Anda di halaman 1dari 96

MAKALAH

AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN IV

OLEH;

WA HARDIAWATI HARI
NPM 161901163

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FALKUTAS EKONOMI

UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH BUTON

2021
Materi Pertemuan Pertama Tentang “KARYA MONUMENTAL UMAT
ISLAM DALAM IPTEKS”

A. Zaman Kejayaan Islam di Bidang IPTEKS


Kaum muslimin, pernah memiliki kejayaan di masa lalu. Masa di mana
Islam menjadi pusat sebuah peradaban modern. Peradaban yang dibangun untuk
kesejahteraan umat manusia di muka bumi ini. Masa kejayaan itu bermula saat
Rasulullah mendirikan pemerintahan Islam, yakni Daulah Khilafah Islamiyah di
Madinah. Di masa Khulafa as-Rasyiddin ini Islam berkembang pesat. Sejarawan
Barat beraliran konservatif, Montgomery Watt menganalisa tentang rahasia
kemajuan peradaban Islam, ia mengatakan bahwa Islam tidak mengenal pemisahan
yang kaku antara ilmu pengetahuan, etika, dan ajaran agama. Andalusia, yang
menjadi pusat ilmu pengetahuan di masa kejayaan Islam, telah melahirkan ribuan
ilmuwan, dan menginsiprasi para ilmuwan Barat untuk belajar dari kemajuan iptek
yang dibangun kaum muslimin.
Terjemahan buku-buku bangsa Arab, terutama buku-buku keilmuan hampir
menjadi satu-satunya sumber-sumber bagi pengajaran di perguruan-perguruan
tinggi Eropa selama lima atau enam abad. Fakta sejarah menjelaskan antara lain,
bahwa Islam pada waktu pertama kalinya memiliki kejayaan, bahwa ada masanya
umat Islam memiliki tokoh-tokoh seperti Ibnu Sina di bidang filsafat dan
kedokteran, Ibnu Khaldun di bidang Filsafat dan Sosiologi, Al-jabar dll. Islam telah
datang ke Spanyol memperkenalkan berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti
ilmu ukur, aljabar, arsitektur, kesehatan, filsafat dan masih banyak cabang ilmu
yang lain lagi. Kekhilafahan Abbasiyah tercatat dalam sejarah Islam dari tahun 750-
1517 M / 132-923 H. Diawali oleh khalifah Abu al-’Abbas as-Saffah (750-754) dan
diakhiri Khalifah al-Mutawakkil Alailah III (1508-1517). Dengan rentang waku
yang cukup panjang, sekitar 767 tahun, kekhilafahan ini mampu menunjukkan pada
dunia ketinggian peradaban Islam dengan pesatnya perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi di dunia Islam. Di era ini, telah lahir ilmuwan-ilmuwan
Islam dengan berbagai penemuannya yang mengguncang dunia. Sebut saja, al-
Khawarizmi (780-850) yang menemukan angka nol dan namanya diabadikan dalam
cabang ilmu
Pada abad ke-8 dan 9 M, negeri Irak dihuni oleh 30 juta penduduk yang 80%
nya merupakan petani. Hebatnya, mereka sudah pakai sistem irigasi modern dari
sungai Eufrat dan Tigris. Hasilnya, di negeri-negeri Islam rasio hasil panen gandum
dibandingkan dengan benih yang disebar mencapai 10:1 sementara di Eropa pada
waktu yang sama hanya dapat 2,5:1. Ini membuktikan bahwa ilmu pengetahuan dan
pengembangannya berdampak cukup besar bagi peradaban dan kesejahteraan umat
pada masa itu. Kecanggihan teknologi masa ini juga terlihat dari peninggalan-
peninggalan sejarahnya. Seperti arsitektur mesjid Agung Cordoba; Blue Mosque di
Konstantinopel; atau menara spiral di Samara yang dibangun oleh khalifah al-
Mutawakkil, Istana al-Hamra (al-Hamra Qasr) yang dibangun di Seville, Andalusia
pada tahun 913 M. Sebuah Istana terindah yang dibangun di atas bukit yang
menghadap ke kota Granada. Masa kejayaan Islam, terutama dalam bidang ilmu
pengetahun dan teknologi, terjadi pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Dia
adalah khalifah dinasti Abbasiyah yang berkuasa pada tahun 786. Banyak lahir
tokoh dunia yang kitabnya menjadi referensi ilmu pengetahuan modern. Salah
satunya adalah bapak kedokteran Ibnu Sina atau yang dikenal saat ini di Barat
dengan nama Avicenna. Sebelum Islam datang, Eropa berada dalam Abad
Kegelapan. Tak satu pun bidang ilmu yang maju, bahkan lebih percaya tahayul.
Dalam bidang kedoteran, misalnya. Saat itu di Barat, jika ada orang gila, mereka
akan menangkapnya kemudian menyayat kepalanya dengan salib. Di atas luka
tersebut mereka akan menaburinya dengan garam. Jika orang tersebut berteriak
kesakitan, orang Barat percaya bahwa itu adalah momen pertempuran orang gila itu
dengan jin. Orang Barat percaya bahwa orang itu menjadi gila karena kerasukan
setan, Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu hal yang sangat mulia dan
berharga.
Para khalifah dan para pembesar lainnya mengantisipasi kemungkinan
seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Pada
umumnya khalifah adalah para ulama yang mencintai ilmu, menghormati sarjana
dan memuliakan pujangga. Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia diakui
sepenuhnya. Pada waktu itu akal dan pikiran dibebaskan dari belenggu taklid, yang
menyebabkan orang sangat leluasa mengeluarkan pendapat dalam segala bidang,
termasuk bidang aqidah, falsafah, ibadah dan sebagainya.
Kecanggihan teknologi masa ini juga terlihat dari peninggalan-peninggalan
sejarahnya. Seperti arsitektur mesjid Agung Cordoba Blue Mosque di
Konstantinopel. atau menara spiral di Samara yang dibangun oleh khalifah al-
Mutawakkil, Istana al-Hamra (al-Hamra Qasr) yang dibangun di Seville, Andalusia
pada tahun 913 M. Sebuah Istana terindah yang dibangun di atas bukit yang
menghadap ke kota Granada. Saat itu “kata Lutfi” banyak lahir tokoh dunia yang
kitabnya menjadi referensi ilmu pengetahuan modern. Salah satunya adalah bapak
kedokteran Ibnu Sina atau yang dikenal saat ini di Barat dengan nama Avicenna.
Pada saat itu tentara Islam juga berhasil membuat senjata bernama ‘manzanik’,
sejenis ketepel besar pelontar batu atau api. Ini membuktikan bahwa Islam mampu
mengadopsi teknologi dari luar. Pada abad ke-14, tentara Salib akhirnya terusir dari
Timur Tengah dan membangkitkan kebanggaan bagi masyarakat Arab. Peradaban
Islam memang peradaban emas yang mencerahkan dunia. Itu sebabnya menurut
Montgomery, tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi dinamonya, Barat
bukanlah apa-apa. Wajar jika Barat berhutang budi pada Islam.

Berikut ini adalah beberapa penemu atau ilmuan muslim yang sangat
berpengaruh terhadap ilmu pengetahuan yang hingga sekarang masih bermanfaat
dan masih digunakan.
1. Al khawarizmi: ia adalah seorang yang menemukan ilmu aljabar di dalam
matematika.
2. ibnu sina ia adalah: membuat buku tentang kedoteran
3. jabbir ibnu hayyan: ahli kimia yang di kenal sebagai bapak kimia
4. albiruni: meletakkan dasar-dasar satu cabang keilmuan tertua yang
berhubungan dengan lingkungan fisik bumi. Dia di nobatkan sebagai bapak
antropologi, idiologi
5. Abu alzahwari: penemu tehnik patah tulang dan membuat kitab untuk
menyembuhkan luka pada saat oprasi
6. ibnu haitham: dikenal sebagai bapak ilmu mata yang mengurai bagai mana
mata bekerja
7. Ar razi: orang pertama yang bia menjelaskan tentang penyakit cacar dan
juga alergi asma dan demam sebagai daya mekanisme tubuh.

Jadi wajar jika Gustave Lebon mengatakan bahwa terjemahan buku-buku


bangsa Arab, terutama buku-buku keilmuan hampir menjadi satu-satunya sumber-
sumber bagi pengajaran di perguruan-perguruan tinggi Eropa selama lima atau
enam abad. Tidak hanya itu, Lebon juga mengatakan bahwa hanya buku-buku
bangsa Arab-Persia lah yang dijadikan sandaran oleh para ilmuwan Barat seperti
Roger Bacon, Leonardo da Vinci, Arnold de Philipi, Raymond Lull, san Thomas,
Albertus Magnus dan Alfonso X dari Castella. Belum lagi ribuan buku yang
berhasil memberikan pencerahan kepada dunia. Itu sebabnya, jangan heran kalau
perpustakaan umum banyak dibangun di masa kejayaan Islam. Perpustakaan al-
Ahkam di Andalusia misalnya, merupakan perpustakaan yang sangat besar dan
luas. Buku yang ada di situ mencapai 400 ribu buah. Uniknya, perpustakaan ini
sudah memiliki katalog. Sehingga memudahkan pencarian buku. Perpustakaan
umum Tripoli di daerah Syam, memiliki sekitar tiga juta judul buku, termasuk
50.000 eksemplar al-Quran dan tafsirnya. Dan masih banyak lagi perpustakaan
lainnya. Tapi naas, semuanya dihancurkan Pasukan Salib Eropa dan Pasukan Tartar
ketika mereka menyerang Islam.

B. Sebab-sebab kemajuan teknologi dan sains di masa-masa kejayaan Islam


Disamping secara eksternal saat itu Barat tengah tertidur lelap dalam buaian
teosentrisme dan alam pikiran yang jumud, bahkan bangsa barat saat itu dalam
kondisi terbelakang. Islam mengalami kebangkitan intelektual dan kultural yang
sepektakuler dengan revolusi pemikiran dan budaya Islam yang bercorak peradaban
baru, menyambung matarantai peradaban sebelumnya (Yunani, Babilon, dan
Persia). Islam yang kosmopolit, humanistik, kultural, dan saintifik yang puncaknya
pada era Abasiyyah.
Secara umum menurut Arif ada beberapa faktor yang telah mendorong
kemajuan sains di dunia Islam saat itu yakni :
1. Kesungguhan dalam mengimani dan mempraktikkan ajaran Islam sehingga
lahirlah individu-individu unggul.
2. Motivasi agama.
3. Faktor sosial politik.
4. Faktor ekonomi.
5. Faktor dukungan dan perlindungan penguasa saat itu

C. Faktor Penyebab Kemunduran Islam di Masa Modern


Dibandingakan dengan perkembangan Islam di masa pertengahan, maka
peradaban Islam di masa modern kini mengalami penurunan. Pada masa itu banyak
bermunculan tokoh-tokoh Islam yang menjadi penemu-pemenu dasar-dasar ilmu
pengetahuan modern saat ini. Di masa itu pula wilayah Islam sangat luas mencapai
wilayah Asia, Eropa, Amerika, dan Afrika. Islam sangat mendominasi bidang ilmu
pengetahuan dan wilayah kekuasaan karena Islam melakukan ekspansi wilayah
dengan jalan yang damai dengan menyebarkan ilmu pengetahuan. Bahkan, orang-
orang Eropa banyak yang menuntut ilmu di sekolah-sekolah Islam. Orang-orang
barat pada masa itu masih sangat terbelakang bila dibandingkan dengan umat
muslim. Namun keadaan saat ini merupakan kebalikannya. Bangsa Baratlah yang
kini menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi di era modern saat ini.

Berikut adalah faktor-faktor yang menyebabkan kemuduran Islam di masa


modern.
1. Perpecahan Umat Islam
Adanya perpecahan yang terjadi dikalangan umat Islam sendiri merupakan
faktor yang menyebabkan kemunduran
Islam.
a. Keberagaman Garis Keturunan (Bani)
Adanya keragaman Islam ini mengakibatkan konflik-konflik
antarkelompok dalam perebutan
kekuasaan.
b. Keberagaman Tafsiran (Interpretasi)
Dalam penafsiran Alquran dan hadis terdapat perbedaan antara kelompok
umat muslim. Oleh karena itu, muncul berbagai mazhab yang menggangap
tafsiran merekalah yang paling benar.

2. Ilmu Pengetahuan yang Menyimpang

Islam adalah agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan


sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw. dan sesuai dengan Alquran.
Keruntuhan kekhalifahan Islam membuat pemikiran-pemikiran Islam tidak
berkembang, bahkan mengalami stagnasi. Salah satu penyebab stagnasi
tersebut adalah hancurnya pusat peradaban di Bagdad.

3. Kurangnya Kesadaran Umat Islam akan Pentingnya Ilmu


Pengetahuan.

Di masa modern sekarang ini, banyak umat Islam yang bersikap masa bodoh
tentang perkembangan ilmu pengetahuan . Sikap ini kemudian
menyebabkan etos belajar yang menurun dari masa ke masa. Kemunduran
inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh bangsa Barat untuk melewati
pencapaian peradaban Islam. Nabi SAW bersabda

Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”, “Tuntutlah ilmu dari lahir sampai
liang lahat.” Inilah sebuah hadist yang menggugah umat Islam untuk
mencari ilmu dimanapun dan kapanpun.
Menurut Ibnu Khaldun, hancurnya suatu peradaban diakibatkan oleh hal-
hal berikut.
a. Penindasan penguasa dan ketidakadilan.
b. Despotisme atau kezaliman.
c. Orientasi kemewahan masyarakat.
d. Egoisme.
e. Opporyunisme.
f. Penarikan pajak secara berlebihan.
g. Keikutsertaan penguasa dalam kegiatan ekonomi rakyat.
h. Rendahnya komitmen masyarakat terhadap agama.
i. Penggunaan pena dan pedang secara tidak tepat.

Poin-poin tersebut mengarah kepada masalah-masalah moralitas masyarakat


khususnya penguasa. Ibnu Khaldun berpegang pada asumsi bahwa karena
kondisi moral tersebut, maka kekuatan politik, ekonomi, dan sistem kehidupan
hancur, dan pada gilirannya membawa dampak terhadap terhentinya pendidikan
dan kajian-kajian keislaman, khususnya sains. Menurutnya, ketika Maghrib dan
Spanyol jatuh, pengajaran sains di kawasan Barat kekhalifahan Islam tidak
berjalan.

D. Upaya-upaya Kebangkitan Kembali Umat Islam dalam IPTEKS


Dampak lain dari kemunduran Dunia Islam di bidang iptek ialah tumbuh suburnya
kemiskinan, rendahnya mutu pendidikan, minimnya pendapatan perkapita, dan
merajalelanya pengangguran. Di samping itu banyak negara-negara Islam yang
terjerat hutang luar negeri. Indonesia misalnya, sekitar 60% hidup di bawah garis
kemiskinan dan 10-20% penduduknya hidup dalam kemiskinan absolut.
Sementara itu jumlah pengangguran di Indonesia hampir mencapai 40 juta orang.
Negara-negara Islam yang lain, meski tidak separah Indonesia, mereka
menghadapi problem yang tidak jauh berbeda, terutama dalam masalah hutang
luar negeri. Agendanya sekarang, umat Islam harus melakukan upaya-upaya yang
dapat mendukung kembali kemajuan di bidang sains dan teknologi

Adapun Upaya-upaya yang seharusnya di lakukan oleh umat islam seperti :


1. Umat Islam memperlakukan satu sistem pendidikan Islam yang betul-betul
bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia-manusia muslim
yang berkualitas, bertaqwa, beriman kepada Allah.
2. Mencoba memasukan Ilmu-ilmu umum ke Sekolah Islam (Madrasah)
3. Mengirimkan pelajar untuk mendalami Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK)
4. Adanya kontak Islam dengan Barat, yang merupakan faktor penting yang
bisa kita liat, adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan
membawa perubahan paradigma umat Islam untuk belajar secara terus
menerus kepada Barat, Timbulnya pembaharuan pendidikan Islam baik
dalam bidang agama, sosial, dan pendidikan diawali dan dilatar belakangi
oleh pemikiran Islam yang timbul di belahan dunia Islam lainnya.

KH Akhmad Kholil Ridwan menyatakan optimismenya bahwa Islam akan


kembali berjaya di muka bumi. Ridwan menyebut saat ini merupakan momen
kebangkitan Islam kembali. ”Seperti janji Allah, 700 tahun pertama Islam berjaya,
700 tahun berikutnya Islam jatuh dan sekarang tengah mengalami periode 700
tahun ketiga menuju kembalinya kebangkitan Islam,” ujarnya.
Meskipun saat ini umat Islam banyak ditekan, ujar Ridwan, semua upaya
ini justru semakin memperkuat eksistensi Islam. Ini sesuai janji Allah yang
menyatakan bahwa meskipun begitu hebatnya musuh menindas Islam namun hal
ini bukannya akan melemahkan umat Islam. ”Ibaratnya paku, semakin ditekan,
Islam akan semakin menancap dengan kuat,”ujarnya.
Sementara itu, Luthfi menyatakan sistem khilafah Islamiyah masih relevan
diterapkan pada zaman sekarang ini asal dimodifikasi. Ia mencontohkan konsep
pemerintahan yang dianut Iran yang menjadi modifikasi antara teokrasi (kekuasaan
yang berpusat pada Tuhan) dan demokrasi (yang berpusat pada masyarakat).
Di Iran, kekuasaan tertinggi tidak dipegang parlemen atau presiden,
melainkan oleh Ayatullah atau Imam, yang juga memiliki Dewan Ahli dan Dewan
Pengawas. Sistem pemerintahan Iran ini, menurut Luthfi, merupakan tandingan
sistem pemerintahan Barat. ”Tak heran kalau Amerika Serikat sangat takut dengan
Iran karena mereka bisa menjadi tonggak peradaban baru Islam.”
Konsep khilafah Islamiyah, kata Luthfi, mengharuskan hanya ada satu
pemerintahan Islami di dunia dan tidak terpecah-belah berdasarkan negara atau
etnis. ”Untuk mewujudkannya lagi saat ini, sangat sulit,” kata dia.
Sementara Kholil Ridwan menjelaskan ada tiga upaya konkret yang bisa
dilakukan umat untuk mengembalikan kejayaan Islam di masa lampau. Yang
pertama adalah merapatkan barisan. Allah berfirman dalam QS Ali Imran ayat 103
yang isinya “Dan berpeganglah kalian semuanya dengan tali (agama) Allah, dan
janganlah kalian bercerai berai.”
Upaya lainnya adalah kembali kepada tradisi keilmuan dalam agama Islam.
Dalam Islam, jelasnya, ada dua jenis ilmu, yaitu ilmu fardhu ‘ain dan fardhu
kifayah. Yang masuk golongan ilmu fardhu ‘ain adalah Al-Quran, hadis, fikih,
tauhid, akhlaq, syariah, dan cabang-cabangnya. Sedangkan yang masuk ilmu fardhu
kifayah adalah kedokteran, matematika, psikologi, dan cabang sains lainnya.
Sementara upaya ketiga adalah dengan mewujudkan sistem yang
berdasarkan syariah Islam.

Pola-pola pembaharuan pendidikan Islam


Setelah kita memperhatikan berbagai sebab kelemahan dan kemunduran umat
Islam pada masa sebelumnya dan dengan memperhatikan sebab-sebab kejayaan
dan kekuatan yang di alami bangsa Eropa. Maka kita bisa mengaris bawahi
terjadinya pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam:
1. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pola pemikiran
modern di Eropa
2. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi dan bertujuan untuk
pemurnian kembali ajaran Islam
3. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada kekayaan dan
sumber budaya bangsa masing-masing dan yang bersifat Nasionalisme.
Materi Pertemuan Ke dua Tentang “ Hakikat IPTEKS dalam Pandangan
Islam’’
A. Konsep IPTEKS dan peradaban muslim
1. Integrasi Amal, Ilmu, Amal dan Definisi IPTEKS
Istilah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sering diterjemahkan
menjadi science and technology. Namun sesungguhnya, menurut perspektif filsafat
ilmu dan pengetahuan memiliki makna yang berbeda. Pengetahuan yang dalam
bahasa inggris disebut dengan knowledge, adalah segala sesuatu yang diketahui
manusia melalui tahapan panca indra, intuisi, dan firasat. Sedangkan ilmu adalah
pengetahuan yang sudah diklasifikasikan, diorganisasi,disistemasitisasi, dan
diinterpretasi, sehingga menghasilkan kebenaran yang objektif, sudah diuji
kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah (webter’s dictionary science).
Menurut pandangan dunia Timur (Arab) yang dalam hal ini diwakili Al-Gazali,
ilmu didefinisikan sebagai cahaya dalam hati (Al – ilmu Nurun fil Qulbi). Dalam
surat al- Rahman 1-13 mendefinisikan ilmu sebagai rangkaian keteranagn teratur
dari Allah menurut Sunah Rasul yang menerangkan semesta kehidupan yang
tergantung kepada Allah. Dalam sejarah islam, tercatat banyak sekali ilmuwan
muslim yang ahli dalam berbagai bidang kajian ilmu.
Beberapa yang bisa disebut antara lain Ibnu Rusyid, Ibnu Sina, Al –Razi,
Al-Khwarizmi dan lain-lain, adalah sosok yang disamping sebagai filosof, mereka
juga ahli kedokteran, astronomi, metematika, fisika dan sebagainya. Jika teknologi
diimbangi dengan ilmu, maka sesungguhnya ia merupakan aktivitas atau produk
dari iman, yaitu hasil amaliyah bil arkan. Seni adalah ungkapan akal dan budi
manusia dengan segala prosesnya. Menurut Sabda Nabi, “Innallaha jamilun wa
yuhibbul Jamaal”, Allah itu indah dan menyukai keindahan.
2. Syarat-syarat ilmu
Dari sudut pandang filsafat, ilmu lebih khusus dari pengetahuan. Suatu
pengetahuan dapat dikatagorikan sebagai ilmu apabila memenuhi tiga unsur pokok,
yaitu:
a) Ontologi, yaitu suatu bidang study yang memiliki objek study yang jelas.
Subjek studi tersebut harus dapat diindentifikasikan, diberi batasan,
diuraikan, dan sifat-sifatnya essensial. Objek studi sebuah ilmu ada dua,
yaitu objek material dan objek formal.
b) Askiologi, yaitu suatu bidang studi yang memiliki nilai guna atau
kemanfaatan. Ia dapat menunjukkan nilai-nilai teoritis, hukum-hukum,
generalisasi, kecenderungan umum, konsep-konsep, dan kesimpulan-
kesimpulan logis, sistematis dan koheren. Dalam teori dan konsep tersebut
tidak terdapat kerancuan dan kesemerawutan pikiran atau kopntradiksi
antara yang satu dengan yang lain.
c) Epistimologi, yaitu uatu bidang studi yang memiliki metode kerja yang
jelas. Ada dua metode kerja suatu bidang studi, yaitu deduksi dan induksi.
Dalam pemikiran sekuler, sains memiliki tiga karakteristik, yaitu objektif,
netral, dan bebas nilai. Sedangkan dalam pemikiran islam, sains tidak boleh bebas
dari nilai-nilai, baik nilai local maupun nilai universal. Ia harus dikembangkan dan
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kebahagiaan manusia dan kelestariamn
ekologis untuk tujuan rahmatan lil ‘alamin (Q.S al Anbiya 107).
3. Sumber Ilmu Pengetahuan
Dalam pemikiran islam ada dua sumber ilmu, yaitu wahyu dan akal. Islam
sendiri menegaskan bahwa, ad-dinu huwa al-‘alq wa laa diina liman laa ‘ aqla lahu
(agama adalah akal dan tidak ada agama bagi yang tidak berakal).
4. Keutaman Orang Berilmu
Manusia adalah satu-satunya mahluk Allah yang diberi anugrah akal oleh
Allah. Oleh karena itu sudah sepantasnya jika manusia berkewajiban
untukmengagungkan dan mengoptimalkan potensi dengan sebaik-baiknya. Al-
Qur’an bahkan membedakan orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu
(QS. 39:9). Ayat tersebut mengatakan: katakanlah, adakah sama orang yang
mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang
berakallah orang yang dapat menerima pelajaran. Demikian juga Al-Qur’an yang
menegaskan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu apabila
orang orang tersebut beriman. (QS 58:11)
Di samping itu, Rasulullah SAW banyak memberikan perumpamaan
tentang keutamaan orang yang berilmu dengan sabdanya, bahwa: mereka adalah
pewaris para nabi, pada hari kiamat darah mereka ditimbang dengan darah syuhada,
dan darah orang yang berilmu dilebihkan Darah darah syuhada. Nabi juga
menyarankan umatnya untuk tidak berhenti mencari ilmu kapan dan dimanapun
mereka berada, lewat sabdanya : Carilah ilmu walaupun di negeri China, mencari
ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan perempuan sejak dari ayunan sampai ke liang
lahat. Bagi orang berilmu, yang melandaskan keilmuannya dengan keimanan ,
pengembangan, dan pemanfaatan IPTEK dan seni tidaklah ditunjukan sebagai
tuntunan hidup semata, tetapi juga merupakan refleksi dari ibadah kepada Allah.
Oleh karena itu, hasil-hasil kemajuan IPTEK akan dikembangkan dan
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk tujuan Rahmatan lil alamin. (QS.21:107)

5. Tanggung Jawab Ilmuwan terhadap Alam dan Lingkungan


Proses dehumanisasi dan terancamnya keseimbangan ekologi dan
kelestarian alam,merupakan imbas negatif dari kemajuan IPTEKS. Dalam QS. Ar-
Rum 45 disebutkan : telah timbul kerusakan di daratan dan dilautan karena ulah
tangan manusia.
Oleh karena itu, ilmuwan tidak cukup hanya dengan ilmu saja,tetapi harus
dibekal dengan iman dan takwa. Ilmuwan yang beriman dan bertakwa akan
memanfaatkan kemajuan IPTEK untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan
kelangsungan hidup manusia dan keseimbangan ekologi dan bukan untuk fasad fil
ardhi.

B. Hubungan antara ilmu, agama, dan budaya


1. Hubungan Agama dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang
berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai
sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat
bermanfaat. Dahulu Ratu Isabella (Italia) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan
sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua Amerika
oleh Columbus. Tapi di sisi lain, tidak jarang iptek berdampak negatif karena
merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah
menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945.
Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit
mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa
varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi
kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai
sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses
pornografi, kekerasan, dan perjudian (Ahmed, 1999 )
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting
untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh
dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya
semiminal mungkin (Ahmed, 1999). Ada beberapa kemungkinan hubungan antara
agama dan iptek:
a) berseberangan atau bertentangan,
b) bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai,
c) tidak bertentangan satu sama lain,
d) saling mendukung satu sama lain, agama mendasari pengembangan iptek
atau iptek mendasari penghayatan agama.

Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak.
Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan
dan teknologi. Demikian pula sebaliknya. Dalam pola hubungan seperti ini,
pengembangan iptek akan menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran agama
dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran
ilmu pengetahuan. Orang yang ingin menekuni ajaran agama akan cenderung untuk
menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh manusia. Pola
hubungan pertama ini pernah terjadi di zaman Galileio-Galilei. Ketika Galileo
berpendapat bahwa bumi mengitari matahari sedangkan gereja berpendapat bahwa
matahari lah yang mengitari bumi, maka Galileo dipersalahkan dan dikalahkan. Ia
dihukum karena dianggap menyesatkan masyarakat (Furchan, 2009).
Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama.
Ketika kebenaran iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak
dapat disangkal sementara keyakinan akan kebenaran agama masih kuat di hati,
jalan satu-satunya adalah menerima kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa
masing-masing mempunyai wilayah kebenaran yang berbeda. Kebenaran agama
dipisahkan sama sekali dari kebenaran ilmu pengetahuan. Konflik antara agama dan
ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan dengan menganggapnya berada pada
wilayah yang berbeda. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek tidak
dikaitkan dengan penghayatan dan pengamalan agama seseorang karena keduanya
berada pada wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun komunal,
pengembangan yang satu tidak mempengaruhi pengembangan yang lain. Pola
hubungan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler yang sudah terbiasa
untuk memisahkan urusan agama dari urusan negara/masyarakat (Furchan, 2009).
Pola hubungan ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan
ini, kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu
pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati ajaran agama tidak
bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek sama sekali.
Dalam masyarakat di mana pola hubungan seperti ini terjadi, penghayatan agama
tidak mendorong orang untuk mengembangkan iptek dan pengembangan iptek
tidak mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama. Keadaan
seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler. Karena masyarakatnya sudah
terbiasa dengan pemisahan agama dan negara/masyarakat, maka. ketika agama
bersinggungan dengan ilmu, persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak
karena tampak terasa aneh apabila dikaitkan (Furchan, 2009).

Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif.


Terjadinya pola hubungan seperti ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan
antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan serta kehidupan masyarakat yang tidak
sekuler. Secara teori, pola hubungan ini dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran
agama mendukung pengembangan iptek tapi pengembangan iptek tidak
mendukung ajaran agama, pengembangan iptek mendukung ajaran agama tapi
ajaran agama tidak mendukung pengembangan iptek, dan ajaran agama mendukung
pengembangan iptek dan demikian pula sebaliknya (Furchan, 2009).
1. Hubungan Agama dan Pengembangan Iptek Dewasa Ini
Pola hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini baru pada taraf
tidak saling mengganggu. Pengembangan agama diharapkan tidak menghambat
pengembangan iptek sedang pengembangan iptek diharapkan tidak mengganggu
pengembangan kehidupan beragama. Konflik yang timbul antara keduanya
diselesaikan dengan kebijaksanaan (Furchan, 2009).
Dewasa ini iptek menempati posisi yang amat penting dalam pembangunan
nasional jangka panjang ke dua di Indonesia ini. Penguasaan iptek bahkan dikaitkan
dengan keberhasilan pembangunan nasional. Namun, bangsa Indonesia juga
menyadari bahwa pengembangan iptek, di samping membawa dampak positif, juga
dapat membawa dampak negatif bagi nilai agama dan budaya yang sudah dimiliki
oleh bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang telah memilih untuk tidak menganut
faham sekuler, agama mempunyai kedudukan yang penting juga dalam masyarakat
Indonesia. Oleh karena itulah diharapkan agar pengembangan iptek di Indonesia
tidak akan bertabrakan dengan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa (Furchan,
2009).
Kendati pola hubungan yang diharapkan terjadi antara agama dan iptek
secara eksplisit adalah pola hubungan netral yang saling tidak mengganggu, secara
implisit diharapkan bahwa pengembangan iptek itu dijiwai, digerakkan, dan
dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Ini merupakan tugas yang tidak mudah karena,
untuk itu, kita harus menguasai prinsip dan pola pikir keduanya (iptek dan agama)
(Furchan, 2009).

2. Hubungan Agama dengan Kebudayaan


Sistem religi merupakan salah satu unsur kebudayaan universal yang
mengandung kepercayaan dan perilaku yang berkaitan dengan kekuatan serta
kekuasaan supernatural. Sistem religi ada pada setiap masyarakat sebagai
pemeliharaan kontrol sosial (Sutardi, 2007).
Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang universal, religi dan kepercayaan
terdapat di hamper semua kebudayaan masyarakat. Religi meliputi kepercayaan
terhadap kekuatan gaib yang lebih tinggi kedudukannya daripada manusia dan
mencangkup kegiatan- kegiatan yang dilakukan manusia untuk berkomunikasi dan
mencari hubungan dengan kekuatan- kekuatan gaib tersebut. Kepercayaan yang
lahir dalam bentuk religi kuno yang dianut oleh manusia sampai masa munculnya
agama- agama. Istilah agama maupun religi menunjukkan adanya hubungan antara
manusia dan kekuatan gaib di luar kekuasaan manusia, berdasarkan keyakinan dan
kepercayaan menurut paham atau ajaran agama (Sutardi, 2007).
Agama sukar dipisahkan dari budaya karena agama tidak akan dianut oleh
umatnya tanpa budaya. Agama tidak tersebar tanpa budaya, begitupun sebaliknya,
budaya akan tersesat tanpa agama (Sutardi, 2007).
Sebelum ilmu antropologi berkembang, aspek religi telah menjadi pokok
perhatian para penulis etnografi. Selanjutnya, ketika himpunan tulisan mengenai
adat istiadat suku bangsa di luar eropa berkembang denganluas dan cepat melalui
dunia ilmiah, timbul perhatian terhadap upacara keagamaan. Perhatian tersebut
disebabkan hal-hal berikut: upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku
bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan yang tampak secara lahiriah, dan
bahan etnografi mengenai upacara keagamaan yang diperlukan dalam menyusun
teori-teori tentang asal-usul suatu kepercayaan (Sutardi, 2007).
Mengenai soal agama, Pater Jan Bakker menyatakan bahwa filsafat
kebudayaan tidak menanggapi agama sebagai kategori insane semata-mata, karena
bagi filsafat ini agama merupakan keyakinan hidup rohani pemeluknya; merupakan
jawab manusia kepada panggilan ilahi dan di sini terkandung apa yang disebut
iman. Iman tidak berasal dari suatu tempat ataupun pemberian makhluk lain. Iman
ini asalnya dari Tuhan, sehingga nilai-nilai yang mincul dari daya iman ini tidak
dapat disamakan dengan karya-karya kebudayaan yang lain, sebab karya tersebut
berasal dari Tuhan. Agama sebagai sistem objektif terkandung unsur-unsur
kebudayaan (Bakker, 1984). Yang jelas dalam ilmu antropologi memang agama
menjadi salah satu unsur kebudayaan. Dalam hal ini para ahli antropologi tidak
berbicara soal iman, sebab secara empiris iman tidak dapat dilihat (Bakker, 1984).

Perilaku Religi dalam Masyarakat, Agama memiliki posisi yang cukup


signifikan dalam kehidupan bermasyarakat. Negara mengakui keberadaan agama
dan melindungi kebebasan masyarakat dalam melaksanakan ajaran agamanya
(Sutardi, 2007).
Pada saat ini, adanya kebebasan dan keterbukaan memberikan ruang yang
besar bagi masyarakat untuk mengamalkan ajarana agama sebaik mungkin.
Semangat otonomi daerah yang memberikan keleluasan dan berpartisipasi dalam
mengurus daerahnya masing- masing memberi peluang untuk mengangkat ajaran
agama sebagai ruh pengelolaan pemerintahan. Ajaran agama dikemas sebagai dasar
pengaturan pemerintahan yang mengatur kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai
yang diangkat merupakan nilai-nilai kebaikan universal yang juga diakui oleh
agama lain (Sutardi, 2007).
Ajaran agama ketika disandingkan dengan nilai-nilai budaya lokal di era
desentralisasi dapat diserap untuk dijadikan pengangan kehidupan bermasyarakat.
Hal ini dapat dilihat dengan diberikannya otonomi khusus kepada Aceh yang
dikenal dengan Nanggroe Aceh Daussalam. Agama dan budaya di NAD sudah
melebur dan tidak bisa dipisahkan sejak dahulu, ketika kerajaan Islam masih ada di
wilayah tersebut. Dengan otonomi khusus ini hokum pidana Islam kembali
dihidupkan sehingga masyarakat merasakan keadilan sesuai dengan keyakinannya.
Hal ini menjadi awal yang baik dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat
dengan mengangkat agama dan budaya yang ada di masyarakat tersebut (Sutardi,
2007).
Pada masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi leluhurnya,
perilaku keagamaan juga memberikan dampak yang cukup berarti. Hal ini dapat
dilihat pada masyarakat Suku Toraja di Sulawesi Selatan. Masyarakat Suku Toraja
mempercayai bahwa kematian merupakan awal menuju kehidupan yang kekal. Itu
sebabnya dalam budaya Toraja dikenal pemeo ‘hidup manusia adalah untuk mati’.
Artinya, setelah mati, manusia akan menuju kehidupan yang kekal di nirwana.
Untuk mencapai nirwana, seseorang yang meninggal harus membawa bekal harta
sebanyak-banyaknya. Nyawa orang yang meninggal juga akan diantar ke surge
dengan pesta yang semarak. Semakin banyak benda yang dibawa si mayat, semakin
bahagia hidupnya di alam baka (Sutardi, 2007).
Dari ilustrasi tersebut dapat dikatakan bahwa perilaku keagamaan dapat
memberikan dampak dalam kehidupan bermasyarakat. Orang-orang Toraja sampai
saat ini dikenal memiliki kebiasaan menabung dan bersikap hidup hemat agar
nantinya dapat menyelenggarakan upacara kematian yang meriah. Mereka
menganggap anak keturunan berkewajiban memperlakukan leluhurnya dengan baik
sebab dengan begitu, sang leluhur juga akan melimpahkan rejeki dan menjaga
keturunannya dengan baik pula (Sutardi, 2007).
3. Hukum sunnatullah
Sunnatullah, di dunia moden yang sekular dipanggil law of nature
bermacam-macam persepsi dari kalangan manusia, muslim atau non muslim
terhadap hukum yang berlaku kepada alam dan isi kandunganya, ini
menggambarkan begitu dangkal akal yang tidak mendapat petunjuk Ilahy
mengenal pencipta alam ini dan undang-undang yang berlaku didalamnya. Al-
Qur'an memberikan mesej yang jelas, bahawa hukum yang berlaku di alam ini
diatur oleh Allah s.w.t yang dipanggil sunnatullah dan ia bukan dari anggapan
sebahagian manusia sebagai hukum semula jadi yang tiada penghujungnya itu.
Persepsi yang terkeluar dari menda yang dicetak oleh hukum sekular
(keduniaan) yang menyembah mindanya sendiri. Maka beberapa perkara yang
amat perlu diperhatikan untuk sama-sama kita renungkan, setidak-tidaknya ada tiga
persepsi tentang sunnatullah dari golongan manusia. Pertama patuh secara terpaksa,
kedua, patuh sebahagian dan kufur kepada sebahagian yang lain, ketiga patuh
secara sukarela.
Golongan pertama adalah mereka yang kufur dan tidak segan silu
mengenkari undang-undang Allah dan buta mata hatinya terhadap hukum
pertumbuhan jasadnya dan apa yang berlaku kepada dirinya, mereka ini kufur dari
ketentuan Allah terhadap hukum yang berlaku kepada dirinya dan pertumbuhan
jasadnya. Golongan ke dua, mereka secara sedar atau tidak atau disebabkan
kejahilan tidak memperhatikan hukum pertumbuhan yang berlaku kepada jasadnya,
lantas dengan segala kekeliruanya engkar tehadap hukum Allah s.w.t. Golongan
ketiga mereka yang patuh dengan penuh keimanan dan ketaqwaan, selalu
memperhatikan apa yang berlaku kepada alam ini, mereka sesungguhnya meyakini
sepenuhnya pada dirinya dan hukum pertumbuhan serta perubahan pada jasadnya,
kesemuanya dari sunnatullah.
Hukum-hukum yang serba tetap yang mengatur alam ini, maka
sesungguhnya itulah hukum Allah s.w.t. apa yang diistilahkan Sunnatullah yaitu :
1) Kenyataaan ini diperkukuhkan oleh Al Qur'an. Firman Allah yang
bermaksud " Dan Allah mencipta tiap-tiap sesuatu, lalu ditetapkan padanya
hukum- hukumnya" (Q.S Al Furqan:2)
2) Dalam ayat yang lain ada dinyatakan. Firman Allah yang bermaksud :"
Sesungguhnya kami (Allah) telah mencipta segala sesuatu dengan ketentuan
yang pasti" (AlQamar:49)

Hukum-hukum Allah pada makhluknya ada dua jenis yang bertulis dan
tidak tertulis. Hukum Allah yang tertulis itu yang diwahyukannya kepada para Nabi
dan Rasul terhimpun dalam kitab -kitab suci yang empat dan yang terakhir ialah Al
Qur'an. Ciri-ciri khas hukum Allah tertulis ini reaksi waktunya ( time response)
lebih panjang, mungkin lebih panjang dari usia manusia dan tidak dapat diketahui
secara ekperimen menurut persayaratan ilmu. Umpamanya orang yang beriman,
beribadah dan yang bertaqwa dijanjikan kehidupan yang baik, sejahtera dan
kebahagiaan, disebaliknya orang yang zalim, munafiq, fasiq dan kufur (kafir)
diancam dengan hukuman kehinaan dan kebinasaan (azab dan seksa yang amat
pedih). Hukum Tuhan pasti berlaku terhadap kebaikan seseorang yang taat kepada
Tuhan dan kehinaan keatas mereka yang durhaka kepada Tuhan. Maka yang
dimaksudkan reaksi waktunya lebih panjang dari umur manusia kerana tidak dapat
dibuktikan oleh pengamatan akal yang bersifat manusiawi dan dengan ekperimen.
Hukum Tuhan yang tidak tertulis ciri-ciri khasnya ialah reaksi waktu (time
response) pendek dari usia manusia, ia boleh dilakukan penelitian dan ekperimen
selain itu ia tidak melibatkan manusia. Contoh air yang mendidih 100°C. Jika satu
liter air dimasak memerlukan waktu 10 menit untuk mendidih, maka yang 10 minit
itulah disebut reaksi waktu yang jauh lebih pendek dari umur manusia, sehingga
didih air dapat diketahui dengan mengukur suhu air itu mendidih, begitu juga
hukum gaya berat gravitasi, dan semuanya ini tidak diwahyukan Allah dalam Al
Qur'an. Hikmahnya supaya manusia menggunakan anugerah Tuhan amat istimewa
yang bernama akal itu akan perlu adanya ekperimen atau pengembangan ilmu dan
teknologi. Sekiranya Allah itu mewahyukan semua hukum-hukumnya, maka
tentulah manusia itu diciptakan serupa dengan robot dan tidak dinamik lagi.
Maka inilah dinamakan hukum Allah itu pasti (exact), objektif dan tetap. Hukum-
hukum Allah itu tidak pernah berubah sejak diciptakan alam semesta ini, dan tidak
akan berubah sampai hancurnya alam ini (kiamat besar). Sejak diciptakan, misalnya
air mengalir tentunya dari tempat tinggi ke tempat rendah, tetapi tidak pula
disebaliknya. Demikian juga dalam keadaan biasa tidak pernah air itu mendidih
dalam keadaan suhu 10°C tapi selalu dalam suhu 100°C. Sebelum Newton lahir,
setiap batu yang diangkat kemudian dilepaskan tidak pernah melayang-layang,
tetapi ia jatuh dengan mudah. Hukum gravitasi adalah hukam Allah s.w.t. yang
pertama kali dipopulerkan oleh Newton(1642-1727) seorang filosuf dan Ilmuan
Barat (Inggeris.)

Firman Allah s.w.t yang bermaksud :


" Yang demikian adalah Sunnatullah yang telah berlaku sejak
dahulu dan kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan bagi
Sunnatullah itu."(Q.S Al Fath :23)
Dalam ayat yang lain. Allah berfirman yang bermaksud :
" Anda tidak akan menjumpai dalam ciptaan Allah itu sebuah
kekacauan, maka lihatlah sekali lagi adakah kamu temui padanya
kecacatan." ( Q. S Al Mulk: 3)
Oleh itu Allah selalu mengingatkan manusia supaya memperhatikan alam,
juga memerintahkan manusia supaya membuat penelitian terhadap alam semesta
dengan segala isi kandungannya dengan segala rendah hati bukan secara yang
sombong angkuh dengan ilmu dan teknologi yang dimiliki, betapa Allah telah
menciptanya segala benda-benda tersebut berlaku secara teratur, sedikitpun tidak
terdapat sesuatu yang kacau dan cacat kecuali yang merosakkan adalah terdiri
makhluk yang bernama manusia samada kecacatan itu berlaku didarat atau dilautan,
semuanya hasil dari perbuatan jahat manusia.
Maka oleh kerana alam semesta dengan seluruh isi kandungannya taat atau
patuh dan tunduk kepada Allah, maka menurut tata bahasa dan secara literal Al
Qur'an samada kepatuhan itu secara terpaksa dalam bentuk kekufuran (ingkar) yang
cuba mempertikaikan kekuasaan Allah s.w.t atau patuh dengan penuh rasa
keimanan dan ketakwaan, maka seluruh alam ini adalah muslim adanya.
Sunnatullah dari segi bahasa terdiri dari kata sunnah dan Allah. Kata sunnah
antara lain berarti "kebiasaan". Jadi sunnatullah adalah kebiasaan-kebiasaan Allah
dalam memperlakukan masyarakat. Dalam Al-Qur'an kata sunnatullah dan yang
semakna dengannya seperti sunnatuna, dan sunnatul Awwalin, kesemuanya
berbicara dalam konteks kemasyarakatan. Perlu diingat bahwa apa yang dinamai
hukum-hukum alam pun adalah kebiasaan-kebiasaan yang dialami manusia, dan
dari ikhtisar pukul rata statistik tentang kebiasaan-kebiasaan itu, para pakar
merumuskan hukum-hukum alam. Kebiasaan itu dinyatakan Allah sebagai tidak
beralih (al-Isra, 17:77) dan tidak pula berubah (al-Fath, 48:23), dan berganti juga
tidak (al-Ahzab, 33:62). Karena sifatnya demikian, maka ia dapat dinamai "hukum-
hukum kemasyarakatan" atau ketetapan-ketetapan Allah menyangkut situasi
masyarakat.

Menurut beberapa ayat Al-Qur'an, seperti al-Isra, 17:77; al-Fath, 48:23; al-
Ahzab, 33:62; ada keniscayaan bagi sunnatullah (hukum-hukum kemasyarakatan)
itu, tidak ubahnya dengan hukum-hukum alam atau yang berkaitan dengan materi.
Hukum-hukum alam sebagaimana hukum kemasyarakatan bersifat umum dan
pasti, tidak satupun di negeri manapun orang dapat terbebaskan dari sanksi bila
melanggarnya. Hukum-hukum itu tidak memperingatkan siapa yang melanggarnya
dan sanksinya pun membisu sebagaimana membisunya hukum itu sendiri.
Masyarakat dan jenis manusia yang tidak membedakan antara yang haram dan yang
halal akan terbentur oleh malapetaka, ketercabikan, dan kematian. Ini semata-mata
adalah sanksi otomatis, karena kepunahan adalah akhir dari semua mereka yang
melanggar hukum alam/ kemasyarakatan.
Al-Qur'an berbicara tentang sunnatullah dalam konteks perubahan sosial,
yaitu al-Anfal, 8:53; dan al-Ra'd, 13:11. kedua ayat diatas berbicara tentang
perubahan, ayat pertama berbicara tentang perubahan nikmat, sedang ayat kedua
yang menggunakan kata "ma" (apa) berbicara tentang perubahan apapun, baik dari
nikmat (positif) menuju niqmah (negatif, murka Ilahi) maupun dari negatif ke
positif.
Materi Pertemuan Ke tiga Tentang “Kewajiban Menuntuk Ilmu,
Mengembangkan dan Mengamalkannya’’

A. Perintah Menuntut Ilmu

Sesungguhnya Islam adalah syarat keselamatan di sisi Allah. Islam tidak


tegak dan tidak akan ada kecuali dengan ilmu. Tidak ada cara dan jalan untuk
mengenal Allah dan sampai kepada-Nya kecuali dengan ilmu. Allah lah yang telah
menunjukan jalan yang paling dekat dan mudah untuk sampai kepada-Nya.
Barangsiapa yang menempuh jalan tersebut, tidak akan menyimpang dari tujuan
yang dicita-citakannya.

Jumhur ulama sepakat, tidak ada dalil yang lebih tepat selain wahyu pertama
yang disampaikan Allah SWT kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw sebagai
landasan utama perintah untuk menuntut ilmu. Dijelaskannya pula sarana untuk
mendapatkannya, disertai bagaimana nikmatnya memiliki ilmu, kemuliaannya, dan
urgensinya dalam mengenal ke-Maha Agung-an Sang Khalik dan mengetahui
rahasia penciptaan serta menunjukkan tentang hakikat ilmiah yang tetap.
Sebagaimana firman-Nya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara
kalam (baca tulis). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”.
(Q.S. Al ‘Alaq [96]: 1-5).
Dalam ayat yang lain, Allah SWT juga berfirman : “…Katakanlah : “
Adakah sama orang-orang yang mengetahui (ilmu agama Islam) dengan orang-
orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran”. (Q.S. Az Zumar [39]: 9).
Para mufasir menyimpulkan firman Allah di atas, bahwa :
1) Tidaklah sama antara hamba Allah yang memahami ilmu agama Allah,
yaitu yang menyadari dirinya, memahami tanda-tanda kekuasaan Allah, dan
mentaati segala perintah dan larangan-Nya, dengan orang-orang yang
mendustakan nikmat-nikmat Allah, yang tidak mau mempelajari ilmu
agama Allah;
2) Hanya orang-orang yang berakal sehatlah yang dapat mengambil hikmah
atau pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan Allah.

Terkait hal tersebut, Rasulullah saw menandaskan bahwa menuntut,


memahami dan mendalami ilmu agama Islam itu, merupakan kewajiban utama
setiap muslim. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Abi Sufyan r.a., ia
mendengar Rasulullah Saw telah bersabda : “siapa yang dikehendaki menjadi
orang baik oleh Allah, Allah akan memberikan kepahaman kepadanya dalam
agama Islam”. (H.R. Bukhari, Muslim). Memahami ilmu agama akan membuat
seorang muslim, baik dan benar dalam beribadah kepada Allah SWT, jauh dari
Bid’ah atau hal-hal lain yang membatalkan ibadah kita. Serta mampu membentengi
diri dan keluarga dari aqidah berbahaya.
Menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib (fardhu). Para ahli fiqih
mengelompokannya dua bagian, yaitu
1) Fardhu ‘ain, adalah setiap ilmu yang harus dipelajari oleh setiap muslim
tentang Ilmu Agama Islam, agar akidahnya selamat, ibadahnya benar,
mu’amalahnya lurus dan sesuai dengan yang disyariatkan Allah Azza wa
Jalla, yang tertuang dalam Al Qur’an dan Sunah Nabi-Nya yang sahih.
Inilah yang diperintahkan Allah dalam firman-Nya, “Maka ketahuilah,
bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang hak) Melainkan Allah”. (Q.S.
Muhammad [47]: 19). Juga yang dimaksudkan oleh Rasulullah Saw dalam
haditsnya, “ Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. (H.R. Ibnu
Majah). Pengertian mencari ilmu di sini, adalah mencari ilmu agama Islam,
hukumnya wajib bagi laki-laki dan perempuan.
2) Fardhu kifayah : adalah ilmu yang memperdalam ilmu-ilmu syariat dengan
mempelajari, menghafal, dan membahasnya. Misalnya spesialisasi dalam
ilmu-ilmu yang dibutuhkan umat Islam, seperti sistem pemerintahan,
hukum, kedokteran, perekonomian, dan lain-lain. Tapi jika sebagian dari
mereka ada yang mengerjakannya, maka gugurlah kewajiban dari yang
lainnya. Sedangkan jika tidak ada seorang pun yang melakukannya, maka
semua menanggung resikonya.
Inilah yang diserukan Allah SWT dalam firman-Nya, “Tidak sepatutnya
bagi orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu
dapat menjaga dirinya”. (Q.S. At-Taubah [9]: 122).
Bahwa tidak ada jalan untuk mengenal Allah, meraih ridha-Nya serta
menggapai keuntungan dan kedekatan dengan-Nya, kecuali dengan ilmu. Ilmu
adalah cahaya yang dengannya Allah mengutus para Rasul, menurunkan kitab-
kitab, dan dengannya pula memberi petunjuk dari kesesatan dan kebodohan.
Dengan ilmu terungkaplah seluruh keraguan, khurafat dan kerancuan. (Q.S. Al
Maidah [5]: 15-16) dan (Q.S. Al-A’raf [7] : 157).
Allah SWT dan Rasul-Nya telah pula menentukan pedoman bagi kita
hingga akhir zaman, barangsiapa yang berpegang teguh kepada Al Qur’an dan As
Sunnah (Hadis) Sahih, tidak akan sesat selamanya. Sebagaimana firman Allah SWT
:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Taatilah Rasul(Nya),
dan ulil amri di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rosul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya “. (Q.S. An Nisa [4] : 59). Dan
hadits nabi Saw.
“ Sesungguhnya aku telah meninggalkan sesuatu bagimu, jikalau kamu
berpegang teguh dengannya, maka kamu tidak akan sesat selamanya, (yaitu) Kitab
Allah (Al Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya”. (H.R. Hakim; at-Targhib, 1 : 60).
Banyak jalan untuk menuntut ilmu agama. Antara lain mengikuti majelis
taklim yang istiqomah mengkaji Al Qur’an dan As Sunnah sahih di berbagai tempat
dan media. Ilmu agama ada di Qur’an , Tafsir Qur’an, juga hadis-hadis sahih, yang
sudah diterjemahkan. Jika kita tidak memahami ilmu agama Islam, bagaimana kita
bisa tahu mana perintah dan larangan Allah ? Bagaimana kita bisa tahu ibadah yang
kita lakukan itu sah dan diterima Allah ? Tapi umat Islam juga jangan sembarangan
menimba ilmu. Salah-salah memilih sumber ilmu, maka kelak ilmu yang dimiliki
itu akan tersesat.

B. Keutamaan Orang Berilmu


Mencari ilmu merupakan kewajiban setiap manusia. Tanpa ilmu kita tidak
bisa menjalani hidup ini dengan baik. Orang yang tidak memiliki ilmu biasanya
akan di manfaatkan oleh orang lain. Bahkan, orang yang tak berilmu itu akan
dibodohi oleh orang lain. Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang diberi akal
dan pikiran carilah ilmu demi kelangsungan hidup yang lebih baik.
Ilmu menurut Imam Al Ghozali, dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Ilmu yang bersifat Syariat
2. Ilmu yang bersifat Akal
Dari keduanya ada yang berupa Ilmiah Teoritis, dan ada yang Ilmiah Praktis
1) Ilmu Syari’at
Ilmu Syariat ini terbagi menjadi 2 :
a) Ilmu Ushul (Pokok) atau Ilmu Tauhid ( Merupakan Ilmiah
Teoritis)
b) Ilmu Furu' atau Cabang ( Merupakan Ilmiah Praktis ), hal ini
ada yang menyangkut Hak Allah Ta'ala seperti segala yang
terkait Ibadah, Hak Hamba Allah terkait dengan tata
pergaulan manusia yang terdiri 2 aspek, yaitu Aspek
Mu'amalah dan Aspek Mu'aqodah, sertaHak Jiwa
(Akhlak/Budi pekerti) sifat / akhlak baik harus dibina,
dimiliki, dikembangkan dan sifat / akhlak jelek harus
dihindari, dibuang.
2) Ilmu Akal
Ilmu Akal itu bersifat berdiri sendiri, yang melahirkan komposisi
keseimbangan. Ilmu Akal ini menurut beliau dibagi menjadi 3 tingkatan,
yaitu :
a) Tingkat Kesatu ialah Matematika dan Logika
b) Tingkat kedua ialah Ilmu Alamiah ( Aksi dan Reaksi Alam )
c) Tingkat ketiga, adalah Ilmu Teori tentang Realitas, berujung pada
ilmu Kenabian, Mukjijat, dan Teori Jiwa yang Suci.

C. Kedudukan Ulama dalam Islam


Tidak samar bagi setiap muslim akan kedudukan ulama dan tokoh agama,
serta tingginya kedudukan, martabat dan kehormatan mereka dalam hal kebaikan
mereka sebagai teladan dan pemimpin yang diikuti jalannya serta dicontoh
perbuatan dan pemikiran mereka. Para ulama bagaikan lentera penerang dalam
kegelapan dan menara kebaikan, juga pemimpin yang membawa petunjuk dengan
ilmunya, mereka mencapai kedudukan al-Akhyar (orang-orang yang penuh dengan
kebaikan) serta derajat orang-orang yang bertaqwa.
Dengan ilmunya para ulama menjadi tinggi kedudukan dan martabatnya,
menjadi agung dan mulia kehormatannya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: ‫قُل‬
َ‫ هَل َيست َ ِوي الَّذِينَ َيعلَ ُمونَ َوا َّلذِينَ َل َيعلَ ُمون‬Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. az-Zumar: 9) Dan
firman-Nya Azza wa Jalla: ‫ّللاُ الَّذِينَ آ َ َمنُوا مِ ن ُكم َوالَّذِينَ أُوتُوا العِل َم دَ َر َجات‬
َّ ‫ يَرفَ ِع‬Niscaya Allah
akan mengangkat (derajat) orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS.
al-Mujadilah: 11)
Diantara keutamaannya adalah para malaikat akan membentangkan
sayapnya karena tunduk akan ucapan mereka, dan seluruh makhluk hingga ikan
yang berada di airpun ikut memohonkan ampun baginya. Para ulama itu adalah
pewaris Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga
dirham, yang mereka wariskan hanyala ilmu, dan pewaris sama kedudukannya
dengan yang mewariskannya, maka bagi pewaris mendapatkan kedudukan yang
sama dengan yang mewariskannya itu.
Di dalam hadits Abi Darda radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam bersabda:“Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk menuntut
ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhya
para malaikat akan membuka sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena
ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang alim akan
dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan
yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang alim atas ahli ibadah seperti
keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang.
Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para
Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah
ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka sesungguhnya ia telah
mendapatkan bagian yang paling banyak.” (Shahih, HR Ahmad (V/196), Abu
Dawud (3641), at-Tirmidzi (2682), Ibnu Majah (223) dan Ibnu Hibban (80/al-
Mawarid).

Para ulama telah mewarisi ilmu yang telah dibawa oleh para Nabi, dan
melanjutkan peranan dakwah di tengah-tengah umatnya untuk menyeru kepada
Allah dan ketaatan kepada-Nya. Juga melarang dari perbuatan maksiat serta
membela agama Allah. Mereka berkedudukan seperti rasul-rasul antara Allah dan
hamba-hamba-Nya dalam memberi nasehat, penjelasan dan petunjuk, serta untuk
menegakkan hujjah, menepis alasan yang tak berdalih dan menerangi jalan.
Muhammad bin al-Munkadir berkata, “Sesungguhnya orang alim itu perantara
antara Allah dan hamba-hamba-Nya, maka perhatikanlah bagaimana dia bisa
masuk di kalangan hamba-hamba-Nya.”
Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Manusia yang paling agung kedudukannya
adalah yang menjadi perantara antara Allah dengan hamba-hamba-Nya, yaitu para
Nabi dan ulama.” Sahl bin Abdullah berkata, “Barangsiapa yang ingin melihat
majlisnya para Nabi, maka hendaklah dia melihat majelisnya para ulama, dimana
ada seseorang yang datang kemudian bertanya, ‘Wahai fulan apa pendapatmu
terhadap seorang laki-laki yang bersumpah kepada istrinya demikian dan
demikian?’ Kemudian dia menjawab, ‘Istrinya telah dicerai.’ Kemudian datang
orang lain dan bertanya, ‘Apa pendapatmu tentang seorang laki-laki yang
bersumpah pada istrinya demikian-demikian?’ Maka dia menjawab, ‘Dia telah
melanggar sumpahnya dengan ucapannya ini.’ Dan ini tidak dimiliki kecuali oleh
Nabi atau orang alim. (maka cari tahulah tentang mereka itu).” Maimun bin Mahran
berkata, “Perumpamaan seorang alim disuatu negeri itu, bagaikan mata air yang
tawar di negeri itu.”
Jikalau para ulama memiliki kedudukan dan martabat yang tinggi seperti
itu, maka wajib atas orang-orang yang awam untuk menjaga kehormatan serta
kemuliaannya. Dari Ubadah bin Ashomit radhiyallahu ‘anhu bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Bukan termasuk umatku orang
yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda,
dan tidak tahu kedudukan ulama.” Dan di antara hak para ulama adalah mereka
tidak diremehkan dalam hal keahlian dan kemampuannya, yaitu menjelaskan
tentang agama Allah, serta penetapan hukum-hukum dan yang semisalnya dengan
mendahului mereka, atau merendahkan kedudukannya, serta sewenang-wenang
dengan kesalahannya, juga menjauhkan manusia darinya atau perbuatan-perbuatan
yang biasa dilakukan oleh orang-orang jahil yang tidak tahu akan kedudukan dan
martabat para ulama.
Satu hal yang sudah maklum bagi setiap orang, bahwa mempercayakan setiap
cabang-cabang ilmu tidak dilakukan kecuali kepada para ahli dalam bidangnya.
Jangan meminta pendapat tentang kedokteran kepada makanik, dan jangan pula
meminta pendapat tentang senibena kepada para dokter, maka janganlah meminta
pendapat dalam suatu ilmu kecuali kepada para ahlinya. Maka bagaimana dengan
ilmu syariah, pengetahuan tentang hukum-hukum dan fiqh kontemporer?
Bagaimana kita meminta pendapat kepada orang yang tidak terkenal alim
mengenainya dan tidak pula punya kemampuan memahaminya jauh sekali sebagai
ulama yang mujtahid dan para imam yang kukuh ilmunya serta ahli fiqh yang
memiliki keupayaan sebagai ahli istimbath? Allah Ta’ala berfirman: "Dan apabila
sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka
(langsung) menyiarkannya, (padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada
Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan
ulil amri). Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah
kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu). (QS. an-Nisa`:
83)
Dan yang dimaksud dengan Ulil Amri dalam ayat ini adalah para ulama
yang 'Alim dan cermat dalam beristimbath hukum-hukum syariat baik dari kitab
maupun sunnah, karena nash-nash yang jelas tidaklah cukup untuk menjelaskan
seluruh permasalahan kontemporer dan hukum-hukum terkini, dan tidaklah begitu
mahir untuk beristimbath serta mengerluarkan hukum-hukum dari nash-nash
kecuali para ulama yang berkelayakan. Abul ‘aliyah mengatakan tentang makna
“Ulil Amri” dalam ayat ini, “Mereka adalah para ulama, tidakkah kamu tahu Allah
berfirman, ‘(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri
di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan
dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)’.” Al-
Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam Fath al-Bari: Ibnu Attin menukil dari ad-
Dawudi, bahwasanya beliau menafsirkan firman Allah Ta’ala “Dan Kami turunkan
az-Zikir (al-Qur`an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka.” An-Nahl : 44, berkata: Allah Ta’ala banyak
menurunkan perkara-perkara yang masih bersifat global, kemudian ditafsirkan oleh
Nabi-Nya apa-apa yang diperlukan pada waktu itu, sedangkan apa-apa yang belum
terjadi pada saat itu, penafsirannya di wakilkan kepada para ulama. Sebagaimana
firman Allah Ta’ala : (padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan
ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka. (QS. an-
Nisa`: 83)
Materi Pertemuan Ke Empat Tentang “ETIKA PENGEMBANGAN DAN
PENERAPAN IPTEKS DALAM PANDANGAN ISLAM“

A. Sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran agama


Agama dan ilmu sangatlah saling terkait karena orang yang banyak ilmunya
apabila tanpa di topang oleh agama semua ilmu tidak akan membawa kemaslahatan
umat, sebagai contoh negara- negara maju yang sangat gigih mendalami ilmu dan
teknologi, tetapi sering menjadi sumber pemicu terjadinya peperangan, begitupun
juga orang yang sangat sibuk dengan belajar agama ,tetapi tidak mau menggali ilmu
dan pengetahuan alam disekitar kita , maka akan mengalami kemunduran ,
sedangkan untuk mencapai kebahgiaaan akhirat haruslah banyak berbut/beribadah
dalam hal untuk kemajuaan umat, apa jadinya apabila semua umat berkutik di
ritualitas saja, ini adalah suatu pertanyaan gambaran yang menyedihkan.
Seperti halnya dengan ilmu dan filsafat, agama tidak hanya untuk agama,
melainkan untuk diterapkan dalam kehidupan dengan segala aspeknya.
Pengetahuan dan kebenaran agama yang berisikan kepercayaan dan nilai- nilai
dalam kehidupan, dapat dijadikan sumber dalam menentukan tujuan dan pandangan
hidup manusia, dan sampai kepada prilaku manuisitu sendiri. Dalam agama
sekurang – kurangnya ada empat ciri yang dapat kita kemukakan, yaitu : Adanya
kepercayaan terhadap yang gaib, kudus, dan maha agung, dan pencipta alam
semesta (Tuhan) .
Melakukam hubungan dengan hal- hal diatas,dengan berbagai cara. Seperti
dengan mengadakan acara – acara ritual, pemujaan, pengabdian, dan, doa.
Adanya Suatu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap penganutnya.
Menganut ajaran Islam, ajaran tersebut diturunkan oleh Tuhan rtidak langsung
kepada seluruh umat manusia, melainkan kepada Nabi – nabi dan rasulnya. Maka
menurut ajaran islam adanya rosul dan kitab suci merupakan ciri khas dari pada
agama.Agama berbeda dengan sains dan filsafat karena agama menekankan
keterlibatan pribadi, walaupun kita dapat sepakat tidak ada definisi agama yang
dapat diterima secara universal. Kemajuan spritual manusia dapat diukur dengan
tinggi nilai yang tak terbatas yang ia berikan kepada objek yang ia sembah. Seorang
yang religius merasakan adanya kewajiban yang tak bersyarat terhadap zat yang ia
anggap sebagai sumber yang tertinggi bagi kepribadian dan kebaikan.
Wilayah ilmu berbeda dengan wilayah agama. Jangankan ilmu, akal saja tidak
sanggup mengadili agama. Para ulama sekalipun, meski mereka meyakini
kebenaran yang dianut tetapi tetap tidak berani mengklaim kebenaran yang
dianutnya, oleh karena i-tu mereka selalu menutup pendapatnya dengan kalimat
wallohu a`lamu bissawab, bahwa hanya Allahlah yang lebih tahu mana yang benar.
Agama berhubungan dengan Tuhan, ilmu berhubungan dengan alam, agama
membersihkan hati, ilmu mencerdaskan otak, agama diterima dengan iman, ilmu
diterima dengan logika.Meski demikian, dalam sejarah manusia, ilmu dan agama
selalu tarik menarik dan berinteraksi satu sama lain.
Sangat menarik bahwa Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa,
kemulian seorang mukmin itu diukur dari agamanya, kehormatannya diukur dari
akalnya dan martabatnya diukur dari akhlaknya. Ketika nabi ditanya tentang amal
yang paling utama, hingga lima kali nabi tetap menjawab husn al khuluq, yakni
akhlak yang baik.
Agama maupun filsafat berhubungan dengan realitas yang sama. Kedua-
duanya terdiri dari subjek-subjek yang serupa dan sama-sama melaporkan prinsip-
prinsip tertinggi wujud. Keduanya juga melaporkan tujuan puncak yang diciptakan
demi manusia yaitu kebahagiaan tertinggi. Filsafat memberikan laporan
berdasarkan persepsi intelektual. Sedangkan agama memaparkan laporannya
berdasarkan imajinasi. Dalam setiap hal yang didemonstrasikan oleh filsafat,
agama memakai metode-metode persuasivfe untuk menjelaskannya.
Agama berusaha membawa tiruan-tiruan kebenaran filosofis sedekat
mungkin dengan esensi mereka. Filsafat dan agama merupakan pendekatan
mendasar menuju pada kebenaran. Filsafat dapat digambarkan sebagai ilmu tentang
realitas yang didasarkan atas metode demonstrasi yang meyakinkan, suatu metode
yang merupakan gabungan dari intuisi intelektual dan putusan logis yang pasti.
Berdasarkan alasan ini, filsafat lantas disebut sebagai ilmu dari segala ilmu, induk
dari segala ilmu, kebijaksanaan dari segala kebijaksanaan, dan seni dari segala seni.

B. Paradigma ilmu bebas nilai dan ilmu tidak bebas nilai


a. Pengertian ilmu
Rasionalisasi limu pengetahuan terjadi sejak Rene Descartes dengan sikap
skeptic-metodisnya meragukan segala sesuatu, kecuali dirinya yang sedang ragu-
ragu. Sikap ini berlanjut pada Auf Klarung, suatu era yang merupakan suatu usaha
manusia untuk mencapai rasional tentang dirinya dan alam.
Istilah ilmu dalam pengertian klasik diartikan sebagai pengetahuan tentang sebab
akibat atau asal usul. Guston Buchelard menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
adalah suatu produk pemikiran manusia yang sekaligus menyesuaikan antara
hukum-hukum pemikiran dengan dunia luar.
Daoed Joesoef menunjukkan bahwa pengertian ilmu mengacu pada tiga hal, yakni
produk-produk, proses dan masyarakat. Ilmu pengetahuan sebagai produk, artinya
pengetahuan yang telah diketahui serta diakui kebenarannya oleh masyarakat
ilmuwan. Ilmu pengetahuan sebagai poses, artinya kegiatan kemasyarakatan yang
di lakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya
bukan sebagaimana yang dikehendaki.
Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat, artinya dunia pergaulan yang tindak
tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan yaitu:
universalisme, komunalisme, tanpa pamrih dan skeptisisme yang teratur.
Van Melsen mengemukakan beberapa ciri yang menandai ilmu, yaitu :
1. Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan
yang secara logis koheren
2. Ilmu pengetahuan tanpa pamrih karena erat kaitannya dengan
tanggung jawab ilmuan.
3. Universalitas ilmu pengetahuan
4. Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak di
distorsi oleh prasangka-prasangka subjektif
5. Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti
ilmiah yang bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat
dikomunikasikan.
6. Progresivitas, artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah bila
mengandung pertanyaan-pertanyaan baru dan menimbulkan problem-
problem baru lagi.
7. Kritis, tidak ada teori ilmiah yang difinitif.
8. Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan antara
teori dengan praktis.

b. Pengertian nilai
Filsafat sebagai “phylosophy of life” mempelajari nilai-nilai yang ada dalam
kehidupan dan berfungsi sebagai pengontrol terhadap keilmuan manusia. Teori
nilai berfungsi mirip dengan agama yang menjadi pedoman kehidupan manusia.
Dalam teori nilai terkandung tujuan bagaimana manusia mengalami kehidupan dan
memberi makna terhadap kehidupan ini. Nilai, bukan sesuatu yang tidak eksis,
sesuatu yang sungguh-sungguh berupa kenyataan, bersembunyi dibalik kenyataan
yang tampak, tidak tergantung pada kenyataan- kenyataan lain, mutlak dan tidak
pernah mengalami perubahan (pembawa nilai bisa berubah).
c. Paradigma ilmu
Ilmu terbagi menjadi dua pandangan yaitu ilmu bebas nilai (value free) dan
ilmu terikat nilai/ ilmu tak bebas nilai (value bound)
• Paradigma ilmu bebas nilai

Ilmu bebas nilai dalam bahasa Inggris sering disebut dengan value free, yang
menyatakan bahwa ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu secara otonom
tidak memiliki keterkaitan sama seklai dengan nilai. Bebas nilai berarti semua
kegiatan terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu
itu sendiri. Ilmu menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki
menentukan ilmu itu sendiri.
Josep Situmorang menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada 3 faktor sebagai
indikator bahwa ilmu itu bebas nilai, yaitu:
a. Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai. Maksudnya adalah
bahwa ilmu harus bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologis, religious,
cultural, dan social.
b. Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin.
Kebebasan di sisni menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
c. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding
menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat universal.

Dalam pandangan ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas dapat
dibenarkan, karena hal tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkdang
hal tersebut dapat merugikan lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air
condition, yang ternyata berpengaruh pada pemansan global dan lubang ozon
semakin melebar, tetapi ilmu pembuatan alat pendingin ruangan ini semata untuk
pengembangan teknologi itu dengan tanpa memperdulikan dampak yang
ditimbulakan pada lingkungan sekitar. Setidaknya, ada problem nilai ekologis
dalam ilmu tersebut, tetapi ilmu bebas nilai menganggap nilai ekologis tersebut
menghambat perkembangan ilmu.
Ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai – nilai yang letaknya di
luar ilmu pengetahuan, hal ini dapat juga di ungkapkan dengan rumusan singkat
bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas. Maksud dari kata kebebasan adalah
kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak subyek bersangkutan untuk
memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan diri dan bukan
penentuan dari luar. Jika dalam suatu ilmu tertentu terdapat situasi bahwa ada
berbagai hipotesa atau teori yang semuanya tidak seluruhnya memadai, maka sudah
jelas akan di anggap suatu pelanggaran kebebasan ilmu pengetahuan, bila suatu
instansi dari luar memberi petunjuk teori mana harus di terima. Menerima teori
berarti menentukan diri berdasarkan satu – satunya alasan yang penting dalam
bidang ilmiah, yaitu wawasan akan benarnya teori. Apa yang menjadi tujuan
seluruh kegiatan ilmiah disini mecapai pemenuhannya. Dengan demikian
penentuan diri terwujud sunguh – sungguh.Walaupun terlihat dipaksakan, namun
penentuan diri ini sungguh bebas, karena dilakukan bukan berdasarkan alasan –
alasan yang kurang dimengerti subyek sendiri melainkan berdasarkan wawasan
sepenuhnya tentang kebenaran.
Tokoh sosiologi, Weber menyatakan bahwa ilmu sosial harus bebas nilai,
tetapi ilmu-ilmu sosial harus menjadi nilai yang relevan. Weber tidak yakin ketika
para ilmuwan sosial melakukan aktivitasnya seperti mengajar dan menulis
mengenai bidang ilmu sosial mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu.
Nilai-nilai itu harus diimplikasikan oleh bagian-bagian praktis ilmu sosial jika
praktik itu mengandung tujuan atau rasional. Tanpa keinginan melayani
kepentingan segelintir orang, budaya, maka ilmuawan sosial tidak beralasan
mengajarkan atau menuliskan itu semua. Suatu sikap moral yang sedemikian itu
tidak mempunyai hubungan objektivitas ilmiah.
Dengan bebas nilai kita maksudkan suatu tuntutan dengan mengajukan kepada
setiap kegiatan ilmiah atas dasar hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Orang yang
mendukung bebas nilai ilmu pengetahuan akan melakukan kegiatan ilmiah
berdasarkan nilai yang khusus yang diwujudkan ilmu pengetahuan. Karena
kebenaran dijunjung tinggi sebagai nilai, maka kebenaran itu dikejar secara murni
dan semua nilai lain dikesampingkan.

• Paradigma ilmu tidak bebas nilai


Ilmu yang tidak bebas nilai (value bond) memandang bahwa ilmu itu selalu terikat
dengan nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai.
Perkembangan nilai tidak lepas dari dari nilai-nilai ekonomis, sosial, religius, dan
nilai-nilai yang lainnya.
Menurut salah satu filsof yang mengerti teori value bond, yaitu Jurgen Habermas
berpendapat bahwa ilmu, sekalipun ilmu alam tidak mungkin bebas nilai, karena
setiap ilmu selau ada kepentingan-kepentingan. Dia juga membedakan ilmu
menjadi 3 macam, sesuai kepentingan-kepentingan masing-masing;
a. Pengetahuan yang pertama, berupa ilmu-ilmu alam yang bekerja secara
empiris-analitis. Ilmu ini menyelidiki gejala-gejala alam secara empiris dan
menyajikan hasil penyelidikan untuk kepentingan-kepentingan manusia. Dari ilmu
ini pula disusun teori-teori yang ilmiah agar dapat diturunkan pengetahuan-
pengetahuan terapan yang besifat teknis. Pengetahuan teknis ini menghasilkan
teknologi sebagai upaya manusia untuk mengelola dunia atau alamnya.
b. Pengetahuan yang kedua, berlawanan dengan pengetahuana yang pertama,
karena tidak menyelidiki sesuatu dan tidak menghasilkan sesuatu, melainkan
memahami manusia sebagai sesamanya, memperlancar hubungan sosial. Aspek
kemasyarakatan yang dibicarakan adalah hubungan sosial atau interaksi, sedangkan
kepentingan yang dikejar oleh pengetahuana ini adalah pemahaman makna.
c. Pengetahuan yang ketiga, teori kritis. Yaitu membongkar penindasan dan
mendewasakan manusia pada otonomi dirinya sendiri. Sadar diri amat dipentingkan
disini. Aspek sosial yang mendasarinya adalah dominasi kekuasaan dan
kepentingan yang dikejar adalah pembebasan atau emansipasi manusia.
Ilmu yang tidak bebas nilai ini memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan
nilai dan harus di kembangkan dengan mempertimbangkan nilai. Ilmu jelas tidak
mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai kepentingan-kepentingan baik politik,
ekonomi, sosial, keagamaan, lingkungan dan sebagainya.

C. Perlunya akhlak islami dalam penerapan ipteks


Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dunia, yang kini dipimpin
oleh perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di
berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang
dihasilkan oleh perkembangan ipteks modern membuat orang lalu mengagumi dan
meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala
dampak negatif yang diakibatkanya.
Padahal Islam sangat memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni dalam kehidupan umat manusia. Martabat manusia disamping ditentukan oleh
peribadahannya kepada Allah, juga ditentukan oleh kemampuannya
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Islam sangat mendukung
umatnya untuk melakukan research dan bereksperimen dalam hal apapun, termasuk
dalam IPTEKS. Bagi Islam, IPTEKS adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu
digali dan dicari keberadaannya.

Artinya: “Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan


menggunakan metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ...”( QS.
Yunus ayat 101)

Peran pertama yang dimainkan Islam dalam ipteks, yaitu aqidah Islam harus
dijadikan basis segala konsep dan aplikasi ipteks. Inilah paradigma Islam
sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw.

Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat
ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini
umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat
dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep
ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan,
mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem
ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi
paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep
pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya
Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam.
Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental
dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini,
dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham
sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan
manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam
dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari
al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi
benar salahnya dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits
Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus
dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum
syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun
juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh
syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah
diharamkan syariah Islam.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang
mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan
iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).
ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya[528].
Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya). (Qs. al-Araaf [7]:
3).
[528] Maksudnya: pemimpin-pemimpin yang membawamu kepada kesesatan.
Sabda Rasulullah Saw:
Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya,
maka perbuatan itu tertolak. [HR. Muslim].
Materi Pertemuan Ke Lima Tentang “INTEGRASI ISLAM DAN ILMU
PENGETAHUAN”

A. HAKIKAT AYAT – AYAT ALLAH


Masyarakat zaman sekarang memperlakukan Al-Qur'an sama sekali
berbeda dengan tujuan yang sebenarnya dari diturunkannya Al-Qur'an. Secara
umum, di dunia Islam sedikit sekali orang yang mengetahui isi Al-Qur'an.
Sebagian di antara mereka seringkali menggantukan Al-Qur'an yang
dibungkus dengan sampul yang bagus pada dinding rumah mereka dan orang-orang
tua sesekali membacanya. Mereka beranggapan bahwa Al-Qur'an melindungi orang
yang membacanya dari "kemalangan dan kesengsaraan". Dengan kepercayaan ini
mereka memperlakukan Al-Qur'an seperti halnya jimat penangkal sial.
Namun ayat-ayat Al-Qur'an menyatakan bahwa tujuan diwahyukannya Al-
Qur'an sama sekali berbeda dengan apa yang tersebut di atas. Sebagai contoh, dalam
surat Ibrahim ayat 52 Allah menyatakan: "(Al-Quran) ini adalah penjelasan yang
sempurna bagi manusia, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah
Ilah Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran". Di
banyak ayat yang lain Allah menegaskan bahwa salah satu tujuan paling utama
diturunkannya Al-Qur'an adalah untuk mengajak manusia berpikir dan merenung.
Dalam Al-Qur'an Allah mengajak manusia untuk tidak mengikuti secara
buta kepada kepercayaan dan norma-norma yang diajarkan masyarakat. Akan tetapi
memikirkannya dengan terlebih dahulu menghilangkan segala prasangka, hal-hal
yang tabu dan yang mengikat pikiran mereka.
Manusia harus memikirkan bagaimana ia menjadi ada, apa tujuan hidupnya,
mengapa ia suatu saat akan mati dan apa yang terjadi setelah kematian. Ia
hendaknya mempertanyakan bagaimana dirinya dan seluruh alam semesta menjadi
ada dan bagaimana keduanya tersu-menerus ada. Ketika melakukan hal ini, ia harus
membebaskan dirinya dari segala ikatan dan prasangka. Dengan berpikir
menggunakan akal dan nurani yang terbebaskan dari segala ikatan sosial, ideologis
dan psikologis; seseorang pada akhirnya akan merasakan bahwa seluruh alam
semesta termasuk dirinya telah diciptakan oleh sebuah kekuatan Yang Maha
Tinggi. Bahkan ketika ia mengamati tubuhnya sendiri atau segala sesuatu di alam
ia akan melihat adanya keserasian, perencanaan dan kebijaksanaan dalam
perancangannya.
Al-Qur'an memberikan petunjuk kepada manusia dalam masalah ini. Dalam
Al-Qur'an Allah memberitahu kepada kita apa yang hendaknya kita renungkan dan
amati. Dengan cara perenungan yang diajarkan dalam Al-Qur'an, seseorang yang
memiliki keimanan kepada Allah akan merasakan secara lebih baik kesempurnaan,
hikmah abadi, ilmu dan kekuasaan Allah dalam ciptaan-Nya.
Ketika orang yang beriman mulai berpikir menurut cara yang diajarkan Al-
Qur'an, ia segera menyadari bahwa keseluruhan alam semesta adalah sebuah isyarat
karya seni dan kekuasaan Allah, dan bahwa "alam semesta adalah sebuah hasil
kreasi seni, dan bukan pencipta kreasi seni itu sendiri." Setiap karya seni
memperlihatkan keahlian yang khas dan unik serta menunjukkan pesan-pesan dari
sang pembuatnya.
Dalam Al-Qur'an, manusia diseru untuk merenungi berbagai kejadian dan
benda-benda alam yang dengan jelas menunjukkan kepada keberadaan dan ke-
Esaan Allah beserta Sifat-sifat-Nya. Di dalam Al-Qur'an segala sesuatu yang
menunjukkan kepada suatu kesaksian (adanya sesuatu yang lain) disebut sebagai
"ayat-ayat", yang berarti "bukti yang telah teruji (kebenarannya), pengetahuan
mutlak dan pernyataan kebenaran." Jadi ayat-ayat Allah terdiri atas segala
sesuatu di alam semesta yang memperlihatkan dan mengkomunikasikan
keberadaan dan sifat-sifat Allah. Mereka yang dapat mengamati dan senantiasa
ingat akan hal ini akan memahami bahwa seluruh jagad raya hanya tersusun atas
ayat-ayat Allah.
Sungguh, adalah kewajiban bagi manusia untuk dapat melihat ayat-ayat
Allah. Dengan demikian orang tersebut akan mengenal Sang Pencipta yang
menciptakannya dan segala sesuatu yang lain, menjadi lebih dekat kepada-Nya,
menemukan arti keberadaan dan kehidupannya, dan menjadi orang yang beruntung
(dunia dan akhirat). Segala sesuatu, nafas manusia, perkembangan politik dan
sosial, keserasian kosmik di alam semesta, atom yang merupakan materi terkecil,
semuanya adalah ayat-ayat Allah, dan semuanya berjalan di bawah kendali dan
pengetahuan-Nya, mentaati hukum-hukum-Nya. Menemukan dan mengenal ayat-
ayat Allah memerlukan kerja keras individu. Setiap orang akan menemukan dan
memahami ayat-ayat Allah sesuai dengan tingkat pemahaman dan nalarnya masing-
masing.
Tidak diragukan, sejumlah petunjuk mungkin akan membantu. Pertama-
tama, seseorang dapat mempelajari subyek-subyek tertentu yang ditekankan dalam
Al-Qur'an dalam rangka memperoleh mentalitas berpikir yang memungkinkannya
untuk dapat merasakan seluruh alam semesta sebagai penjelmaan dari segala
sesuatu ciptaan Allah.
Beberapa masalah yang kita diperintahkan agar merenungkannya dalam Al-
Qur'an. Ayat-ayat Allah di alam semesta ditegaskan dalam surat An-Nahl ayat 10 –
17 :

10) Dia-lah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu,
sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya menyuburkan tumbuh-tumbuhan,
yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu.
11) Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun,
korma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.
12) Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan
bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang memahami(nya),
13) dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini
dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran.
14) Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat
memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari
lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya,
dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu
bersyukur.
15) Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak
goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar
kamu mendapat petunjuk,
16) dan Dia ciptakan) tanda-tanda (penujuk jalan). Dan dengan bintang-bintang
itulah mereka mendapat petunjuk.
17) Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat
menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

Di dalam Al-Qur'an, Allah mengajak orang-orang yang berakal agar


memikirkan hal-hal yang biasa diabaikan orang lain, atau yang biasa dikatakan
sebagai hasil "evolusi", "kebetulan", atau "keajaiban alam" belaka. Sebagaimana
kita lihat dalam ayat tersebut, orang-orang yang berakal melihat ayat-ayat Allah dan
berusaha untuk memahami ilmu, kekuasaan dan kreasi seni-Nya yang tak terhingga
dengan mengingat dan merenungkan hal-hal tersebut, sebab ilmu Allah tak terbatas,
dan ciptaan-Nya sempurna tanpa cacat.
Bagi orang yang berakal, segala sesuatu di sekeliling mereka adalah tanda-
tanda penciptaan oleh Allah..

B. KESATUAN AYAT QAULIYAH DAN KAUNIYAH

Allah swt. tidak menampilkan wujud DzatNya Yang Maha Hebat di hadapan
makhluk-makhlukNya secara langsung dan dapat dilihat seperti kita melihat sesama
makhluk. Maka, segala sesuatu yang tampak dan dapat dilihat dengan mata kepala
kita, pasti itu bukan tuhan. Allah menganjurkan kepada manusia untuk mengikuti
Nabi Muhammad SAW supaya berpikir tentang makhluk-makhluk Allah. Jangan
sekali-kali berpikir tentang Dzat Allah. Makhluk-makhluk yang menjadi tanda
kebesaran dan keagungan Allah inilah yang disarankan di dalam banyak ayat Al-
Qur’an agar menjadi bahan berpikir tentang kebesaran Allah.

1. Pengertian Ayat Qauliyah dan Kauniyah

a) Ayat Qauliyah
Ayat-ayat qauliyah adalah ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah swt. di dalam
Al-Qur’an. Ayat-ayat ini menyentuh berbagai aspek, termasuk tentang cara
mengenal Allah.
QS. At-Tin (95) ayat 1-5 , yang artinya :
Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah)
ini yang aman; sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-
rendahnya (neraka).

b) Ayat Kauniyah
Ayat kauniyah adalah ayat atau tanda yang wujud di sekeliling yang diciptakan
oleh Allah. Ayat-ayat ini adalah dalam bentuk benda, kejadian, peristiwa dan
sebagainya yang ada di dalam alam ini. Oleh karena alam ini hanya mampu
dilaksanakan oleh Allah dengan segala sistem dan peraturanNya yang unik, maka
ia menjadi tanda kehebatan dan keagungan Penciptanya.
QS. Nuh (41) ayat 53 , yang artinya :
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa
Al-Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu
menjadi saksi atas segala sesuatu ?

2. Keserasian Ayat-Ayat Qauliyah Dan Kauniyah

Allah SWT menurunkan ayat-ayat (tanda kekuasaan)-Nya melalui 2 jalur


formal yaitu ayat qauliyah dan jalurnon-formal yaitu ayat kauniyah. Ayat qauliyah
adalah kalam Allah (Al-Qur’an) yang diturunkan secara formal kepada Nabi
Muhammad SAW. Sedangkan ayat kauniyah adalah fenomena alam, jalurnya tidak
formal dan manusia mengeksplorasi sendiri.
Al-Qur’an Al-Karim, yang terdiri dari 6.236 ayat itu, menguraikan berbagai
persoalan hidup dan kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan
fenomenanya. Uraian-uraian sekitar persoalan sering tersebut sering di sebut ayat-
ayat kauniyah. Tidak kurang dari 750 ayat yang secara tegas menguraikan hal-hal
diatas. jumlah ini tidak termaksud ayat-ayat yang menyinggungnya secara tersirat.

3. Al-Quran dan Alam Raya


Dalam bericara tentang alam dan fenomenanya. Paling sedikit ada dua hal
yang dapat dikemukakan menyangkut hal tersebut :
a) Al-Quran memerintah kan atau menganjurkan kepada manusia untuk
memperhatikan dan mempelajari alam rayadalam rangka memperolh manfaat dan
kemudahan-kemudahan bagi kehidupanyadan mengantarkan kepada kesadaran-
kesadaran akan keesaan dan kemahakuasaan Allah SWT.
b) Alam dan segala isinya beserta hokum-hukum yang mengaturnya, diciptakan,
dimiliki, dan dibawah kekuasaan Allah SWTsertadiatut dengan sangat teliti. Alam
raya tidak bias dilepaskan dari ketetapan-ketapan tersebut, kecuali jika dikehendaki
oleh Allah SWT.
Eksplorasi terhadap ayat kauniyah inilah yang kita kenal sebagai sains, yang
kemudian dalam aplikasinya disebut teknologi. Sains dan teknologi (saintek) ini
adalah implementasi dari tugas manusia sebagai khalifah fil ardhi
untukmemakmurkan bumi. Karenanya bagi seorang muslim, saintek adalah sarana
hidup untuk mengelola bumi, bukan membuat kerusakan.
Paradigma seorang muslim terhadap ayat-ayat Allah ini, baik ayat qauliyah
(Al-Qur’an) maupun kauniyah (fenomena alam) adalah mutlak benar dan tidak
mungkin bertentangan, karena keduanya berasal dari Allah. Pada faktanya sains
yang telah ”proven” (qath’i) selaras dengan Al Qur’an seperti tentang peredaran
bintang, matahari dan bumi pada orbitnya. Namun sains yang masih dzanni (teori)
kadang bertentangan dengan yang termaktub dalam Al-Qur’an seperti teori
evolusipada manusia.
Allah swt. menuangkan sebagian kecil dari ilmu-Nya kepada umat manusia
dengan dua jalan. Pertama, dengan ath-thariqah ar-rasmiyah (jalan resmi) yaitu
dalam jalur wahyu melalui perantaraan malaikat Jibril kepada Rasul-Nya, yang
disebut juga dengan ayat-ayat qauliyah. Kedua, dengan ath-thariqah ghairu
rasmiyah (jalan tidak resmi) yaitu melalui ilham secara kepada makhluk-Nya di
alam semesta ini (baik makhluk hidup maupun yang mati), tanpa melalui
perantaraan malaikat Jibril. Karena tak melalui perantaraan malaikat Jibril, maka
bisa disebut jalan langsung (mubasyaratan). Kemudian jalan ini disebut juga dengan
ayat-ayat kauniyah.
Ayat-ayat qauliyah mengisyaratkan kepada manusia untuk mencari ilmu alam
semesta (ayat-ayat kauniyah), oleh sebab itu manusia harus berusaha membacanya,
mempelajari, menyelidiki dan merenungkannya, untuk kemudian mengambil
kesimpulan. Allah swt. berfirman: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama
Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah,
dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan
perantaraan alam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq:1-5)
Dalam sejarah peradaban Islam, para ilmuwan adalah juga ahli dalam agama
karena memahami kedudukan saintek dalam Islam. Mereka belajar ayat qouliyah
dan juga belajar ayat kauniyah. Kontribusi ilmu pengetahuan para ilmuwan muslim
menjadi tonggak kemajuan iptek di barat.
Dalam bidang matematika ada algorithm, algebra yang merupakan nama
matematikawan muslim (Alkhawarizm, Aljabar). Juga angka Arab yang dengannya
perhitungan menjadi mudah. Dalam bidang kimia ada istilah alkemi (chemistry),
alkali, alkohol. Nama-nama ilmuwan muslim spt IbnuSina (Avicena), Ibnu Rusyd
(Averous), Ibnu Khaldun menjadi nama yang gemilang. Bidang-bidang yang sangat
gemilang pada masa kejayaan peradaban Islam adalah kedokteran, matematika, dan
astronomi, karena menjadi kebutuhan langsung seperti menentukan kiblat dan
waktu-waktu ibadah.
C. INTERKONEKSITAS DALAM MEMAHAMI
AYAT QAULIYAH DAN KAUNIYAH

Secara garis besar, Allah menciptakan ayat dalam dua jalan keduanya saling
menegaskan dan saling terkait satu sama lainnya. Hal ini membuktikan bahwa
kemampuan manusia untuk memaham keduanya adalah keniscayaan. Allah tidak
hanya memberikan perintah untuk sekedar memahami ayat-ayat Allah berupa
Qauliyah, tetapi juga untuk melihat fenomena alam ini.
Alam adalah ayat Allah SWT yang tidak tertuang dalam bentuk perkataan
Allah untuk dibaca dan dihafal. Tetapi alam adalah ayat Allah yang semestinya
dieksplore dan digali sedalam-dalamnya untuk semakin manusia mendekatkan diri
pada kemahakuasaan Allah SWT .
Berangkat dari kesadaran tentang realitas atas tangkapan indra dan hati,
yang kemudian diproses oleh akal untuk menentukan sikap mana yang benar dan
mana yang salah terhadap suatu obyek atau relitas. Cara seperti ini bisa disebut
sebagai proses rasionalitas dalam ilmu. Sedangkan proses rasionalitas itu mampu
mengantarkan seseorang untuk memahami metarsional sehingga muncul suatu
kesadaran baru tentang realitas metafisika, yakni apa yang terjadi di balik obyek
rasional yang bersifat fisik itu. Kesadaran ini yang disebut sebagai transendensi.
Firman Allah (QS. Al-Imran : 191), yang artinya :
(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-
sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka
Dalam pandangan seorang muslim ayat qauliyah akan memberikan
petunjuk/isyarat bagi kebenaan ayat kauniyah, misalnya surat An-Nur (24):43
mengisyaratkan terjadinya hujan, surat Al-Mukminun (23) : ayat 12-14
mengisyaratkan tetang keseimbangan dan kesetabilan pada istem tata surya, surat
Al-Ankabut (29) : ayat 20 mengisyaratkan adanya evolusi pada penciptaan makhluk
di bumi, surat AZ-Zumar (39) : ayat 5 dan surat an-Naml (27) : ayat 28
mengisyaratkan adanya rotasi bumi dan bulatnya bumi, sebaliknya ayat kauniyah
akan menjadi bukti (Al-Burhan) bagi kebenaran ayat qauliyah (lihat surat Al-
Fushshilat 41: ayat 53)

1. Ayat / Fenomena Kauniyah

Dari hasil observasi dan penelitian yang berulang-ulang bahwa “siklus


hidrologi” atau sikulasi air (hydrologi cycle) dapat dijelaskan sebagai berikut:
Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang terjadi akibat radiasi/panas matahari,
sehingga air yang dilaut, sungai, dan juga air pada tumbuh-tumbuhan mengalami
penguapan ke udara (transpiration), sehingga dikenal sebagai evapotranspiration,
lalu uapair tersebut pada ketinggian tertentu menjadi dinggin dan terkondensasi
menjadi awan. Akibat angin,bekumpulan awan dengan ukuran tertentu dan terbuat
awan hujan, karena pengaruh berat dan gravitasi kemudian terjadilah hujan
(presipitasion).
Beberapa air hujan ada yang mengalir di atas permukaan. Tanah sebagai
aliran limpasan (overland flow) dan ada yang terserap kedalam tanah (infiltrasioan).
Aliran limpasan selanjutnya dapat mengisi tampungan-cekungan (depresioan
storage). Apabila tampungan ini telah terpenuhi, air akan menjadi limpasan-
permukaan (surface runoff) yang selanjutnya mengalir kelaut. Sedangkan air yang
terinfiltrasi, bisa keadaan formasi geologi memungkinkan, sebagian dapat mengalir
literal di lapisan tidak kenyang air sebagai aliran antara (subsurface flow/interflow).
Sebagian yang lain mengalir vertikal yang disebut dengan “perkolasi”
(percolation) yang akan mencapai lapisan kenyang air (saturated zone/aquifer). Air
dalam akifer akan mengalir sebagai air tanah (grounwter flow/base flow) kesungai
atau ketampungan dalm (deep storage). Siklus hirologi ini terjadi terus-menerus
atau berulang-ulang dan tidak terputus.

2. Ayat / Fenomena Qauliyah

Pada penjelasan fenomena kauliyah, dapat kita tarik kesimpulan bahwaq


“siklus hidrologi” memiliki 4 (empat) macam proses yang saling menguatkan, yaitu
:
a) hujan/presipitasi.
b) penguapan/evaporasi.
c) infiltrasi dan perkolasi (peresapan).
d) lipahan permukaann (surface runoff) dan limpasan iar tanah (subsurface
rzrnoff)

Isyarat adanya fenomena “siklus hidrologi” dapat kata lihat pada surat An-
Nur (24) ayat 43,
Artinya :
Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, Kemudian
mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, Kemudian menjadikannya bertindih-
tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah
(juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-
gumpalan awan seperti) gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran)
es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang
dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan
penglihatan. ( QS. An – Nur : 43 )

Pada ayat diatas, menunjukkan adanya proses inti yang sedang berlangsung
dan merupakan bagian dari proses “siklus hidrologi.”Kedua proses itu, yaitu proses
penguapan (evaparasi)yang ditunjukkan dengan kata “awan”dan proses hujan
(presipitasi)yang berupa keluarnya air dan butiran es dari awan.
Dengan demikian, pada pasal ini akan dijelaskan dan diberikan contoh
hubungan antara ayat Qauliyah sebagai petunjuk wahyu yang memberikan isyarat
global tentang fenomena iptek, untuk membantu menjelaskan dan mencocokkan
terhadap ayat Kauniyah. Banyak sekali contoh yang dapat dikemukakan, akan
tetapi karena keterbatasan ruang, maka dalam hal ini akan dikemukakan dua contoh
saja yang amat terkenal yaitu “Siklus Hidrologi” dan “Konsep Tentang Alam
Semesta”.
Materi Pertemuan Ke Enam Tentang “PARADIGMA PENGEMBANGAN
IPTEKS”

A. Pengertian IPTEKS
Ilmu dalam bahasa Arab `ilm berarti memahami, mengerti atau mengetahui. `Ilm
menurut bahasa berarti kejelasan, karena itu segala kata yang terbentuk dari akar
katanya mempunyai ciri kejelasan. Misalnya: `alam (bendera), `ulmat (bibir
sumbing), a`lam (gunung-gunung), `alamat (alamat), dan sebagainya. Ilmu adalah
pengetahuan yang jelas tentang segala sesuatu.
Ilmu atau sains memiliki arti lebih spesifik yaitu usaha mencari pendekatan rasional
dan pengumpulan fakta-fakta empiris, dengan melalui pendekatan keilmuan akan
didapatkan sejumlah pengetahuan atau juga dapat dikatakan ilmu adalah sebagai
pengetahuan yang ilmiah.
Menurut Jan Hendrik Rapar menjelaskan bahwa pengetahuan ilmiah (scientific
knowledge) adalah pengetahuan yang diperoleh lewat penggunaan metode-metode
ilmiah yang lebih menjamin kepastian kebenaran yang dicapai Pengetahuan yang
demikian dikenal juga dengan sebutan science.
Teknologi adalah penerapan ilmu-ilmu dasar untuk memecahkan masalah guna
mencapai suatu tujuan tertentu, atau dapat dikatakan juga teknologi adalah ilmu
tentang penerapan ilmu pengetahuan untuk memenuhi suatu tujuan.
Teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu
pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Perkembangan iptek, adalah
hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan
mengembangkan iptek.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah suatu cara menerapkan kemampuan teknik yang
berlandaskan ilmu pengetahuan dan berdasarkan proses teknis tertentu untuk
memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan terpenuhinya suatu tujuan.

B. Paradigma Pendidikan Muhammadiyah


Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam
dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui
pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam
proses pembangunan umat. Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut maka
konsep pendidikan KH. Ahmad Dahlan ini meliputi :
a. Tujuan Pendidikan
Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas
pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk
kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan
dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan
pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren
hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan mengalami ilmu
agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan
sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agma sama sekali. Akibat dialisme
pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia : lulusan pesantren yang
menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda yang
menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.
Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan
pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu
agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi KH.
Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-
akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang
menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan
ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
b. Materi pendidikan
Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa
kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi:
1) Pendidikan moral, akhalq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia
yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2) Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran
individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan
gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara dunia dengan akhirat.
3) Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
c. Model Mengajar
Di dalam menyampaikan pelajaran agama KH. Ahmad dahlan tidak menggunakan
pendekatan yang tekstual tetapi konekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup
hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai
situasi dan kondisi.
1) Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan
Sorogal, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem masihal seperti sekolah
Belanda.
2) Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab agama. Sedangkan di
madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya diambil dari buku-buku umum.
3) Hubungan guru-murid. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan
otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan
madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid yang
akrab.
Analisis Paradigma Pendidikan pada Gerakan Muhammadiyah
Melihat pemikiran pendidikan pada gerakan Muhammadiyah saat itu memang telah
mengadakan integrasi antara ilmu agama dengan ilmu umum, Ahmad Dahlan telah
mampu mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu umum, di sekolah-sekolah
umum. Melihat perkembangan yang seperti itu dan menoleh pada suatu konteks
modernitas yang saat ini terjadi maka perlu adanya sebuah inovasi dalam bentuk
pengembangan sebuah lembaga pendidikan Muhammadiyah agar tidak kolot dan
ketinggalan jaman. Seperti yang kita ketahui lembaga pendidikan yang dibawah
naungan organisasi Muhammadiyah sangatlah banyak mengalami penurunan baik
pada pendidik ataupun peserta didiknya. Oleh karena itu harus mampu
menyeimbangkan dengan tuntutan perkembangan zaman saat ini seperti
mengajarkan IPTEK kepada pendidik dan peserta didiknya. Menyelenggarakan
studi atau kajian tentang arah baru model pendidikan Muhammadiyah termasuk
kurikulum dan perangkat-perangkatnya.
a. Menyelenggarakan studi atau kajian tentang standar profesionalisme guru
dan lulusan atau kompetensi peserta didik
b. Menyelenggarakan diklat MBS bagi penyelenggara sekolah
c. Mengembangkan TI bagi proses dan pengelolaan pendidikan.
d. Menyelenggarakan tugas belejar dan diklat bagi guru dalam rangka
meningkatkan kualitas, kualifikasi dan profesionalisme guru.
e. Dengan desentralisasi pendidikan, dimungkingkan menjalin kerjasama
dengan lembaga-lembaga lain dalam rangka meningkatkan mutu sekolah, namun
demikian harus relevan dengan kondisi global dan kebutuhan daerah serta merata
pada masyarakat setempat.
Berdasarkan uraian sebagaimana terdapat pada pembahasan diatas bahwa berbagai
inovasi dalam pendidikan Muhammadiyah bukanlah sesuatu hal yag mustahil tetapi
harus terus dikembangkan dan diberikan apresiasi yang setingi-tingginya, selama
inovasi tersebut tidak melanggar undang-undang dan peraturan-peraturan yang
berlaku serta dalam rangka memperbaiki model-model pendidikan yang ada. Dalam
pengembangannya, implementasi dari berbagai inovasi dibutuhkan kajian yang
serius dan mendalam agar siapapun yang terlibat dalam pendidikan maupun
masyarakat Indonesia akan memperoleh keuntungan dari inovasi tersebut.
C. Pandangan Islam Tentang IPTEKS
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia kini telah dikuasai peradaban
Barat, kesejahteraan dan kemakmuran material yang dihasilkan oleh perkembangan
Iptek modern tersebut membuat banyak orang mengagumi kemudian meniru-niru
dalam gaya hidup tanpa diseleksi terlebih dulu terhadap segala dampak negatif
dimasa mendatang atau krisis multidimensional yang diakibatkannya. Islam tidak
menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga tidak anti terhadap
barang-barang produk teknologi baik dimasa lampau, sekarang maupun yang akan
datang.
Dalam pandangan Islam, menurut hukum asalnya segala sesuatu itu mubah
termasuk segala apa yang disajikan berbagai peradaban, semua tidak ada yang
haram kecuali jika terdapat nash atau dalil yang tegas dan pasti, karena Islam bukan
agama yang sempit. Adapun peradaban modern yang begitu luas memasyarakatkan
produk-produk teknologi canggih seperti televisi vidio alat-alat komunikasi dan
barang-barang mewah lainnya serta menawarkan aneka jenis hiburan bagi tiap
orang tua, muda atau anak-anak yang tentunya alat-alat itu tidak bertanggung jawab
atas apa yang diakibatkannya, tetapi menjadi tanggung jawab manusia yang
menggunakan dan mengopersionalkannya. Produk iptek ada yang bermanfaat
manakala manusia menggunakan dengan baik dan tepat dan dapat pula
mendatangkan dosa dan malapetaka manakala digunakannya untuk mengumbar
hawa nafsu dan kesenangan semata.
Islam tidak menghambat kemajuan Iptek, tidak anti produk teknologi, tidak akan
bertentangan dengan teori-teori pemikiran modern yang teratur dan lurus, asalkan
dengan analisa-analisa yang teliti, obyekitf dan tidak bertentangan dengan dasar
al-Qur`an.

D. Potensi Manusia (Jasmani dan Rohani) dalam Pengembangan IPTEKS


Dalam berbagai literature, khususnya dibidang filsafat dan antropologi dijumpai
berbagai pandangan para ahli tentang hakekat manusia. Sastraprateja, misalnya
mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang historis. Hakikat manusia itu
sendiri adalah suatu sejarah, suatu peristiwa yang semata-mata datum. Hakikat
manusia hanya dilihat dalam perjalanan sejarahnya, dalam sejarah perjalanan
bangsa manusia. Saatraprateja lebih lanjut mengatakan, bahwa apa yang kita
peroleh dari pengamatan kita atas pengamatan manusia adalah suatu rangkaian
anthtropoligical constans, yaitu dorongan-dorongan dan orientasi yang dimiliki
manusia.
Lebih lanjut, Sastraprateja menambahkan ada sekurang-kurangnya
6 anthtropoligical constans yang dapat di tarik dari pengalaman umat manusia,
yaitu:
1. Relasi manusia dengan kejasmanian, alam, dan lingkungan ekologis
2. Keterlibatan dengan sesama
3. Keterkaitan dengan srtuktur sosial dan institional
4. Ketergantungan masyarakat dan kebudayaan pada waktu dan tempat,
hubungan timbal balik antara teori dan praktis.
5. Kesadaran religious dan para religious
6. Merupakan satu sintesis dan masing-masing saling mempengaruhi.
Keenam masalah tersebut tampak merupakan rangkaian kegiatan yang tidak bisa
ditinggalkan oleh manusia, yang secara umum dapat dikatakan bahwa dalam
beresksistensinya manusia tidak bisa melepaskan dari ketergantungannya pada
orang lain.
Dr. Alexis Carrel (seorang peletak dasar-dasar humaniora di Barat ) mengatakan
bahwa manusia adalah makhluk yang misterius, karena derajat keterpisahan
manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan perhatiannya yang demikian
tinggi terhadap dunia yang ada luar dirinya. Pendapat ini menunjukkan tentang
betapa sulitnya memahami manusia secara tuntas dan menyeluruh. Sehingga setiap
kali seseorang selesai memahami dari satu aspek tentang manusia, maka muncul
pula aspek yang lainnya.
Manusia memiliki kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi dalam kehidupannya, baik perubahan social maupun perubahan
alamiah. Manusia menghargai tata aturan etik, sopan santun, dan berbagai makhluk
yang berbudaya. Manusia tidak liar, baik secara social maupun alamiah.
Manusia yang baru lahir dari perut ibunya masih sangat lemah, tidak berdaya dan
tidak mengetahui apa-apa. Untuk menjadi hamba Allah yang selalu menyembah-
Nya dengan tulus dan menjadi khalifah-Nya dimuka bumi, anak
tersebut membutuhkan perawatan, bimbingan dan pengembangan segenap
potensinya kepada tujuan yang benar. Ia harus dikembangkan segala potensinya
kearah yang positif melalui suatu upaya yang disebut sebagai al-Tarbiyah, al-
Ta’dib, al-Ta’lim atau yang kita kenal dengan “pendidikan”.
Karena pendidikan yang mengarahkan ke arah perkembangan yang optimal maka
pendidikan dalam mengembangkannya harus memperhatikan aspek-aspek
kepentingan yang antara lain :
1. Aspek Pedagogis
Dalam hal ini manusia dipandang sebagai makhluk yang disebut ‘Homo
Educondum’ yaitu makhluk yang harus didik. Inilah yang membedakannya dengan
makhluk yang lain. Jadi disini pendidikan berfungsi memanusiakan manusia tanpa
pendidikan sama sekali, manusia tidak dapat menjadi manusia yang sebenarnya.
2. Aspek Psikologis
Aspek ini memandang manusia sebagai makhluk yang disebut ‘Psychophyisk
Netral’ yaitu makhluk yang memiliki kemandirian (selftandingness) jasmaniahnya
dan rohaniah. Didalam kemandirian itu manusia mempunyai potensi dasar yang
merupakan benih yang dapat tumbuh dan berkembang.
3. Aspek Sosiologis Dan Kultural
Aspek ini memandang bahwa manusia adalah makhluk yang berwatak dan
berkemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat.
4. Aspek Filosofis
Aspek ini manusia adalah makhluk yang disebut ‘Homo Sapiens’ yaitu makhluk
yang mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan.
Manusia sebagai makhluk paedagogik membawa potensi dapat dididik dan dapat
mendidik. Sehingga dengan potensi tersebut mampu menjadi khalifah di bumi,
pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah berupa
keterampilan yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai
makhluk yang mulia.
Fitrah manusia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pendidikan.
Oleh karena itu pendidikan Islam bertugas membimbing dan mengarahkan
pertumbuhan dan perkembangan fitrah manusia tersebut sehingga terbentuk
seorang yang berkepribadian muslim. Potensi dasar tersebut atau lebih dikenal
dengan istilah fitrah harus terpelihara dan berkembang dengan baik. Sebab tugas
pendidikan adalah menjadikan potensi dasar itu lebih berdaya guna, berfungsi
secara wajar dan manusiawi.
Dalam pandangan lain, Pendidikan merupakan upaya manusia yang diarahkan
kepada manusia lain dengan harapan mereka, ini berkat pendidikan (pengajaran) itu
kelak menjadi manusia yang shaleh, yang berbuat sebagai mana yang seharusnya
diperbuat dan menjauhi apa yang tidak patut dilakukannya.
HUBUNGAN FITRAH DENGAN PENDIDIKAN
Sebelum kita melihat hubungan fitrah dengan pendidikan maka dilihat dulu dari
segi pengertian.
1. Fitrah adalah : kemampuan dasar yang ada pada diri seseorang yang harus
dikembangkan secara optimal.
2. Pendidikan adalah : usaha sadar orang dewasa untuk mengembangkan
kemampuan hidup secara optimal, baik secara pribadi maupun sebagai anggota
masyarakat serta memiliki nilai-nilai religius dan sosial sebagai pengarah hidupnya.
Dapat disimpulkan bahwa hubungan fitrah dengan pendidikan adalah potensi yang
ada atau kemampuan jasmani dan rohaniah yang dapat dikembangkan tersebut.
Pendidikan merupakan sarana (alat) yang menentukan sampai dimana tiitk optimal
kemampuan-kemampuan tersebut untuk mencapainya. Keutuhan terhadap
pendidikan bukan sekedar untuk mengembangkan aspek-aspek individualisasi dan
sosialisasi, melainkan juga mengarahkan perkembangan kemampuan dasar tersebut
kepada pola hidup yang ukhawi. Oleh karena itu diperlukan atau keharusan
pendidikan.
Potensi fitrah yang diberikan Allah itu, menurut Abdullah Nashih Ulwan sebagi
“fitrah tauhid” aqidah iman kepada Allah dan atas dasar kesucian yang tidak
ternoda. Menurut H.M. Arifin, fitrah adalah suatu kemampuan dasar manusia yang
dianugerahkan Allah kepadanya, yang di dalamnya terkandung berbagai komponen
psikologis yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menyempurnakan bagi
hidup manusia.
Seiring dengan lajutnya pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, peranan pendidikan akan menjadi semakin penting. Karena di samping
kemajuan ilmu pengetahuan yang menuntut sumber daya manusia yang berkualitas
(khalifah Allah dibumi). Juga pendidikan berperan sebagai pengarah dari lajunya
perkembangan pengetahuan itu sendiri, sehingga hasil pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu tidak akan merusak nilai manusia itu sendiri.
Al-Quran sebagai tumpuan dasar hidup dan kehidupan manusia dan sekaligus
sumber ajaran Islam memuat begitu banyak segi kehidupan. Begitu banyak yang
tercakup dalam ayat-ayatnya, baik yang tersirat maupun yang tersurat, dari
perihidup kemanusiaan sampai menerobos keberbagai bidang ilmu pengetahuan.
Salah satu yang terpenting dalam ajaran Islam adalah pendidikan, yang merupakan
faktor fundamental dalam kehidupan manusia, telah menjadi salah satu bidang yang
tercakup dalam kandungan ayat-ayat suci al-Quran dan bahkan menjadi topik yang
utama. Sebab Rasulullah sendiri diutus oleh Allah untuk mengajarkan dan mendidik
manusia untuk dapat mengenal Allah dan Rasulnya.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang dibekali dengan berbagai potensi
atau fitrah yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Potensi istimewa ini dimaksudkan
agar mengemban dua tugas utama, yaitu sebagai khalifah di muka bumi dan juga
untuk beribadah kepada Allah SWT. Manusia dengan berbagai potensi tersebut
membutuhkan suatu proses pendidikan, sehingga apa yang akan diembannya dapat
terwujud. Pendidikan islam bertujuan untuk mewujudkan manusia yang
berkrebadian muslim baik secara lahir maupun batin, mampu mengabdikan segala
amal perbuatannya untuk mencari keriddhaan Allah SWT. Pendidikan Islam harus
menggunakan al-Quran sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori
tentang pendidikan Islam. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berlandaskan
ayat-ayat al-Quran yang penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad
disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.
Dengan demikian, hakikat cita-cita Pendidikan Islam adalah melahirkan manusia-
manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lain saling menunjang.
Fitrah adalah potensi diri manusia untuk lebih baik. Itulah sebabnya potensi untuk
menjadi lebih baik pada diri kita senantiasa dodorong dan dibangkitkan. Banyak
sekali orang selalu optimis, sehingga berbagai masalah dan rintangan mampu
dihadapi dengan gembira yang akhirnya mampu membuat orang-orang disekitarnya
termotivasi untuk meningkatkan kualitas hidup. Fitrah erat kaitannya dengan citra
manusia yang merupakan gambaran tentang diri manusia yang berhubungan dengan
kualitas-kualitas asli manusiawi. Kualitas tersebut merupakan sunnah Allah yang
ada pada manusia sejak ia dilahirkan.
Kondisi citra manusia secara potensial tidak dapat dirubah, sebab jika berubah
maka eksistensi manusia menjadi hilang, namun secara actual citra tersebut dapat
berubah sesuai dengan kehendak dan pilihan manusia itu sendiri. Sebelum kita
mengetahui fitrah dan potensi manusia dalam pendidikan Islam. Kita lihat dulu
pengetian dari Pendidikan Islam itu sendiri apa?. Pendidikan Islam menurut Prof.
Dr. Omar Muhammad Al-touny al-Syaebani, diartikan sebagai ”usaha mengubah
tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan
dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan”. Dan dari hasil
rumusan Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960, Pendidikan Islam
yaitu: sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran
Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan
mengawasi berlakunya semua ajaran Islam”.
Adapun Pendidikan Islam menurut Dr. Muhammad Fadil Al-Djamaly, Pendidikan
Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan
yang mengangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah)
dan kemampua ajarannya (pengaruh dari luar). Dan Pendidikan Islam adalah
pendidikan manusia seutuhnya yang dilakukan seorang dewasa kepada anak
didiknya untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih baik dan memiliki
kepribadian muslim yang mengimplemantasikan syari’at Islam dalam kehidupan
sehari, serta hidup bahagia didunia dan akhirat.
Dari beberapa defenisi tersebut, Pendidikan Islam, yakni pengenalan dan
pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan didalam diri manusia, tentang
tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan, sehingga
membimbing kearah pengenalan dan pengakuan tempat tuhan yang tepat didalam
tatanan wujud dan kepribadian.
Dilihat dari penjelasan diatas, maka diperlukan pendidikan islam yang harus
didasarkan pada konsep dasar manusia yang berhubungan dengan kualitas-kulitas
atau potensi manusia, potensi yang memerlukan proses pembinaan yang mengacu
ke arah yang realisasi dan pengembangan individu yang berwawasan kepada Islam.
Dalam hal ini dengan berpandu kepada Al-quran dan Hadist sebagai sumbernya,
sehingga akhir dari tujuan pendidikan Islam dapat terwujud dan menciptakan insane
Kamil bahagia di dunia dan akhirat. Ada pun tujuan yang tertinggi dapat
dirumuskan dalam istilah “insane kamil” (manusia paripurna). Dalam tujuan
pendidikan islam tujuan tertinggi atau terakhir ini pada akhirnya sesuai dengan
tujuan hidup manusia, dan peranannya sebagai mahkluk ciptaan Allah.
Dengan demikian indikator dari insane kamil tersebut adalah: menjadi hamba
Allah, mengantarkan subjek didik menjadi khalifah Allah fi al-Ardh,yang mampu
memakmurkan bumi dan melestarikannya dan lebih jauh lagi, mewujudkan rahmat
bagi alam sekitarnya, sesuai dengan tujuan penciptaannya, dan sebagai konsekuensi
setelah menerima Islam sebagai pedoman hidup, dan untuk memperoleh
kesejahteraan kebahagiaan hidup didunia sampai akhira, baik individu maupun
masyarakat.
Allah SWT menciptakan manusia didunia kecuali bertugas pokok untuk
menyembah Khalik-Nya, juga bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan
kekayaan yang terdapat di bumi agar mereka dapat hidup sejahtera dan makmur
lahir batin. Manusia diciptakan Allah selain menjadi Hamba-Nya, juga menjadi
penguasa (khalifah) di atas bumi. Selaku hamba dan “khalifah”, manusia telah
diberi kelengkapan kemampuan jasmaniah(fisiologis) dan rohaniah (mental
psikologis) yang dapat dikembangkan. Begitu kompleks fitrah manusia, sehingga
manusia pantas menerima amanah Tuhan untuk menjadi khalifah dan hamba-Nya.
Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik dan ditumbuhkan
seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat yang berdaya guna dalam ikhtiar
kemanusiaannya untuk melaksanakan tugas pokok kehidupannya didunia. baik
diantara makhluk Allah yang lain.
Struktur manusia terdiri dari unsure jasmaniah dan rohaniah atau unsur psiologis.
Untuk mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar jasmaniah dan
rohaniah tersebut, pendidikan merupakan sarana (alat) yang menentukan sampai
dimana titik optimal kemampuan tersebut dapat dicapai. Namun, proses
pengembangan kemampuan manusia melalui pendidikan tidaklah menjamin akan
terbentuknya watak dan bakat seseorang untuk menjadi baik menjadi baik menurut
kehendak-Nya, mengingat Allah sendiri telah menggariskan bahwa di dalam diri
manusia terdapat kecenderungan dua arah, yaitu arah perbuatan fasik (menyimpang
dari peraturan) dan ke arah ketakwaan (menaati peraturan/perintah). Seperti firman
Allah dalam surat As Syams 7-10. Dalam firman Allah tersebut menjelaskan
bahwa, manusia di beri kemungkinan untuk mendidik diri dan orang lain menjadi
sosok pribadi yang beruntung sesuai kehendak Allah melalui berbagai
metode ikhtairiah-Nya. Di sini tercermin bahwa manusia memiliki kemamuan
bebas (free will) untuk menentukan dirinya melalui upayanya sendiri. Ia tak akan
mendapatkan sesuatu kecuali menurut usahnya.
Dapat dilihat dalam firman Allah yakni dalam surat An Najm, 39 dan 40. Disini
menjelaskan konsepsi Islam tentang hubungan Tuhan dan Manusia sebagai
makhluk-Nya yang mengandung nilai kasih sayang bersifat pendagogis (mendidik),
yaitu tanpa ikhtiar, manusia tidak akan memperoleh kasih sayamg Tuhan atau
keberuntungan atau keberhasilan. Dengan kata lain, rahmat dan hidayah serta
taufik-Nya tidak akan diperoleh manusia tanpa melalui ikhtiar yang benar dan
sungguh di jalan Allah. Bilamana tujuan pendidikan Islam diarahkan kepada
pembentukan manusia yang seutuhnya, berarti proses kependidikan yang harus
dikelola oleh para pendidik harus berjalan di atas pola dasar manusia dari fitrah
yang telah dibentuk Allah dalam setiap pribadi manusia.
Pola dasar ini mengandung potensi psikologis yang kompleks, karena di dalamnya
terdapat aspek-aspek kemampuan dasar yang dapat dikembangkan secara dialektis-
interaksional (saling mengacu dan mempengaruhi) untuk terbentuknya kepribadian
yang serba utuh dan sempurna melalui arahan kependidikan. Salah satu aspek
potensial dari apa yang disebut “fitrah” adalah kemampuan berfikir manusia
dimana rasio atau intelegensia (kecerdasan) menjadi pusat perkembangannya. Para
pendidik muslim sejak dahulu menganggap bahwa kemampuan berpikir inilah yang
menjadi kriterium (pembeda) yang esensial antara manusia dan mahkluk-makhluk
lainnya. Disamping itu, kemampuan ini memiliki kapabilitas untuk berkembang
seoptimal mungkin yang banyak bergantung pada daya guna proses kependidikan.
Dalam unsur ini Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki
kecenderungan berkarya yang disebut potensialitas yang menurut pandangan Islam
dinamakan “Fitrah”. Kata fitrah diambil dari kata fathara yang berarti mencipta.
Sementara pakar menambahkan, fitrah adalah mencipta sesuatu pertama kali/tanpa
ada contoh sebelumnya. Kata fitrah berasal dari kata (fi’il) fathara yang berarti
“menjadikan” secara etimologi fitrah berarti kejadian asli,agama, ciptaan, sifat
semula jadi, potensi dasar, dan kesucian. Menurut ibn al-Qayyim dan ibn al-Katsir,
karena fatir artinya menciptakan, maka fitrah artinya keadaan yang dihasilkan dari
penciptaannya itu.
Menurut hadist yang diriwayatkan oleh ibnu Abbas, fitrah adalah awal mula
penciptaan manusia. Sebab lafadz fitrah tidak pernah dikemukakan oleh al-Qur’an
dalam konteksnya selain dengan manusia. Dalam kamus susunan Mahmud Yunus,
fitrah diartikan sebagai agama, ciptaan, perangai, kejadian asli. Dalam kamus
Munjid kata fitrah diartikan dengan agama, sunnah, kejadian, tabiat. Menurut
Syahminan Zain (1986 : 5), bahwa fitrah adalah potensi laten atau kekuatan yang
terpendam yang ada dalam diri manusia, yang dibawanya sejak lahir.
Pengertian secara etimologi tersebut masih bersifat umum, untuk mengkhususkan
arti fitrah, hendaklah perhatikan firman Allah SWT dalam Q.S Ar-Rum 30:
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai
dengan kecenderungan aslinya), itulah fitrah Allah. Yang Allah menciptakan
manusia diatas fitrah itu. Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan orang tidak
mengetahuinya”
Adapun sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim adalah :
“Tiap-tiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Hanya bapak ibulah yang
menjadikan Yahudi, Nasrani dan Majusi”.(H.R. Muslim)
Bila di interpretasikan lebih lanjut dari istilah “Fitrah” sebagaimana tersebut dalam
ayat al-Qur’an dan Hadist, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Fitrah yang disebutkan dalam ayat tersebut mengandung
implikasi pendidikan.Oleh karena itu, kata fitrah mengandung makna “kejadian”
yang didalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar dan lurus yaitu islam.
Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh siapa pun. Karena fitrah itu merupakan
ciptaan Allah yang tidak akan mengalami perubahan baik isi maupun bentuknya
dalam tiap pribadi manusia.
2. Fitrah berarti agama, kejadian. Maksudnya adalah agama Islam ini bersesuaian
dengan kejadian manusia. Karena manusia diciptakan untuk melaksanakan agama
(beribadah). Hal in dikuatkan oleh firman Allah dalam surat adz-
Dzariyat(51):56[9][6]
3. Fitrah Allah berarti ciptaan Allah, Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri
beragama, yaitu agama Tauhid; maka hal itu tidak wajar kalau manusia tidak
beragama tauhid. Mereka tidak beragama tauhid itu hanya lantaran pengaruh
lingkungan. Tegasnya manusia menurut fitrah beragama tauhid.
4. Fitrah berarti ciptaan, kodrat jiwa, budi nurani. Maksudnya bahwa rasa
keagamaan, rasa pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa itu adalah serasi
dengan budi nurani manusia. Adapun manusia yang bertuhankan kepada yang lain-
lain adalah menyalahi kodrat kejiwaannya sendiri.
5. Fitrah berarti ikhlas. Maksudnya manusia lahir dengan berbagai sifat, salah satunya
adalah kemurnian (keikhlasan) dalam menjalankan suatu aktivitas. Berkaitan
dengan makna ini ada hadist yaitu: “ Tiga perkara yang menjadikannya selamat
adalah ikhlas, berupa fitrah Allah, di mana manusia diciptakan darinya, sholat
berupa agama, dan taat berupa benteng penjagaan” (HR. abu Hamid dari Muadz)
6. Fitrah berarti potensi dasar manusia. Maksudnya potensi dasar manusia ini
sebagai alat untuk mengabdi dan ma’rifatullah.Para filosof yang beraliran
empirisme memandang aktivitas fitrah sebagai tolok ukur pemaknaannya.
Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, Fitrah itu dapat dilihat dari dua segi yakni;
segi naluri sifat pembawaan manusia atau sifat-sifat Tuhan yang menjadi potensi
manusia sejak lahir, dan segi wahyu Tuhan yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya.
Jadi potensi manusia dan agama wahyu itu merupakan satu hal yang nampak dalam
dua sisi, ibarat mata uang logam yang mempunai dua sisi yang sama.Mata uang
itulah kita ibaratkan fitrah. Kemampuan menerima sifat-sifat Tuhan dan
mengembangkan sifat-sifat tersebut adalah merupakan potensi dasar manusia yang
terbawa sejak lahir.
Ada pun macam-macam fitrah (potensi) dapat kita lihat sbb:
1. Potensi Fisik (Psychomotoric).
Merupakan potensi fisik manusia yang dapat diberdayakan sesuai fungsinya untuk
berbagai kepentingan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.
2. Potensi Mental Intelektual (IQ).
Merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya : untuk merencanakan
sesuatu untuk menghitung, dan menganalisis, serta memahami sesuatu tersebut.
3. Potensi Mental Spritual Question (SP).
Merupakan potensi kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri manusia
yang berhubungan dengan jiwa dan keimanan dan akhlak manusia.
4. Potensi Sosial Emosional.
Yaitu merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya mengendalikan
amarah, serta bertanggung jawab terhadap sesuatu.
Kemampuan dasar untuk beragama secara umum, tidak hanya terbatas dalam
agama Islam. Dengan kemampuan ini manusia dapat dididik menjadi beragama
Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi, namun tidak dapat dididik menjadi atheis (anti
Tuhan). Pendapat ini diikuti oleh banyak ulama Islam yang berfaham ahli
Mu’tazilah antara lain Ibnu Sina dan Ibnu Khaldun. Aspek-aspek psikologis dalam
fitrah adalah merupakan komponen dasar yang bersifat dinamis, responsive
terhadap pengaruh lingkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan.
Aspek-aspek tersebut adalah:
1. Bakat, suatu kemampuan pembawaan yang potensial mengacu kepada
perkembangan akademis dan keahlian dalam bidang kehidupan. Bakat ini
berpangkal pada kemampuan Kognisi (daya cipta), Konasi (Kehendak) dan Emosi
(rasa) yang disebut dalam psikologi filosifis dengan tiga kekuatan rohaniah
manusia.
2. Insting atau gharizah adalah suatu kemampuan berbuat atau bertingkah laku
dengan tanpa melalui proses belajar. Kemampuan insting ini merupakan
pembawaan sejak lahir. Dalam psikologi pendidikan kemampuan ini termasuk
kapabilitas yaitu kemampuan berbuat sesuatu dengan tanpa belajar.
3. Nafsu dan dorongan-dorongan. Dalam tasawuf dikenal nafsu-nafsu lawwamah
yang mendorong kearah perbuatan mencela dan merendahkan orang lain. Nafsu
ammarah yang mendorong kea rah perbuatan merusak, membunuh atau memusuhi
orang lain. Nafsu berahi (eros) yang mendorong ke arah perbuatan seksual untuk
memuaskan tuntutan akan pemuasan hidup berkelamin. Nafsu mutmainnah yang
mendorong ke arah ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut al-Ghazali,
nafsu manusia terdiri dari nafsu malakiah yang cenderung ke arah perbuatan mulia
sebagai halnya para malaikat, dan nafsu bahimiah yang mendorong ke arah
perbuatan rendah sebagaimana binatang.
4. Karakter adalah merupakan kemampuan psikologis yang terbawa sejak lahir.
Karakter ini berkaitan dengan tingkah laku moral dan sosial serta etis seseorang.
Karakter terbentuk oleh kekuatan dari dalam diri manusia, bukan terbentuk dari
pengaruh luar
5. Hereditas atau keturunan adalah merupakan factor kemampuan dasar yang
mengandung ciri-ciri psikologis dan fisiologis yang diturunkan oleh orang tua baik
dalam garis yang terdekat maupun yang telah jauh.
6. Intuisi adalah kemampuan psikologis manusia untuk menerima ilham Tuhan.
Intuisi menggerakkan hati nurani manusia yang membimbingnya ke arah perbuatan
dalam situasi khusus diluar kesadaran akal pikiran, namun mengandung makna
yang bersifat konstruktif bagi kehidupannya. Intuisi biasanya diberikan Tuhan
kepada orang yang bersih jiwanya.

Implikasi Fitrah Manusia Terhadap Pendidikan


Alat-alat potensial dan berbagai potensial dasar atau fitrah manusia tersebut harus
ditumbuhkembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan
sepanjang hayatnya. Manusia diberikan kebebasan untuk berikhtiar
mengembangkan alat-alat potensial dan potensi-potensi dasar atau fitrah manusia
tersebut. Namun demikian, dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak dapat
lepas dari adanya batas-batas tertentu, yaitu adanya hukum-hukum yang pasti dan
tetap menguasai alam, hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat
manusia sendiri, yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung pada kemauan
manusia. Hukum-hukum inilah yang disebut dengan taqdir (Keharusan universal)
Di samping itu, pertumbuhan dan perkembangan alat-alat potensial dan fitrah
manusia itu juga dipengaruh oleh faktor-faktor hereditas, lingkngan alam,
lingkungan sosial, sejarah. Dalam ilmu-ilmu pendidikan ada 5 macam faktor-faktor
yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan, yaitu tujuan, pendidik,
peserta didik, alat pendidikan, dan lingkungan. Karena itulah maka minat, bakat,
kemampuan (skill), sikap manusia yang diwujudkan dalam kegiatan ikhtiarnya dan
hasil yang dicapai dari kegiatan ikhtiarnya tersebut bermacam-macam.
Fitrah berisi daya-daya yang wujud dan perkembangannya tergantung pada usaha
manusia sendiri. Oleh karena itu fitrah harus dikembalikan dalam bentuk-bentuk
keahlian, laksana emas atau minyak bumi yang terpendam di perut bumi, tidak ada
gunanya kalau tidak digali dan diolah untuk manusia. Di sinilah letak tugas utama
pendidikan. Sedangkan pendidikan sangat dipengaruhi oleh factor pembawaan dan
lingkungan (nativisme dan empirisme). Namun ada perbedaan antara pendidikan
Islam dengan pendidikan umum. Pendidikan Islam berangkat dari filsafat
pendidikan theocentric, sedangkan pendidikan umum berangkat dari filsafat
anthropocentric.
Theocentric memandang bahwa semua yang ada diciptakan oleh Tuhan, berjalan
menurut hukum-Nya. Filsafat ini memandang bahwa manusia dilahirkan sesuai
dengan fitrah-Nya dan perkembangan selanjutnya tergantung pada lingkungan dan
pendidikan yang diperoleh. Sedang seorang guru hanya bersifat membantu, serta
memberikan penjelasan-penjelasan sesuai dengan tahap perkembangan pemikiran
serta peserta didik sendirilah yang harus belajar.
Sedangkan filsafat anthropocentric lebih mendasarkan ajaran pada hasil pemikiran
manusia dan berorientasi pada kemampuan manusia dalam hidup keduniawian.
Dalam pendidikan Islam hidayah Allah menjadi sumber spiritual yang menjadi
penentu keberhasilan akhir dari proses ikhtiyariah manusia dalam pendidikan.
Fitrah manusia dan implikasinya dalam pendidikan dapat dijelaskan lebih lanjut
dengan:
1) Pemberian stimulus dan pendidikan demokratis
2) Manusia ditinjau dari segi fisik-biologis mungkin boleh dikatakan sudah
selesai, “Physically and biologically is finished”, tetapi dari segi rohani, spiritual
dan moral memang belum selesai, “morally is unfinished”. Manusia tidak dapat
dipandang sebagai makhluk yang reaktif, melainkan responsif, sehingga ia menjadi
makhluk yang responsible (bertanggung jawab). Oleh karena itu pendidikan yang
sebenarnya adalah pendidikan yang memberikan stimulus dan dilaksanakan secara
demokratis.
3) Kebijakan pendidikan perlu pertimbangan empiris. Dengan bantuan kajian
psikologik, implikasi fitrah manusia dalam pendidikan islam dapat disimpulkan
bahwa jasa pendidikan dapat diharapkan sejauh
menyangkut development dan becoming sesuai dengan citra manusia menurut
pandangan islam.
4) Konsep fitrah dan aliran konvergensi. Dari satu sisi, aliran konvergensi dekat
dengan konsep fitrah walaupun tidak sama karena perbedaan paradigmanya.
Adapun kedekatannya:
a. Islam menegaskan bahwa manusia mempunyai bakat-bakat bawaan atau
keturunan, meskipun semua itu merupakan potensi yang mengandung berbagai
kemungkinan,
b. Karena masih merupakan potensi maka fitrah itu belum berarti bagi kehidupan
manusia sebelum dikembangkan, didayagunakan dan diaktualisasikan.
Namun demikian, dalam Islam, faktor keturunan tidaklah merupakan suatu yang
kaku sehingga tidak bisa dipengaruhi. Ia bahkan dapat dilenturkan dalam batas
tertentu. Alat untuk melentur dan mengubahnya ialah lingkungan dengan segala
anasirnya. Karenanya, lingkungan sekitar ialah aspek pendidikan yang penting. Ini
berarti bahwa fitrah tidak berarti kosong atau bersih seperti teori tabula rasa tetapi
merupakan pola dasar yang dilengkapi dengan berbagai sumber daya manusia yang
potensia.
Walaupun berfikir dan bernalar diakui sebagai salah satu kemampuan dasar
manusia, namun kemampuan untuk menemukan jalan kebenaran tidaklah mutlak
tanpa petunjuk Ilahi, pikiran dan penalaran dalam perkembangannya memerlukan
pengarahan dan latihan yang bersifat kependidikan yang sekaligus
mengembangkan fungsi-fungsi kejiwaan lainnya dalam pola keseimbangan dan
keserasian yang ideal.
Oleh karena itu pendidikan Islam tidak hanya menekankan pada pengajaran.
Dimana orientasinya hanya kepada intelektualisasi penalaran, tetapi lebih
menekankan pada pendidikan dimana sasarannya adalah pembentukan kepribadian
yang utuh dan bulat maka pendidikan Islam pada hakekatnya adalah menghendaki
kesempurnaan kehidupan yang tuntas sesuai dengan firman Allah dalam kitab suci
Al-Qur’an. Pendidikan Islam tidak hanya menekankan pada pengajaran. Dimana
orientasinya hanya kepada intelektualisasi penalaran, tetapi lebih menekankan pada
pendidikan dimana sasarannya adalah pembentukan kepribadian yang utuh dan
bulat maka pendidikan Islam pada hakekatnya adalah menghendaki kesempurnaan
kehidupan yang tuntas sesuai dengan firman Allah dalam kitab suci Al-Qur’an
Dengan demikian proses pendidikan Islam demi mencapai tujuan yang total,
menyeluruh dan meliputi segenap aspek kemampuan manusia diperlukan landasan
falsafah pendidikan yang menjangkau pengembangan potensi kemanusiannya,
falsafah pendidikan yang demikian itu bercorak menyeluruh dimana iman
melandasarinya. Sehingga proses pendidikan yang berwatak keagamaan mampu
mengarahkan kepada pembentukan manusia yang mukmin, atau dengan filsafat
pendidikan Islam bisa memikirkan perkembangannya secara mendasar, sistematik,
dan rasional yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits agar berkembang secara
optimal dan bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat.
E. Rambu-rambu Pengembangan IPTEKS dalam Al-Qur’an
Bagi ilmuwan al-Qur`an adalah inspirator, maknanya bahwa dalam al-Qur’an
banyak terkandung teks-teks (ayat-ayat) yang mendorong manusia untuk melihat,
memandang, berfikir, serta mencermati fenomena-fenomena alam semesta ciptaan
Tuhan yang menarik untuk diselidiki, diteliti dan dikembangkan. Al-Qur’an
menantang manusia untuk menggunakan akal fikirannya seoptimal mungkin.
Al-Qur`an memuat segala informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang sudah
diketahui maupun belum diketahui. Informasi tentang ilmu pengetahuan dan
teknologi pun disebutkan berulang-ulang dengan tujuan agar manusia bertindak
untuk melakukan nazhar. Nazhar adalah mempraktekkan metode, mengadakan
observasi dan penelitian ilmiah terhadap segala macam peristiwa alam di seluruh
jagad ini, juga terhadap lingkungan keadaan masyarakat dan historisitas bangsa-
bangsa zaman dahulu. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Yunus ayat 101 yang
artinya: “Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan
menggunakan metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ...”

َ‫عاقِبَةُ ال ُم َك ِذِّبِين‬
َ َ‫ف َكان‬
َ ‫ظ ُروا كَي‬ ِ ‫سنَن فَسِي ُروا فِي األَر‬
ُ ‫ض فَان‬ ُ ‫قَد َخلَت مِ ن قَب ِل ُكم‬
Artinya: “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah;
Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat
orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. (QS. Ali Imran: 137)

ِ ‫َوفِي أَنفُ ِس ُكم أَفَلَ تُب‬


َ‫ص ُرون‬
Artinya:”Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak
memperhatikan?”. (QS. Az-Zariyat: 21).
Dalam al-Qur`an terdapat ayat-ayat yang memberikan motivasi agar manusia
menggunakan akal fikiran untuk membaca dan mengamati fenomena-fenomena
alam semesta. Teks-teks al-Qur’an yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur`an Sebagai Produk Wujud Iptek Allah
Al-Qur`an menuntun manusia pada jalur-jalur riset yang akan ditempuh sehingga
manusia memperoleh hasil yang benar. Al-Qur`an juga sebagai hudan memberi
kecerahan pada akal manusia, kebenaran hasil riset dapat diukur dari kesesuaian
rumus baku, dan antara akal dengan naql.
Al-Qur`an merupakan rumus baku, alam semesta dengan segala perubahannya
sebagai persoalan yang layak dan perlu dijawab, maka al-Qur`an sebagai kamus
alam semesta. Solusi tentang teka-teki alam semesta akan terselesaikan dengan
benar jika digunakan formula yang tepat yaitu al-Qur`an. Dengan demikian ayat-
ayat kauniyah dan ayat-ayat Qur’aniyah akan berjalan secara pararel dan seimbang.
Ilmu pengetahuan seperti ini jika menjelma menjadi teknologi maka akan
menjadikan teknologi berbasiskan Qur’an atau teknologi yang Qur’anik.
Banyak ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang pengembangan iptek, seperti
wahyu pertama QS. Al-`Alaq 1-5 menyuruh manusia untuk membaca, menulis,
melakukan penelitian dengan dilandasi iman dan akhlak yang mulia. Sedangkan
perintah untuk melakukan penelitian secara jelas terdapat dalam QS. Al-Ghasiyah,
ayat 17-20:

‫ف‬َ ‫) َو ِإ َلى ال ِجبَا ِل كَي‬18( ‫ف ُرفِ َعت‬ َّ ‫) َو ِإلَى ال‬17( ‫ف ُخ ِلقَت‬


َ ‫س َماءِ كَي‬ ُ ‫أَفَلَ يَن‬
َ ‫ظ ُرونَ ِإلَى ا ِإل ِب ِل كَي‬
)20( ‫ف سُطِ َحت‬ َ ‫ض كَي‬ ِ ‫) َوإِلَى األَر‬19( ‫صبَت‬ ِ ُ‫ن‬
Artinya: ”Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana
ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” (QS. Al-Ghasiyah: 17-20)
Dari ayat-ayat tersebut, maka munculah di lingkungan umat Islam suatu kegiatan
observasional yang disertai dengan pengukuran, sehingga ilmu tidak lagi bersifat
kontemplatif seperti yang berkembang di Yunani, melainkan memiliki ciri empiris
sehingga tersusunlah dasar-dasar sains.
َ‫َومِ ن ُك ِلِِّّّ شَيء َخلَقنَا زَ و َجي ِن لَعَلَّ ُكم تَذَ َّك ُرون‬
Artinya: ”Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah”. (QS. Az Zariyat: 49)
َ‫ض َومِ ن أَنفُ ِس ِهم َومِ َّما لَ يَعلَ ُمون‬
ُ ‫سب َحانَ الَّذِي َخلَقَ األَز َوا َج ُكلَّ َها مِ َّما تُنبِتُ األَر‬
ُ
Artinya: “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya,
baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri maupun
dari apa yang tidak mereka ketahui”. (QS. Yasin: 36)
Dari ayat di atas dinyatakan bahwa Allah SWT menciptakan makhluk secara
berpasang-pasangan, seperti ada siang dan malam, positif dan negatif, wanita dan
pria, elektron dan positron. Terjadinya pasangan elektron dan positron di dalam
fisika inti dikenal pembentukan ion (ion air production) di mana radiasi gelombang
elektron magnetik memiliki tenaga di atas 1.02 Mev. Ayat ini dapat diartikan
sebagai perintah untuk melakukan penelitian. Karena dengan melakukan penelitian
hal-hal yang tadinya belum terungkap menjadi terungkap.
b. Al-Quran Sebagai Prediktor
Beberapa ayat Al Quran menyatakan ramalannya kejadian pada masa yang akan
datang baik masa yang jauh maupun masa yang dekat, yang sebagian merupakan
mata rantai sebab akibat (kausalitas). Oleh sebab itu jika sebab ini merupakan data-
data yang dapat dirunut oleh manusia secara komprehensip, maka akibat yang
ditimbulkan kelak akan dapat diketahui sebelum terjadi dengan intensitas
keyakinan yang cukup tinggi.
Berikut ini contoh ayat-ayat tersebut:
ِ َّ‫س َبت أَيدِي الن‬
‫اس‬ َ ‫سادَ فِي ال َب ِ ِّرِّّ َوال َبح ِر ِب َما َك‬ َ
َ َ‫ظ َه َر الف‬
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena
perbuatan tangan manusia...” (QS. Ar Rum: 41)

َ‫ )ث ُ َّم َيأتِي مِ ن َبع ِد ذلِك‬47( َ‫سنبُ ِل ِه ِإلَّ قَلِيلا مِ َّما ت َأ ُكلُون‬ َ ‫سب َع ِسنِينَ دَأ َ َبا فَ َما َح‬
ُ ‫صدتُم فَذَ ُروهُ فِي‬ َ َ‫قَا َل تَز َرعُون‬
)48( َ‫صنُون‬ ِ ‫سبع ِشدَاد يَأ ُكلنَ َما قَدَّمتُم لَ ُه َّن ِإلَّ قَلِيلا مِ َّما تُح‬
َ
Artinya: "Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya)
sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya
kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun
yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya
(tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. (QS. Yusuf:
47-48)

َ‫ ) ِإ َّن الَّذِين‬6( ‫َار َج َهنَّ َم خَا ِلدِينَ فِي َها أُولَئِكَ هُم شَر البَ ِريَّ ِة‬
ِ ‫ب َوال ُمش ِركِينَ فِي ن‬ ِ ‫إِ َّن الَّذِينَ َكف َُروا مِ ن أَه ِل ال ِكتَا‬
ُ ‫عدن تَج ِري مِ ن تَحتِ َها األَن َه‬
‫ار‬ َ ُ‫ ) َجزَ ا ُؤهُم عِندَ َربِِّ ِهم َجنَّات‬7( ‫ت أُولَئِكَ هُم خَي ُر البَ ِريَّ ِة‬ َّ ‫عمِ لُوا ال‬
ِ ‫صا ِل َحا‬ َ ‫آ َ َمنُوا َو‬
ُ‫َربَّه‬ ‫ِي‬
َ ‫َخش‬ ‫ِل َمن‬ َ‫عنهُ ذَلِك‬ َ ‫َو َرضُوا‬ ‫عن ُهم‬
َ ُ‫ي للا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫َر‬ ‫فِي َها أ َ َبداا‬ َ‫خَا ِلدِين‬
(8)
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang
yang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya.
mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap
mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi
orang yang takut kepada Tuhannya. (Qs. Bayinah: 6-8)

c. Al-Qur`an Sebagai Sumber Motivasi


Al Quran mendorong atau memberi motivasi kepada manusia untuk melakukan
penjelajahan angkasa luar dan di bumi, perhatikan firman Allah berikut ini:
‫طان‬ ِ ‫ت َواألَر‬
ُ ِ‫ض فَانفُذُوا لَ ت َنفُذُون إِلَّ ب‬
َ ‫سل‬ ِ ‫س َم َاوا‬
َّ ‫ار ال‬
ِ ‫ط‬َ ‫طعتُم أَن ت َنفُذُوا مِ ن أَق‬
َ َ‫َمعش ََر ال ِج ِِّن َوا ِإلن ِس إِ ِن است‬

Artinya: Hai sekumpulan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
(melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat
menembusnya kecuali dengan kekuatan (sulthon). (QS. Ar Rahman: 33)

Kemudian tentang penjelajahan di bumi, perhatikan firman berikut ini:


‫ض كَم أَنبَتنَا فِي َها مِ ن ُك ِِّل زَ وج ك َِريم‬
ِ ‫أ َ َولَم يَ َروا إِلَى األَر‬
Artinya: Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya
kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? (QS.
As Syu’ara: 7)
Islam tidak melarang untuk memikirkan masalah teknologi modern atau ilmu
pengetahuan yang sifatnya menuju modernisasi pemikiran manusia genius,
profesional, dan konstruktif serta aspiratif terhadap permaslahan yang timbul dalam
kehidupan sehari-hari.

d. Al-Quran dan Simplikasi (Penyederhanaan)


Alam semesta ini membentuk struktur yang sangat teratur, dan bergerak dengan
teratur. Keteraturan gerak alam semesta ini lebih memudahkan manusia untuk
menyederhanakan fenomena-fenomena yang terkait ke dalam bahasa ilmu
pengetahuan (matematika, fisika, kimia biologi dan lain-lain). Sehingga manusia
dapat menjadi operator yang mampu mewakili peristiwa yang terjadi di alam
semesta. Untuk meraih teknologi tinggi tidak perlu merasa tidak mampu, dengan
semangat tinggi dan tidak menganggap bahwa high tech merupakan sesuatu yang
mustahil untuk dicapai, maka high tech akan dapat diraih.
Perhatikan firman Allah berikut ini:

‫ى ِإذَا‬َّ ‫اس َواألَن َعا ُم َحت‬ ُ َّ‫ض مِ َّما َيأ ُك ُل الن‬ِ ‫ط ِب ِه نَ َباتُ األَر‬
َ َ‫س َماءِ فَاختَل‬ َّ ‫ِإنَّ َما َمث َ ُل ال َح َيا ِة الدن َيا َك َماء أَنزَ لنَاهُ مِ نَ ال‬
‫صيداا‬ ِ ‫ارا فَ َج َعلنَاهَا َح‬ ‫علَي َها أَت َاهَا أَم ُرنَا لَيلا أَو نَ َه ا‬
َ َ‫ظ َّن أَهلُ َها أَن ُهم قَاد ُِرون‬
َ ‫ض ُزخ ُرفَ َها َوازَ يَّنَت َو‬ ُ ‫ت األَر‬ ِ َ‫أَ َخذ‬
َ‫ت ِلقَوم يَّت َ َف َّك ُرون‬ َ
ِ ‫َص ُل اآليَا‬ َ َّ
ِّ ِ ‫َكأن لم ت َغنَ بِاألم ِس َكذَلِكَ نُف‬َ

Artinya: Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air


(hujan) yang kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya) karena air
itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang
ternak. hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula)
perhiasannya dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya,
tiba-tiba datanglah kepadanya azab kami di waktu malam atau siang, lalu kami
jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-
akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah kami menjelaskan tanda-tanda
kekuasaan (kami) kepada orang-orang berfikir. (QS. Yunus: 24)
e. Al-Quran Sumber Etika Pengembangan Iptek
Pada teknologi harus terkandung muatan etika yang selalu menyertai hasil
teknologi pada saat akan diterapkan. Sungguh pun hebat hasil teknologi namun jika
diniatkan untuk membuat kerusakan sesama manusia, menghancurkan lingkungan
sangat dilarang di dalam Islam. Jadi teknologi bukan sesuatu yang bebas nilai,
demikian pula penyalahgunaan teknologi merupakan perbuatan zalim yang tidak
disukai Allah SWT. Perhatikan FirmanNya:

‫سادَ فِي‬ َ ‫َصيبَكَ مِ نَ الدنيَا َوأَحسِن َك َما أَح‬


َ َ‫سنَ للاُ إِ َليكَ َولَ ت َب ِغ الف‬ ِ ‫سن‬ َ ‫َوابت َِغ فِي َما آَتَاكَ للاُ الد‬
َ ‫َّار اآلَخِ َرة َ َولَ تَن‬
َ‫ال ُمف ِسدِين‬ ‫يُحِ ب‬ َ‫ل‬ َ‫للا‬ ‫إِ َّن‬ ‫ض‬ِ ‫األَر‬
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
(QS. Al Qashash: 77)
Demikian pula sains dan teknologi modern (Barat) tidak ada yang netral atau bebas
nilai. Tetapi prioritas, penekanan, metode dan prosesnya, serta pandangan terhadap
dunia merefleksikan kepentingan masyarakat dan kebudayaan Barat. Dalam
kerangka ini sains Barat semata-mata digunakan untuk mengejar keuntungan dan
sejumlah produksi, untuk pengembangan militer dan perlengkapan-perlengkapan
perang, serta untuk mendominasi ras manusia terhadap ras manusia lainnya,
sebagaimana untuk mendominasi alam. Dalam sistem Barat sains itu sendiri
merupakan nilai tertinggi, sehingga segala-galanya harus dikorbankan demi sains
dan teknologi.
Dalam kaitan ini munculnya disiplin baru seperti sosiobiologi, eugenics (ilmu untuk
meningkatkan kualitas-kualitas spesies manusia) dan rekayasa genetika, tidak
mendorong timbulnya persaudaraan dan tanggungjawab tapi memberi kesan bagi
kaum ilmuwan bahwa merekalah penguasa jagad raya ini.
Kemudian dalam bidang biologi, perkembangan teknologi yang pesat diawali
dengan penemuan DNA oleh Watson dan Crick pada Tahun 1953. Sejak saat itu
berbagai macam teknologi yang melibatkan perekayasaan sifat genetic makhluk
hidup mulai bermunculan. Beberapa diantaranya sangat menakjubkan dan
memungkinkan manusia berperan sebagai tuhan. Sementara sanat Islam berbeda,
ilmu yang dicari semata-mata hanya untuk mencari karunia Allah, bukan untuk
merusak sehingga menimbulkan bencana.
PERINTAH MEMPELAJARI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Islam agama yang syamil, kamil dan mutakamil (menyeluruh, sempurna dan
menyempurnakan). Islam tidak hanya mengatur perihal ibadah vertikal saja, namun
seluruh aspek kehidupan, termasuk diantaranya mempelajari Iptek.
Al-Qur`an diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah tidak hanya memerintahkan
untuk sekedar dibaca, sesuai dengan wahyu yang pertama diturunkan dalam QS.
96: 1, tetapi mengandung maksud lebih dari itu yaitu menghendaki seluruh umatnya
membaca, menggali, mendalami, meneliti apa saja yang ada di alam semesta ini
dan mengambil manfaat untuk kehidupan manusia dengan mengetahui ciri-ciri
sesuatu seperti: bencana alam, tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri yang tertulis
maupun yang tidak tertulis sehingga dapat menghadapi tantangan dan menjawab
permasalahan-permasalahan dunia modern yang diterapkan dalam segala aspek
kehidupan.
Proses kehidupan manusia itu selalu mengalami perkembangan yang pesat dari
awal terbentuknya manusia, bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai tua dan alam
semesta ini dibuat Allah tidak sia-sia, tetapi ada hikmah didalamnya agar manusia
dapat mempelajari iptek, sesuai dalam QS. 3: 190-191yang berbunyi:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal yaitu orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “ Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau maka
peliharalah kami dari siksa neraka”. Dalam ayat ini mengandung maksud perintah
untuk mempelajari iptek karena manusia telah dipilih sebagai makhluk yang
memiliki kemampuan dan derajat tinggi, antara lain:
• Manusia diperintahkan untuk menggunakan akal pikiran dengan membaca,
belajar dan meneliti alam semesta.
• Manusia dijadikan khalifah di muka bumi, dibuktikan dengan Allah SWT
memilih nabi Adam sebagai pemimpin dibandingkan makhluk yang lain.
• Manusia memiliki ilmu pengetahuan yang dapat memperkuat iman untuk
menjadikan dirinya memiliki derajat tinggi dunia akhirat
• Manusia diperintahkan menjadi profesional terhadap bidang ilmu yang
dimiliki.
F. Dampak IPTEKS
Seperti juga pada bidang lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
mempunyai dampak positif dan negatif. Penilaian positif maupun negatif ini
bersifat subyektif, tergantung kepada siapa yang menilainya. Yang dinilai negatif
oleh bangsa Indonesia belum tentu juga dinilai negatif oleh bangsa Amerika,
misalnya.
Dampak positif kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dirasakan,
misalnya, dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi. Ditemukannya
teknologi pesawat terbang telah membuat manusia dapat pergi ke seluruh dunia
dalam waktu singkat. Perjalanan haji yang dulu dilakukan selama beberapa minggu
melalui laut kini, dengan makin lancarnya transportasi udara, dapat dilakukan
hanya dalam waktu delapan jam saja. Kemajuan di bidang televisi satelit telah
memungkinkan kita melihat Olimpiade Atlanta langsung tanpa harus keluar
rumah. Penemuan telepon genggam telah memungkinkan kita untuk menghubungi
seseorang di mana saja ia berada atau dari mana saja kita berada. Kemajuan di
bidang penyimpanan data telah memungkinkan kita memiliki seluruh jilid
Ensiklopedia Britanica dalam satu keping Compact Disk yang beratnya kurang dari
satu ons. Kemajuan di bidang komputer telah menciptakan jaringan internet yang
memungkinkan kita mendapatkan informasi dari perpustakaan di seluruh dunia
tanpa harus keluar dari kamar. Kemajuan di bidang komunikasi juga telah
membuat perdagangan internasional menjadi semakin mudah dan cepat. Sekarang
ini, lewat bursa saham, orang dapat dengan mudah memiliki perusahaan di negara
lain.
Singkat kata, kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi ini telah
membuat dunia terasa kecil dan batas antar negara menjadi hilang. Inilah yang
disebut sebagai globalisasi, suatu proses di mana orang tidak lagi berfikir hanya
sebagai warga kampung, kota, atau negara, melainkan juga sebagai warga dunia.
Dari sisi positifnya, proses ini membuat orang tidak lagi hanya berwawasan
lokal. Dalam usahanya memecahkan persoalan, ia akan melihat ke seluruh dunia
guna menemukan solusi. Dalam mencari pekerjaan atau ilmu pun, ia tidak lagi
membatasi diri pada pekerjaan atau lembaga pendidikan di kampungnya, kotanya,
propinsinya, atau negaranya saja. Seluruh permukaan bumi ini dapat menjadi
kemungkinan tempat ia bekerja atau mencari ilmu.
Dari sudut jati diri bangsa, proses ini dapat dianggap membawa dampak
negatif. Hal ini karena inovasi-inovasi di bidang iptek itu kebanyakan terjadi di
negara lain yang mempunyai nilai-nilai sosial, politik, dan budaya yang belum tentu
sama dengan nilai bangsa kita. Kendati teknologinya itu sendiri dapat dianggap
sebagai netral atau bebas nilai, penerapan dan pembawa ilmu pengetahuan dan
teknologi itu tidak dapat dikatakan selalu bebas nilai. Sebagai contoh, kemajuan
teknologi parabola telah memungkinkan kita melihat siaran televisi Perancis tanpa
ada sensor. Adegan seks dan pamer dada wanita, yang di RCTI tidak mungkin
keluar, dapat dilihat anak-anak tanpa terpotong sensor lewat parabola itu. Banjirnya
film asing di TV nasional juga dapat mempengaruhi nilai budaya para
pemirsanya. Telenovela dan film Barat yang amat populer di TV swasta kita,
secara tidak terasa, dapat mempengaruhi para pemirsanya bahwa perselingkuhan
dalam kehidupan suami istri itu adalah hal yang biasa, bahwa kekerasan merupakan
salah satu pemecahan masalah. Film detektif bahkan dapat menjadi 'guru' bagi para
maling.
Globalisasi cara berfikir, yang menjadi salah satu dampak kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi, dapat membuat orang tidak lagi mengacu pada nilai-
nilai tradisional bangsanya belaka. Kemudahan memperoleh informasi akan
membuat ia dapat mempelajari nilai-nilai yang ada pada masyarakat dan bangsa
lain, baik yang menyangkut nilai sosial, ekonomi, budaya, maupun politik. Sebagai
bangsa yang sedang membangun jati-dirinya, proses globalisasi ini jelas merupakan
tantangan yang harus diatasi dalam upaya pembentukan manusia Indonesia yang
dicita-citakan.
Pada dasarnya sikap orang terhadap masalah globalisasi ini dapat dikelompokkan
menjadi tiga:
(1) lari dari kenyataan dan bersembunyi atau menutup diri dari arus globalisasi itu;
(2) menghindar atau menganggap bahwa globalisasi itu tidak ada;
(3) menghadapi persoalan dengan berani.

Pilihan pertama dilakukan apabila orang tersebut merasa lemah dan tidak kuat
untuk menanggulangi dampak negatif globalisasi itu. Dalam mempertimbangkan
dampak positif dan negatif kemajuan iptek dan globalisasi, ia melihat bahwa
'mudharat' globalisasi tersebut lebih besar daripada 'manfaatnya'. Akibatnya, ia
menolak kehadiran kemajuan iptek tersebut dan tidak mau bersentuhan
dengannya. Dalam kasus bangsa, pemerintah menutup masuknya informasi dari
luar tanpa pandang bulu karena takut kalau-kalau rakyatnya akan terpengaruh oleh
nilai-nilai dari luar yang mungkin akan berdampak negatif.
Pilihan ke dua dilakukan bila orang tersebut merasa bingung. Di satu pihak, ia
mengetahui dampak positifnya kemajuan teknologi komunikasi itu tetapi, di lain
fihak, ia juga mengetahui dampak negatif dari globalisasi tersebut. Ia tidak dapat
memutuskan apakah akan merangkul ataukah menolak kemajuan teknologi yang
berdampak globalisasi itu. Akibatnya, ia membiarkan saja kemajuan teknologi itu
melanda bangsanya dan berpura-pura yakin, atau berharap, bahwa globalisasi itu
tidak membawa dampak negatif bagi masyarakatnya.
Pilihan ke tiga dilakukan oleh orang yang tidak bingung. Ia menyadari akan
dampak positif dan negatif dari kemajuan iptek yang masuk ke negaranya, termasuk
dampak globalisasi masyarakatnya. Berbeda dengan pemilih skenario ke dua, ia
dengan seksama memilah-milah mana dampak positif dari kemajuan iptek dan
globalisasi itu bagi dirinya dan mana dampak negatifnya. Dengan mengetahui di
bidang mana kemajuan iptek dan globalisasi itu akan membawa dampak negatif, ia
mempersiapkan diri agar tidak terpengaruh oleh kemajuan iptek dan globalisasi itu
secara negatif.
"Pembinaan dan pemantapan kepribadian bangsa senantiasa memperhatikan
pelestarian nilai luhur budaya bangsa yang bersumber pada kebhinekaan budaya
daerah dengan tidak menutup diri terhadap masuknya nilai positif budaya bangsa
lain untuk mewujudkan dan mengembangkan kemampuan dan jati diri serta
meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Pemanfaatan,
pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
penyelenggaraan pembangunan harus meningkatkan kecerdasan dan nilai
tambah dengan mengindahkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya
bangsa serta kondisi lingkungan dan kondisi masyarakat." Menurut pernyataan itu,
bangsa Indonesia tidak perlu menutup diri terhadap masuknya nilai-nilai positif
budaya bangsa lain guna mengembangkan jati dirinya. Nilai-nilai agama, budaya
bangsa, kondisi lingkungan dan masyarakat Indonesia dipakai sebagai pagar atau
rambu-rambu bagi penerapan iptek di Indonesia hingga tak berdampak negatif pada
masyarakat dan bangsa.
Materi Pertemuan Ke Tujuh Tentang “PARADIGMA ISLAM TENTANG
ILMU EKONOMI”

Paradigma Islam Tentang Ilmu Ekonomi

Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang pengelolaan harta
benda menurut perpektif Islam (tadb?®r syu’un al-m?¢l min wijhah nazhar al-
islam) (An-Nabhani, 1990). Secara epistemologis, ekonomi Islam dibagi menjadi
dua disiplin ilmu:

Ekonomi Islam Normatif

Ekonomi Islam normatif, yaitu studi tentang hukum-hukum syariah Islam yang
berkaitan dengan urusan harta benda (al-m?¢l). Cakupannya adalah:

1. kepemilikan (al-milkiyah),
2. pemanfaatan kepemilikan (tasharruf fi al-milkiyah), dan
3. distribusi kekayaan kepada masyarakat (tauzi’ al-tsarwah baina al-nas).

Bagian ini merupakan pemikiran yang terikat nilai (value-bond) atau valuational,
karena diperoleh dari sumber nilai Islam yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah, melalui
metode deduksi (istinbath) hukum syariah dari sumber hukum Islam yaitu al-
Qur’an dan as-Sunnah. Ekonomi Islam normatif ini oleh Syaikh Taqiyuddin an-
Nabhani (1990) disebut sistem ekonomi Islam (an-nizham al-iqtishadi fi al-Isl?¢m).

EkonomiIslamPositif

Ekonomi Islam positif, yaitu studi tentang konsep-konsep Islam yang berkaitan
dengan urusan harta benda, khususnya yang berkaitan dengan produksi barang dan
jasa. Cakupannya adalah segala macam cara (uslub) dan sarana (wasilah) yang
digunakan dalam proses produksi barang dan jasa.

Bagian ini merupakan pemikiran universal, karena diperoleh dari pengalaman dan
fakta empiris, melalui metode induksi (istiqra’) terhadap fakta-fakta empiris
parsial dan generalisasinya menjadi suatu kaidah atau konsep umum (Husaini,
2002). Bagian ini tidak harus mempunyai dasar konsep dari al-Qur’an dan as-
Sunnah, tapi cukup disyaratkan tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan
as-Sunnah. Ekonomi Islam positif ini oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani (1990)
disebut ilmu ekonomi Islam (al-�ilmu al-iqtishadi fi al-islam).
Paradigma Sistem EkonomiIslam

Paradigma merupakan istilah yang dipopulerkan Thomas Khun dalam karyanya


The Structure of Scientific Revolution (Chicago: The Univesity of Chicago Prerss,
1970). Paradigma di sini diartikan Khun sebagai kerangka referensi atau pandangan
dunia yang menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Pemikir lain seperti
Patton (1975) mendefinisikan pengertian paradigma hampir sama dengan Khun,
yaitu sebagai “a world view, a general perspective, a way of breaking down of
the complexity of the real world.� [suatu pandangan dunia, suatu cara pandang
umum, atau suatu cara untuk menguraikan kompleksitas dunia nyata] (Fakih, 2001).

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani (2001) menggunakan istilah lain yang maknanya


hampir sama dengan paradigma, yaitu al-qa’idah fikriyah, yang berarti
pemikiran dasar yang menjadi landasan bagi pemikiran-pemikiran lainnya.

Dengan pengertian itu, paradigma sistem ekonomi Islam ada 2 (dua), yaitu:

Pertama, paradigma umum, yaitu Aqidah Islamiyah yang menjadi landasan


pemikiran (al-qa’idah fikriyah) bagi segala pemikiran Islam, seperti sistem
ekonomi Islam, sistem politik Islam, sistem pendidikan Islam, dan sebagainya.
Aqidah Islamiyah di sini dipahami bukan sekedar sebagai Aqidah Ruhiyah (aqidah
spiritual), yakni aqidah yang menjadi landasan aktivitas-aktivitas spiritual murni
seperti ibadah, namun juga sebagai Aqidah Siyasiyah (aqidah politis), yakni aqidah
yang menjadi landasan untuk mengelola segala aspek kehidupan manusia tanpa
kecuali termasuk ekonomi.

Kedua, paradigma khusus (cabang), yaitu sejumlah kaidah umum dan mendasar
dalam Syariah Islam yang lahir dari Aqidah Islam, yang secara khusus menjadi
landasan bangunan sistem ekonomi Islam. Paradigma khusus ini terdiri dari tiga
asas (pilar), yaitu:

1. kepemilikan (al-milkiyah) sesuai syariah,


2. pemanfaatan kepemilikan (tasharruf fi al-milkiyah) sesuai syariah, dan
3. distribusi kekayaan kepada masyarakat (tauzi’ al-tsarwah baina al-nas),
melalui mekanisme syariah.

Dalam sistem ekonomi Islam, tiga asas tersebut tidak boleh tidak harus terikat
dengan syariah Islam, sebab segala aktivitas manusia (termasuk juga kegiatan
ekonomi) wajib terikat atau tunduk kepada syariah Islam. Sesuai kaidah syariah,
Al-Ashlu fi al-af’?¢l al-taqayyudu bi al-hukm al-syar’i (Prinsip dasar
mengenai perbuatan manusia, adalah wajib terikat dengan syariah Islam) (Ibnu
Khalil, 2000).
Paradigma sistem ekonomi Islam tersebut bertentangan secara kontras dengan
paradigma sistem ekonomi kapitalisme saat ini, yaitu sekularisme. Aqidah
Islamiyah sebagai paradigma umum ekonomi Islam menerangkan bahwa Islam
adalah agama dan sekaligus ideologi sempurna yang mengatur segala asek
kehidupan tanpa kecuali, termasuk aspek ekonomi (lihat Qs. al-M?¢â€™idah [5]:
3; Qs. an-Nahl [16]: 89) (Zallum, 2001).

Paradigma Islam ini berbeda dengan paradigma sistem ekonomi kapitalisme, yaitu
sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).*1)

Paham sekularisme lahir sebagai jalan tengah di antara dua kutub ekstrem, yaitu di
satu sisi pandangan Gereja dan para raja Eropa bahwa semua aspek kehidupan harus
ditundukkan di bawah dominasi Gereja. Di sisi lain ada pandangan para filosof dan
pemikir (seperti Voltaire, Montesquieu) yang menolak eksistensi Gereja. Jadi,
sekularisme sebagai jalan tengah pada akhirnya tidak menolak keberadaan agama,
namun hanya membatasi perannya dalam mengatur kehidupan. Agama hanya ada
di gereja, sementara dalam kehidupan publik seperti aktivitas ekonomi, politik, dan
sosial, tidak lagi diatur oleh agama (An-Nabhani, 2001).

Selanjutnya, karena agama sudah disingkirkan dari arena kehidupan, lalu siapa
yang membuat peraturan kehidupan? Jawabnya adalah: manusia itu sendiri, bukan
Tuhan, karena Tuhan hanya boleh berperan di bidang spiritual (gereja). Lalu agar
manusia bebas merekayasa kehidupan tanpa kekangan Tuhan, maka manusia harus
diberi kebebasan (freedom/al-hurriyat) yaitu:

• kebebasan beragama (hurriyah al-aqidah),


• kebebasan berpendapat (hurriyah al-ra`yi),
• kebebasan berperilaku (al-hurriyah al-syahshiyah), dan
• kebebasan kepemilikan (hurriyah al-tamalluk)

Bertitik tolak dari kebebasan kepemilikan inilah, lahir sistem ekonomi kapitalisme.
Dari tinjauan historis dan ideologis ini jelas pula, bahwa paradigma sistem ekonomi
kapitalisme adalah sekularisme (An-Nabhani, 2001).

Sekularisme ini pula yang mendasari paradigma cabang kapitalisme lainnya, yaitu
paradigma yang berkaitan dengan kepemilikan, pemanfaatan kepemilikan, dan
distribusi kekayaan (barang dan jasa) kepada masyarakat. Semuanya dianggap
lepas atau tidak boleh disangkutpautkan dengan agama.

Berdasarkan sekularisme yang menafikan peran agama dalam ekonomi, maka


dalam masalah kepemilikan, kapitalisme memandang bahwa asal usul adanya
kepemilikan suatu barang adalah terletak pada nilai manfaat (utility) yang melekat
pada barang itu, yaitu sejauh mana ia dapat memuaskan kebutuhan manusia. Jika
suatu barang mempunyai potensi dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka
barang itu sah untuk dimiliki, walaupun haram menurut agama, misalnya babi,
minuman keras, dan narkoba. Ini berbeda dengan ekonomi Islam, yang memandang
bahwa asal usul kepemilikan adalah adanya izin dari Allah SWT (idzn Asy-
Sy?¢ri’) kepada manusia untuk memanfaatkan suatu benda. Jika Allah
mengizinkan, berarti boleh dimiliki. Tapi jika Allah tidak mengizinkan (yaitu
mengharamkan sesuatu) berarti barang itu tidak boleh dimiliki. Maka babi dan
minuman keras tidak boleh diperdagangkan karena keduanya telah diharamkan
Allah, yaitu telah dilarang kepemilikannya bagi manusia muslim (An-Nabhani,
1990).

Dalam masalah pemanfaatan kepemilikan, kapitalisme tidak membuat batasan


tatacaranya (kaifiyah-nya) dan tidak ada pula batasan jumlahnya (kamiyah-nya).
Sebab pada dasarnya sistem ekonomi kapitalisme adalah cermin dari paham
kekebasan (freedom/liberalism) di bidang pemanfaatan hak milik. Maka seseorang
boleh memiliki harta dalam jumlah berapa saja dan diperoleh dengan cara apa saja.
Walhasil tak heran di Barat dibolehkan seorang bekerja dalam usaha perjudian dan
pelacuran. Sedangkan ekonomi Islam, menetapkan adanya batasan tatacara
(kaifiyah-nya), tapi tidak membatasi jumlahnya (kamiyah-nya). Tatacara itu berupa
hukum-hukum syariah yang berkaitan dengan cara pemanfaatan (tasharruf) harta,
baik pemanfaatan yang berupa kegiatan pembelanjaan (infaqul m?¢l), seperti
nafkah, zakat, shadaqah, dan hibah, maupun berupa pengembangan harta
(tanmiyatul mal), seperti jual beli, ijarah, syirkah, shina’ah (industri), dan
sebagainya. Seorang muslim boleh memiliki harta berapa saja, sepanjang diperoleh
dan dimanfaatkan sesuai syariah Islam. Maka dalam masyarakat Islam tidak akan
diizinkan bisnis perjudian dan pelacuran, karena telah diharamkan oleh syariah.

Dalam masalah distribusi kekayaan, kapitalisme menyerahkannya kepada


mekanisme pasar, yaitu melalui mekanisme harga keseimbangan yang terbentuk
akibat interaksi penawaran (supply) dan permintaan (demand). Harga berfungsi
secara informasional, yaitu memberi informasi kepada konsumen mengenai siapa
yang mampu memperoleh atau tidak memperoleh suatu barang atau jasa. Karena
itulah peran negara dalam distribusi kekayaan sangat terbatas. Negara tidak banyak
campur tangan dalam urusan ekonomi, misalnya dalam penentuan harga, upah, dan
sebagainya. Metode distribusi ini terbukti gagal, baik dalam skala nasional maupun
internasional. Kesenjangan kaya miskin sedemikian lebar. Sedikit orang kaya telah
menguasai sebagian besar kekayaan, sementara sebagian besar manusia hanya
menikmati sisa-sisa kekayaan yang sangat sedikit.*2)

Dalam ekonomi Islam, distribusi kekayaan terwujud melalui mekanisme syariah,


yaitu mekanisme yang terdiri dari sekumpulan hukum syariah yang menjamin
pemenuhan barang dan jasa bagi setiap individu rakyat. Mekanisme syariah ini
terdiri dari mekanisme ekonomi dan mekanisme non-ekonomi.

Mekanisme ekonomi adalah mekanisme melalui aktivitas ekonomi yang bersifat


produktif, berupa berbagai kegiatan pengembangan harta (tanmiyatul mal) dalam
akad-akad muamalah dan sebab-sebab kepemilikan (asbab at-tamalluk) (An-
Nabhani, 1990). Mekanisme ini, misalnya ketentuan syariah yang:
1. membolehkan manusia bekerja di sektor pertanian, industri, dan perdagangan;
2. memberikan kesempatan berlangsungnya pengembangan harta (tanmiyah mal)
melalui kegiatan investasi, seperti dengan syirkah inan, mudharabah, dan
sebagainya; dan
3. memberikan kepada rakyat hak pemanfaatan barang-barang (SDA) milik umum
(al-milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang,
minyak, listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.

Sedang mekanisme non-ekonomi, adalah mekanisme yang berlangsung tidak


melalui aktivitas ekonomi yang produktif, tetapi melalui aktivitas non-produktif.
Misalnya dengan jalan pemberian (hibah, shadakah, zakat, dan lain-lain) atau
warisan. Mekanisme non-ekonomi dimaksudkan untuk melengkapi mekanisme
ekonomi, yaitu untuk mengatasi distribusi kekayaan yang tidak berjalan sempurna
jika hanya mengandalkan mekanisme ekonomi semata, baik yang disebabkan
adanya sebab alamiah seperti bencana alam dan cacat fisik, maupun sebab non-
alamiah, misalnya penyimpangan mekanisme ekonomi (seperti penimbunan).

Mekanisme non-ekonomi bertujuan agar di tengah masyarakat segera terwujud


keseimbangan (al-tawazun) ekonomi, dan memperkecil jurang perbedaan antara
yang kaya dan yang miskin. Mekanisme ini dilaksanakan secara bersama dan
sinergis antara individu dan negara.

Mekanisme non-ekonomi ada yang bersifat positif (ijabiyah) yaitu berupa perintah
atau anjuran syariah, seperti:

1. pemberian harta negara kepada warga negara yang dinilai memerlukan,


2. pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada para mustahik,
3. pemberian infaq, sedekah, wakaf, hibah dan hadiah dari orang yang mampu
kepada yang memerlukan, dan
4. pembagian harta waris kepada ahli waris, dan lain-lain.

Ada pula yang mekanisme yang bersifat negatif (salbiyah) yaitu berupa larangan
atau cegahan syariah, misalnya:

1. larangan menimbun harta benda (uang, emas, dan perak) walaupun telah
dikeluarkan zakatnya;
2. larangan peredaran kekayaan di satu pihak atau daerah tertentu;
3. larangan kegiatan monopoli serta berbagai penipuan yang dapat mendistorsi
pasar;
4. larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada para penguasa;
yang ujung-ujungnya menyebabkan penumpukan harta hanya di tangan orang kaya
atau pejabat.
Materi Pertemuan Ke Delapan Tentang “ETIKA ISLAM DALAM
PENERAPAN ILMU EKONOMI”

1. Pengertian Ekonomi Islam


Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia
yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid
sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Kata Islam setelah “Ekonomi” dalam ungkapan Ekonomi Islam berfungsi
sebagai identitas tanpa mempengaruhi makna atau definisi ekonomi itu sendiri.
Karena definisinya lebih ditentukan oleh perspektif atau lebih tepat
lagi worldview yang digunakan sebagai landasan nilai.
Sedang ekonomi adalah masalah menjamin berputarnya harta diantara manusia,
sehingga manusia dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah
untuk mencapai falah di dunia dan akherat (hereafter). Ekonomi adalah aktifitas
yang kolektif.
2. Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran
dan nilai-nilai islam, bersumber dari Al Quran, As-Sunnah, ijma dan qiyas. Ini telah
dinyatakan dalam surat al maidah ayat (3). Sistem ekonomi islam berbeda dengan
sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis, sistem ekonomi islam memiliki sifat-
sifat baik dari sistem ekonomi sosialis dan kapitalis, namun terlepas dari sifat
buruknya.
Sistem ekonomi islam adalah sebuah sistemyang tidak lahir dari ahsil akal
manusia, akan tetapi sebuah system yang berdasarkan ajaran islam yang bersumber
dari al-qur’an dan Hadits yang dikembangkan oleh pemikiran manusia yang
memenuhi syarat dan ahli dalam bidangnya.
Sistem ekonomi Islam mempunyai perbedaan yang mendasar dengan sistem
ekonomi yang lain, dimana dalam sistem ekonomi Islam terdapat nilai moral dan
nilai ibadah dalam setiap kegiatannya.
Prinsip ekonomi Islam adalah:
· Kebebasan individu.
· Hak terhadap harta.
· Kesamaan sosial.
· Keselamatan sosial.
· Larangan menumpuk kekayaan.
· Larangan terhadap institusi anti-sosial.
· Kebajikan individu dalam masyarakat.
3. Sumber – Sumber Ekonomi Islam
Adapun sumber-sumber hukum dalam ekonomi Islam adalah:
1. Alquranul Karim
Alquran adalah sumber utama, asli, abadi, dan pokok dalam hukum ekonomi Islam
yang Allah SWT turunkan kepada Rasul Saw guna memperbaiki, meluruskan dan
membimbing Umat manusia kepada jalan yang benar. Didalam Alquran banyak
tedapat ayat-ayat yang melandasi hukum ekonomi Islam, salah satunya dalam
surat An-Nahl ayat 90 yang mengemukakan tentang peningkatan kesejahteraan
Umat Islam dalam segala bidang termasuk ekonomi.
2. Hadis dan Sunnah
Setelah Alquran, sumber hukum ekonomi adalah Hadis dan Sunnah. Yang mana
para pelaku ekonomi akan mengikuti sumber hukum ini apabila didalam Alquran
tidak terperinci secara lengkap tentang hukum ekonomi tersebut.
3. Ijma'
Ijma' adalah sumber hukum yang ketiga, yang mana merupakan konsensus baik
dari masyarakat maupun cara cendekiawan Agama, yang tidak terlepas dari
Alquran dan Hadis.
4. Ijtihad atau Qiyas
Ijtihad merupakan usaha meneruskan setiap usaha untuk menemukan sedikit
banyaknya kemungkinan suatu persoalan syariat. Sedangkan qiyas adalah pendapat
yang merupakan alat pokok ijtihad yang dihasilkan melalui penalaran analogi.
5. Istihsan, Istislah dan Istishab
Istihsan, Istislah dan Istishab adalah bagian dari pada sumber hukum yang lainnya
dan telah diterima oleh sebahagian kecil oleh keempat mazhab.
4. Konsep Ekonomi Islam
Islam mengambil suatu kaidah terbaik antara kedua pandangan yang ekstrim
(kapitalis dan komunis) dan mencoba untuk membentuk keseimbangan di antara
keduanya (kebendaan dan rohaniah). Keberhasilan sistem ekonomi Islam
tergantung kepada sejauh mana penyesuaian yang dapat dilakukan di antara
keperluan kebendaan dan keperluan rohani/etika yang diperlukan manusia. Sumber
pedoman ekonomi Islam adalah al-Qur'an dan sunnah Rasul, yaitu dalam:
Qs.al-Ahzab:72 (Manusia sebagai makhluk pengemban amanat Allah).
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”
Qs.Hud:61 (Untuk memakmurkan kehidupan di bumi).
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena
itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya
Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)".
5. Karaktersitik Ekonomi Islam
a. Harta kepunyaan Allah dan Manusia merupakan Khalifah atas harta.
· Semua harta baik benda maupun alat-alat produksi adalah milik Allah SWT.
Seperti tercantum dalam QS. Al-Baqarah ayat 284.
Artinya :
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.
Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang
perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan
menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu”.
· Manusia adalah khalifah atas harta miliknya. Seperti tercantum dalam surat al-
Hadiid ayat 7. Terdapat pula sabda Rasulullah yang juga menjelaskan bahwa segala
bentuk harta yang dimiliki manusia pda hakikatnya adalah milik Allah SWT semata
dan manusia diciptakan untuk menjadi khalifah “ Dunia ini hijau dan manis. Allah
telah menjadikan kamu khalifah (penguasa) di dunia. Karena itu hendaklah kamu
membahas cara berbuat mengenai harta di dunia ini”.
b. Ekonomi Terikat dengan akidah, Syariah (Hukum), dan Moral
Bukti-bukti hubungan ekonomi dan moral dalam islam:
· Larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat
menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat. Sabda
Rasulullah “ Tidak boleh merugikan diri sendiri dan juga orang lain” (HR. Ahmad)
· Larangan melakukan penipuan dalam transaksi, ditegaskan dalam Sabda
Rasulullah “Orang-orang yang menipu kita bukan termasuk golongan kita”.
· Larangan menimbun emas, perak atau sarana moneter lainnya sehingga dapat
mencegah peredaran uang dan menghambat fungsinya dalam memperluas lapangan
produksi. Hal ini sperti tercantum dalam QS 9:34.
· Larangan melakukan pemborosan karena dapat menghancurkan individu dalam
masyarakat.
c. Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan
Aktivitas keduniaan yang dilakukan manusia tidak boleh bertentangan atau bahkan
mengorbankan kehidupan akhirat. Apa yang kita lakukan hari ini adalah untuk
mencapai tujuan akhirat kelak. Prinsip ini jelas berbeda dengan ekonomi kapitalis
maupun sosialis yang hanya bertujuan untuk kehidupan duniawi saja. Hal ini jelas
ditegaskan oleh surat al-Qashash ayat 77:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. “
d. Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbanagan Antara Kepentingan
Individu dengan Kepentingan umum.
Islam tidak mengakui hak mutlak dan atau kebebasan mutlak, tetapi mempunyai
batasan-batasan tertentu termasuk dalam hak milik. Hal ini tercantum dalam surat
Al Hasyr ayat 7, al maa’uun ayat 1-3, serta surat al-Ma’arij ayat 24-25.
e. Kebebasan individu dijamin dalam islam
Islam memberikan kebebasan tiap individu untuk melakukan kegiatan ekonomi
namun tentu saja tidak bertentangan dengan aturan AlQuran dan AsSunnah, seperti
tercantum dalam surat al Baqarah ayat 188.
f. Negara diberi kewenangan turut campur dalam perekonomian
Dalam islam, Negara berkeawjiban melindungi kepentingan masyararakat dari
keridakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang taupun dai
negara lain, berkewajiban memberikan kebebasan dan jaminan sosial agar seluruh
masyarakat dapat hidup dengan layak. Seperi sabda Rasulullah “ Brangsiapa yang
meninggalkan beban, hendaklah dia datang kepada-Ku, karena akulah maula
(pelindung)nya” (Al-Mustadrak oelh Al-Hakim).
g. Bimbingan konsumsi
Dalam hal konsumsi, islam melarang hidup berlebih-lebihan, terlalu hidup
kemewahan dan bersikap angkuh. Hal ini tercermin dalam surat al-A’raaf ayat 31
seta Al-Israa ayat 16.
h. Petunjuk investasi
Kriteria yag sesuai daalm melakukan investasi ada 5:
proyek yang baik menurut isla
· memberikan rezeki seluas mungkin pda masyarakat
· memberantas kekafiran,memperbaiki pendapatan dan kekayaan
· memelihara dan menumbuhkembangkan harta
· melindungi kepentingan anggota masyaakat.
i. Zakat
Adalah karakteristik khusus yang tidak terdapat daalm system ekonomi lainnya
manapun, penggunaannya sangat efektif guna melakukan distribusi kekayaan di
masyarakat. Zakat merupakan dasar prinsipil untuk menegakkan struktur social
Islam. Zakat bukanlah derma atau sedekah biasa, ia adalah sedekah wajib. Setiap
muslim yang memenuhi syarat tertentu, berdasarkan dalil :
Surat at-Taubah 103
Artinya :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”.
j. Larangan riba
Islam sangat melarang munculnya riba (bunga) karena itu merupakan salah satu
penyelewengan uang dari bidangnya. Seperi tercermin dalam surat al-baqarah ayat
275.
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Larangan riba dalam islam bertujuan membina suatu bangunan ekonomi
yang menetapkan bahwa modal itu tidak dapat bekerja dengan sendirinya, dan tidak
ada keuntungan bagi modal tanpa kerja dan tanpa penempatan diri pada resiko sama
sekali. Karena itu Islam secara tegas menyatakan perang terhadap riba dan umat
islam wajib meninggalkannya, akan tetapi islam menghalalkan mencari keuntungan
lewat perniagaan (QS. 83:1-6)

6. Politik Ekonomi Islam


Politik ekonomi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh hukum-hukum yang
dipergunakan untuk memecahkan mekanisme mengatur urusan manusia.
Sedangkan politik ekonomi Islam adalah jaminan tercapainya pemenuhan semua
kebutuhan primer (bacis needs) tiap orang secara menyeluruh, berikut
kemungkinan taip orang untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai
dengan kadar kesanggupannya, sebagi individu yang hidup dalam sebuah
masyarakat yang memiliki gaya hidup (life style) tertentu. Oleh karena itu, politik
ekonomi Islam bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan dalam
sebuah Negara semata, tanpa memperhatikan terjamin tidaknya tiap orang
menikmati kehidupan tersebut.
Ketika mensyariatkan hukum-hukum ekonomi pada manusia. Islam telah
mensyariatkan hukum-hukum tersebut kepada pribadi. Dengan itu, hokum-hukum
syara’ telah menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan primer tiap warga
Negara Islam secara menyeluruh, sebagai sandang, pangan, dan papan. Jelaslah
bahwa Islam tidak memisahkan antara manusia dan eksistensinya sebagai manusia,
serta antara eksistensinya sebagai manusia dan pribadinya. Islam juga tidak perah
memisahkan antara anggapan tentang jaminan pemenuhan kebutuhan primer yang
dituntut oleh masyarakat dengan masalah mungkin-tidaknya terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersier mereka. Akan tetapi Islam telah
menjadikan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan apa yang dituntut
oleh masyarakat sebagai dua hal yang seiring, yang tidak mungin dipisahkan antara
satu dengan yang lain. Justru Islam menjandikan apa yang ditutuntut oleh
masyarakat tersebut sebagai asa (dasar pijakan) untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan yang ada.
Islam mendorong manusia agar bekerja, mencari rezeki dan berusaha. Bahkan
Islam telah menjadikan hukum mencari rezeki tersebut. Adalah fardhu. Allah swt.
Berfirman:
“Maka, berjalanlah di segala penjurunya, serta makanlah sebagian rezeki-
Nya.” (QS. Al-Mulk: 15)
Banyak hadist yang mendorong agar mencari harta. Dalam sebuah hadist:
Bahwa Rasulullah saw telah menyalami tangan Sa’ad bin Mu’adz r.a., dan ketika
itu kedua tangan Sa’ad ngapal (bekas-bekas karena dipergunakan kerja). Kemudian
hal itu ditanyakan oleh Nabi saw., lalu Sa’ad menjawab: “Saya selalu
mengayunkan skrop dan kapak untuk mencari nafkah keluargaku.” Kemudian
Rasulullah saw. menciumi tangan Sa’ad dengan bersabda: “ (Inilah) dua telapak
tangan yang disukai oleh Allah swt.” Rasulullah saw juga bersabda:
“Tidaklah seseorang makan sesuap saja yang ebih baik, selain ia makan dari hasil
kerja tangannya sendiri.”
Materi Pertemuan Ke Sembilan Tentang “DAKWAH BIL HAL MELALUI
PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN IPTEKS”

Dakwah Bi Hal Melalui Pengembangan Dan Penerapan


IPTEKS
Dakwah boleh difahami sebagai usaha mengajak orang lain mendekati
Allah subhanahu wa ta’ala, menyeru mereka ke arah kebenaran dan seterusnya
dapat mengikut apa yang digariskan dalam ajaran Islam. Sedangkan, dakwah bi al-
hal merupakan aktivitas dakwah Islam yang dilakukan dengan tindakan nyata atau
amal nyata terhadap kebutuhan penerima dakwah , sehingga tindakan nyata tersebut
sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh penerima dakwah. Misalnya dakwah
dengan membangun rumah sakit untuk keperluan masyarakat sekitar yang
membutuhkan keberadaan rumah sakit. Tema utama dakwah ke lapisan bawah
adalah dakwah bi al-hal, yaitu dakwah yang diletakkan kepada perubahan dan
perhatian kondisi material lapisan masyarakat miskin. Dengan perbaikan kondisi
material itu diharapkan dapat mencegah kecenderungan ke arah kekufuran karena
desakan ekonomi.

Kemajuan IPTEK pada era globalisasi ini pasti akan mewarnai


pembangunan yang membawa fenomena. Batas-batas system nasional disemua
Negara hampir hilang dan orang diseluruh dunia saling mempengaruhi meskipun
tidak bertemu muka. Globalisasi merupakan hasil dari kemajuan IPTEK sebagai
kelanjutan dari revolusi industri., memang telah banyak memberikan kemudahan
dan kenyamanan bagi kehidupan manusia. Namun disisi lain manusia semakin tidak
tenteram dan tidak
ada kedamaian dalam kehidupannya akibat dari perasaan cemas dari dampak
negative yang ditimbulkan oleh globalisasi. Dimana bencana dan bahaya setiap saat
dapat mengancam kehidupan mereka.

Dari sekian gejala social yang ditimbulkan oleh globalisasi diatas, ada
fenomena umum yang dapat dirasakan atau dilihat dewasa ini apabila dikaitkan
dengan dakwah, maka hal tersebut merupakan tantangan dan juga “pekerjaan
rumah” bagi para da’i (juru dakwah). Artinya para da’i harus tampil dengan jurus-
jurus jitu dalam menyampaikan bahasa agama pada kehidupan masyarakat yang
sudah terkontaminasi dengan era globalisasi itu. Bila para da’i masih tampil dengan
gaya lama, sementara kondisi kekinian tampil dengan problema globalisasi yang
serba menantang, maka mau tidak mau, suka tidak suka pasti gaya lama akan
“tergusur”. Akibatnya upaya-upaya untuk membumikan ajaran islam ditengah-
tengah masyarakat, baik masyarakat kota maupun masyarakat pedesaan pasti
mengalamai hambatan.

Bila kita amatai dikawasan industri dan masyarakat perkotaan misalnya,


berdomisili banyak ilmuan dari berbagai disiplin ilmu serta para usahawan yang
sukses. Namun mereka haus ketenangan batin atau kertenangan jiwa. IPTEK yang
dimilikinya tidak mampu memberikan kepuasan batin dan ketenangan jiwa,
sehingga mereka berusaha menemukan itu melalui pendekatan ajaran spiritual
keagamaan. Mereka berusaha memadukan antara disiplin ilmu yang ditekuninya
dengan ajaranajaran
agama yang diyakininya , sehingga agama terasa dan terbukti semakin rasional dan
menyentuh. Oleh karena itu dibutuhkanlah dakwah al bil-hal ini.

A. Setiap Muslim Adalah Da’i

“Kita adalah da’i sebelum menjadi apapun”. Dari kalimat tersebut dapat kita
simpulkan bahwa pada dasarnya, kita adalah seorang da’i sebelum kita menjabat
suatu profesi apapun. Perkataan Hassan Al-Banna tersebut dapat menjadi cerminan,
bahwa pada hakikatnya, seorang muslim adalah pendakwah. Ketika seseorang
menuntut ilmu dan memiliki pengetahuan, saat itu pula ia memiliki kewajiban
untuk menyebarluaskan ilmu yang dimilikinya tersebut. Ketika seseorang sadar
bahwa ia telah memiliki bekal untuk mengamalkan sunnah, saat itu pula ia
berkewajiban menyeru orang lain kepada Islam. Banyak hal yang dapat kita
lakukan untuk mengaktualisasikan amanah dalam kita menjadi seorang da’i, salah
satunya adalah menjadi seorang murobby.

Murobby merupakan sumber atau penyalur ilmu dari sumber untuk


disampaikan dan dipahamkan kepada mad’u atau sang murobby. Sebab itulah
peranan murobby sangat mempengaruhi keberlangsungan serta output dari kegiatan
tarbiyah. Sebagai simpul dakwah terhadap jama’ah, seorang murobby dituntut
memikirkan kegiatan dakwah dengan segenap perhatiannya. Untuk menjadi
seorang murobby idaman, kita hendaknya memperhatikan beberapa hal, seperti
ruhiyah. Ruhiyah adalah dasar keberhasilan dakwah. Jika ruhiyah terabaikan,
sebagus apapun retorika dakwah kita dan pemahaman kita terhadap kondisi mad’u
semuanya akan sia-sia.

Seorang murobby harus memiliki niat yang ikhlas. Ikhlas karena Allah Ta’ala
semata, membuang jauh-jauh tendensi untuk mencari popularitas atau pujian
apalagi niatnya adalah untuk mencari pengikut yang banyak. Niat yang ikhlas
karena Allah Ta’ala bermakna seorang murobby melakukan tarbiyah untuk
mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah subuhanahu wa ta’ala, memperbaiki
hamba-Nya dan mengeluarkan mereka dari kegelapan kebodohan dan kemaksiatan
menuju cahaya ilmu ketaatan. Niat yang ikhlas juga akan menggiring seorang
murobby melahirkan dakwahnya dari dasar kecintaan kepada Allah dan untuk
agama-Nya, serta kecintaan kepada kebaikan untuk semua manusia. Allah Ta’ala
berfirman yang artinya:
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya
Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna
dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak
memperoleh akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah
mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?” (QS.
Hud: 15-16)
B. Bekerja Adalah Dakwah

Di dalam dunia pekerjaan, seorang Muslim adalah bertanggungjawab untuk


berdakwah. Tidak kiralah apa kategori pekerjaan, sama ada bekerja di dalam
pejabat yang berhawa dingin, di tapak pembinaan ladang dan sawah sekalipun,
tanggungjawab sebagai Da’i itu terletak di bahu kita. Kita perlu dakwah di tempat
kerja. Ia selaras dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surah Ali Imran
ayat 110 yang artinya:
‘Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah daripada yang munkar, dan beriman kepada Allah.’
Usaha berdakwah di tempat kerja ini janganlah disalahartikan dengan pengertian
yang sempit.

Dakwah bukan bermaksud untuk mengajak manusia melupakan tanggungjawab


bekerja dan melaksanakan amal ibadah yang spesifik semata-mata. Bekerja itu
sendiri merupakan satu ama libadah apa lagi jika ianya diniatkan kerana
Allah subhanahu wa ta’ala dan dilaksanakan dengan penuh amanah, fokus dan
ikhlas. Usaha dakwah juga jangan ditafsirkan sebagai ‘hendak tunjuk alim’ atau
‘hendak tunjuk pandai’. Jika begitu, semua orang akan takut untuk berdakwah
kerana seorang Da’i yang member dakwah tidak mau dipandang sebagai penyibuk
manakala yang menerima dakwah pula berasa tidak selaras dan menganggap
konteks dakwah itu sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat.

Adapun ganjaran usaha dakwah. Firman-Nya dalam surah Ali-Imran ayat104


yang artinya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung."
Sebagai da’i di dalam konteks dunia pekerjaan, seseorang itu perlulah terlebih
dahulu memperlengkapkan dirinya supaya usaha dakwahnya akan menjadi
sempurna.

C. Kewajiban Mengembangkan Dan Menyampaikan Ilmu Pengetahuan

Menyampaikan ilmu sangatlah penting untuk kemajuan Agama, Bangsa dan


Negara, baik dalam segi moral maupun material. Dan ilmulah yang memperbaiki
semuanya. Memyampaikan ilmu bermanfaat untuk kehidupan, kebahagian dunia
dan akherat. Orang yang mendengarkan dan menyampaikan ilmu bagaikan tanah
yang terkena air hujan, mereka adalah orang alim yang mengamalkan ilmunya dan
mengajar. Seperti yang diterangkan dalam Al-Quran yang artinya
“Dan hendaklah ada di antara kalian segolong umat yang menyeru pada kebaikan,
menyeru kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-
orang yang beruntung. “ (Ali Imran, 104)

Menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk
merubah tingkah laku dan perilaku kearah yang lebih baik, karena pada dasarnya
ilmu menunjukkan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan.
Menuntut ilmu merupakan ibadah sebagaiman sabda Nabi Muhammad salallahu
alahi wassalam. Artinya :
“Menuntut Ilmu diwajibkan atas orang islam laki-laki dan perempuan”
Dengan demikian perintah menuntut ilmu tidak di bedakan antara laki-laki dan
perempuan. Hal yang paling di harapkan dari menuntut ilmu ialah terjadinya
perubahan pada diri individu ke arah yang lebih baik yaitu perubahan tingkah laku,
sikap dan perubahan aspek lain yang ada pada setiap individu.

Adapun beberapa dasar hukum menuntut ilmu antara lain adalah sebagai
berikut.
1. Hadits Rasullulah salallahu alaihi wassalam
Yang berbunyi :”Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim, waktunya
adalah dari buaian ibu (bayi), sampai masuk liang kubur”. Hadits dari
Rasullulah salallahu alaihi wassalam yang sangat jelas sekali perintahnya, bahwa
dalam Islam menuntut ilmu hukumnya adalah wajib yang artinya adalah jika
dikerjakan dan dilaksanakan kita akan mendapat pahala, jika diabaikan,
disepelekan/tidak dilaksanakan kita akan mendapat dosa. Jadi permasalahan yang
mendesak sekarang adalah, jika kita mengaku sebagai seorang Muslim, segeralah
dan jangan ditunda-tunda lagi untuk menuntut ilmu agama Islam yang benar, benar
dalam artian yang sesuai dengan Alqur`an dan Hadits Shahih dari
Rasullulah salallahu alaihi wassalam, agar kita memperoleh petunjuk dan
kebenaran dalam Islam yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui
Rasulnya Muhammad salallahu alaihi wassalam, sehingga kita dasar dalam
beragama Islam tidak hanya mendugaduga atau berprasangka saja.
2. Al-Qur’an Surat Al-Ashr
Yang berbunyi sebagai berikut: "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-
benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
shaleh dan nasehat menasehati Supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran". Ingatlah Allah subhanahu wa
ta’ala telah bersumpah dalam surat ini dengan masa / waktu yang didalamnya
terjadi peristiwa yang baik dan yang buruk, bersumpah bahwa setiap manusia
didunia ini, baik itu orang Islam atau di luar Islam pasti akan mengalami kerugian,
kecuali yang memiliki 4 (empat hal) yaitu : 1. Iman, 2. Amal Shaleh, 3. Saling
menasehati supaya mentaati kebenaran, 4. Saling menasehati supaya menetapi
kesabaran.
3. Hadits-Hadits tentang Kewajiban Menuntut Ilmu
a. “Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang
beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat.“ (QS. Al Mujadalah, 11)
b. “Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun
muslimah).” (HR. Ibnu Majah)
c. “Seseorang yang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu niscaya Allah
akan mudahkan baginya jalan menuju Syurga.” (Shahih Al Jami)
d. Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan
baginya jalan ke syorga. (HR. Muslim).
e. “Barangsiapa melalui suatu jalan untuk mencari suatu pengetahuan
(agama), Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”(Bukhari)
f. “Siapa yang keluar untuk menuntut ilmu maka dia berada di jalan Alloh
sampai dia kembali.” (Shahih Tirmidzi)
g. “Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan dan kehormatan
diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu.” (HR. Ath-
Thabrani)
h. “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Qur’an dan yang
mengajarkannya.” (HR Bukhari )
i. “Kelebihan seorang alim (ilmuwan) terhadap seorang ‘abid (ahli ibadah)
ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang.” (HR. Abu Dawud )
j. “Siapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah akan memberikannya
pemahaman terhadap Agama.” (Sahih Ibnu Majah)
k. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Nabi saw bersabda, Tidak boleh iri hati
kecuali pada dua hal, yaitu seorang laki-laki yang diberi harta oleh Allah lalu harta
itu dikuasakan penggunaannya dalam kebenaran, dan seorang laki-laki diberi
hikmah oleh Allah di mana ia memutuskan perkara dan mengajar
dengannya.” (Bukhari)
l. “Termasuk mengagungkan Allah ialah menghormati (memuliakan) ilmu,
para ulama, orang tua yang muslim dan para pengemban Al Qur’an dan ahlinya,
serta penguasa yang adil.” (HR. Abu Dawud dan Aththusi)
m. “Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para
ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk
perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis
(pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu.
Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka … neraka.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu
Majah)
n. “Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lalu dirahasiakannya maka dia
akan datang pada hari kiamat dengan kendali (di mulutnya) dari api neraka.” (HR.
Abu Dawud)
o. “Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim
yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat.” (HR. Al-Baihaqi)
p. “Sesungguhnya Allah tidak menahan ilmu dari manusia dengan cara
merenggut tetapi dengan mewafatkan para ulama sehingga tidak lagi tersisa
seorang alim. Dengan demikian orang-orang mengangkat pemimpin-pemimpin
yang dungu lalu ditanya dan dia memberi fatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka
sesat dan menyesatkan.” (Mutafaq’alaih)
q. “Saling berlakulah jujur dalam ilmu dan jangan saling merahasiakannya.
Sesungguhnya berkhianat dalam ilmu pengetahuan lebih berat hukumannya
daripada berkhianat dalam harta.” (HR. Abu Na’im)
r. “Sedikit ilmu lebih baik dari banyak ibadah. Cukup bagi seorang
pengetahuan fiqihnya jika dia mampu beribadah kepada Allah (dengan baik) dan
cukup bodoh bila seorang merasa bangga (ujub) dengan pendapatnya
sendiri.” (HR. Ath-Thabrani)
s. Nabi Muhammad salallahu alaihi wassalam bersabda, Artinya : "Barang
siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia
memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia)
diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang
meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula".
(HR.Bukhari dan Muslim) Apabila kita memperhatikan isi Al-Quran dan Al-Hadist,
maka terdapatlah beberapa suruhan yang mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-
laki maupun perempuan, untuk menuntut ilmu, agar mereka tergolong menjadi
umat yang cerdas, jauh dari kabut kejahilan dan kebodohan. Menuntut ilmu artinya
berusaha menghasilkan segala ilmu, baik dengan jalan menanya, melihat atau
mendengar.
Materi Pertemuan Ke Sepuluh Tentang “TANGGUNG JAWAB ILMUWAN
MUSLIM DALAM BERBANGSA DAN BERNEGARA”

A. Pengertian Ilmuwan

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia hal. 325, Ilmuwan adalah : orang

yang ahli, orang yang banyak pengetahuan mengetahui suatu ilmu ,orang yang

berkecimpung dalam ilmu pengetahuan, orang yang bekerja dan mendalami ilmu

pengetahuan dengan tekun dan sungguh-sungguh.

Menurut Webster Dictionary, Ilmuwan ( Sciantist ) adalah seorang yang

terlibat dalam kegiatan sistematis untuk memperoleh pengetahuan ( ilmu )

Ensiklopedia Islam mengartikan ilmuwan sebagai orang yang ahli dan

banyak pengetahuannya dalam suatu atau beberapa bidang ilmu.

Ilmuwan merupakan profesi, gelar atau capaian professional yang diberikan

masyarakat kepada seorang yang mengabdikan dirinya. Pada kegiatan penelitian

ilmiah dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang

alam semesta, termasuk fenomena fisika, matematis dan kehidupan social.

Istilah ilmuwan dipakai untuk menyebut aktifitas seseorang untuk menggali

permasalahan ilmuwan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam

bentuk ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk berbagi

hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa

tanggung jawab itu ada dipundaknya.

Ilmuwan memiliki beberapa ciri yang ditunjukkan oleh cara berfikir yang

dianut serta dalam perilaku seorang ilmuwan. Mereka memilih bidang keilmuan

sebagai profesi.
Untuk itu yang bersangkutan harus tunduk dibawah wibawa ilmu. Karena

ilmu merupakan alat yang paling mampu dalam mencari dan mengetahui

kebenaran. Seorang ilmuwan tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis

tinggi atau pun pragmatis, kejujuran, jiwa terbuka dan tekad besar dalam mencari

atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari semua itu ialah

penghayatan terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan kehidupan itu

harus menjadi pilihan juga sekaligus junjungan utama.

Banyak yang mengartikan ilmuwan sama dengan intelektual, namun pada

dasarnya berbeda. Intelektual adalah pemikir-pemikir yang memiliki kemampuan

penganalisaan terhadap masalah tertentu.

B. Tanggung Jawab Ilmuwan

Tanggung jawab ilmuwan dalam pengembangan ilmu sekurang-kurangnya

berdimensi religious atau etis dan social. Pada intinya, dimensi religious atau etis

seorang ilmuwan hendaknya tidak melanggar kepatutan yang dituntut darinya

berdasarkan etika umum dan etika keilmuan yang ditekuninya. Sedangkan dimensi
sosial pengembangan ilmu mewajibkan ilmuwan berlaku jujur, mengakui

keterbatasannya bahkan kegagalannya, mengakui temuan orang lain, menjalani

prosedur ilmiah tertentu yang sudah disepakati dalam dunia keilmuan atau

mengkomunikasikan hal baru dengan para sejawatnya atau kajian pustaka yang

sudah ada untuk mendapatkan konfirmasi, menjelaskan hasil-hasil temuannya

secara terbuka dan sebenar-benarnya sehingga dapat dimengerti orang lain

sebagaimana ia juga memperoleh bahan-bahan dari orang lain guna mendukung

teori-teori yang dikembangkannya. Karena tanggung jawab ilmuwan merupakan

ikhtiar mulia sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda, apalagi tergelincir

untuk menyalahgunakan ilmu.


“ Ilmu Pengetahuan tanpa Agama lumpuh

Agama tanpa Ilmu Pengetahuan Buta “

DR. Yususf Al-Qaradawi menjelaskan ada tujuh sisi tanggung jawab seorang

ilmuwan muslim, yaitu:

1. Bertanggung jawab dalam hal memelihara dan menjaga ilmu, agar ilmu tetap

ada (tidak hilang),

2. Bertanggung jawab dalam hal memperdalam dan meraih hakekatnya, agar

ilmu itu menjadi meningkat,

3. Bertanggung jawab dalam mengamalkannya, agar ilmu itu berbuah,

4. Bertanggung jawab dalam mengajarkannya kepada orang yang mencarinya,

agar ilmu itu menjadi bersih (terbayar zakatnya),

5. Bertanggung jawab dalam menyebarluaskan dan mempublikasikannya agar

manfaat ilmu itu semakin luas,

6. Bertanggung jawab dalam menyiapkan generasi yang akan mewarisi dan

memikulkan agar mata rantai ilmu tidak terputus, lalu, terutama, bahkan pertama

sekali

7. Bertanggung jawab dalam mengikhlaskan ilmunya untuk Allah SWT semata,

agar ilmu itu diterima oleh Allah SWT.

Kewajiban ilmuwan terhadap masyarakat

Ilmu merupakan hasil karya seseorang yang dikomunikasikan dan dikaji

secara luas oleh masyarakat. Jika hasil karyanya itu memenuhi syarat-syarat

keilmuan, maka karya ilmiah itu, akan menjadi ilmu pengetahuan dan digunakan

oleh masyarakat luas. Maka jelaslah jika ilmuwan memiliki tanggung jawab yang
besar, bukan saja karena ia adalah warga masyarakat, tetapi karena ia juga memiliki

fungsi tertentu dalam masyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan, tidak hanya sebatas

penelitian bidang keilmuan, tetapi juga bertanggung jawab atas hasil penelitiannya

agar dapat digunakan oleh masyarakat, serta bertanggung jawab dalam mengawal

hasil penelitiannya agar tidak disalah gunakan.

Selain itu pula, dalam masyarakat seringkali terdapat berbagai masalah yang

belum diketahui pemecahannya. Maka ilmuwan sebagai seorang yang terpandang,

dengan daya analisisnya diharapkan mampu mendapatkan pemecahan dari masalah

tersebut. Seorang ilmuwan dengan kemampuan berpikirnya mampu mempengaruhi

opini masyarakat terhadap suatu masalah. Ilmuwan mempunyai kewajiban sosial

untuk menyampaikan kepada masyarakat dalam bahasa yang mudah dicerna.

Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberikan perspektif yang benar:

untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat

dimungkinkan.

Tanggung jawab sosial lainnya dari seorang ilmuwan adalah dalam bidang

etika. Dalam bidang etika ilmuwan harus memposisikan dirinya sebagai pemberi

contoh. Seorang ilmuwan haruslah bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik dan

pendapat orang lain, kukuh dalam pendiriannya, dan berani mengakui

kesalahannya. Semua sifat ini beserta sifat-sifat lainnya, merupakan implikasi etis

dari berbagai proses penemuan ilmiah. Seorang ilmuwan pada hakikatnya adalah

manusia yang biasa berpikir dengan teratur dan teliti. Seorang ilmuwan tidak

menolak atau menerima sesuatu secara begitu saja tanpa pemikiran yang cermat.

Disinilah kelebihan seorang ilmuwan dibandingkan dengan cara berpikir orang

awam. Kelebihan seorang ilmuwan dalam berpikir secara teratur dan cermat inilah

yang menyebabkan dia mempunyai tanggung jawab sosial. Dia mesti berbicara

kepada masyarakat sekiranya ia mengetahui bahwa berpikir mereka keliru, dan apa
yang membikin mereka keliru, dan yang lebih penting lagi harga apa yang harus

dibayar untuk kekeliruan itu.Sudah seharusnya pula terdapat dalam diri seorang

ilmuwan sebagai suri tauladan dalam masyarakat.

Dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat

mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya

mereka sadari. Dalam hal ini, berbeda dengan menghadapi masyarakat, ilmuwan

yang elitis dan esoteric, dia harus berbicara dengan bahasa yang dapat dicerna oleh

orang awam. Untuk itu ilmuwan bukan saja mengandalkan pengetahuannya dan

daya analisisnya namun juga integritas kepribadiannya.

Dibidang etika tanggungjawab sosial seseorang ilmuwan bukan lagi

memberi informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil didepan bagaimana

caranya bersifat obyektif, terbuka, menerima kritikan, menerima pendapat orang

lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar dan berani mengakui kesalahan.

Tugas seorang ilmuwan harus menjelaskan hasil penelitiannya sejernih mungkin

atas dasar rasionalitas dan metodologis yang tepat.

Kewajiban ilmuwan terhadap umat

Sebagai seorang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan dengan

tekun dan sungguh-sunggu, seorang ilmuwan memiliki tanggung jawab sebagai

penyeru ke jalan Allah SWT dan petunjuk ke jalan yang benar (amar ma’ruf nahi

mungkar).

Allah berfiraman dalam QS. Al-Ahzab : 46 yang artinya:

“Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi

cahaya yang menerangi”


Kewajiban ilmuwan terhadap bangsa

Kewajiban ilmuwan terhadap bangsa yaitu sebagai khalifah Allah SWT di

bumi. Karena sebagai hamba yang dipercayai oleh Allah SWT, maka seorang

ilmuwan harus bertanggung jawab atas amanat yang dipikulnya.

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa seorang ilmuwan muslim mempunyai

tanggung jawab, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas ilmu yang

dimilikinya. Rasulullah SAW bersabda:

‫ع ْب ٍد يَ ْو َم ال ِقيَا َم ِة َحتهى يُ ْسأ َ َل‬ َ :‫سله َم‬


َ ‫«َل ت َُزو ُل قَدَ َما‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:َ‫ قَال‬،ِ‫ع ْن أَبِي بَ ْرزَ ة َ األ َ ْسلَمِ ي‬
ِ ‫سو ُل ه‬
َ ‫َّللا‬ َ
‫ِيم أَب ََْلهُ» (رواه‬ َ ‫ َو‬،ُ‫ِيم أ َ ْنفَقَه‬
َ ‫ع ْن ِجسْمِ ِه ف‬ َ َ ‫ع ْن َما ِل ِه مِ ْن أَيْنَ ا ْكت‬
َ ‫س َبهُ َوف‬ َ ‫ع ْن ع ِْلمِ ِه ف‬
َ ‫ َو‬،َ‫ِيم فَعَل‬ َ ‫ َو‬،ُ‫ع ُم ِر ِه فِي َما أ َ ْفنَاه‬
ُ ‫ع ْن‬
َ

َ ‫س ٌن‬
)]2417[ ‫صحِ ي ٌح‬ ٌ ‫ َهذَا َحد‬: ‫ وقال‬،‫الترمذي‬
َ ‫ِيث َح‬

Dari Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak

bergeser kedua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ia ditanya

tentang umurnya; dalam hal apa ia menghabiskannya, tentang ilmunya; dalam hal

apa ia berbuat, tentang hartanya; dari mana ia mendapatkannya dan dalam hal

apa ia membelanjakannya, dan tentang pisiknya; dalam hal apa ia

mempergunakannya”. (HR At-Tirmidzi, dan ia berkata: “Ini hadits hasan shahih”,

hadits no. 2417).

Kontribusi bagi kemajuan bangsa

Aspek-aspek yang membawa kemajuan bangsa sangatlah banyak diantaranya :

a. Aspek Idiologi

Memelihara keyakinan dan kebudayaan bangsa Berupaya membangun jaringan-

jaringan yang kuat untuk memfilter budaya yang masuk akibat globalisasi

Memberikan pemahaman
b. Aspek politik

Kompleksitas masyarakat dan kepentingan-kepentingannya menuntut adanya

pemikiran-pemikiran untuk membina dan membangun masyarakat agar tidak

terjadi instabilitasi politik sehingga dalam bernegara para ilmuwan dapat

memberikan solusi terhadap problem-problem yang terjadi.

c. Aspek ekonomi

Idealnya bagi bangsa yang maju adalah adanya pembelajaran di sektor ekonomi

yang adil dan merata karena keberhasilan ekonomi akan meningkatkan taraf hidup

bangsa. Maka para ilmuwan merencanakan pertumbuhan ekonomi dengan cermat

dan dapat memberikan solusi agar pertumbuhan tersebut berkesinambungan serta

tercipta kesetiakawanan agar terhindar dari kecemburuan.

C. Tokoh Ilmuwan Muslim

NO NAMA NAMA LATIN KARYANYA DAN


TERJEMAHAN

1 Abu Abas Alfarghani Alfraganus Pengantar Kepada


Ilmu Bintang

2 Abu Ali Al Haitsam Alchazen Kamus Optika

3 Jabir Ibn Hayyan Geber Ilmu Kimia

4 Ali ibn Isa Jeru Haly Catatan Bagi Dokter


Mata

5 Al Uqlidisi Ahli Matematika

6 Abbas Az-zahrawi Abulcasis Ilmu Bedah

7 Dst.
DAFTAR PUSTAKA

http://fatwarislani.blogspot.com/2015/03/makalah-karya-monumental-umat-
islam.html
https://bedabedablog.wordpress.com/2016/12/28/zaman-kejayaan-islam-di-
bidang-
iptek/#:~:text=Masa%20kejayaan%20Islam%2C%20terutama%20dalam,men
jadi%20referensi%20ilmu%20pengetahuan%20modern.
https://id.quora.com/Apa-penyebab-kemajuan-dan-kemunduran-umat-Islam-di-
bidang-IPTEK
https://asbarsalim009.blogspot.com/2015/03/upaya-upaya-kebangkitan-kembali-
umat.html
http://inafauzia95.blogspot.com/2015/05/hakikat-ipteks-dalam-pandangan-
islam.html
https://asbarsalim009.blogspot.com/2015/03/kewajiban-menuntut-ilmu-
mengembangkan.html
https://asbarsalim009.blogspot.com/2015/03/etika-pengembangan-dan-penerapan-
ipteks.html
https://inafauzia95.blogspot.com/2015/05/integrasi-islam-dan-ilmu-
pengetahuan.html
https://inafauzia95.blogspot.com/2015/05/paradigma-pengembangan-ipteks.html
https://www.gaulislam.com/paradigma-ekonomi-islam
http://www.makalah.co.id/2015/10/makalah-ekonomi-islam-lengkap.html
https://inafauzia95.blogspot.com/2015/05/dakwah-bil-hal-melalui-pengembangan-
dan.html
https://asbarsalim009.blogspot.com/2015/04/tanggung-jawab-ilmuwan-muslim-
dalam.html

Anda mungkin juga menyukai