Anda di halaman 1dari 7

KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN ISLAM

PADA MASA LAMPAU

Berlian Ivani, 1215020041, 3D

Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora


Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

ABSTRAK

Artikel ini mengupas tuntas Sejarah Kejayaan Peradaban Islam dalam Prespektif Ilmu
Pengetahuan. Pada Zaman Pertengahan, perabadan Muslim lebih maju dari kebanyakan
perabadan Eropa. Era ini dinamakan sebagai Islamic Golden Age dalam bahasa Inggris. Peradaban
ini adalah Zaman Keemasan Peradaban, sebuah periode ketika Dunia Arab secara politis bersatu
di bawah kekhalifahan. Pada era ini, khususnya di bawah pemerintahan Harun Al Rasyid dan Al
Ma’mun, dunia Islam mengalami kemajuan ilmu pengetahuan, sains, dan budaya yang luar biasa
pesat. Secara tradisional, periode ini punya rentang antara abad 8 Masehi hingga abad 13 Masehi.
Banyak ahli sejarah yang punya pendapat bahwa periode ini juga ditandain sama waktu berdirinya
Bayt al Hikmah (750-1258) yang merupakan pusat studi, perpustakaan, sekaligus universitas
terbesar di dunia pada saat itu. Pada periode yang cukup panjang ini (sekitar 500 tahun), bisa
dikatakan tidak ada peradaban islam lain di muka bumi yang bisa menandingi pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, dari mulai Eropa, Cina, India, semuanya salut
dengan kegigihan kekhalifahan yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan melebihi peradaban
islam manapun pada masa itu.

Kata kunci : Ilmu pengetahuan, Kejayaan, Islam

PENDAHULUAN

Periode ini dimulai dari Kilafah Abbasid, di mana kilafah tersebut mengalami kemajuan pesat
dalam perkembangan sains dan teknologi. Selain Abasid, juga ada perabadan Islam lain yang
cukup maju, seperti Kilafah Kordoba di Al Andalus (kini menjadi Spanyol dan Portugal) dan
Almoravid (Moroko). Pemicu Lahirnya Peradaban Emas Islam dipicu oleh banyak hal yang saling
mendukung satu sama lain.

1
1. Ketika khalifah pertama Dinasti Umayyah yaitu Mu’awiyah ibn Abu Sufyan (setelah para
khalifah Rashidun: Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali’) melakukan invasi ke daerah
Transjordania dan Syiria sampai dia menemukan banyak manuskrip-manuskrip kuno di
Kota Damaskus yang diwariskan dari perkembangan ilmu pengetahuan Yunani dan
Romawi (Sokrates, Plato, Aristoteles, Galen, Euclid, dan sebagainya). Berdasarkan
penemuannya itu, Mu’awiyah terinspirasi untuk membuat pondasi peradaban Islam yang
berdasarkan ilmu pengetahuan.
2. Karena pada saat yang bersamaan kekhalifahan Ummayyah sedang mengadopsi teknologi
penulisan naskah di atas kertas yang awalnya berkembang di Tiongkok. Dengan
perkembangan teknologi penulisan itu, Mu’awiyah juga menyewa tenaga ilmuwan-
ilmuwan dari Yunani dan Romawi untuk melakukan terjemahan terhadap naskah-naskah
kuno tersebut ke dalam bahasa Arab.
3. Ketika dinasti Ummayah beralih menjadi dinasti Abbasiyah yang ditandai perpindahan
pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad di Mesopotamia. Dengan perpindahan
pusat pemerintahan itu, yang dulunya (waktu di Damaskus) peradaban Islam dapat
pengaruh kebudayaan dan ilmu pengetahuan dari Yunani dan Romawi, ketika di Baghdad
dapat tambahan pengaruh lagi dari kebudayaan Persia dan India. Seluruh sumber ilmu
pengetahuan terlengkap yang dimiliki umat manusia (Yunani, Romawi, Persia, India) pada
saat itu bisa ngumpul di satu titik lokasi.
4. Pengaruh 2 orang khalifah besar, yaitu Harun Al Rasyid dan anaknya, Al Ma’mun yang
punya cita-cita mulia untuk membangun peradaban Islam yang menjunjung tinggi
perkembangan sains, logika, rasionalitas, serta menjaga kemajuan ilmu pengetahuan serta
meneruskan perkembangan ilmu yang telah diraih oleh Bangsa India, Persia, dan
Byzantium.
Selain itu, perabadan-perabadan Islam pada saat itu juga relatif toleran. Umat non-Muslim diberi
kebebasan untuk berkontribusi dalam bidang ilmu pengetahuan. Jika sebelumnya Kilafah
Ummayah memberi prioritas khusus bagi orang Arab Muslim, Kilafah Abbassid memberikan
prioritas bagi semua orang (Walau jizya masih ada, yaitu pajak tambahan untuk non-Muslim,
namun pajaknya lebih ringan dari Ummayah).
Sedangkan di Kilafah Kordoba, umat Yahudi lebih memilih untuk tinggal di bawah kuasa
Kordoba ketimbang dengan kuasa Visigoth Kristen karena para penguasa Visigoth menindas umat
Yahudi, sedangkan Kilafah Kordoba sangat toleran kepada umat Yahudi (dan kepada Kristen
juga).

2
PEMBAHASAN

Abad ke sembilan sampai ke tiga belas dunia Islam ditandai dengan era perkembangan ilmiah,
religius, filsafat dan kebudayaan dalam skala serta kedalaman yang tak tertindingi sejarah. Baik
sebelum maupun sesudah era tersebut. Setelah melesat bangkit dari gurun gersang Arab,
kebudayaan Islam sekarang meliputi banyak budaya, agama, dan tradisi intelektual yang beragam.
Mulai dari Spanyol hingga India. Dalam masa ini, pencapaian kebudayaan sebelumnya
dipadukan, dibandingkan dan menjadi landasan untuk menciptakan zaman keemasan baru dalam
penemuan ilmiah. Tak ada tempat lain di dunia ini yang mampu memadukan begitu beragam
orang, dilengkapi banyak intelektual lokal. Hasilnya, sebuah era yang tak hanya berperan sebagai
jembatan antara pengetahuan kuno dan Renaisains Eropa, tetapi juga menjadi fondasi bagi dunia
ilmiah modern.

Dalam pikiran Khalifah Abbasiyah ke tujuh, Al-Ma’mun (813-833), masyarakat ideal masa depan
hanya bisa diwujudkan melalui ilmu pengetahuan dan rasionalisme. Untuk mencapainya, berbagai
bidang pengetahuan yang ada di seluruh kejayaan harus dikumpulkan di satu lokasi terpusat. Ia
yakin jika para cendekiawan terbaik dari dunia Islam dapat dikumpulkan untuk saling belajar satu
sama lain, akan terbukalah ‘kemungkinan yang tak terbatas’. Dengan pemikiran tersebut, ia
mendirikan Institut pendidikan di Bagdad yang dikenal dengan nama Rumah Hikmah (Bayt Al-
Hikmah). Baitul Hikmah berasal dari bahasa Arab, Bait Al-Hikmah adalah perpustakaan dan pusat
penerjemahan pada masa Dinasti Abbasiah. Baitul Hikmah ini terletak di Bagdad, yang dianggap
sebagai pusat intelektual dan keilmuan pada masa Zaman Kegemilangan Islam (The Golden Age
of Islam). Karena sejak awal berdirinya kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan
ilmu pengetahuan dalam Islam. Itulah sebabnya para ilmuwan menyebut bahwa Bagdad sebagai
profesor masyarakat Islam.

Baitul Hikmah berfungsi sebagai balai ilmu dan perpustakaan. Di situ para sarjana sering
berkumpul untuk menerjemahkan macam-macam buku pengetahuan dan berdiskusi masalah
ilmiah. Dan Khalifah Harun Ar-Rasyid kemudian Al-Ma’mun secara aktif selalu ikut dalam
pertemuan-pertemuan itu. Cendekiawan terkenal Muslim dan non-Muslim dari seluruh dunia
berkumpul di Bagdad sebagai bagian proyek Al-Ma’mun. Untuk kali pertama dalam sejarah,
kelompok terbaik dari tanah Persia, Mesir, India, dan bekas Byzantium dapat dipertemukan untuk
memajukan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi seluruh dunia. Pada mulanya Harun Ar
Rasyid (736-809 M) mendirikan Khizanat Al Hikmah yang berfungsi sebagai perpustakaan,
tempat penerjemahan dan penelitian. Kemudian pada tahun 815 M Al Ma’mun (813-833 M)

3
mengubahnya menjadi Baitul Hikmah yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku-buku
kuno yang berasal dari Persia, Byzantium, Eithopia dan India.

Bermacam-macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang pada masa itu dan berbagai macam

buku terjemahan dari bahasa-bahasa Yunani, Persia, India, Qitby dan Aramy telah tersimpan
dengan rapi pada perpustakaan tersebut. . Pada masa ini berkembang berbagai macam ilmu

pengetahuan, baik itu pengetahuan umum ataupun agama. Seperti Alquran, Qiraat, Hadis, Fikih,
Kalam, bahasa dan sastra. Di samping itu juga berkembang empat mazhab fikih yang terkenal. Di
antaranya Abu Hanifah pendiri Mazhab Hanafi, Imam Maliki Ibn Anas pendiri Mazhab Maliki,

Muhammad Ibn Idris Asy-Syafi’i pendiri Mazhab Syafi’i dan Muhammad Ibn Hanbal, pendiri
Mazhab Hanbali. Di samping itu berkembang pula ilmu-ilmu umum seperti ilmu filsafat, logika,

metafisika, matematika, alam, geometri, aritmatika, mekanika, astronomi, musik, kedokteran dan
kimia. Ilmu-ilmu umum masuk ke dalam Islam melalui terjemahan di Baitul Hikmah dari bahasa

Yunani dan persia ke dalam bahasa Arab, di samping dari bahasa India.

Di bidang ilmu pengetahuan umum banyak lahir ilmuwan-ilmwuan besar dan sangat berpengaruh

terhadap peradaban Islam, antara lain:


1. Ilmu Kedokteran

Hunain Ibn Ishaq (804-874 M), terkenal sebagai dokter penyakit mata. Ar Razi (809-873 M),
terkenal sebagai dokter ahli penyakit cacar dan campak. Buku karanganya di bidang

kedokteran berjudul Al Hawi. Ibn Sina (980-1036 M), karyanya yang terkenal adalah Al
Qonun fi At-Tibb dan dijadikan buku pedoman kedokteran bagi universitas di negara Eropa
dan negara islam. Abu Marwan Abdul Malik Ibn Abil’ala Ibn Zuhr (1091-1162 M), terkenal

sebagai dokter ahli penyakit dalam. Karyanya yang terkenal adalah At Taisir. Ibn Rusyd (520-
595 M), terkenal sebagai perintis penelitian pembuluh darah dan penyakit cacar

2. Ilmu Perbintangan
Abu Masy’ur al Falaki, karyanya adalah Isbatul’Ulum dan Haiatul Falaq Jabir Al Batani,
pencipta teropong bintang yang pertama. Karya yang terkenal adalah Kitabu Ma’rifati Matlil-

Buruj Baina Arba’il FalaqAl Khawarijmi, tokoh matematika yang mengarang buku Al Jabar.
Umar Khayam, karyanya tentang al Jabar yang bejudul Treatise on al-Gebra telah

diterjemahkan oleh F Woepcke ke dalam bahasa Perancis (1857 M). Karya Umar Khayam
4
lebih maju daripada al Jabar karya Euklides dan Al Khawarizmi. Raihan Al Biruni, karya

yang terkenal adalah at-Tafhim li Awa’ili Sina’atit-Tanji


3. Ilmu Farmasi dan Kimia

Salah satu ahli farmasi adalah ibn Baitar, karyanya yang terkenal adalah Al Mugni, Jami’
Mufratil Adwiyyah, wa Agziyah dan Mizani tabib. Adapun dibidang Kimia adalah Abu Bakar
Ar Razi dan Abu Musa Ya’far al Kufi.

4. Ilmu Filsafat
Tokoh-tokoh filsafat Islam antara lain, Al Kindi (805-873), Al Farabi (872-950 M) dengan

karyanya Ar-Ra’yu Ahlul Madinah al Fadilah, Ibnu sina (980-1036 M), Al Ghazali (450-505
M) dengan karya Tah-Afut al-Falasifat, Ibnu Rusyid dan lain-lain.

5. Ilmu Sejarah Ahli Sejarah


yang lahir pada masa itu adalah Abu Ismail al Azdi, dengan karyanya yang berjudul Futuhusyi
Syam, al Waqidy dengan karyanya al Magazi, Ibn Sa’ad dengan karyanya at-Tabaqul Kubra

dan Ibnu Hisyam dengan karyanya Sirah ibn Hisyam.


6. Ilmu Geografi

Tokohnya ialah Ibnu Khazdarbah dengan karyanya Kitabul masalik wal Mamalik, Ibnu Haik
dengan karyanya Kitabus Sifati Jaziratil-‘arab dan Kitabul Iklim, Ibn Fadlan dengan karyanya
Rihlah Ibnu fadlan.

7. Ilmu Sastra
Pada masa itu juga berkembang ilmu sastra yang melahirkan beberapa penyair terkenal

seperti, Abu Nawas, Abu Atiyah, Abu Tamam, Al Mutannabbi dan Ibnu Hany. Disamping
itu mereka juga menghasilkan karya sastra yang fenomenal seperti Seribu Satu Malam “Alf

Lailah Walailah”, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Arabian Night.

Di samping ilmu pengetahuan umum, pada masa itu berkembang pula ilmu agama dengan

tokoh-tokohnya sebagai berikut.


1. Ilmu Tafsir Pada masa itu berkembang 2 macam tafsir dengan tokoh-tokohnya,

a . Tafsir Bil Ma’tsur (penafsiran ayat Al Qur’an oleh Al Qur’an atau Hadits Nabi),
diantara tokohnya adalah Ibnu Jarir At Tabari, Ibnu Atiyah al Andalusy, Muhammad Ibn
Ishak dan lain-lain.

5
b. Tafsir Bir-Ra’yi (Tafsir dengan akal pikiran), diantara tokohnya adalah Abu Bakar

Asam, Abu Muslim Muhammad bin Bahr Isfahany, Ibnu Juru Ak Asadi dan lain-lain.
2. Ilmu Hadis Pada masa itu sudah ada pengkodifikasian hadis sesuai kesahihannya. Maka

lahirlah ulama-ulama hadis terkenal seperti Imam Bukhori, Muslim, At Tirmadzi, Abu
Dawud, Ibn Majah dan An Nasa’i. Dan dari merekalah diperoleh Kutubus Sittah.
3. Ilmu Kalam Ilmu Kalam lahir karena dua faktor, yaitu musuh Islam ingin melumpuhkan

Islam dengan filsafat dan semua masalah termasuk agama berkisar pada akal dan ilmu.
Di antara tokohnya ialah Wasil ibn Atho’, Abu Hasan Al Asy’ari, Imam Ghozali dan lain-

lain.
4. Ilmu Tasawuf Di antara tokohnya adalah Al Qusairy dengan karyanya Risalatul

Qusairiyah dan Al Ghozali dengan karyanya Ihya’ Ulumuddin.


5. Ilmu Bahasa Pada masa itu kota Basrah dan Kuffah menjadi pusat kegiatan bahasa. Di
antara tokohnya ialah Sibawaih, AL Kisai dan Abu Zakariya al Farra.

6. Ilmu Fikih Pada masa itu ilmu fikih juga berkembang pesat. Terbukti pada masa ini
muncul 4 mazhab fikih, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali.

Bagi para ilmuwan Muslim yang hanya berjarak beberapa tahun dari masa kehidupan nabi,

mendapatkan rida Allah adalah alasan utama melakukan penelitian dan belajar. Literatur
ilmiah dari masa keemasan biasanya dimulai dengan ayat Alquran yang mendorong pencari
ilmu dan menyeru orang Islam agar merenungkan dunia sekitar mereka. Di samping itu, Islam

sendiri memerintahkan untuk mencari ilmu, menjadikan penelitian sebagai tindakan ibadah.
Banyak ayat dalam Alquran dan hadis nabi yang menekankan peran ilmu pengetahuan dalam
kehidupan seorang Muslim yang saleh. Nabi dikabarkan bersabda bahwa Tuhan memudahkan
jalan ke surga bagi mereka yang melangkahkan kaki untuk mencari ilmu.

6
PENUTUPAN
Peradaban Islam mendapat tantangan yang besar, terutama perubahan paradigma sebagian
masyarakat dunia yang mengasosiasikan Islam dengan stigma negatif seperti terorisme,

represi gender, hukum syariat, dan lain sebagainya. Peristiwa 9/11 dan banyak konflik perang
di Timur Tengah menjadi pemicu perang urat syaraf antara dunia Islam dengan sebagian Barat

hingga saat ini. Melihat fenomena sosial seperti itu, banyak cendekiawan Islam yang mencoba
untuk “mengingatkan” kembali bahwa peradaban dunia modern saat ini sebetulnya berhutang

banyak terhadap era emas peradaban Islam. Untuk itu kita tidak boleh melupakan kontribusi
era emas peradaban Islam. Namun sayangnya, masih banyak dari bentuk diskusi itu yang lupa
akan esensi sesungguhnya yang bisa kita dapatkan dari peradaban islam yang luar biasa ini.

Esensi yang dimaksud ini adalah apa yang menyebabkan dunia Islam sempat menjadi
pemegang obor estafet ilmu pengetahuan yang menerangi seluruh dunia? dan apa sebetulnya

hal yang membuat era emas ini berakhir? Karena dengan mengetahui pemicu jatuh-
bangunnya sebuah era emas, kita bisa banyak belajar untuk membangun kembali hal yang
sama serta belajar dari kesalahan masa lalu untuk tidak mengulanginya kembali.

Peradaban Islam pernah begitu maju karena peradaban Islam saat itu sangat menjunjung

tinggi akses ilmu pengetahuan yang terbuka dari berbagai macam sumber. Mereka bisa maju
dengan menghargai para ilmuwan sebelumnya kendati berasal dari kebudayaan berbeda

(Yunani, Romawi, Persia, India) sebagai pemegang tongkat estafet pertama yang merapihkan
cara pandangan kita mengenai klasifikasi ilmu dan logika. Peradaban Islam inilah yang
menjadi jembatan peralihan dari ilmu filsafat Yunani klasik yang abstrak menuju subjek yang

lebih konkrit dengan penalaran observasi dan pendekatan empiris. Peradaban Islam inilah
yang mulai meraba-raba kaidah-kaidah metode penelitian ilmiah sampai akhirnya

disempurnakan oleh para ilmuwan Eropa yang memegang tongkat estafet ketiga yang juga
sempat jatuh-bangun karena pengaruh Gereja Katolik Roma yang melarang perkembangan

ilmu pengetahuan pada masa Dark Age. Sampai akhirnya lahirlah para “pahlawan baru” di
Eropa yang kembali menggebrak dunia dengan pemahaman yang baru seperti Galileo Galilei,
Copernicus, Darwin, Newton, hingga Einstein.

Anda mungkin juga menyukai