahan koleksinya. Al-Ma’mun juga mengundang para penerjemah-penerjemah besar dan
penyalin serta para ulama dan penulis-penulis. Tidak hanya sampai di situ, ia juga
mengurusi misi ilmiah sampai ke negeri Romawi yang turut berpengaruh besar dalam
kebangkitan dan kejayaan perpustakaan Bait al-Hikmah. Di perpustakaan ini para ulama dan
intelektual melakukan berbagai aktifitasnya.Begitu juga mahasiswa-mahasiswaIslam,
berdatangan ke perpustakaan tersebut untuk memperluas dan mendalami berbagai jenis ilmu
pengetahuan, seperti,. Mendalami Al-Qur’an, kesusasteraan dan filsafat astronomi, tata bahasa,
lexicographydanobat-obatan.

Ruang perpustakaan tersebut diperindah dengan karpet sedang seluruh pintu dan
koridornya berkorden. Para manager, pegawai, portir (penjaga pintu) dan pekerja kasar lainnya
ditunjuk untuk memelihara keberadaan Baitul Hikmah Menurut Al-Maqrizi anggaran
pemeliharaan mencapai 257 dinar pertahun guna untuk kelengkapan permadani, kertas, gaji
pegawai, air, tinta dan pena, perbaikan-perbaikan dan sebagainya. Kertas, pena dan tinta
disediakan cuma-cuma bagi para siswa yang diambilkan dari hasil wakaf dan para dermawan.
Kemunduran perpustakaan Bait al-Hikmah diawali dengan kevakuman dan kemunduran Islam.
Bait al-Hikmah dan isinya dihancurkan di Pengepungan Baghdad (tahun 1258), oleh pasukan
Mongol yang dipimpin Hulagu Khan, cucu dari Genghis Khan. Konon, warna air Sungai Tigris
yang melalui Bagdad, berubah menjadi merah dan hitam selama seminggu. Merah dari darah
para ilmuwan dan filsuf yang terbunuh, sedangkan hitam dari tinta buku-buku berharga koleksi
Baitul Hikmah yang luntur setelah dibuang ke sungai itu. Akibatnya sangat sedikit bukti
arkeologis perpustakaan ini, sehingga sebagian besar informasi tentang perpustakaan itu berasal
dari karya-karya para sejarawan di masa lalu seperti Al-Tabari dan Ibn al-Nadim.
Perpustakaan lain yang tak kalah besarnya pada masa ini adalah perpustakaan di
Madrasah Nizamiah yang didirikan pada 1065 M oleh Nizam Al Mulk. Ia adalah seorang
perdana mentri dalam pemerintahan Saljuq.. Koleksi di perpustakaan ini diperoleh sebagian
besar melalui sumbangan, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Al-Atsir (sejarawan) bahwa
Muhib Al-Din ibn Al-Najjar Albaghdadi mewariskan dua koleksi besar pribadinya kepada
perpustakaan ini.dan Khalifah Al-Nashir juga menyumbangkan beribu-ribu buku dari koleksi
kerajaannya kepada perpustakaan tersebut. Karyawan dan pustakawan diberi gaji yang besar. Hal
ini bukan hanya terjadi di perpustakaan Nizamiah saja. Akan tetapi hampir di seluruh
perpustakaan zaman tersebut. Bahkan Al Nadim memaparkan adanya tanda-tanda keirihatian
dari para pustakawan khususnya pustakawan Bayt Al Hikmah, sebab mereka memiliki
kedudukan yang tinggi di dalam masyarakat, karena kecendikiawanan mereka.
Diantara pustakawan terkenal Nizamiah adalah Abu Zakariah Tibrizi dan Ya’qub ibn
Sulaiman AL-Askari. Pada tahun 1116 M perpustakaan ini mengalami musibah : kebakaran
hebat yang menghabiskan seluruh bangunan dan isinya. Di samping bayt al- Hikmah, Khalifah
Mustansir Billah mendirikan sebuah perpustakaan yang luar biasa di madrasah yaitu
perpustakaan al-Mustanriyah yang didirikan pada 1227 M. Uniknya perpustakaan ini adalah
memiliki rumah sakit di dalamnya. Makanya perpustakan ini sebagai madrasah dan rumah sakit.
Pengelana dunia terkenal (Ibn Baththuthah) menjelaskan bahwa Mustanriah dan
perpustakaannya, melalui sumbangan-sumbangan sekitar 150 unta dengan muatan buku-buku
yang langka disumbangkan ke perpustakaan ini. Perpustakaan ini memiliki koleksi yang cukup
besar, dari milik kerajaan saja perpustakaan Mustanriah mendapatkan 80.000 buku. Bila
diperhatikan, perpustakaa pada waktu ini bukan hanya berkembang di Bagdad saja melainkan
hampir diseluruh kota besar di dunia timur. Kairo misalnya berdiri perpustakaan khalifah dengan
jumlah buku yang tersedia sekitar 2.000.000 (dua juta) eksemplar. Selain dari itu ada lagi
perpustakaan Darul Hikmah yang juga bertempat di di Kairo. Perpustakaan ini mempunyai 40
lemari. Dalam setiap lemari memuat sampai 18.000 buku. selain itu, diperpustakaan ini juga
disediakan segala yang diperlukan pengunjung seperti tinta, pena, kertas dan tempat tinta
Perpustakaan ini terbuka untuk umum, bagi mereka yang ingin menghabiskan waktu untuk
menelaah buku-buku, juga disediakani penginapan, makan dan bahkan diberi gaji.
Di Syiraz, perpustakaan (khizanat al-kutub) dibangun oleh penguasa Buwaihi Adud ad-Daulah
(977-982) yang semua buku-bukunya disusun di atas lemari-lemari, didaftar dalam katalog, dan
diatur dengan baik oleh staf administratur yang berjaga secara bergiliran. Pada abad yang sama,
kota Bashrah memiliki sebuah perpustakaan yang di dalamnya para sarjana bekerja dan
mendapatkan upah dari pendiri perpustakaan.
Dikota Rayy terdapat sebuah tempat yang disebut “Rumah Buku”. Dikatakan bahwa
tempat itu menyimpan ribuan manuskrip yang diangkut oleh lebih dari empat ratus ekor unta.
Seluruh naskah-naskah itu kemudian didaftar dalam sepuluh jilid katalog.
Perpustaakan-perpustakaan tersebut digunakan sebagai tempat-tempat untuk diskusi dan debat
ilmiah. Yaqut Al-Hamawi salah seorang ilmuwan ahli geografi menghabiskan waktu selama tiga
tahun untuk mengumpulkan bahan-bahan yang ia perlukan untuk menulis kamus geografinya.
Para pelindung perpustakaan juga mencurahkan sebagian besar pemikirannya untuk desain, tata
letak dan arsitektur perpustakaan agar masyarakat luas dapat menjangkau buku-buku dan
fasilitas-fasilitas yang diperlukan dengan mudah. Kebanyakan perpustakaan-perpustakaan
tersebut ditempatkan di gedung yang dirancang secara khusus, dengan banyak ruangan untuk
berbagai tujuan, galeri-galeri dengan rak buku, ruangan-ruangan untuk kuliah dan debat,
termasuk juga ruangan-ruangan untuk hiburan musikal. Semua ruangan berpermadani sehingga
para pembaca dapat duduk diatasnya. Gorden-gordennya menciptakan suasana menyenangkan
dan pengaturan ruangan menciptakan suhu yang sesuai.
Dilihat dari penataan koleksi, perpustakaan-perpustakaan zaman tersebut pustakawan sudah
menata buku berdasarkan klasifikasi ilmu pengetahuan tertentu. Mereka telah membuat sistem
klasifikasi ilmu pengetahuan yang diterapkan untuk penataan buku di perpustakaan. Diantara
klasifikasi yang paling terkenal adalah yang dibuat oleh : Al-Kindi (801-973 M ), Al Farabi
(wafat pada 950 M), Ibn Sina (980-1037 M), Al Ghazali (1058-1111M), Al-Razi (864-925 M)
dan Ibnu Khaldun (1332-1403 M).
Masa Dinasti Fatimiyah
Dinasti Fatimiyah yang berdiri di Kairo bisa dibilang sebagai sebuah negara otonomi
Abbasiyah. Bahkan dianggap akan menggoyah eksistensi Abbasiyah di Baghdad. Tak hanya
persaingan politik dan madzhab yang menghiasi perjalan dua dinasti Islam tersebut, tapi juga
budaya dan pemikirannya. Meski secara historis, dinasti Fatimiyah relatif lebih muda 1 ½ abad
dari Abbasiyah yang berdiri pada abad kedua, tapi kebijakan Fatimiyah tak kalah bersaing dari
induknya.
Perpustakaan Darul ‘Ilmi didirikan oleh khalifah Al-Aziz Billah (365 H) setelah naik
tahta menggantikan ayahandanya, Al-Mu’iz Lidinillah. Awalnya perpustakaan ini hanya berawal
dari hobi baca sang khalifah, yang tak segan membelanjakan hartanya demi sebuah buku yang
sedang diburu. Konon setiap kali khalifah Al-Aziz menemukan sebuah buku yang
‘menyihir’nya, dia akan segera menyuruh nussakh untuk menggandakan.
Bahkan kitab al-Ainnya Al-Khalil Bin Ahmad saja digandakan sampai 30 eksemplar.
Perpustakaan ini terus berkembang hingga koleksi buku yang ada mencapai jutaan. Menurut Dr.
Musthafa al-Siba’i jumlah berkisar antara 1-2 juta koleksi buku.
Koleksi buku yang ada saat itu hanya sebagai ekspresi bangga diri dan persaingan politik
semata layaknya masa dinasti Ustmaniyah, tapi khalifah Al-Aziz Billah benar-benar seorang
penguasa yang memiliki perhatian khusus pada buku. Ibnu Khalkan bercerita bahwa sang
khalifah kerap keluar masuk perpustakaan, mengawasi sendiri koleksi buku-bukunya, dan
bahkan berjam-jam membaca dan mendiskusikannya pada para penasehat dan ilmuwan yang
sengaja diundangnya ke Kairo.
Perpustakaan pada awal kejayaan Islam menunjukkan perannya dalam menunjang
pendidikan umat. Perpustakaan yang di kelola oleh orang-orang Islam tidak hanya memperhtikan
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keagamaan, seperti msalah ibadah dan teologi, tapi juga
mengelola disiplin ilmu yang lain seperti kedokteran, sosial, politik dan sebagainya. Berbagai
peran perpustakaan pada masa peradaban Islam yaitu:
1. Pusat Belajar (Learning Center)
Setelah masa Khulafaur-Rasyidin, peradaban Islam berkembang dengan pesat. Perkembngn
itu antara lain adalah proses pendidikan tertama pada mas Umaiyah dan Abbasiyah. Pada
masa ini gairah dan apresiasi umat pada perpustakaan sangat tinggi. Mereka membangun
perpustakaan, baik umum, khusus maupun perpustakaan pribadi. Sehingga tidak heran banyak
masjid dan sekolah memiliki perpustakaan. Mereka menganggap bahwa perpustakaan sama
pentingnya dalam membangun ilmu pengetahuan. Bahkan fungsi perpustakaan kadang-
kadang tidak dapat di bedakan dengan fungsi lembaga pendidikan karena sama-sma
memberikan smbangan dalam pengajaran kepada umat.
2. Pusat Penelitian
Sesungguhnya peran penelitian yang dilakukan oleh perpustakaan pada masa awal Islam
sangat signifikan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa, misalnya utusan khalifah-
khalifah atau raja-raja untuk membahas suatu bidang ilmu tertentu di perpustakaan-
perpustakaan yang terkenal memiliki koleksi yang cukup besar dan lengkap seperti Baitul
Hikmah dan Darul Hikmah. Disamping itu, para peneliti dan cendekiawan yang mencoba
mengembangkan suatu ilmu yang berkaitan dengan keahliannya. Banyak di antara mereka
yang melakukan perjalanan dari suatu perpustakaan ke perpustakaan lain untuk merumuskan
dan melakukan penemuan-penemuan baru. Tentu saja aktivitas semacam ini tidak pernah
terhenti sampai sekarang dan begitu pula pada masa datang selama perpustakaan menjalankan
fungsinya sebagai sumber informasi.
3. Pusat Penerjemahan
Suatu hal yang amat menarik adalah di mana perpustakaan pada masa itu menjadi jembatan
dari kebudayaan. Misalnya, kebudayaan dan ilmu pengetahuan Yunani Kuno diterjemahkan
ke dalam bahasa Arab untuk dipelajari oleh masyarakat. Dalam konteks ini perpustakaan
menjadi sponsor atas semua kegiatan tersebut. Aktivitas semacam ini telah mendapatkan
respon positif sehingga para penerjemah memperoleh status yang baik dalam masyarakat.
Situasi ini mulai pada saat didirikannya perpustakaan yang pertama dalam dunia Islam.
Menurut Kurd Ali, orang yang pertama kali menekuni bidang ini ialah Chalid Ibnu Jazid
(meninggal tahun 656 M). Di lain sumber dikatakan bahwa Ibnu Jazid telah mencurahkan
perhatiannya terhadap buku lama, terutama dalam ilmu kimia, kedokteran dan ilmu bintang.
4. Pusat Penyalinan
Salah satu hal yang dapat dibanggakan oleh kaum Muslimin yaitu sejak dari abad pertengahan
telah dirasakan pentingnya bagian percetakan dan penerbitan dalam suatu perpustakaan. Oleh
karena itu alat-alat percetakan sebagaimana yang kita lihat di abad modern ini belum ada di
masa itu, maka untuk mengatasi hal ini mereka adakan seleksi penyalinan pada tiap-tiap
perpustakaan. Penyalinan buku itu diselenggarakan oleh penyalin-penyalin yang terkenal
kerapihan kerja dan tulisannya.
Berikut ini klasifikasi perpustakaan pada peradaban Islam berdasarkan jenisnya:
1. Perpustakaan Umum
Perpustakaan jenis ini biasanya didirikan di masjid–masjid agar orang–orang yang belajar di
masjid dan pengunjung dapat membaca buku–buku yang mereka perlukan. Kadang – kadang
perpustakaan didirikan di masjid dengan maksud agar lembaga pendidikan dapat menampung
pelajar–pelajar yang dating untuk mencari ilmu pengetahuan.
Perpustakaan umum sangat banyak jumlahnya, barang kali untuk menemukan suatu masjid
atau sekolah–sekolah yang tidak memiliki perpustakaan dengan koleksinya yang siap di
tela’ah dan muraja’ah bagi pelajar dan peneliti yang sedang mengadakan penelitian. Yang
termasuk perpustakaan umum adalah sebagai berikut :
a.Baitul Hikmah
b.Al-Haidariyah di An-Najaf
c.Ibnu Sawwar di Basrah
d.Sabur
e.Darul Hikamah di Kairo
f.Perpustakaan-perpustakaan sekolah
2. Perpustakaan Semi Umum
Perpustakaan semi umum didirikan oleh para khalifah dan raja–raja untuk mendekatn diri
kepada ilmu pengetahuan. Adupan perpustakaan semi umum antara lain;
a.Perpustakaan An-Nashir Li Dinillah
b.Perpustakaan Al-Muzta’sim Billah
c.Perpustakaan Khalifah–Khalifah Fathimiyah
3. Perpustakaan Pribadi
Perpustakaan ini didirikan oleh ulama–ulama dan para sastrawan, khusus untuk kepentingan
mereka sendiri. Perpustakaan ini sangat banyak karena hampir semua ulama dan sastrawan
memiliki perpustakaan untuk menjadi sumber dan referensi bagi pembahsan dan penelitian
mereka. Perpustakaan jenis ini antara lain;
a.Perpustakaan Al-Fathu Ibnu Haqam
b.Perpustakaan hunain Ibnu Ishaq
c.Perpustakaan Ibnul Harsyab
d.Perpustakaan Al Muwaffaq Ibnul Mathran
e.Perpustakaan Al-Mubasysir Ibnu Fatik
f.Perpustakaan Jamaluddin Al Qifthi

Masa Modern
Dalam dunia modern, perpustakaan didefinisikan kembali sebagai tempat untuk
mengakses informasi dalam format apapun. apakah informasi itu disimpan dalam gedung
perpustakaan tersebut ataupun tidak. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku
tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada dalam perpustakaan digital, yakni dalam bentuk data
yang bisa diakses lewat jaringan komputer.
Era kekinian, tahun 1973 diresmikan Perpustakaan King Abdul Aziz di Madinah di
bawah pengelolaan Kementerian Urusan Islam, Wakaf dan Dakwah.

Di perpustakaan yang terletak di Jalan Al-Manakhah memanjang hingga ke halaman Masjid An-
Nabawi sebelah barat, berisi manuskrip, buku-buku, serta ruang untuk riset atau penelitian
ilmiah. Dilengkapi pula dengan perpustakaan khusus anak-anak, perpustakaan wanita dan aula
pertemuan.
Di perpustakaan ini terdapat manuskrip mushaf al-Qur’an kuno sekitar tahun 488 dan 549
Hijriah, serta lebih dari 13 ribu manuskrip yang masih otentik (asli).
Juga tersimpan kitab-kitab yang tergolong langka dalam ruangan tersendiri, yang jumlahnya
mencapai kurang lebih 25 ribu eksemplar. Sedangkan kitab-kitab yang tergolong baru dan
kontemporer jumlahnya sekitar 40 ribu eksemplar, yang memenuhi seluruh ruagan tingkat dua.
Termasuk karya-karya tesis maupun disertasi doktoral juga ada di dalamnya.
Di Makkah ada Library of Al-Masjid Al-Haram berlokasi di Masjid Al-Haram Mekkah pintu 79
lantai 2. Perpustakaan ini diresmikan penggunaannya pada tanggal 1 Juni 2013 oleh gubernur
Makkah Khalid Al-Faisal. Dengan luas area sekitar 540 meter persegi.
Di perpustakaan ini terdapat buku cetak, buku digital, buku audio, dan buku langka dengan
jumlah sebanyak kurang lebih 30.000 eksemplar buku dan 200 buah cd.
Salah satu perpustakaan besar lain yang ada sekarang adalah Perpustakaan Masjid Nabawi.
Perpustakaan ini didirikan pada pertengahan abad ke-14 H. Pembangunannya dipimpin oleh
Sayid Ahmad Yasin Al-Khiyari (wafat 1380 H). Koleksi kitabnya sampai sekarang sudah
bertambah hingga mencapai 60 ribu judul buku. Koleksi kitab yang terdapat disana antara lain:
kitab tauhid, tafsir Alquran, tajwid, qiraat, dan ilmu-ilmu Alquran, Shahih Bukhari, Shahih
Muslim, Syarah Nawawi, kitab sejarah Islam, sejarah Makkah, sejarah Madinah, dan buku-buku
pelajaran bahasa Arab, kitab-kitab fikih dari empat mazhab (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan
Hambali), maupun kitab-kitab fikih dari mazhab-mazhab lain, kitab-kitab ushul fikih, dan
akhlak.
Perpustakaan Nasional King Fahad merupakan perpustakaan legal dan sah milik Kerajaan
Arab Saudi. Perpustakaan ini didirikan pada tahun 1990 dan terletak di Riyadh.
Di antara koleksi khususnya adalah perpustakaan Ihsan Abbas, Syekh Muhammad Ibn Abd al
Aziz al Mani, Syekh Abd Allah Ibnu Muhammad Ibnu Khamis, Dll.
Daftar Pustaka

Afrizal.2017. Jurnal Imam Bonjol : Kajian Ilmu Informasi dan Perpustakaan , Vol. 1, No. 1,
Maret 2017.http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?
article=1278632&val=17019&title=PERPUSTAKAAN%20ERA%20ISLAM%20KLASIK
%20DAN%20PERKEMBANGANNYA%20DI%20LEMBAGA%20PENDIDIKAN%20ISLAM
%20INDONESIA%20SAAT%20INI (diakses tanggal 5 April 2020)

Buletin Al-Turas Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXII No.1, Januari 2016

http://www.lib.umm.ac.id/module.php?view=detailberita&id=20110513093449 

Yanto.2015.Sejarah Perpustakaan Bait al Hikmah pada Masa Keemasan Dinasti Abbasiyah.


Tamaddun Vol. XV, No. 1/Januari–Juni 2015.
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/view/448/398 (diakses tanggal 5 April
2020)

http://ipi.fah.uin-alauddin.ac.id/artikel/detail_artikel/195

Anda mungkin juga menyukai