AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN IV
OLEH;
WA HARDIAWATI HARI
NPM 161901163
FALKUTAS EKONOMI
2021
Materi Pertemuan Pertama Tentang “KARYA MONUMENTAL UMAT
ISLAM DALAM IPTEKS”
Berikut ini adalah beberapa penemu atau ilmuan muslim yang sangat
berpengaruh terhadap ilmu pengetahuan yang hingga sekarang masih bermanfaat
dan masih digunakan.
1. Al khawarizmi: ia adalah seorang yang menemukan ilmu aljabar di dalam
matematika.
2. ibnu sina ia adalah: membuat buku tentang kedoteran
3. jabbir ibnu hayyan: ahli kimia yang di kenal sebagai bapak kimia
4. albiruni: meletakkan dasar-dasar satu cabang keilmuan tertua yang
berhubungan dengan lingkungan fisik bumi. Dia di nobatkan sebagai bapak
antropologi, idiologi
5. Abu alzahwari: penemu tehnik patah tulang dan membuat kitab untuk
menyembuhkan luka pada saat oprasi
6. ibnu haitham: dikenal sebagai bapak ilmu mata yang mengurai bagai mana
mata bekerja
7. Ar razi: orang pertama yang bia menjelaskan tentang penyakit cacar dan
juga alergi asma dan demam sebagai daya mekanisme tubuh.
Di masa modern sekarang ini, banyak umat Islam yang bersikap masa bodoh
tentang perkembangan ilmu pengetahuan . Sikap ini kemudian
menyebabkan etos belajar yang menurun dari masa ke masa. Kemunduran
inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh bangsa Barat untuk melewati
pencapaian peradaban Islam. Nabi SAW bersabda
Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”, “Tuntutlah ilmu dari lahir sampai
liang lahat.” Inilah sebuah hadist yang menggugah umat Islam untuk
mencari ilmu dimanapun dan kapanpun.
Menurut Ibnu Khaldun, hancurnya suatu peradaban diakibatkan oleh hal-
hal berikut.
a. Penindasan penguasa dan ketidakadilan.
b. Despotisme atau kezaliman.
c. Orientasi kemewahan masyarakat.
d. Egoisme.
e. Opporyunisme.
f. Penarikan pajak secara berlebihan.
g. Keikutsertaan penguasa dalam kegiatan ekonomi rakyat.
h. Rendahnya komitmen masyarakat terhadap agama.
i. Penggunaan pena dan pedang secara tidak tepat.
Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak.
Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan
dan teknologi. Demikian pula sebaliknya. Dalam pola hubungan seperti ini,
pengembangan iptek akan menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran agama
dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran
ilmu pengetahuan. Orang yang ingin menekuni ajaran agama akan cenderung untuk
menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh manusia. Pola
hubungan pertama ini pernah terjadi di zaman Galileio-Galilei. Ketika Galileo
berpendapat bahwa bumi mengitari matahari sedangkan gereja berpendapat bahwa
matahari lah yang mengitari bumi, maka Galileo dipersalahkan dan dikalahkan. Ia
dihukum karena dianggap menyesatkan masyarakat (Furchan, 2009).
Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama.
Ketika kebenaran iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak
dapat disangkal sementara keyakinan akan kebenaran agama masih kuat di hati,
jalan satu-satunya adalah menerima kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa
masing-masing mempunyai wilayah kebenaran yang berbeda. Kebenaran agama
dipisahkan sama sekali dari kebenaran ilmu pengetahuan. Konflik antara agama dan
ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan dengan menganggapnya berada pada
wilayah yang berbeda. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek tidak
dikaitkan dengan penghayatan dan pengamalan agama seseorang karena keduanya
berada pada wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun komunal,
pengembangan yang satu tidak mempengaruhi pengembangan yang lain. Pola
hubungan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler yang sudah terbiasa
untuk memisahkan urusan agama dari urusan negara/masyarakat (Furchan, 2009).
Pola hubungan ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan
ini, kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu
pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati ajaran agama tidak
bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek sama sekali.
Dalam masyarakat di mana pola hubungan seperti ini terjadi, penghayatan agama
tidak mendorong orang untuk mengembangkan iptek dan pengembangan iptek
tidak mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama. Keadaan
seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler. Karena masyarakatnya sudah
terbiasa dengan pemisahan agama dan negara/masyarakat, maka. ketika agama
bersinggungan dengan ilmu, persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak
karena tampak terasa aneh apabila dikaitkan (Furchan, 2009).
Hukum-hukum Allah pada makhluknya ada dua jenis yang bertulis dan
tidak tertulis. Hukum Allah yang tertulis itu yang diwahyukannya kepada para Nabi
dan Rasul terhimpun dalam kitab -kitab suci yang empat dan yang terakhir ialah Al
Qur'an. Ciri-ciri khas hukum Allah tertulis ini reaksi waktunya ( time response)
lebih panjang, mungkin lebih panjang dari usia manusia dan tidak dapat diketahui
secara ekperimen menurut persayaratan ilmu. Umpamanya orang yang beriman,
beribadah dan yang bertaqwa dijanjikan kehidupan yang baik, sejahtera dan
kebahagiaan, disebaliknya orang yang zalim, munafiq, fasiq dan kufur (kafir)
diancam dengan hukuman kehinaan dan kebinasaan (azab dan seksa yang amat
pedih). Hukum Tuhan pasti berlaku terhadap kebaikan seseorang yang taat kepada
Tuhan dan kehinaan keatas mereka yang durhaka kepada Tuhan. Maka yang
dimaksudkan reaksi waktunya lebih panjang dari umur manusia kerana tidak dapat
dibuktikan oleh pengamatan akal yang bersifat manusiawi dan dengan ekperimen.
Hukum Tuhan yang tidak tertulis ciri-ciri khasnya ialah reaksi waktu (time
response) pendek dari usia manusia, ia boleh dilakukan penelitian dan ekperimen
selain itu ia tidak melibatkan manusia. Contoh air yang mendidih 100°C. Jika satu
liter air dimasak memerlukan waktu 10 menit untuk mendidih, maka yang 10 minit
itulah disebut reaksi waktu yang jauh lebih pendek dari umur manusia, sehingga
didih air dapat diketahui dengan mengukur suhu air itu mendidih, begitu juga
hukum gaya berat gravitasi, dan semuanya ini tidak diwahyukan Allah dalam Al
Qur'an. Hikmahnya supaya manusia menggunakan anugerah Tuhan amat istimewa
yang bernama akal itu akan perlu adanya ekperimen atau pengembangan ilmu dan
teknologi. Sekiranya Allah itu mewahyukan semua hukum-hukumnya, maka
tentulah manusia itu diciptakan serupa dengan robot dan tidak dinamik lagi.
Maka inilah dinamakan hukum Allah itu pasti (exact), objektif dan tetap. Hukum-
hukum Allah itu tidak pernah berubah sejak diciptakan alam semesta ini, dan tidak
akan berubah sampai hancurnya alam ini (kiamat besar). Sejak diciptakan, misalnya
air mengalir tentunya dari tempat tinggi ke tempat rendah, tetapi tidak pula
disebaliknya. Demikian juga dalam keadaan biasa tidak pernah air itu mendidih
dalam keadaan suhu 10°C tapi selalu dalam suhu 100°C. Sebelum Newton lahir,
setiap batu yang diangkat kemudian dilepaskan tidak pernah melayang-layang,
tetapi ia jatuh dengan mudah. Hukum gravitasi adalah hukam Allah s.w.t. yang
pertama kali dipopulerkan oleh Newton(1642-1727) seorang filosuf dan Ilmuan
Barat (Inggeris.)
Menurut beberapa ayat Al-Qur'an, seperti al-Isra, 17:77; al-Fath, 48:23; al-
Ahzab, 33:62; ada keniscayaan bagi sunnatullah (hukum-hukum kemasyarakatan)
itu, tidak ubahnya dengan hukum-hukum alam atau yang berkaitan dengan materi.
Hukum-hukum alam sebagaimana hukum kemasyarakatan bersifat umum dan
pasti, tidak satupun di negeri manapun orang dapat terbebaskan dari sanksi bila
melanggarnya. Hukum-hukum itu tidak memperingatkan siapa yang melanggarnya
dan sanksinya pun membisu sebagaimana membisunya hukum itu sendiri.
Masyarakat dan jenis manusia yang tidak membedakan antara yang haram dan yang
halal akan terbentur oleh malapetaka, ketercabikan, dan kematian. Ini semata-mata
adalah sanksi otomatis, karena kepunahan adalah akhir dari semua mereka yang
melanggar hukum alam/ kemasyarakatan.
Al-Qur'an berbicara tentang sunnatullah dalam konteks perubahan sosial,
yaitu al-Anfal, 8:53; dan al-Ra'd, 13:11. kedua ayat diatas berbicara tentang
perubahan, ayat pertama berbicara tentang perubahan nikmat, sedang ayat kedua
yang menggunakan kata "ma" (apa) berbicara tentang perubahan apapun, baik dari
nikmat (positif) menuju niqmah (negatif, murka Ilahi) maupun dari negatif ke
positif.
Materi Pertemuan Ke tiga Tentang “Kewajiban Menuntuk Ilmu,
Mengembangkan dan Mengamalkannya’’
Jumhur ulama sepakat, tidak ada dalil yang lebih tepat selain wahyu pertama
yang disampaikan Allah SWT kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw sebagai
landasan utama perintah untuk menuntut ilmu. Dijelaskannya pula sarana untuk
mendapatkannya, disertai bagaimana nikmatnya memiliki ilmu, kemuliaannya, dan
urgensinya dalam mengenal ke-Maha Agung-an Sang Khalik dan mengetahui
rahasia penciptaan serta menunjukkan tentang hakikat ilmiah yang tetap.
Sebagaimana firman-Nya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara
kalam (baca tulis). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”.
(Q.S. Al ‘Alaq [96]: 1-5).
Dalam ayat yang lain, Allah SWT juga berfirman : “…Katakanlah : “
Adakah sama orang-orang yang mengetahui (ilmu agama Islam) dengan orang-
orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran”. (Q.S. Az Zumar [39]: 9).
Para mufasir menyimpulkan firman Allah di atas, bahwa :
1) Tidaklah sama antara hamba Allah yang memahami ilmu agama Allah,
yaitu yang menyadari dirinya, memahami tanda-tanda kekuasaan Allah, dan
mentaati segala perintah dan larangan-Nya, dengan orang-orang yang
mendustakan nikmat-nikmat Allah, yang tidak mau mempelajari ilmu
agama Allah;
2) Hanya orang-orang yang berakal sehatlah yang dapat mengambil hikmah
atau pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan Allah.
Para ulama telah mewarisi ilmu yang telah dibawa oleh para Nabi, dan
melanjutkan peranan dakwah di tengah-tengah umatnya untuk menyeru kepada
Allah dan ketaatan kepada-Nya. Juga melarang dari perbuatan maksiat serta
membela agama Allah. Mereka berkedudukan seperti rasul-rasul antara Allah dan
hamba-hamba-Nya dalam memberi nasehat, penjelasan dan petunjuk, serta untuk
menegakkan hujjah, menepis alasan yang tak berdalih dan menerangi jalan.
Muhammad bin al-Munkadir berkata, “Sesungguhnya orang alim itu perantara
antara Allah dan hamba-hamba-Nya, maka perhatikanlah bagaimana dia bisa
masuk di kalangan hamba-hamba-Nya.”
Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Manusia yang paling agung kedudukannya
adalah yang menjadi perantara antara Allah dengan hamba-hamba-Nya, yaitu para
Nabi dan ulama.” Sahl bin Abdullah berkata, “Barangsiapa yang ingin melihat
majlisnya para Nabi, maka hendaklah dia melihat majelisnya para ulama, dimana
ada seseorang yang datang kemudian bertanya, ‘Wahai fulan apa pendapatmu
terhadap seorang laki-laki yang bersumpah kepada istrinya demikian dan
demikian?’ Kemudian dia menjawab, ‘Istrinya telah dicerai.’ Kemudian datang
orang lain dan bertanya, ‘Apa pendapatmu tentang seorang laki-laki yang
bersumpah pada istrinya demikian-demikian?’ Maka dia menjawab, ‘Dia telah
melanggar sumpahnya dengan ucapannya ini.’ Dan ini tidak dimiliki kecuali oleh
Nabi atau orang alim. (maka cari tahulah tentang mereka itu).” Maimun bin Mahran
berkata, “Perumpamaan seorang alim disuatu negeri itu, bagaikan mata air yang
tawar di negeri itu.”
Jikalau para ulama memiliki kedudukan dan martabat yang tinggi seperti
itu, maka wajib atas orang-orang yang awam untuk menjaga kehormatan serta
kemuliaannya. Dari Ubadah bin Ashomit radhiyallahu ‘anhu bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Bukan termasuk umatku orang
yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda,
dan tidak tahu kedudukan ulama.” Dan di antara hak para ulama adalah mereka
tidak diremehkan dalam hal keahlian dan kemampuannya, yaitu menjelaskan
tentang agama Allah, serta penetapan hukum-hukum dan yang semisalnya dengan
mendahului mereka, atau merendahkan kedudukannya, serta sewenang-wenang
dengan kesalahannya, juga menjauhkan manusia darinya atau perbuatan-perbuatan
yang biasa dilakukan oleh orang-orang jahil yang tidak tahu akan kedudukan dan
martabat para ulama.
Satu hal yang sudah maklum bagi setiap orang, bahwa mempercayakan setiap
cabang-cabang ilmu tidak dilakukan kecuali kepada para ahli dalam bidangnya.
Jangan meminta pendapat tentang kedokteran kepada makanik, dan jangan pula
meminta pendapat tentang senibena kepada para dokter, maka janganlah meminta
pendapat dalam suatu ilmu kecuali kepada para ahlinya. Maka bagaimana dengan
ilmu syariah, pengetahuan tentang hukum-hukum dan fiqh kontemporer?
Bagaimana kita meminta pendapat kepada orang yang tidak terkenal alim
mengenainya dan tidak pula punya kemampuan memahaminya jauh sekali sebagai
ulama yang mujtahid dan para imam yang kukuh ilmunya serta ahli fiqh yang
memiliki keupayaan sebagai ahli istimbath? Allah Ta’ala berfirman: "Dan apabila
sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka
(langsung) menyiarkannya, (padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada
Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan
ulil amri). Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah
kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu). (QS. an-Nisa`:
83)
Dan yang dimaksud dengan Ulil Amri dalam ayat ini adalah para ulama
yang 'Alim dan cermat dalam beristimbath hukum-hukum syariat baik dari kitab
maupun sunnah, karena nash-nash yang jelas tidaklah cukup untuk menjelaskan
seluruh permasalahan kontemporer dan hukum-hukum terkini, dan tidaklah begitu
mahir untuk beristimbath serta mengerluarkan hukum-hukum dari nash-nash
kecuali para ulama yang berkelayakan. Abul ‘aliyah mengatakan tentang makna
“Ulil Amri” dalam ayat ini, “Mereka adalah para ulama, tidakkah kamu tahu Allah
berfirman, ‘(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri
di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan
dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)’.” Al-
Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam Fath al-Bari: Ibnu Attin menukil dari ad-
Dawudi, bahwasanya beliau menafsirkan firman Allah Ta’ala “Dan Kami turunkan
az-Zikir (al-Qur`an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka.” An-Nahl : 44, berkata: Allah Ta’ala banyak
menurunkan perkara-perkara yang masih bersifat global, kemudian ditafsirkan oleh
Nabi-Nya apa-apa yang diperlukan pada waktu itu, sedangkan apa-apa yang belum
terjadi pada saat itu, penafsirannya di wakilkan kepada para ulama. Sebagaimana
firman Allah Ta’ala : (padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan
ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka. (QS. an-
Nisa`: 83)
Materi Pertemuan Ke Empat Tentang “ETIKA PENGEMBANGAN DAN
PENERAPAN IPTEKS DALAM PANDANGAN ISLAM“
b. Pengertian nilai
Filsafat sebagai “phylosophy of life” mempelajari nilai-nilai yang ada dalam
kehidupan dan berfungsi sebagai pengontrol terhadap keilmuan manusia. Teori
nilai berfungsi mirip dengan agama yang menjadi pedoman kehidupan manusia.
Dalam teori nilai terkandung tujuan bagaimana manusia mengalami kehidupan dan
memberi makna terhadap kehidupan ini. Nilai, bukan sesuatu yang tidak eksis,
sesuatu yang sungguh-sungguh berupa kenyataan, bersembunyi dibalik kenyataan
yang tampak, tidak tergantung pada kenyataan- kenyataan lain, mutlak dan tidak
pernah mengalami perubahan (pembawa nilai bisa berubah).
c. Paradigma ilmu
Ilmu terbagi menjadi dua pandangan yaitu ilmu bebas nilai (value free) dan
ilmu terikat nilai/ ilmu tak bebas nilai (value bound)
• Paradigma ilmu bebas nilai
Ilmu bebas nilai dalam bahasa Inggris sering disebut dengan value free, yang
menyatakan bahwa ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu secara otonom
tidak memiliki keterkaitan sama seklai dengan nilai. Bebas nilai berarti semua
kegiatan terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu
itu sendiri. Ilmu menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki
menentukan ilmu itu sendiri.
Josep Situmorang menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada 3 faktor sebagai
indikator bahwa ilmu itu bebas nilai, yaitu:
a. Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai. Maksudnya adalah
bahwa ilmu harus bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologis, religious,
cultural, dan social.
b. Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin.
Kebebasan di sisni menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
c. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding
menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat universal.
Dalam pandangan ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas dapat
dibenarkan, karena hal tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkdang
hal tersebut dapat merugikan lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air
condition, yang ternyata berpengaruh pada pemansan global dan lubang ozon
semakin melebar, tetapi ilmu pembuatan alat pendingin ruangan ini semata untuk
pengembangan teknologi itu dengan tanpa memperdulikan dampak yang
ditimbulakan pada lingkungan sekitar. Setidaknya, ada problem nilai ekologis
dalam ilmu tersebut, tetapi ilmu bebas nilai menganggap nilai ekologis tersebut
menghambat perkembangan ilmu.
Ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai – nilai yang letaknya di
luar ilmu pengetahuan, hal ini dapat juga di ungkapkan dengan rumusan singkat
bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas. Maksud dari kata kebebasan adalah
kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak subyek bersangkutan untuk
memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan diri dan bukan
penentuan dari luar. Jika dalam suatu ilmu tertentu terdapat situasi bahwa ada
berbagai hipotesa atau teori yang semuanya tidak seluruhnya memadai, maka sudah
jelas akan di anggap suatu pelanggaran kebebasan ilmu pengetahuan, bila suatu
instansi dari luar memberi petunjuk teori mana harus di terima. Menerima teori
berarti menentukan diri berdasarkan satu – satunya alasan yang penting dalam
bidang ilmiah, yaitu wawasan akan benarnya teori. Apa yang menjadi tujuan
seluruh kegiatan ilmiah disini mecapai pemenuhannya. Dengan demikian
penentuan diri terwujud sunguh – sungguh.Walaupun terlihat dipaksakan, namun
penentuan diri ini sungguh bebas, karena dilakukan bukan berdasarkan alasan –
alasan yang kurang dimengerti subyek sendiri melainkan berdasarkan wawasan
sepenuhnya tentang kebenaran.
Tokoh sosiologi, Weber menyatakan bahwa ilmu sosial harus bebas nilai,
tetapi ilmu-ilmu sosial harus menjadi nilai yang relevan. Weber tidak yakin ketika
para ilmuwan sosial melakukan aktivitasnya seperti mengajar dan menulis
mengenai bidang ilmu sosial mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu.
Nilai-nilai itu harus diimplikasikan oleh bagian-bagian praktis ilmu sosial jika
praktik itu mengandung tujuan atau rasional. Tanpa keinginan melayani
kepentingan segelintir orang, budaya, maka ilmuawan sosial tidak beralasan
mengajarkan atau menuliskan itu semua. Suatu sikap moral yang sedemikian itu
tidak mempunyai hubungan objektivitas ilmiah.
Dengan bebas nilai kita maksudkan suatu tuntutan dengan mengajukan kepada
setiap kegiatan ilmiah atas dasar hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Orang yang
mendukung bebas nilai ilmu pengetahuan akan melakukan kegiatan ilmiah
berdasarkan nilai yang khusus yang diwujudkan ilmu pengetahuan. Karena
kebenaran dijunjung tinggi sebagai nilai, maka kebenaran itu dikejar secara murni
dan semua nilai lain dikesampingkan.
Peran pertama yang dimainkan Islam dalam ipteks, yaitu aqidah Islam harus
dijadikan basis segala konsep dan aplikasi ipteks. Inilah paradigma Islam
sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw.
Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat
ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini
umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat
dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep
ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan,
mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem
ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi
paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep
pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya
Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam.
Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental
dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini,
dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham
sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan
manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam
dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari
al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi
benar salahnya dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits
Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus
dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum
syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun
juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh
syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah
diharamkan syariah Islam.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang
mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan
iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).
ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya[528].
Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya). (Qs. al-Araaf [7]:
3).
[528] Maksudnya: pemimpin-pemimpin yang membawamu kepada kesesatan.
Sabda Rasulullah Saw:
Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya,
maka perbuatan itu tertolak. [HR. Muslim].
Materi Pertemuan Ke Lima Tentang “INTEGRASI ISLAM DAN ILMU
PENGETAHUAN”
10) Dia-lah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu,
sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya menyuburkan tumbuh-tumbuhan,
yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu.
11) Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun,
korma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.
12) Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan
bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang memahami(nya),
13) dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini
dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran.
14) Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat
memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari
lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya,
dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu
bersyukur.
15) Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak
goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar
kamu mendapat petunjuk,
16) dan Dia ciptakan) tanda-tanda (penujuk jalan). Dan dengan bintang-bintang
itulah mereka mendapat petunjuk.
17) Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat
menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
Allah swt. tidak menampilkan wujud DzatNya Yang Maha Hebat di hadapan
makhluk-makhlukNya secara langsung dan dapat dilihat seperti kita melihat sesama
makhluk. Maka, segala sesuatu yang tampak dan dapat dilihat dengan mata kepala
kita, pasti itu bukan tuhan. Allah menganjurkan kepada manusia untuk mengikuti
Nabi Muhammad SAW supaya berpikir tentang makhluk-makhluk Allah. Jangan
sekali-kali berpikir tentang Dzat Allah. Makhluk-makhluk yang menjadi tanda
kebesaran dan keagungan Allah inilah yang disarankan di dalam banyak ayat Al-
Qur’an agar menjadi bahan berpikir tentang kebesaran Allah.
a) Ayat Qauliyah
Ayat-ayat qauliyah adalah ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah swt. di dalam
Al-Qur’an. Ayat-ayat ini menyentuh berbagai aspek, termasuk tentang cara
mengenal Allah.
QS. At-Tin (95) ayat 1-5 , yang artinya :
Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah)
ini yang aman; sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-
rendahnya (neraka).
b) Ayat Kauniyah
Ayat kauniyah adalah ayat atau tanda yang wujud di sekeliling yang diciptakan
oleh Allah. Ayat-ayat ini adalah dalam bentuk benda, kejadian, peristiwa dan
sebagainya yang ada di dalam alam ini. Oleh karena alam ini hanya mampu
dilaksanakan oleh Allah dengan segala sistem dan peraturanNya yang unik, maka
ia menjadi tanda kehebatan dan keagungan Penciptanya.
QS. Nuh (41) ayat 53 , yang artinya :
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa
Al-Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu
menjadi saksi atas segala sesuatu ?
Secara garis besar, Allah menciptakan ayat dalam dua jalan keduanya saling
menegaskan dan saling terkait satu sama lainnya. Hal ini membuktikan bahwa
kemampuan manusia untuk memaham keduanya adalah keniscayaan. Allah tidak
hanya memberikan perintah untuk sekedar memahami ayat-ayat Allah berupa
Qauliyah, tetapi juga untuk melihat fenomena alam ini.
Alam adalah ayat Allah SWT yang tidak tertuang dalam bentuk perkataan
Allah untuk dibaca dan dihafal. Tetapi alam adalah ayat Allah yang semestinya
dieksplore dan digali sedalam-dalamnya untuk semakin manusia mendekatkan diri
pada kemahakuasaan Allah SWT .
Berangkat dari kesadaran tentang realitas atas tangkapan indra dan hati,
yang kemudian diproses oleh akal untuk menentukan sikap mana yang benar dan
mana yang salah terhadap suatu obyek atau relitas. Cara seperti ini bisa disebut
sebagai proses rasionalitas dalam ilmu. Sedangkan proses rasionalitas itu mampu
mengantarkan seseorang untuk memahami metarsional sehingga muncul suatu
kesadaran baru tentang realitas metafisika, yakni apa yang terjadi di balik obyek
rasional yang bersifat fisik itu. Kesadaran ini yang disebut sebagai transendensi.
Firman Allah (QS. Al-Imran : 191), yang artinya :
(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-
sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka
Dalam pandangan seorang muslim ayat qauliyah akan memberikan
petunjuk/isyarat bagi kebenaan ayat kauniyah, misalnya surat An-Nur (24):43
mengisyaratkan terjadinya hujan, surat Al-Mukminun (23) : ayat 12-14
mengisyaratkan tetang keseimbangan dan kesetabilan pada istem tata surya, surat
Al-Ankabut (29) : ayat 20 mengisyaratkan adanya evolusi pada penciptaan makhluk
di bumi, surat AZ-Zumar (39) : ayat 5 dan surat an-Naml (27) : ayat 28
mengisyaratkan adanya rotasi bumi dan bulatnya bumi, sebaliknya ayat kauniyah
akan menjadi bukti (Al-Burhan) bagi kebenaran ayat qauliyah (lihat surat Al-
Fushshilat 41: ayat 53)
Isyarat adanya fenomena “siklus hidrologi” dapat kata lihat pada surat An-
Nur (24) ayat 43,
Artinya :
Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, Kemudian
mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, Kemudian menjadikannya bertindih-
tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah
(juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-
gumpalan awan seperti) gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran)
es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang
dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan
penglihatan. ( QS. An – Nur : 43 )
Pada ayat diatas, menunjukkan adanya proses inti yang sedang berlangsung
dan merupakan bagian dari proses “siklus hidrologi.”Kedua proses itu, yaitu proses
penguapan (evaparasi)yang ditunjukkan dengan kata “awan”dan proses hujan
(presipitasi)yang berupa keluarnya air dan butiran es dari awan.
Dengan demikian, pada pasal ini akan dijelaskan dan diberikan contoh
hubungan antara ayat Qauliyah sebagai petunjuk wahyu yang memberikan isyarat
global tentang fenomena iptek, untuk membantu menjelaskan dan mencocokkan
terhadap ayat Kauniyah. Banyak sekali contoh yang dapat dikemukakan, akan
tetapi karena keterbatasan ruang, maka dalam hal ini akan dikemukakan dua contoh
saja yang amat terkenal yaitu “Siklus Hidrologi” dan “Konsep Tentang Alam
Semesta”.
Materi Pertemuan Ke Enam Tentang “PARADIGMA PENGEMBANGAN
IPTEKS”
A. Pengertian IPTEKS
Ilmu dalam bahasa Arab `ilm berarti memahami, mengerti atau mengetahui. `Ilm
menurut bahasa berarti kejelasan, karena itu segala kata yang terbentuk dari akar
katanya mempunyai ciri kejelasan. Misalnya: `alam (bendera), `ulmat (bibir
sumbing), a`lam (gunung-gunung), `alamat (alamat), dan sebagainya. Ilmu adalah
pengetahuan yang jelas tentang segala sesuatu.
Ilmu atau sains memiliki arti lebih spesifik yaitu usaha mencari pendekatan rasional
dan pengumpulan fakta-fakta empiris, dengan melalui pendekatan keilmuan akan
didapatkan sejumlah pengetahuan atau juga dapat dikatakan ilmu adalah sebagai
pengetahuan yang ilmiah.
Menurut Jan Hendrik Rapar menjelaskan bahwa pengetahuan ilmiah (scientific
knowledge) adalah pengetahuan yang diperoleh lewat penggunaan metode-metode
ilmiah yang lebih menjamin kepastian kebenaran yang dicapai Pengetahuan yang
demikian dikenal juga dengan sebutan science.
Teknologi adalah penerapan ilmu-ilmu dasar untuk memecahkan masalah guna
mencapai suatu tujuan tertentu, atau dapat dikatakan juga teknologi adalah ilmu
tentang penerapan ilmu pengetahuan untuk memenuhi suatu tujuan.
Teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu
pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Perkembangan iptek, adalah
hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan
mengembangkan iptek.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah suatu cara menerapkan kemampuan teknik yang
berlandaskan ilmu pengetahuan dan berdasarkan proses teknis tertentu untuk
memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan terpenuhinya suatu tujuan.
َعاقِبَةُ ال ُم َك ِذِّبِين
َ َف َكان
َ ظ ُروا كَي ِ سنَن فَسِي ُروا فِي األَر
ُ ض فَان ُ قَد َخلَت مِ ن قَب ِل ُكم
Artinya: “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah;
Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat
orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. (QS. Ali Imran: 137)
َ )ث ُ َّم َيأتِي مِ ن َبع ِد ذلِك47( َسنبُ ِل ِه ِإلَّ قَلِيلا مِ َّما ت َأ ُكلُون َ سب َع ِسنِينَ دَأ َ َبا فَ َما َح
ُ صدتُم فَذَ ُروهُ فِي َ َقَا َل تَز َرعُون
)48( َصنُون ِ سبع ِشدَاد يَأ ُكلنَ َما قَدَّمتُم لَ ُه َّن ِإلَّ قَلِيلا مِ َّما تُح
َ
Artinya: "Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya)
sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya
kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun
yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya
(tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. (QS. Yusuf:
47-48)
َ ) ِإ َّن الَّذِين6( َار َج َهنَّ َم خَا ِلدِينَ فِي َها أُولَئِكَ هُم شَر البَ ِريَّ ِة
ِ ب َوال ُمش ِركِينَ فِي ن ِ إِ َّن الَّذِينَ َكف َُروا مِ ن أَه ِل ال ِكتَا
ُ عدن تَج ِري مِ ن تَحتِ َها األَن َه
ار َ ُ ) َجزَ ا ُؤهُم عِندَ َربِِّ ِهم َجنَّات7( ت أُولَئِكَ هُم خَي ُر البَ ِريَّ ِة َّ عمِ لُوا ال
ِ صا ِل َحا َ آ َ َمنُوا َو
َُربَّه ِي
َ َخش ِل َمن َعنهُ ذَلِك َ َو َرضُوا عن ُهم
َ ُي للا َ ض ِ َر فِي َها أ َ َبداا َخَا ِلدِين
(8)
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang
yang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya.
mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap
mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi
orang yang takut kepada Tuhannya. (Qs. Bayinah: 6-8)
Artinya: Hai sekumpulan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
(melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat
menembusnya kecuali dengan kekuatan (sulthon). (QS. Ar Rahman: 33)
ى ِإذَاَّ اس َواألَن َعا ُم َحت ُ َّض مِ َّما َيأ ُك ُل النِ ط ِب ِه نَ َباتُ األَر
َ َس َماءِ فَاختَل َّ ِإنَّ َما َمث َ ُل ال َح َيا ِة الدن َيا َك َماء أَنزَ لنَاهُ مِ نَ ال
صيداا ِ ارا فَ َج َعلنَاهَا َح علَي َها أَت َاهَا أَم ُرنَا لَيلا أَو نَ َه ا
َ َظ َّن أَهلُ َها أَن ُهم قَاد ُِرون
َ ض ُزخ ُرفَ َها َوازَ يَّنَت َو ُ ت األَر ِ َأَ َخذ
َت ِلقَوم يَّت َ َف َّك ُرون َ
ِ َص ُل اآليَا َ َّ
ِّ ِ َكأن لم ت َغنَ بِاألم ِس َكذَلِكَ نُفَ
Pilihan pertama dilakukan apabila orang tersebut merasa lemah dan tidak kuat
untuk menanggulangi dampak negatif globalisasi itu. Dalam mempertimbangkan
dampak positif dan negatif kemajuan iptek dan globalisasi, ia melihat bahwa
'mudharat' globalisasi tersebut lebih besar daripada 'manfaatnya'. Akibatnya, ia
menolak kehadiran kemajuan iptek tersebut dan tidak mau bersentuhan
dengannya. Dalam kasus bangsa, pemerintah menutup masuknya informasi dari
luar tanpa pandang bulu karena takut kalau-kalau rakyatnya akan terpengaruh oleh
nilai-nilai dari luar yang mungkin akan berdampak negatif.
Pilihan ke dua dilakukan bila orang tersebut merasa bingung. Di satu pihak, ia
mengetahui dampak positifnya kemajuan teknologi komunikasi itu tetapi, di lain
fihak, ia juga mengetahui dampak negatif dari globalisasi tersebut. Ia tidak dapat
memutuskan apakah akan merangkul ataukah menolak kemajuan teknologi yang
berdampak globalisasi itu. Akibatnya, ia membiarkan saja kemajuan teknologi itu
melanda bangsanya dan berpura-pura yakin, atau berharap, bahwa globalisasi itu
tidak membawa dampak negatif bagi masyarakatnya.
Pilihan ke tiga dilakukan oleh orang yang tidak bingung. Ia menyadari akan
dampak positif dan negatif dari kemajuan iptek yang masuk ke negaranya, termasuk
dampak globalisasi masyarakatnya. Berbeda dengan pemilih skenario ke dua, ia
dengan seksama memilah-milah mana dampak positif dari kemajuan iptek dan
globalisasi itu bagi dirinya dan mana dampak negatifnya. Dengan mengetahui di
bidang mana kemajuan iptek dan globalisasi itu akan membawa dampak negatif, ia
mempersiapkan diri agar tidak terpengaruh oleh kemajuan iptek dan globalisasi itu
secara negatif.
"Pembinaan dan pemantapan kepribadian bangsa senantiasa memperhatikan
pelestarian nilai luhur budaya bangsa yang bersumber pada kebhinekaan budaya
daerah dengan tidak menutup diri terhadap masuknya nilai positif budaya bangsa
lain untuk mewujudkan dan mengembangkan kemampuan dan jati diri serta
meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Pemanfaatan,
pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
penyelenggaraan pembangunan harus meningkatkan kecerdasan dan nilai
tambah dengan mengindahkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya
bangsa serta kondisi lingkungan dan kondisi masyarakat." Menurut pernyataan itu,
bangsa Indonesia tidak perlu menutup diri terhadap masuknya nilai-nilai positif
budaya bangsa lain guna mengembangkan jati dirinya. Nilai-nilai agama, budaya
bangsa, kondisi lingkungan dan masyarakat Indonesia dipakai sebagai pagar atau
rambu-rambu bagi penerapan iptek di Indonesia hingga tak berdampak negatif pada
masyarakat dan bangsa.
Materi Pertemuan Ke Tujuh Tentang “PARADIGMA ISLAM TENTANG
ILMU EKONOMI”
Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang pengelolaan harta
benda menurut perpektif Islam (tadb?®r syu’un al-m?¢l min wijhah nazhar al-
islam) (An-Nabhani, 1990). Secara epistemologis, ekonomi Islam dibagi menjadi
dua disiplin ilmu:
Ekonomi Islam normatif, yaitu studi tentang hukum-hukum syariah Islam yang
berkaitan dengan urusan harta benda (al-m?¢l). Cakupannya adalah:
1. kepemilikan (al-milkiyah),
2. pemanfaatan kepemilikan (tasharruf fi al-milkiyah), dan
3. distribusi kekayaan kepada masyarakat (tauzi’ al-tsarwah baina al-nas).
Bagian ini merupakan pemikiran yang terikat nilai (value-bond) atau valuational,
karena diperoleh dari sumber nilai Islam yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah, melalui
metode deduksi (istinbath) hukum syariah dari sumber hukum Islam yaitu al-
Qur’an dan as-Sunnah. Ekonomi Islam normatif ini oleh Syaikh Taqiyuddin an-
Nabhani (1990) disebut sistem ekonomi Islam (an-nizham al-iqtishadi fi al-Isl?¢m).
EkonomiIslamPositif
Ekonomi Islam positif, yaitu studi tentang konsep-konsep Islam yang berkaitan
dengan urusan harta benda, khususnya yang berkaitan dengan produksi barang dan
jasa. Cakupannya adalah segala macam cara (uslub) dan sarana (wasilah) yang
digunakan dalam proses produksi barang dan jasa.
Bagian ini merupakan pemikiran universal, karena diperoleh dari pengalaman dan
fakta empiris, melalui metode induksi (istiqra’) terhadap fakta-fakta empiris
parsial dan generalisasinya menjadi suatu kaidah atau konsep umum (Husaini,
2002). Bagian ini tidak harus mempunyai dasar konsep dari al-Qur’an dan as-
Sunnah, tapi cukup disyaratkan tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan
as-Sunnah. Ekonomi Islam positif ini oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani (1990)
disebut ilmu ekonomi Islam (al-�ilmu al-iqtishadi fi al-islam).
Paradigma Sistem EkonomiIslam
Dengan pengertian itu, paradigma sistem ekonomi Islam ada 2 (dua), yaitu:
Kedua, paradigma khusus (cabang), yaitu sejumlah kaidah umum dan mendasar
dalam Syariah Islam yang lahir dari Aqidah Islam, yang secara khusus menjadi
landasan bangunan sistem ekonomi Islam. Paradigma khusus ini terdiri dari tiga
asas (pilar), yaitu:
Dalam sistem ekonomi Islam, tiga asas tersebut tidak boleh tidak harus terikat
dengan syariah Islam, sebab segala aktivitas manusia (termasuk juga kegiatan
ekonomi) wajib terikat atau tunduk kepada syariah Islam. Sesuai kaidah syariah,
Al-Ashlu fi al-af’?¢l al-taqayyudu bi al-hukm al-syar’i (Prinsip dasar
mengenai perbuatan manusia, adalah wajib terikat dengan syariah Islam) (Ibnu
Khalil, 2000).
Paradigma sistem ekonomi Islam tersebut bertentangan secara kontras dengan
paradigma sistem ekonomi kapitalisme saat ini, yaitu sekularisme. Aqidah
Islamiyah sebagai paradigma umum ekonomi Islam menerangkan bahwa Islam
adalah agama dan sekaligus ideologi sempurna yang mengatur segala asek
kehidupan tanpa kecuali, termasuk aspek ekonomi (lihat Qs. al-M?¢â€™idah [5]:
3; Qs. an-Nahl [16]: 89) (Zallum, 2001).
Paradigma Islam ini berbeda dengan paradigma sistem ekonomi kapitalisme, yaitu
sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).*1)
Paham sekularisme lahir sebagai jalan tengah di antara dua kutub ekstrem, yaitu di
satu sisi pandangan Gereja dan para raja Eropa bahwa semua aspek kehidupan harus
ditundukkan di bawah dominasi Gereja. Di sisi lain ada pandangan para filosof dan
pemikir (seperti Voltaire, Montesquieu) yang menolak eksistensi Gereja. Jadi,
sekularisme sebagai jalan tengah pada akhirnya tidak menolak keberadaan agama,
namun hanya membatasi perannya dalam mengatur kehidupan. Agama hanya ada
di gereja, sementara dalam kehidupan publik seperti aktivitas ekonomi, politik, dan
sosial, tidak lagi diatur oleh agama (An-Nabhani, 2001).
Selanjutnya, karena agama sudah disingkirkan dari arena kehidupan, lalu siapa
yang membuat peraturan kehidupan? Jawabnya adalah: manusia itu sendiri, bukan
Tuhan, karena Tuhan hanya boleh berperan di bidang spiritual (gereja). Lalu agar
manusia bebas merekayasa kehidupan tanpa kekangan Tuhan, maka manusia harus
diberi kebebasan (freedom/al-hurriyat) yaitu:
Bertitik tolak dari kebebasan kepemilikan inilah, lahir sistem ekonomi kapitalisme.
Dari tinjauan historis dan ideologis ini jelas pula, bahwa paradigma sistem ekonomi
kapitalisme adalah sekularisme (An-Nabhani, 2001).
Sekularisme ini pula yang mendasari paradigma cabang kapitalisme lainnya, yaitu
paradigma yang berkaitan dengan kepemilikan, pemanfaatan kepemilikan, dan
distribusi kekayaan (barang dan jasa) kepada masyarakat. Semuanya dianggap
lepas atau tidak boleh disangkutpautkan dengan agama.
Mekanisme non-ekonomi ada yang bersifat positif (ijabiyah) yaitu berupa perintah
atau anjuran syariah, seperti:
Ada pula yang mekanisme yang bersifat negatif (salbiyah) yaitu berupa larangan
atau cegahan syariah, misalnya:
1. larangan menimbun harta benda (uang, emas, dan perak) walaupun telah
dikeluarkan zakatnya;
2. larangan peredaran kekayaan di satu pihak atau daerah tertentu;
3. larangan kegiatan monopoli serta berbagai penipuan yang dapat mendistorsi
pasar;
4. larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada para penguasa;
yang ujung-ujungnya menyebabkan penumpukan harta hanya di tangan orang kaya
atau pejabat.
Materi Pertemuan Ke Delapan Tentang “ETIKA ISLAM DALAM
PENERAPAN ILMU EKONOMI”
Dari sekian gejala social yang ditimbulkan oleh globalisasi diatas, ada
fenomena umum yang dapat dirasakan atau dilihat dewasa ini apabila dikaitkan
dengan dakwah, maka hal tersebut merupakan tantangan dan juga “pekerjaan
rumah” bagi para da’i (juru dakwah). Artinya para da’i harus tampil dengan jurus-
jurus jitu dalam menyampaikan bahasa agama pada kehidupan masyarakat yang
sudah terkontaminasi dengan era globalisasi itu. Bila para da’i masih tampil dengan
gaya lama, sementara kondisi kekinian tampil dengan problema globalisasi yang
serba menantang, maka mau tidak mau, suka tidak suka pasti gaya lama akan
“tergusur”. Akibatnya upaya-upaya untuk membumikan ajaran islam ditengah-
tengah masyarakat, baik masyarakat kota maupun masyarakat pedesaan pasti
mengalamai hambatan.
“Kita adalah da’i sebelum menjadi apapun”. Dari kalimat tersebut dapat kita
simpulkan bahwa pada dasarnya, kita adalah seorang da’i sebelum kita menjabat
suatu profesi apapun. Perkataan Hassan Al-Banna tersebut dapat menjadi cerminan,
bahwa pada hakikatnya, seorang muslim adalah pendakwah. Ketika seseorang
menuntut ilmu dan memiliki pengetahuan, saat itu pula ia memiliki kewajiban
untuk menyebarluaskan ilmu yang dimilikinya tersebut. Ketika seseorang sadar
bahwa ia telah memiliki bekal untuk mengamalkan sunnah, saat itu pula ia
berkewajiban menyeru orang lain kepada Islam. Banyak hal yang dapat kita
lakukan untuk mengaktualisasikan amanah dalam kita menjadi seorang da’i, salah
satunya adalah menjadi seorang murobby.
Seorang murobby harus memiliki niat yang ikhlas. Ikhlas karena Allah Ta’ala
semata, membuang jauh-jauh tendensi untuk mencari popularitas atau pujian
apalagi niatnya adalah untuk mencari pengikut yang banyak. Niat yang ikhlas
karena Allah Ta’ala bermakna seorang murobby melakukan tarbiyah untuk
mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah subuhanahu wa ta’ala, memperbaiki
hamba-Nya dan mengeluarkan mereka dari kegelapan kebodohan dan kemaksiatan
menuju cahaya ilmu ketaatan. Niat yang ikhlas juga akan menggiring seorang
murobby melahirkan dakwahnya dari dasar kecintaan kepada Allah dan untuk
agama-Nya, serta kecintaan kepada kebaikan untuk semua manusia. Allah Ta’ala
berfirman yang artinya:
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya
Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna
dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak
memperoleh akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah
mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?” (QS.
Hud: 15-16)
B. Bekerja Adalah Dakwah
Menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk
merubah tingkah laku dan perilaku kearah yang lebih baik, karena pada dasarnya
ilmu menunjukkan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan.
Menuntut ilmu merupakan ibadah sebagaiman sabda Nabi Muhammad salallahu
alahi wassalam. Artinya :
“Menuntut Ilmu diwajibkan atas orang islam laki-laki dan perempuan”
Dengan demikian perintah menuntut ilmu tidak di bedakan antara laki-laki dan
perempuan. Hal yang paling di harapkan dari menuntut ilmu ialah terjadinya
perubahan pada diri individu ke arah yang lebih baik yaitu perubahan tingkah laku,
sikap dan perubahan aspek lain yang ada pada setiap individu.
Adapun beberapa dasar hukum menuntut ilmu antara lain adalah sebagai
berikut.
1. Hadits Rasullulah salallahu alaihi wassalam
Yang berbunyi :”Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim, waktunya
adalah dari buaian ibu (bayi), sampai masuk liang kubur”. Hadits dari
Rasullulah salallahu alaihi wassalam yang sangat jelas sekali perintahnya, bahwa
dalam Islam menuntut ilmu hukumnya adalah wajib yang artinya adalah jika
dikerjakan dan dilaksanakan kita akan mendapat pahala, jika diabaikan,
disepelekan/tidak dilaksanakan kita akan mendapat dosa. Jadi permasalahan yang
mendesak sekarang adalah, jika kita mengaku sebagai seorang Muslim, segeralah
dan jangan ditunda-tunda lagi untuk menuntut ilmu agama Islam yang benar, benar
dalam artian yang sesuai dengan Alqur`an dan Hadits Shahih dari
Rasullulah salallahu alaihi wassalam, agar kita memperoleh petunjuk dan
kebenaran dalam Islam yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui
Rasulnya Muhammad salallahu alaihi wassalam, sehingga kita dasar dalam
beragama Islam tidak hanya mendugaduga atau berprasangka saja.
2. Al-Qur’an Surat Al-Ashr
Yang berbunyi sebagai berikut: "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-
benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
shaleh dan nasehat menasehati Supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran". Ingatlah Allah subhanahu wa
ta’ala telah bersumpah dalam surat ini dengan masa / waktu yang didalamnya
terjadi peristiwa yang baik dan yang buruk, bersumpah bahwa setiap manusia
didunia ini, baik itu orang Islam atau di luar Islam pasti akan mengalami kerugian,
kecuali yang memiliki 4 (empat hal) yaitu : 1. Iman, 2. Amal Shaleh, 3. Saling
menasehati supaya mentaati kebenaran, 4. Saling menasehati supaya menetapi
kesabaran.
3. Hadits-Hadits tentang Kewajiban Menuntut Ilmu
a. “Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang
beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat.“ (QS. Al Mujadalah, 11)
b. “Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun
muslimah).” (HR. Ibnu Majah)
c. “Seseorang yang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu niscaya Allah
akan mudahkan baginya jalan menuju Syurga.” (Shahih Al Jami)
d. Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan
baginya jalan ke syorga. (HR. Muslim).
e. “Barangsiapa melalui suatu jalan untuk mencari suatu pengetahuan
(agama), Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”(Bukhari)
f. “Siapa yang keluar untuk menuntut ilmu maka dia berada di jalan Alloh
sampai dia kembali.” (Shahih Tirmidzi)
g. “Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan dan kehormatan
diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu.” (HR. Ath-
Thabrani)
h. “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Qur’an dan yang
mengajarkannya.” (HR Bukhari )
i. “Kelebihan seorang alim (ilmuwan) terhadap seorang ‘abid (ahli ibadah)
ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang.” (HR. Abu Dawud )
j. “Siapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah akan memberikannya
pemahaman terhadap Agama.” (Sahih Ibnu Majah)
k. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Nabi saw bersabda, Tidak boleh iri hati
kecuali pada dua hal, yaitu seorang laki-laki yang diberi harta oleh Allah lalu harta
itu dikuasakan penggunaannya dalam kebenaran, dan seorang laki-laki diberi
hikmah oleh Allah di mana ia memutuskan perkara dan mengajar
dengannya.” (Bukhari)
l. “Termasuk mengagungkan Allah ialah menghormati (memuliakan) ilmu,
para ulama, orang tua yang muslim dan para pengemban Al Qur’an dan ahlinya,
serta penguasa yang adil.” (HR. Abu Dawud dan Aththusi)
m. “Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para
ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk
perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis
(pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu.
Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka … neraka.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu
Majah)
n. “Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lalu dirahasiakannya maka dia
akan datang pada hari kiamat dengan kendali (di mulutnya) dari api neraka.” (HR.
Abu Dawud)
o. “Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim
yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat.” (HR. Al-Baihaqi)
p. “Sesungguhnya Allah tidak menahan ilmu dari manusia dengan cara
merenggut tetapi dengan mewafatkan para ulama sehingga tidak lagi tersisa
seorang alim. Dengan demikian orang-orang mengangkat pemimpin-pemimpin
yang dungu lalu ditanya dan dia memberi fatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka
sesat dan menyesatkan.” (Mutafaq’alaih)
q. “Saling berlakulah jujur dalam ilmu dan jangan saling merahasiakannya.
Sesungguhnya berkhianat dalam ilmu pengetahuan lebih berat hukumannya
daripada berkhianat dalam harta.” (HR. Abu Na’im)
r. “Sedikit ilmu lebih baik dari banyak ibadah. Cukup bagi seorang
pengetahuan fiqihnya jika dia mampu beribadah kepada Allah (dengan baik) dan
cukup bodoh bila seorang merasa bangga (ujub) dengan pendapatnya
sendiri.” (HR. Ath-Thabrani)
s. Nabi Muhammad salallahu alaihi wassalam bersabda, Artinya : "Barang
siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia
memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia)
diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang
meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula".
(HR.Bukhari dan Muslim) Apabila kita memperhatikan isi Al-Quran dan Al-Hadist,
maka terdapatlah beberapa suruhan yang mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-
laki maupun perempuan, untuk menuntut ilmu, agar mereka tergolong menjadi
umat yang cerdas, jauh dari kabut kejahilan dan kebodohan. Menuntut ilmu artinya
berusaha menghasilkan segala ilmu, baik dengan jalan menanya, melihat atau
mendengar.
Materi Pertemuan Ke Sepuluh Tentang “TANGGUNG JAWAB ILMUWAN
MUSLIM DALAM BERBANGSA DAN BERNEGARA”
A. Pengertian Ilmuwan
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia hal. 325, Ilmuwan adalah : orang
yang ahli, orang yang banyak pengetahuan mengetahui suatu ilmu ,orang yang
berkecimpung dalam ilmu pengetahuan, orang yang bekerja dan mendalami ilmu
bentuk ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk berbagi
hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa
Ilmuwan memiliki beberapa ciri yang ditunjukkan oleh cara berfikir yang
dianut serta dalam perilaku seorang ilmuwan. Mereka memilih bidang keilmuan
sebagai profesi.
Untuk itu yang bersangkutan harus tunduk dibawah wibawa ilmu. Karena
ilmu merupakan alat yang paling mampu dalam mencari dan mengetahui
kebenaran. Seorang ilmuwan tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis
tinggi atau pun pragmatis, kejujuran, jiwa terbuka dan tekad besar dalam mencari
atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari semua itu ialah
penghayatan terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan kehidupan itu
berdimensi religious atau etis dan social. Pada intinya, dimensi religious atau etis
berdasarkan etika umum dan etika keilmuan yang ditekuninya. Sedangkan dimensi
sosial pengembangan ilmu mewajibkan ilmuwan berlaku jujur, mengakui
prosedur ilmiah tertentu yang sudah disepakati dalam dunia keilmuan atau
mengkomunikasikan hal baru dengan para sejawatnya atau kajian pustaka yang
ikhtiar mulia sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda, apalagi tergelincir
DR. Yususf Al-Qaradawi menjelaskan ada tujuh sisi tanggung jawab seorang
1. Bertanggung jawab dalam hal memelihara dan menjaga ilmu, agar ilmu tetap
memikulkan agar mata rantai ilmu tidak terputus, lalu, terutama, bahkan pertama
sekali
secara luas oleh masyarakat. Jika hasil karyanya itu memenuhi syarat-syarat
keilmuan, maka karya ilmiah itu, akan menjadi ilmu pengetahuan dan digunakan
oleh masyarakat luas. Maka jelaslah jika ilmuwan memiliki tanggung jawab yang
besar, bukan saja karena ia adalah warga masyarakat, tetapi karena ia juga memiliki
fungsi tertentu dalam masyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan, tidak hanya sebatas
penelitian bidang keilmuan, tetapi juga bertanggung jawab atas hasil penelitiannya
agar dapat digunakan oleh masyarakat, serta bertanggung jawab dalam mengawal
Selain itu pula, dalam masyarakat seringkali terdapat berbagai masalah yang
Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberikan perspektif yang benar:
untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat
dimungkinkan.
Tanggung jawab sosial lainnya dari seorang ilmuwan adalah dalam bidang
etika. Dalam bidang etika ilmuwan harus memposisikan dirinya sebagai pemberi
contoh. Seorang ilmuwan haruslah bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik dan
kesalahannya. Semua sifat ini beserta sifat-sifat lainnya, merupakan implikasi etis
dari berbagai proses penemuan ilmiah. Seorang ilmuwan pada hakikatnya adalah
manusia yang biasa berpikir dengan teratur dan teliti. Seorang ilmuwan tidak
menolak atau menerima sesuatu secara begitu saja tanpa pemikiran yang cermat.
awam. Kelebihan seorang ilmuwan dalam berpikir secara teratur dan cermat inilah
yang menyebabkan dia mempunyai tanggung jawab sosial. Dia mesti berbicara
kepada masyarakat sekiranya ia mengetahui bahwa berpikir mereka keliru, dan apa
yang membikin mereka keliru, dan yang lebih penting lagi harga apa yang harus
dibayar untuk kekeliruan itu.Sudah seharusnya pula terdapat dalam diri seorang
mereka sadari. Dalam hal ini, berbeda dengan menghadapi masyarakat, ilmuwan
yang elitis dan esoteric, dia harus berbicara dengan bahasa yang dapat dicerna oleh
orang awam. Untuk itu ilmuwan bukan saja mengandalkan pengetahuannya dan
memberi informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil didepan bagaimana
lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar dan berani mengakui kesalahan.
penyeru ke jalan Allah SWT dan petunjuk ke jalan yang benar (amar ma’ruf nahi
mungkar).
“Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi
bumi. Karena sebagai hamba yang dipercayai oleh Allah SWT, maka seorang
tanggung jawab, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas ilmu yang
َ س ٌن
)]2417[ صحِ ي ٌح ٌ َهذَا َحد: وقال،الترمذي
َ ِيث َح
bergeser kedua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ia ditanya
tentang umurnya; dalam hal apa ia menghabiskannya, tentang ilmunya; dalam hal
apa ia berbuat, tentang hartanya; dari mana ia mendapatkannya dan dalam hal
a. Aspek Idiologi
jaringan yang kuat untuk memfilter budaya yang masuk akibat globalisasi
Memberikan pemahaman
b. Aspek politik
c. Aspek ekonomi
Idealnya bagi bangsa yang maju adalah adanya pembelajaran di sektor ekonomi
yang adil dan merata karena keberhasilan ekonomi akan meningkatkan taraf hidup
7 Dst.
DAFTAR PUSTAKA
http://fatwarislani.blogspot.com/2015/03/makalah-karya-monumental-umat-
islam.html
https://bedabedablog.wordpress.com/2016/12/28/zaman-kejayaan-islam-di-
bidang-
iptek/#:~:text=Masa%20kejayaan%20Islam%2C%20terutama%20dalam,men
jadi%20referensi%20ilmu%20pengetahuan%20modern.
https://id.quora.com/Apa-penyebab-kemajuan-dan-kemunduran-umat-Islam-di-
bidang-IPTEK
https://asbarsalim009.blogspot.com/2015/03/upaya-upaya-kebangkitan-kembali-
umat.html
http://inafauzia95.blogspot.com/2015/05/hakikat-ipteks-dalam-pandangan-
islam.html
https://asbarsalim009.blogspot.com/2015/03/kewajiban-menuntut-ilmu-
mengembangkan.html
https://asbarsalim009.blogspot.com/2015/03/etika-pengembangan-dan-penerapan-
ipteks.html
https://inafauzia95.blogspot.com/2015/05/integrasi-islam-dan-ilmu-
pengetahuan.html
https://inafauzia95.blogspot.com/2015/05/paradigma-pengembangan-ipteks.html
https://www.gaulislam.com/paradigma-ekonomi-islam
http://www.makalah.co.id/2015/10/makalah-ekonomi-islam-lengkap.html
https://inafauzia95.blogspot.com/2015/05/dakwah-bil-hal-melalui-pengembangan-
dan.html
https://asbarsalim009.blogspot.com/2015/04/tanggung-jawab-ilmuwan-muslim-
dalam.html