Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM

SAINTEK PADA MASA KEEMASAN ISLAM DAN KEMUNDURANNYA

Di susun oleh
SEPTIA ASTUTI (145061100111002)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam mengalami masa keemasannya pada masa pemerintahan daulah
Abbasiyah. Masa keemasan Islam yang juga dinilai sebagai fase perkembangan
terpenting bagi pendidikan Islam dan perkembangan ilmu umum ini terjadi pada
kurun waktu abad ketiga sampai kelima hijriah. Periode ini menjadi sangat terkenal
dengan munculnya gerakan intelektual dalam sejarah Islam, sehingga dikenal sebagai

kebangkitan dalam sejarah pemikiran, peradaban, budaya dan ilmu pengetahuan.


Perkembangan keilmuan dapat dilihat dari keberhasilan tokoh-tokoh Islam dalam
menjalani keilmuan serta banyaknya karya-karya besar dari tokoh-tokoh tersebut.
Bidang keilmuan yang berkembang sangat pesat antara lain bidang fiqih, tafsir, ilmu
hadis, teologi. Bahkan bidang-bidang keilmuan umum seperti halnya ilmu kedokteran
(kimia murni maupun terapan) sebagai dasar ilmu farmasi, filsafat, matematika,
astronomi, optika, dan sastra. Selain dalam segi pendidikan, kekuasaan Abbasiyah
atas umat Islam juga mengantarkan pada zaman pemerintahan yang kuat terpusat,
kesejahteraan ekonomi yang tinggi dan peradaban yang luar biasa.
Dunia Islam pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya, makmur sebaliknya
dunia Barat masih berada dalam keadaan kegelapan, bodoh dan primitif. Ketika itu
dunia Islam sudah sibuk mengadakan penyelidikan di laboratorium dan
observatorium, sedangkan dunia Barat masih asyik dengan jampi-jampi dan dewadewa serta kekangan golongan Gereja yang membuat para ilmuwan tidak dapat
mengembangkan keilmuannya. Perkembangan intelektual Islam ini disebabkan
agama yang dibawa Nabi Muhammad Saw. telah mendorong untuk menumbuhkan
budaya baru yaitu kebudayaan Islam. Dorongan itu mula-mula menggerakkan
terciptanya ilmu pengetahuan dalam lapangan agama (ilmu aqli), sehingga
bermunculanlah ilmu-ilmu agama dalam berbagai bidang. Kemudian ketika umat
Islam keluar dari Jazirah Arab, mereka menemukan perbendaharaan Yunani.
Dorongan dari agama ditambah pengaruh dari perbendaharaan Yunani menimbulkan
dorongan untuk munculnya berbagai ilmu pengetahuan bidang akal (ilmu aqli).
Perkembangan ilmu pengetahuan baik berupa ilmu agama maupun ilmu umum yang
ada pada masa keemasan Islam ini tidak terlepas dari lahir dan berkembangnya
lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada pada masa itu. Mulai dari lembaga
pendidikan yang sifatnya sederhana dan dapat dikatakan sebagai pendidikan tingkat
rendah hingga lembaga pendidikan yang telah modern.
B.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Di masa pemerintahan Bani Abbas ini muncul perhatian kepada ilmu
pengetahuan dan filsafat Yunani bahkan mencapai puncak keemasannya, teutama
pada masa khalifah Harun al-Rasyid dan Al-Mamun. Di zaman Harun al-Rasyid
(785-809 M) banyak sekali kontribusi besar yang telah disumbangkan oleh khalifah
dalam dunia ilmu pengetahuan dan filsafat. Hal itu tidak jauh berbeda dengan
putranya Al-Mamun yang sangat mencintai ilmu pengetahuan.

Ada

beberapa

faktor

yang

melatarbelakangi

berkembangnya

ilmu

pengetahuan pada masa dinasti Bani Abbas, diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, Adanya gerakan penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat
yang didatangkan dari Bizantium dan kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
Kegiatan penerjemahan buku-buku itu berjalan kira-kira satu abad.
Kedua, banyaknya ilmuwan yang hidup pada masa Dinasti Bani Abbas yang
memberikan corak dan sumbangan terhadap dunia ilmu pengetahuan yang
berkembang pada masa itu.
Ketiga, adanya persamaan dalam hal superioritas antara bangsa Arab dan Bangsa
non-Arab sehingga banyak menyumbangkan pemikir-pemikir yang handal tanpa
memandang kesukuan dan bangsa.
Keempat, adanya dukungan khalifah-khalifah yang sangat mencintai terhadap ilmu
pengetahuan dan filsafat yaitu khalifah Harun al-Rasyid dan Al-Mamun. Hal ini
dapat dimaklumi karena pada dasarnya para pembesar istana Bani Abbas adalah para
cendekiawan-cendekiawan Persia yang turut mempengaruhi kehidupan istana. Salah
satu yang terbesar dan banyak berpengaruh pada mulanya adalah keluarga Barmak.
Jabatan wazir yang diberikan oleh Al-Mansur kepada Khalid Ibn Barmak yang
kemudian secara turun-temurun diwariskan kepada anak dan cucu-cucunya.
Keluarga Barmak adalah sebuah keluarga yang berasal dari Balkh (Bactra),
pusat ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di Persia, yang mempunyai pengaruh
dalam memperkembangkan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di Baghdad.
Mereka, di samping menjadi wazir, juga menjadi pendidik dari anak-anak khalifah.
Disamping itu, khalifah-khalifah terutama Harun Al-Rasyid mengambil wanitawanita Persia sebagai Istri dan dari perkawinan ini muncullah khalifah-khalifah yang
mempunyai darah Persia, seperti khalifah Al-Mamun.
Oleh karena itu, Khalifah Al-Mamun adalah salah satu putera Khalifah yang
mendapat pendidikan keluarga Barmak yang merupakan cendikiawan Persia. Berkat
didikan keluarga Barmak inilah Al-Mamun menjelma menjadi sosok khalifah yang
sangat mencintai ilmu pengetahuan dan filsafat. Menurut sebuah riwayat dikisahkan
bahwa Al-Mamun sudah menguasai filsafat Yunani Kuno karya Plato dan

Aristoteles, sehingga tidak disangsikan lagi bahwa pada kemudian hari Al-Mamun
sangat gemar sekali terhadap dunia ilmu pengetahuan dan filsafat. Salah satu
kontribusi besar Al-Mamun dalam dunia ilmu pengetahuan adalah dengan
dibangunnya pusat penerjemahan buku-buku filsafat Yunani kuno, India kuno
kedalam bahasa Arab yang dikenal dengan Bait al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan).
B. Perkembangan Ilmu Umum pada Masa Keemasan Islam
Telah kita maklumi bahwa Islam pada masa kejayaan (keemasan)-Nya,
banyak sekali menyumbangkan berbagai peradaban di pentas dunia. Hal ini terbukti
dengan banyaknya tokoh-tokoh islam yang diakui sebagai tokoh dunia diberbagai
bidang keilmuan. Tidak heran jika pada saat ini, teori-teori berbagai ilmu
pengetahuan berkiblat pada ilmu pengetahuan yang telah dihasilkan oleh ilmuwan
Muslim pada Masa Kejayaan Islam yang memang teori-teorinya diterima dan diakui
dunia.
Pada dasarnya, sebelum Islam menemukan puncak kejayaannya, di Eropa
pernah mendapati sebuah kemajuan yang signifikan yaitu pada saat ia dipengaruhi
oleh pemikiran-pemikiran Yunani, sehingga ilmuwan Muslim harus memadukan
antara peradaban Yunani dengan Peradaban Arab, baik dari segi pemikiran maupun
kebudayaan bahkan ilmu pengetahuan seperti misalnya tokoh Ibnu Sina yang dikenal
dengan nama Avesena oleh kalangan barat, Ibnu Rusyd yang dikenal dengan nama
Averoues dan lainnya.
Peda masa kejayaan Islam itu banyak sekali cabang-cabang ilmu pengetahuan
yang muncul dan berkembang dengan pesat sebagaimana kita ketahui dalam sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa itu antara lain: ilmu kedokteran (kimia
murni maupun terapan) sebagai dasar ilmu farmasi, filsafat, matematika, astronomi,
optika, sastra. dan lain sebagainya.

1. Kemajuan dalam Bidang Sains dan Teknologi


a) Kajian dalam Bidang Kedokteran
Ilmu Kedokteran Ilmu kedokteran tak lahir dalam waktu semalam,

''Dr Ezzat Abouleish MD dalam tulisannya berjudul Contributions of Islam to


Medicine. Studi kedokteran yang berkembang pesat di era modern ini
merupakan puncak dari usaha jutaan manusia, baik yang dikenal maupun
tidak, sejak ribuan tahun silam. Kontribusi peradaban Islam dalam dunia
kedokteran sungguh sangat tak ternilai. Di era keemasannya, peradaban Islam
telah melahirkan sederet pemikir dan dokter terkemukan yang telah
meletakkan dasar-dasar ilmu kedokteran modern. Dunia Islam juga tercatat
sebagai peradaban pertama yang mempunyai Rumah Sakit dan dikelola oleh
tokoh-tokoh professional. Dunia kedokteran Islam di zaman kekhalifahan
meninggalkan banyak karya yang menjadi literatur keilmuan Dunia. Rujukan
pertama kedokteran terpelajar dibawah kekuasaan khalifah dinasti Umayyah,
yang memperkerjakan dokter ahli dalam tradisi Helenistik.
Pada abad ke-8 sejumlah keluarga dinasti Umayyah diceritakan
memerintahkan penterjemahan teks medis dan kimiawi dari bahasa Yunani ke
bahasa Arab. Berbagai sumber juga menunjukkan bahwa khalifah dinasti
Umayyah, Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan penterjemhan dari bahasa
Siria ke bahasa Arab sebuah buku pegangan medis abad ketujuh yang ditulis
oleh pangeran Aleksandria Ahrun.
Pengalih bahasaan literatur medis meningkat drastis dibawah
kekuasaan Khalifah Al-Ma'mun dari Diansti Abbasiyah di Baghdad. Para
dokter dari Nestoria dari kota Gundishpur dipekerjakan dalam kegiatan ini.
Sejumlah sarjana Islam pun terkemuka ikut ambil bagian dalam proses
transfer pengetahuan itu. Tercatat sejumlah tokoh seperti, Yuhanna Ibn
Masawayah (w. 857), Jurjis Ibn-Bakhtisliu, serta Hunain Ibn Ishak (808-873
M) ikut menerjemahkan literatur kuno dan dokter masa awal.
Perkembangan tradisi dan keberagaman yang nampak pada kedokteran
Arab pertama, dikatan John dapat dilacak sampai pada warisan Helenistik.
Dari pada khazanah kedokteran India. walaupun keilmuan kedokteran India

kurang terlalu mendapat perhatian, tidak menafikan adanya sumber dan


praktek berharga yang dapat dipelajari. Warisan ilmiah Yunani menjadi
dominan, khususnya helenistik, John Esposito mengatakan satu kesadaran
atas (perlunya) lebih dari satu tradisi mendorong untuk pendekatan kritis dan
selektif . Seperti dalam sains Arab awal.
Pada abad ke-9 M hingga ke-13 M, dunia kedokteran Islam
berkembang begitu pesat. Sejumlah RS (RS) besar berdiri. Pada masa
kejayaan Islam, RS tak hanya berfungsi sebagai tempat perawatan dan
pengobatan para pasien, namun juga menjadi tempat menimba ilmu para
dokter baru. Tak heran, bila penelitian dan pengembangan yang begitu gencar
telah menghasilkan ilmu medis baru. Era kejayaan peradaban Islam ini telah
melahirkan sejumlah dokter terkemuka dan berpengaruh di dunia kedokteran,
hingga sekarang. `'Islam banyak memberi kontribusi pada pengembangan
ilmu kedokteran,'' papar Ezzat Abouleish. Era kejayaan Islam telah
melahirkan sejumlah tokoh kedokteran terkemuka, seperti Al-Razi, AlZahrawi, Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd, Ibn-Al-Nafis, dan Ibn- Maimon. Al-Razi
(841-926 M) dikenal di Barat dengan nama Razes. Ia pernah menjadi dokter
istana Pangerang Abu Saleh Al-Mansur, penguasa Khorosan. Ia lalu pindah ke
Baghdad dan menjadi dokter kepala di RS Baghdad dan dokter pribadi
khalifah. Buku kedokteran yang dihasilkannya berjudul Al-Mansuri (Liber
Al-Mansofis) dan Al-Hawi.
Tokoh kedokteran era keemasan Islam adalah Ibnu Rusdy atau
Averroes (1126-1198 M). Dokter kelahiran Granada, Spanyol itu sangat
dikagumi sarjana di di Eropa. Kontribusinya dalam dunia kedokteran
tercantum dalam karyanya berjudul 'Al- Kulliyat fi Al-Tibb' (Colliyet). Buku
itu berisi rangkuman ilmu kedokteran. Buku kedokteran lainnya berjudul 'AlTaisir' mengupas praktik-praktik kedokteran. Ammar bin Ali dari Mosul juga
ikut mencurahkan kontribusinya. Jasa mereka masih terasa hingga abad 19 M.
Psikoterapi, serangkaian metode berdasarkan ilmu-ilmu psikologi yang

digunakan untuk mengatasi gangguan kejiwaan atau mental seseorang. Dokter


Muslim yang menerapkan psikoterapi adalah Al-Razi serta Ibnu Sina, ini
diperkenalkan lagi oleh Abdel-Latief pada abad ke-12 M . yang kurang lebih
menulis bahwa lintah dapat digunakan untuk membersihkan jaringan penyakit
setelah operasi pembedahan.
Metode-metode ini banyak disadur dan dikembangkan dalam dunia
modern. Hingga istilah dan penyebutannya pun berbeda. Misalnya,
kometerepi, di dunia modern bisa digunakan kombinasi sitostika dan disebut
regimen kometerapi. Padahal sebelumnya penggunaan kometerapi digunakan
satu jenis saja. Kometerapi pertama modern adalah asrsphenamine karya Paul
Ehrlich, sebuah Arsenic komplel ditemukan pada tahun1909 dan digunakan
untuk merawat sipilis . Dan tentunya masih banyak lagi metode terapi atau
cara pengobatan lain dari khaazanah ilmu kedokteran Islam.
Abad ke-12 dan ke-13 gelombang besar melanda aktivitas kedokteran,
ketika para dokter dari seluruh dunia Muslim mengejar karir institusi medis di
Damaskus dan Kairo. Karena sudah banyak Rumah Sakit yang didirikan dan
memerlukan lebih banyak dokter dalam pengoprasiaanya. Rujukan pertama
dalam mendapatkan ilmu kedokteran adalah Institusi pendidikan seperti
madrasah (sekolahan).
Di Damaskus abad ke-13, Muhadzadzab al-Din al-Dakhwar membuat
sebuah sekolahan dalam rangka pengajaran kedokteran eksklusif. Sekolah
tersebut disambut gembira oleh pemimpin otoritas keagamaan kota tersebut.
Ada yang mengatakan, sekolah kedokteran pertama yang dibangun umat
Islam sekolah Jindi Shapur. Khalifah Al-Mansur dari Dinasti Abbasiyah yang
mendirikan kota Baghdad mengangkat Judis Ibn Bahtishu sebagai dekan
sekolah kedokteran itu. Pendidikan kedokteran yang diajarkan di Jindi Shapur
sangat serius dan sistematik. Rumah sakit merupakan salah satu prestasi
institusional terbesar masyarakat Islam abad ke-9 dan ke-10 lima RS dibangun
di Baghdad. Rumah sakit paling terkenal adalah RS Adudi yang dibangun di
bawah pemerintahan Buyudiyah pada tahun 98.

Ketika institusi terkenal seperti RS Nuri di Damaskus (abad ke-12),


dan RS al-Mansuri di Kairo (abad ke-13) dibangun bersamaan dengan RS lain
di Qayrawan, Mekkah, Madinah, dan Rayy. Dalam RS lebih maju terdapat
berbagai fasilitas seperti apa yang telah dijelaskan. Termasuk apotek (toko
obat) khusus untuk melayani pembelian obat masyarakat umum. Berbicara
mengenai apotek, Islam juga mewarisi apotek-apotek yang dibangun oleh
apoteker Islam zaman dulu. Sharif Kaf al-Ghazal dalam tulisannya bertajuk
The Valueble contributions of Al-Razi in the History of pharmacy during the
middle Ages, mengungkapkan, apotek pertama di dunia berdiri di kota
Baghdad pada tahun 754 M. Saat itu Baghdad sudah menjadi Ibu kota
Kekhalifahan Abbasiyah. Dunia keilmuan, khususnya kedokteran modern,
harus mengakui peran dan gagasan tokoh Islam yang satu ini. Selain seperti
yang kita kenal, Ibnu Shina yang merupakan perintis awal Ilmu kedokteran.
Dia adalah Muhammad bin Zakaria Al-Razi, atau lebih dikenal dengan nama
Al-Razi.
Menempati bidang ini pada usia yang dapat dibilang sudah tidak muda
lagi. Ia lahir di Rayy, dekat Teheran, Iran, pada tahun 846 M. (dikota yang
sama pada tahun 925 M). Al-Razi yang bernama lengkap Abu Bakar
Muhammad Zakaria al-Razi sebagai seorang pribadi atau pemikir, dia sangat
disegani dan dihormati kalangan sarjana barat. Seperti A.J. Aberry, yang
menulis pengantar dalam buku Al-Razi, The Spiritual Physic of Rhazes
(penyembuhan rohani). Walaupun sudah menginjak usia tua, ketekunannya
dalam bidang kedokeran menghasilkan karya-karya sangat monumental.
Humayun bin Ishaq adalah gurunya di Baghdad. Dengan karya-karya yang
dihasilkan dalam bidang kedokteran, pengabdian dan kejeniusan al-Razi
diakui oleh Barat. Banyak ilmuan Barat menyebutnya sebagai pionir terbesar
dunia Islam dibidang kedokteran. Razhes merupakan tabib terbesar dunia
Islam, dan satu yang terbesar sepanjang sejarah, jelas Max Mayerhof.
Sementara sejarawan barat terkenal, George Sarnton, mengomentari al-Razi ,

AL-Razi dari Persia, dia juga kimiawan dan fisikawan. Dia bisa dinyatakan
salah seorang salah seorang perintis latrokimia zaman renaisans, maju
dibidang teori, dia memadukan pengetahuannya yang luas melalui
kebijaksanaan Hippokratis.
Keseimbangan humor dan kualitas ini menentukan kesehatan, karena
itu, ketidak seimbangan dianggap sebagai sebab timbulnya penyakit. Inilah
titik sebab kenapa perawatan dan pengobatan itu dilakukan, agar dapat
membangun atau memelihara kembali keseimbangan kondisi tubuh yang
kacau (sakit). Artinya internal tubuh didapat dalam keadaan baik sebagaimana
fungsinya dan tentunya harus didukung kondisi atau cuaca lingkungan yang
kondisif. Melalui penggunaan jenis-jenis makanan, obat-obat tertentu dan
melalui pengeluaran darah kotor serta pencahar (obat cuci perut). Sistem yang
menjelaskan ilmu kedokteran ini, telah didasari dengan tingkat argumentasi
logis tertentu. Didukung dengan observasi medis untuk menentukan adanya
penyakit yang hinggap dan memberikan penawarnya (obat). Maka dari itu
diskursus teoritis sangat ditekankan pada observasi klinis, dan pertimbangan
teoritis memainkan peran utama dalam strukturisasi dan organisasi
pengetahuan medis. Artinya, penelitian atau pengamatan medis tidak hanya
bergerak dalam ranah teori atau wacana, tapi juga harus didukung pengamatan
empiris (klinis).
Hal itu dimenivestasikan dalam karya monumentalnya, al-Qanun fil alTibb (kanon kedokteran). Magnum opusnya al-Qanun ditulis dengan maksud
membuat karya kanonis definitif mengenai kedokteran, yang sangat
komprehensif sekaligus teoritis. Semua refleksi teoritis dan sistematis atas
karya-karya sebelumnya tercover dalam buku ini. Berawal dari anatomi,
kemudia fisiologi, patologi dan akhirnya terapi. Walaupun dia juga melakukan
observasi, kegiatannya ini terbilang lemah atau tidak fokus dilakukan.
b) Ilmu Filsafat

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang sangat penting bagi


perkembangan ilmu pengetahuan, bahkan boleh dikatakan bahwa filsafat
adalah induk dari segala ilmu pengetahuan. Banyak para tokoh muslim yang
menekuni ilmu filsafat baik filsafat islam maupun filsafat umum antara lain:
Ibnu Bajjah, al-Kindi, Al-razi, Al-Farabi, Ibnu sina, Ibnu Rusyd dan lainnya.
Ibnu Bajjah.
Khalifah yang berperan dalam memajukan filsafat pada masa
kejayaan Islam adalah Al-Hakam, Ia mempunyai inisiatif untuk
mengimpor karya-karya ilmiah dan filosofis dari timur dalam jumlah
besar sehingga di cordova dengan perpustakaan dan universitasuniversitasnya mampu manyaingi baghdad sebagai pusat utama ilmu
pengetahuan, sehingga muncul tokoh utama filsafat yaitu Abu Bakar
Muhammad Ibn Al-Sayikh yang lebih dikenal dengan Ibnu Bajjah.
Al-Kindi
Selain Ibnu Bajjah, Al-Kindi adalah seorang Filusuf Islam
yang belajar di Basrah, Ia mahir berbagai macam ilmu pengetahuan
antara lain Filsafat, ilmu hitung, mantiq, kedokteran geometri dan
astronomi, Ibnu Rusyd, adalah seorang filosof yang yang mengikuti
jejak Aristoteles dengan ciri khasnya adalah kecermatan dalam
menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam
menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan
Agama.
Al-Razi
Abu Bakar Muhammad Ibnu zakaria Ibnu Yahya Al-Razi
Seorang Filosof yang lahir pada masa kejayaan Islam Tahun 192
H/808 M. Al-Razi adalah seorang rasionalis murni yang hanya
mempercayai kekuatan akal, bahkan dalam bidang kedokteran studi
klinis yang dilakukannya telah menemukan nmetode yang kuat yang

berpijak pada observasi dan experimen. Dengan demikian, Al-Razi


adalah salah seorang filosof yang hanya mengandalkan akal tanpa
menghiraukan kekuasaan Tuhan.
Al-Farabi
Nama Lengkapnya adalah Abu Nashar bin Muhammad bin
Mohammad bin Tharkhan bin Unzalagh. Dalam bidang filsafat, etika,
dan kemasyarakatan, Al-Farabi tidak kurang dari delapan belas
tulisannya, tiga diantaranya adalah: Ar-Ahl Al-Madinah Al-Fadhilah
(pandangan-pandangan para penghuni Negara Yang Utam), Tahsil AlSaadah (Jalan Mencapai Kebahagiaan) dan Al-Siyasah Al-Madaniyah
(Politik Kenegaraan).

c) Perkembangan Kajian Ilmu Astronomi dan Matematika


Perkembangan ilmu astronomi dan matematika mulai berkembang
pada masa pemerintahan al-Mamun. Kajian tentang perbintangan dalam
islam mulai dilakukan seiring dengan masuknya pengaruh buku India,
Siddanta (bahasa Arab, Sindhind) yang dibawa ke Baghdad pada tahun 771
M, diterjemahkan oleh Muhammad ibn Ibrahim al-Fazari, dan digunakan
sebagai acuan oleh para sarjana pada masa selanjutnya. Table berbahasa
Pahlawi (zik) yang dihimpun pada masa Daulah Sasaniyah ikut
dimasukkan dalam bentuk terjemahan (zij). Unsure-unsur Yunani, yang
baru muncul belakangan, termasuk diantara unsure penting yang pertama.
Terjemahan awal karya Ptolemius, Almagest, disusul kemudian oleh dua
karya yang lebih unggul yakni karya al-Hajjaj ibn Mathar yang selesai
ditulis pada tahun 212 H/827-828 M, dan karya Hunayn ibn Ishaq yang
direvisi oleh Tsabit ibn Qurrah (w. 901 M).
Pada awal abad ke-9 M, sebuah observasi (rasyd) rutin pertama
dengan menggunakan peralatan yang cukup akurat dilakukan di
Jundaysabur (Persia sebelah barat daya). Berdekatan dengan Bayt al-

Hikmah, di pintu masuk Syammasiyah Baghdad, al-Mamun membangun


sebuah observatorium dengan supervisor seorang Yahudi yang baru masuk
Islam, Sind ibn Ali dan Yahya ibn abi Manshur (w. 830 atau 831 M).
Di observatorium itu para astronom kerajaan tidak hanya mengamati
dengan seksama dan sistematis berbagai gerakan benda-benda langit, tetapi
juga menguji semua unsure penting dalam almagest dan menghasilkan
amatan yang sangat akurat dalam mengukur sudut ekliptik bumi, ketepatan
lintas matahari, panjang tahun matahari, dan sebagainya.
Al-Mamun membangun lagi sebuah observatorium di bukit Kasiyun di
luar Damaskus. Perangkat observasi pada masa itu terdiri atas busur 90,
astrolob, jarum penunjuk, dan bola dunia. Ibrahim al-Fazari (w. 777 M)
adalah orang islam pertama yang membuat astrolob, yang meniru bentuk
astrolob Yunani, seperti yang terlihat dari namanya dalam bahasa Arab
(asthurlab). Salah satu risalah tentang perangkat ini ditulis oleh Ali ibn
Isa al-Asthurlabi (pembuat asthurlab) yang tinggal di Baghdad dan
Damaskus sebelum 830 M.
Seorang ahli astronomi lainnya yang terkenal pada masa itu adalah
Abu al-Abbas ahmad al-Farghani (alfraganus) dari daerah Fargana
Transoxiana, yang diserahi tugas oleh khalifah al-Mutawakkil untuk
mengawasi pembangunan sebuah Nilometer di Fushtat. Karya utama alFarghani, al-Mudkhil ila Ilm Hayah al-Aflak, diterjemahkan kedalam
bahasa latin oleh John dari Seville dan Gerrad dari Cremona, ke bahasa
Ibrani pada tahun 1131 M dalam versi bahasa Arab, buku itu ditemukan
dengan judul yang berbeda. Antara tahun 877 dan 918 M, Abu Abdullah
Muhammad ibn Jabir al-Battani (albategnius) seorang ahli astronomi
bangsa Saba yang terbesar pada masa Islam. Ia membuktikan kemungkinan
terjadinya gerhana matahari cincin, menentukan sudut ekliptik bumi
dengan tingkat keakuratan yang lebih besar, dan mengemukakan berbagai
teori orisinal tentang kemungkinan munculnya bulan baru.

Dalam ilmu pengetahuan alam, seorang ilmuwan muslim yang


terkenal adalah Abu al-Rayhan Muhammad ibn Ahmad al-Biruni (9731050 M) yang tinggal di Baghdad. Al-Biruni dipandang sebagai sarjana
Islam paling orisinal dan terkenal dalam bidang ilmu pengetahuan alam.
Al-Biruni menulis sebuah catatan tentang ilmu astronomi berjudul alQanun al-Masudi fi al-Hayah wa al-Nujum yang dipersembahkan untuk
sahabatnya Masud putera Mahmud. Ia juga menulis buku yang berjudul
al-Tafhim li Awail Shinaah al-Tanjim, yang terutama membahas berbagai
perhitungan tahun, dan masa hidup bangsa-bangsa pada masa silam. Selain
itu ada juga seorang ahli matematika dan astronomi yang terkenal dengan
usahanya dalam membuat sebuah kalender yang diberi nama dengan nama
sultan, al-Tarikh al-Jalali yang bahkan lebih akurat daripada kalender
gregorius, yang keliru satu hari dalam 3330 tahun.
Adapun dalam bidang astrologi yang merupakan ilmu pendukung
astronomi telah dikenal salah seorang astrolog pada masa itu yakni Abu
Masyar (w. 886 M), yang berasal dari Khurasan dan tinggal di Baghdad.
Empat karyanya telah diterjemahkan kedalam bahasa latin pada abad ke-12
oleh John dari Seville dan Adelard dari Bath. Selain keyakinan fantatisnya
akan pengaruh benda langit terhadap kelahiran, kejadian dalam hidup, dan
kematian segala sesuatu, Abu Masyar juga memperkenalkan ke Eropa
hukum pasang surut air laut, yang ia jelaskan dalam kaitannya dengan
timbul dan tenggelamnya bulan.
Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi (780 sampai 850 M), adalah
tokoh utama dalam kajian matematika Arab. Sebagai seorang pemikir
Islam terbesar, ia telah mempengaruhi pikiran dalam bidang matematika.
Disamping telah menyusun table astronomi tertua, al-Khawarizmi juga
menulis karya tentang aritmatika dan aljabar. Karyanya yang berjudul,
Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah, yang dilengkapi lebih dari 800 contoh
yang sebagian diantaranya diambil dari contoh yang diberikan oleh orang

Neo-Babilonia, merupakan karya utamanya, yang masih ditemukan dalam


bahasa aslinya. Orang yang terpengaruh oleh pemikiran aljabar matematika
al-Khawarizmi salah satunya adalah Umar al-Khayyam. Aljabar alKhayyam yang merupakan pengembangan dari teori aljabar alKahwarizmi, membahas solusi pecahan tingkat dua dengan menggunakan
geometrid an aljabar (geometric and algebraic solutions of equations of the
second degree) dan pengelompokkan pecahan yang menakjubkan.
d) Perkembangan dalam Bidang Kimia
Setelah ilmu kedokteran, astronomi dan matematika, orang-orang
muslim pada masa Daulah Abbasiyah telah memberikan kontribusi ilmiah
terbesar dalam bidang kimia. Dalam ilmu kimia dan ilmu pengetahuan
fisika lainnya orang Arab telah memperkenalkan tradisi penelitian objektif,
sebuah perbaikan penting terhadap pemikiran spekulatif orang Yunani.
Bapak kimia bangsa Arab adalah Jabir ibn Hayyan (Geber), hidup di
Kuffah sekitar 776 M setelah al-Razi (w. 925 M), ia merupaka tokoh
terbesar dalam bidang ilmu kimia pada abad pertengahan. Seperti orang
Mesir dan Yunani Jabir percaya bahwa logam biasa seperti seng, besi dan
tembaga dapat diubah menjadi emas, atau perak dengan formula tertentu
dan sangat rahasia (misterius). Buku-buku yang ditulis oleh Jabir ibn
Hayyan diantaranya adalah Kitab al-Rahmah (Buku Cinta), Kitab al-Tajmi
(Buku tentang Konsentrasi), al-Zibaq al-Syarqi (Air Raksa Timur). Salah
satu keberhasilan Jabir ibn Hayyan adalah berhasil menggambarkan secara
ilmiah dua operasi utama kimia yaitu kalnikasi dan reduksi kimiawi. Ia
memperbaiki berbagai metode penguapan, sublimasi, peleburan, dan
kristalisasi.
e) Perkembangan dalam Kajian Ilmu Geografi
Kewajiban melaksanakan ibadah haji, keharusan menghadapkan
mihrab masjid ke arah Mekah, dan penentuan arah kiblat ketika shalat telah
memberikan nilai keagamaan kepada orang Islam dalam mempelajari
geografi. Berdasarkan kisah perjalanan yang dilakukan oleh para saudagar

dan pedagang muslim pada waktu itu dan menggambarkan tentang keadaan
suatu wilayah yang disinggahinya telah membangkitkan minat masyarakat
untuk pergi ke berbagai negeri yang jauh dan bertemu dengan orang-orang
asing.
Perkembangan geografi sehingga menjadi salah satu disiplin ilmu
banyak dipengaruhi oleh khazanah Yunani dalam bidang ini. Buku
Geography karya ptolemius, yang menyebutkan berbagai tempat berikut
garis bujur dan lintang buminya, diterjemahkan beberapa kali ke dalam
bahasa Arab langsung dari bahasa aslinya atau dari terjemahannya dalam
bahasa suriah, terutama oleh Tsabit ibn Qurrah (w. 901 M). Dengan meniru
buku itu, Khawarizmi menyusun karyanya, Surah al-Ardh (gambar/peta
bumi), yang menjadi acuan karya-karya berikutnya, dan berhasil
membangkitkan semangat dalam pengembangan ilmu geografi dan
penulisan risalah geografis yang orisinal.
Risalah-risalah geografis bahasa Arab pertama yang independen
biasanya berbentuk buku petunjuk jalan, terutama yang menunjukkan
tempat-tempat penting. Ibn Khurdadzbih (w. 912), seorang keturunan
Persia, direktur pos dan intelijen di al-Jibal (media), mengawali
serangkaian risalah geografis itu dengan karyanya, al-Masalik wa alMamalik. Selain Ibn Khurdadzbih ada juga penulis risalah geografis
belakangan yaitu Ibn Wadhih al-Yaqubi yang menulis Kitab al-Buldan
(Buku Negeri-Negeri), setelah itu muncul pula tulisan Qudamah yang
menulis buku al-Kharaj yang menjelaskan tentang pembagian wilayah
kekhalifahan ke dalam berbagai propinsi, organisasi layanan pos, dan pajak
setiap wilayah.
f) Perkembangan dalam Kajian Ilmu Historiografi
Kebanyakan tulisan sejarah berbahasa Arab paling awal berasal dari
masa Daulah Abbasiyah. Tema utama yang menjadi tulisan sejarah berasal
dari legenda dan anekdot yang terkait dengan masa-masa pra Islam, dan
tradisi keagamaan yang berkisar pada nama dan kehidupan Nabi. Tentang

masa pra-Islam tercatat nama Hisyam al-Kalbi (w. 819 M) dari Kufah. Dari
129 karyanya, hanya tiga karyanya yang masih ada; namun berbagai
bagian tulisan dari karya-karya lainnya dapat dibaca dalam bentuk kutipan
dalam karya-karya al-Thabari, Yaqut, dan para penulis sejarah lainnya.
Karya pertama yang didasarkan atas tradisi keagamaan adalah Sirah
Rasul Allah, sebuah biografi Nabi karya Muhammad ibn Ishaq dari
Madinah. Kemudian muncul karya tentang peperangan dan penaklukan
Islam paling awal, Maghazi, karya Musa ibn Uqbah (w. 758 M), al-Waqidi
(w. 822), yang keduanya berasal dari Madinah. Dua sejarawan utama yang
menulis tentang penaklukan-penaklukan Islam adalah Ibn Abd al-Hakam
(w. 870-871 M) dari Mesir, yang karyanya, Futuh Mishr wa Akhbaruha,
menjadi dokumen tertua tentang penaklukan Mesir, Afrika Utara, dan
Spanyol, serta Ahmad ibn Yahya al-Baladhuri (w. 892 M) dari Persia yang
menulis dalam bahasa Arab. Karya Utamanya berjudul Futuh al-Buldan
dan Anshab al-Ashraf, (Buku Genealogi para Bangsawan. Al-Baladhuri
merupakan orang pertama yang merangkum berbagai cerita penaklukan
berbagai kota dan negeri ke dalam satu satu kompedium, dan mengakhiri
penggunaan menograf sebagai sumber penulisan sejarah.
Diantara sejarawan formal pertama adalah Ibn Qutaybah, yang nama
lengkapnya adalah Muhammad ibn Muslim al-Dinawari. Ibn Qutaybah
meninggal di Baghdad pada tahun 889 M setelah menuntaskan penulisan
bukunya yang berjudul Kitab al-Maarif (Buku Pengetahuan) sebuah buku
pegangan sejarah. Sejarawan muslim paling menonjol pada masa itu adalah
al-Thabari dan al-Masudi.
Ketenaran Abu Jafar Muhammad ibn al-Thabari (838-923 M), yang
lahir di Tabaristan, adalah karena buku sejarahnya yang sangat terperinci
dan akurat yaitu Tarikh al-Rasul wa al-Muluk (Sejarah Rasul dan Para
Raja), dan juga dikenal karena tafsir Alqurannya. Dengan tafsirnya, yang
awalnya disusun dalam skala pembahasan yang lebih luas, ia bukan saja
telah membangun tradisi tafsir paling awal, tapi juga menulis kitab tafsir

paling tebal. Tafsirnya menjadi karya standar yang diikuti oleh para
penafsir Alquran belakangan. Karyanya yang monumental tentang sejarah
dunia, yang juga merupakan buku sejarah terlengkap dalam bahasa Arab,
telah menjadi sumber rujukan para sejarawan berikutnya, seperti
Miskawayh, Ibn al-Atsir, dan Abu al-Fida. Seperti kebanyakan sejarawan
muslim, al-Thabari mengisahkan berbagai peristiwa secara kronologis, dan
memasukkannya kedalam daftar berdasarkan tahun Hijriah.
Abu al-Hasan Ali al-Masudi adalah salah satu sejarawan muslim
yang lainnya yang terkenal, bahkan ia dijuluki sebagai Herodotus bangsa
Arab. Ia memprakarsai metode tematis dalam penulisan sejarah. Metode
yang dilakukan oleh al-Masudi bukan berdasarkan kepada tahun kejadian
seperti halnya yang dilakukan al-Thabari, akan tetapi mengelompokkan
peristiwa berdasarkan Daulah, raja, dan masyarakatnya, yang kemudian
diikuti oleh Ibn Khaldun dan sejarawan lainnya.
2. Kemajuan dalam Bidang Keagamaan
a. Perkembangan dalam Kajian Teologi dan Hadis
Perhatian dan minat orang Arab Islam pada masa paling awal tertuju pada
cabang keilmuan yang lahir karena motif keagamaan. Kebutuhan untuk
memahami dan menjelaskan Alquran, kemudian menjadi landasan kajian
teologis dan linguistik yang serius. Interaksi dengan dunia Kristen pada abad
pertama Hijriah di Damaskus telah memicu timbulnya pemikiran spekulatif
teologis yang melahirkan madzhab pemikiran Murjiah dan Qodariah. Pada masa
Dinasti Bani Abbas perkembangan teologis yang dominan pada saat itu adalah
Mutazilah karena dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani.
Teologi Mutazilah banyak dianut oleh golongan elit istana kekhalifahan dan
cendekiawan. Bahkan khalifah Al-Mamun memjadikan teologi Mutazilah
sebagai teologi resmi Negara. Namun pada masa itu lahir pula teologi
Ahlussunnah yang dideklarasikan oleh Abu al-Hasan al-Asyari dan Al-Maturidi
pada abad ke IX dan X Masehi.

Bidang kajian berikutnya adalah hadis (sunnah), yaitu perilaku, ucapan,


dan persetujuan (taqrir) Nabi, yang kemudian menjadi sumber ajaran paling
penting setelah Alquran. Pada awalnya hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke
mulut, kemudian hadis nabi direkam dalam bentuk tulisan pada abad kedua
Hijriah. Oleh karena itu, hadis didefinisikan sebagai catatan perilaku atau
perkataan Nabi. Dalam pengertian yang lebih umum, hadis juga didefinisikan
sebagai catatan perilaku atau perkataan para Sahabat dan Tabiin.
meskipun tidak setara dengan Alquran, hadis nabi memiliki pengaruh
yang sama terhadap pemikiran Islam. Dalam hadis, Nabi Muhammad saw yang
berbicara, sedangkan dalam Alquran Allah yang berfirman. Dalam hadis hanya
maknanya yang diwahyukan sedangkan dalam Alquran, ungkapan verbal dan
maknanya merupakan wahyu Allah.
Selama dua setengah abad setelah Nabi Muhammad saw wafat, catatan
tentang perkataan dan prilakunya terus bertambah. Terhadap berbagai persoalan
baik itu persoalan agama, politik, atau social, setiap kelompok berusaha mencari
hadis untuk memperkuat pendapatnya, baik itu hadis shahih maupun hadis palsu.
Perseteruan politik antara Ali dan Abu Bakr, konflik antara Muawiyah dan Ali,
permusuhan antara Daulah Abbasiyah dan Daulah Umayyah, serta persoalan
superioritas anatara orang Arab dan non-Arab, membuka pintu yang sangat lebar
untuk menjamurnya pemalsuan hadis.
Abad ke-3 Hijriah menyaksikan penyusunan enam kitab hadis yang sejak
saat itu menjadi kitab hadis standar. Dari enam kitab hadis itu, yang paling
pertama dan paling otoritatif adalah yang dihimpun oleh Muhammad ibn Ismail
al-Bukhari (810-870 M). Al-Bukhari adalah seorang keturunan bangsa Persia. Ia
memilih 7.397 dari 600.000 hadis yang ia peroleh dari 1.000 guru dalam rentang
waktu 16 tahun perjalanan, dan kerja kerasnya di Persia, Irak, Suriah, Hijaz dan
Mesir. Kitab hadis al-Bukhari memiliki pengaruh paling besar terhadap pola
piker orang islam setelah Alquran.
Setelah kitab hadis al-Bukhari, posisi kedua ditempati oleh kitab hadis
karya Muslim ibn al-Hajjaz (w. 875 M) dari Naisabur, sebuah karya yang

memiliki judul serupa yakni al-Shahih, yaitu kumpulan hadis shahih. Hadis yang
terdapat dalam Shahih Muslim juga hamper sama dengan hadis dalam kitab alBukhari, meskipun dengan sanad yang berbeda. Seteleah kedua kitab hadis
tersebut, posisi berikiutnya ditempati oleh empat koleksi hadis lain yang
dianggap sacral oleh umat islam. Keempat koleksi hadis itu adalah Sunan Abu
Dawud dari Bashrah (w. 888), Jami al-Tirmidzi (w. 892 M), Sunan Ibn Majah
dari Qazwin (w. 886 M) dan Sunan al-Nasai, yang meninggal di Mekah pada
tahun 915 M.
b. Perkembangan dalam Kajian Hukum dan Etika (Akhlaq) Islam.
Setelah orang Romawi, orang Arab adalah satu-satunya bangsa pada abad
pertengahan yang melahirkan ilmu yurisprudensi, dan darinya berkembang
sebuah system yang independen. System tersebut dinamakan dengan Fiqh, yang
pada prinsipnya didasarkan atas Alquran dan sunnah (hadis). Fiqh adalah ilmu
yang memuat berbagai hukum Islam (Syariah), meliputi seluruh perintah Allah
swt sebagaimana tertuang dalam Alquran dan diuraikan dalam hadis yang
diwariskan kepada generasi berikutnya. Perintah-perintah itu meliputi aturanaturan yang terkait dengan praktik ibadah, kewajiban sipil, dan hukum
(muamalah), dan hukuman (uqubat).
Dari sekitar 6.000 ayat Alquran, hanya sekitar 200 ayat yang bias disebut
ayat-ayat hukum yang kebanyakan merupakan ayat-ayat Madaniyah terutama
surat ke-2 (al-Baqarah) dan ke-4 (al-Nisa). Terlihat jelas bahwa berbagai
ketentuan hukum di dalamnya tidak cukup memadai untuk menangani semua
kasus yang dihadapi umat islam dalam berbagai kondisi dan situasi baru di
Suriah, Irak, dan wilayah lain yang baru ditaklukkan. Oleh karena itu, dibutuhkan
sebuah pemikiran spekulatif yang melahirkan dua prinsip baru yaitu qiyas
(deduksi analogis) dan ijma (kesepakatan bersama). Jadi, yurisprudensi Islam
memiliki sumber baru disamping Alquran dan hadis. Adapaun tentang ray,
yaitu penalaran rasional, meskipun sering dijadikan sandaran, ia hamper tidak
dipandang sebagai sumber hukum kelima.

Karena perbedaan kondisi social dan latar belakang budaya dan pemikiran
setiap wilayah, pemikiran hukum islam pada gilirannya berkembang kedalam
sejumlah Madzhab pemikiran yang berbeda. Madzhab pemikiran Irak, misalnya,
lebih menekankan pada penggunaan pemikiran spekulatif dalam hukum
ketimbang madzhab Madinah yang lebih bersandar pada hadis. Tokoh paling
terkenal dalam madzhab ini adalah Abu Hanifah, yang nama lengkapnya alNuman ibn Tsabit. Ia hidup di Kufah dan Baghdad, dan meninggal pada tahun
767 M. ia bekerja sebagai seorang pedagang. Abu Hanifah menjadi ahli hukum
pertama dan paling berpengaruh dalam Islam. Ajaran yang ia sebarkan secara
lisan kepada muridnya yang salah satu diantaranya adalah Abu Yusuf (w. 798 M)
telah mewariskan pendapat gurunya dalam karyanya, Kitab al-Kharaj. Dalam
menetapkan hukum Abu Hanifah menekankan prinsip prefensi atau Istihsan,
yang melepaskan diri dari ikatan analogi untuk mengejar keadilan yang lebih
besar.
Pemimpin madzhab Madinah, yang lebih akrab dengan pola pikir Nabi,
adalah Malik ibn Anas (715-795 M), yang karyanya, al-Muwaththa merupakan
kitab hukum Islam tertua yang pernah ditemukan. Karya monumental ini, dengan
1700 hadis hukum, menghimpun sunnah-sunnah Nabi, membuat rumusan
pertama tentang ijma (consensus) masyarakat Madinah dan menjadi kitab
hukum madzhab Maliki. Dari Maroko dan Andalusia, madzhab ini telah
melahirkan al-AwzaI (w 774 M) dan al-Zhahiri (815-883 M), dan hingga saat ini
masih bertahan diseluruh Afrika utara, kecuali mesir bagian bawah dan Arab
bagian timur. Setelah Abu Hanifah dan Malik ibn Anas, berbagai kajian hukum
berkembang pesat, sehingga menjadi cabang pemikiran di dunia Islam yang
dikaji secara besar-besaran.
Antara madzhab Irak yang liberal dan madzhab Madinah yang konservatif,
muncul madzhab lain yang mengklaim telah membangun jalan tengah yakni
menerima pemikiran spekulatif dengan catatan tertentu. Madzhab ini didirikan
oleh Muhammad ibn Idris al-Syafii. Lahir di Gazza, Palestina pada tahun 767

M/150 H. Al-Syafii adalah keturunan Quraisy, ia belajar kepada Malik ibn


Annas di Madinah, namun aktivitasnya adalah Baghdad dan Kairo. Ia meninggal
pada tahun 820 M/204 H di Kairo. Ajaran al-Syafii masih mendominasi Mesir
bagian bawah, Afrika bagian timur, Palestina, Arab bagian barat dan selatan,
wilayah pantai India dan Indonesia. Pengikutnya berjumlah sekitar 105 juta
orang, sementara pengikut Hanafi 180 juta orang, pengikut Malik 50 juta orang,
dan pengikut Hanbali 5 juta orang.
Madzhab keempat dan terakhir yang dianut oleh komunitas Islam, selain
Syiah adalah madzhab Hanbali, yang mengambil nama dari pendirinya yaitu
Ahmad ibn Hanbal, seorang murid al-Syafii, dan pengusung ketaatan mutlak
terhadap hadis. Konservatisme Ibn Hanbal merupakan benteng ortodoksi di
Baghdad terhadap bentuk inovasi kalangan Muktazilah. Meskipun telah menjadi
korban inkuisisi (mihnah), dan pernah diikat dengan rantai pada masa alMamun, serta dihina, dan dipenjara oleh al-Mutasim, Ibn Hanbal tetap teguh
pada pendiriannya, dan tidak mengakui berbagai bentuk modifikasi terhadap
keyakinan tradisional. Sekitar 800 ribu laki-laki dan 60 perempuan yang
menghadiri pemakamannya di Baghdad pada tahun 855 M menegaskan pengaruh
kuat pengusung ortodoksi ini terhadap masyarakat luas. Generasi berikutnya
memuliakan makamnya seperti layaknya seorang sufi dan menganugerahinya
gelar Imam seperti yang mereka berikan kepada Abu Hanifah, Malik ibn Anas,
dan al-Syafii.
Dibidang etika atau akhlaq meskipun sangat banyak jumlahnya, namun
setidaknya terdapat tiga jenis karya etika. Karya-karya tersebut membahas
tatanan moral yang paripurna, serta peningkatan kualitas semangat dan prilaku
(adab). Beberapa karya-karya ulama pada masa itu yang membahas tentang
etika/akhlaq yaitu al-Durrah al-Yatimah karya Ibn al-Muqaffa, kitab Adab alDunya wa al-Din karya al-Mawardi, Kitab al-Akhlaq karya Hunayn yang pada
selanjutnya menjadi landasan filsafat moral Islam, serta kitab Tahdzib al-Akhlaq,

merupakan karya etika terbaik yang sarat dengan nuansa filosofis yang pernah
ditulis seorang muslim.
c. Perkembangan Sastra dan Bidang Kajian Lain
Apa yang dinamakan sastra Arab bukanlah sastra Arab seperti halnya
sastra-sastra Italia dan sastra latin pada abad pertengahan. Penulis karya sastra
Arab adalah orang yang berasal dari berbagai etnis, dan secara keseluruhan
mewakili monument abadi sebuah peradaban, bukan semata monumen sebuah
bangsa. Sastra Arab dalam pengertian sempit, yakni adab mulai dikembangkan
oleh al-Jahiz (w. 868-869 M), guru para sastrawan Baghdad, dan mencapai
puncaknya pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriah melalui karya-karya Badi al-Zaman
al-Hamadzani (969-1008 M), al-Syalabi dari Naisabur (961-1038), dan al-Hariri
(1054-1122 M). salah satu cirri penulisan prosa pada masa itu adalah
kecenderungan

untuk

menggunakan

ungkapan-ungkapan

hiperbolik

dan

bersayap.
Pada masa Badi al-Zaman al-Hamadzani muncullah sebuah bentuk baru
sastra yang disebut sebagai maqamah, yaitu sejenis anekdot dramatis yang
substansinya berusaha dikesampingkan oleh penulis untuk mengedepankan
kemampuan puitis, pemahaman, dan kefasihan bahasanya. Pada kenyataannya,
bentuk karya maqamah bukanlah karya satu orang saja, melainkan merupakan
perkembangan alami dari prosa berirama, dan penyusunan kata bersayap seperti
yang dilakukan oleh Ibn Durayd dan para penulis sastra lainnya. Karya alHamadzani merupakan model bagi al-Hariri dari Bashrah, yang selama tujuh
abad maqamah-nya dipandang sebagai warisan berharga, setelah Alquran di
bidang sastra Arab.
Bentuk sastra yang paling dikenal dunia sebagai warisan budaya paling
menonjol dalam bidang sastra pada masa Daulah Abbasiyah adalah Alf Lailah
wa Laylah atau lebih dikenal dengan sebutan kisah seribu satu malam. Acuan
penulisan sastra tersebut adalah kisah-kisah dari penutur kisah local, kisah-kisah
rakyat dari timur dan Yunani terserap kedalamnya dan menjadikan istana khalifah

Harun al-Rasyid sebagai sumber pengambilan berbagai anekdot lucu dan kisah
romantic dalam jumlah besar.
Dalam bidang puisi dan sajak tokoh Abu Nawas adalah yang paling
popular di masa ke khalifahan Harun al-Rasyid dan al-Amin. Ia merupakan
seorang yang mampu menyusun lagu terbaik tentang kisah-kisah romantic
bahkan anekdot-anekdot yang membuat decak kagum banyak orang. Puisi
ghazal merupakan salah satu karya Abu Nawas. Tokoh Abu Nawas yang kocak
dan cerdas sering membuat seluruh kehidupan istana khalifah Harun al-Rasyid
menjadi lebih semarak.
C. Latar Belakang Dinasti Abbasiyah
Nama Dinasti Abbasiyah diambilkan dari nama salah seorang dari paman
Nabi Muhammad SAW. Yang bernama al-Abbas ibn Abd al-Muttalib ibn
Hasyim. Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas
kekhalifahan islam,sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim yang secara
nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi Muhammad SAW.
Pemerintahan Bani Umayyah adalah pemerintahan yang mempunyai
wibawa yang besar,meliputi wilayah yang luas.Mulai dari wilayah Sind dan
berahir di Spanyol. Namun hanya Dinasti ini hanya bisa bertahan kurang dari 1
abad karena kurang mendapat simpati dari rakyatnya. Hal ini yang menyebabkan
munculnya Dinasti Abbasiyah.

D. Perkembangan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah


1) Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Proses berdirinya Dinasti Abbasiyah ini diawali dari tahap persiapan
dan perncanaan yang dilakukan oleh Ali ibn Abdullah ibn Abbas,seorang
zahid yang hidup pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M).
Persiapan yang dilakukan Ali adalah melakukan propaganda terhadap umat
islam (utamanya Bani Hasyim).
Propaganda Muhammad ibn Ali mendapat sambutan yang luar biasa
dari masyarakat karena beberapa faktor yaitu meningkatnya kekecewaan

kelompok mawali terhadap Dinasti Bani Umayyah karena selama Dinasti ini
berkuasa mereka ditempatkan pada posisi kelas dua dalam sistem sosial
sementara orang-orang Arab menduduki kelas bangsawan,pecahnya
persatuan antar suku bangsa Arab dengan lahirnya fanatisme kesukuan
antara Arab utara dengan Arab selatan,timbulnya kekecewaan kelompok
agama terhadap pemerintahan yang sekuler karena mereka menginginkan
pemimpin negara yang memiliki pengetahuan dan integritas keagamaan
yang mumpuni, perlawanan dari kelompok Syiah yang menuntut hak mereka
atas kekuasaan yang pernah dirampas oleh Bani Umayyah karena mereka
tidak mudah melupakan peristiwa tersebut.
Sebelum menggulingkan kekuasaan Dinasti Umayyah,para keluarga
Abbas melakukan berbagai persiapan dengan melakukan pengaturan strategi
yang kuat dan persiapan yang matang juga dukungan yang kuat dari
masyarakat. Oleh karena itu sangat diperlukan pemikiran matang dan
strategi yang dapat memperhitungkan keadaan untuk melakukan gerakan
propaganda tersebut.
Ali bin Abdullah bin Abbas kemudian digantikan anaknya Muhammad
bin Ali.Pada masa Muhammad bin Ali ini,usaha mendirikan dinasti
Abbasiyah semakin meningkat dengan memperluas gerakan antara lain kota
al-Humaymah sebagai pusat perencanaan dan organisasi,Kufah sebagai kota
penghubung dan Khurasan sebagai pusat gerakan praktis. Setelah
Muhammad bin Ali wafat,beliau digantikan oleh anaknya Ibrahim alImam.Guna mempertahankan wilayahnya beliau mengangkat panglima
perang Abu Muslim al-Khurasan dan berhasil merebut Khurasan dan
mencapai kemenangan.Setelah beliau wafat,perjuangannya diteruskan oleh
adiknya yaitu Abu Abbas bin Muhammad bin Ali,beliau ingin merangkul
kekuatan dari keluaga lain yaitu Bani Hasyim dan kaum Alawiyin yang tidak
pernah mendapat perhatian dan dikucilkan oleh Dinasti Umyyah.
Dengan bergabungnya Bani Hasyim dan Kaum Alawyin maka gerakan
Abu Abbas menjadi kekuatan yang ditakuti oleh Bani Umayyah,melihat

posisinya semakin terpojok akhirnya Marwan bin Muhammad,peguasa


terakhir Dinasti Bani Umayyah menyelamatkan diri dari kejaran massa
menuju ke wilayah Mesir tepatnya di Fustad,disitulah dia mati terbunuh
pada tahun 132 H/750 M. Terbunuhnya Khalifah terakhir Bani Umayyah ini
menandai era baru dalam perjalanan sejarah pemerintahan islam,kemudian
kekuasaan pindah ke tangan penguasa baru yaitu para penguasa yang berasal
dari keturunan Hasyim atau keturunan Abbas kemudian Dinasti ini disebut
dengan Dinasti Abbasiyah.
2) Peta Wilayah Islam
Pada masa daulah Bani Abbasiyah ini wilayah islam sangat
luas,meliputi wilayah yang dikuasai oleh Bani Umayyah antara lain Saudi
Arabia, Yaman Utara, Yaman Selatan, Oman, Uni Emirat, Arab, Quait, Iraq,
Iran, Yordania, Palestina (Israel), Libanon, Mesir, Libia, Tunisia, az-Zajair,
Maroko, Spanyol, Afganistan, Pakistan.
Sikap politik daulah Abbasiyah berbeda dengan daulah Bani Umayyah
sebab

dalam

daulah

Bani Abbasiyah

pemegang

kekuasaan

lebih

merata,bukan hanya dipegang oleh bangsa Arab,tetapi lebih demokratis


melihat bahwa kekuasaan itu harus dibagi-bagi dalam segala kekuatan
masyarakatnya,maka bangsa Persia juga diberi kekuasaan begitu juga bangsa
Turki dan lainnya.
3) Pemerintahan Bani Abbasiyah
Pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khalifah
Umayyah dimana pendiri dari khalifah ini adalah keturunan al-Abbas,paman
Nabi Muhammad SAW. Yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn
Abdullah ibn al-Abbas dimana pola pemerintahan yang diterapkan berbedabeda sesuai dengan perubahan politik,sosial, dan budaya.
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu,para
sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima
periode :
a. Periode pertama (132-232 H/750-847 M),disebut periode pengaruh
Arab dan Persia pertama.

b. Periode kedua (232-334 H/847-945 M),disebut periode pengaruh


Turki pertama.
c. Periode ketiga (334-447 H/945-1055 M),Periode ini disebut juga
masa pengaruh Persia kedua.
d. Periode keempat (447-590 H/1055-1194 M),disebut juga dengan
masa pengaruh Turki kedua.
e. Periode kelima (590-656 H/1194-1258 M),masa khalifah bebas dari
pengaruh dinasti lain,tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar
kota Baghdad.
E. Khalifah Khalifah Bani Abbasiyah
Pada periode pertama

pemerintahan

Bani

Abbas

mencapai

masa

keemasannya.Secara politis,para khalifah betul-betul kokoh yang kuat dan


merupakan pusat kekuasaan, politik, dan agama.Disisi lain kemakmuran masyarakat
mencapai tingkat tertinggi.Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai keemasan
dibawah pimpinan al-Mahdi,al-Hadi,Harun ar-Rasyid,al-Ma`mun,al-Mu`tashim,alWasiq dan al-Mutawakil.
Al-Mahdi (775-785 M)
Al-Mahdi dilahirkan di Hamimah pada tahun 126 H. Sewaktu ayahnya
al-Mansur mulai menjadi khalifah, al-Mahdi berusia 10 tahun dan Isa bin
Musa sebagai putra mahkota bakal pengganti al-Mansur menurut perjanjian
yang dibuat oleh Abul Abbas as-Saffah,tetapi al-Mansur berniat untuk
mencalonkan anaknya menjadi penggantinya kelak.Karena itu beliau
mengambil langkah-langkah untuk mengasuh dan mengajarnya tentang
kepahlawanan dan cara-cara memimpin tentara.
Ketika al-Mahdi menjadi khalifah,negara telah dalam keadaan stabil
dan mantap,dapat mengendalikan musuh-musuh dan keuangannya pun telah
terjamin.Karena itu zaman pemerintahan al-Mahdi terkenal sebagai zaman
yang makmur dan hidup dalam kedamaian.

Al-Mahdi telah memerintah supaya dibangun beberapa buah bangunan


besar di sepanjang jalan yang menuju ke Makkah sebagai tempat
persinggahan para musafir,memerintahkan supaya dibuat kolam-kolam air
untuk kepentingan kelompok-kelompok kafilah dan hewan-hewan mereka
dan mengadakan hubungan pos di antara kota Bagdad dan wilayah-wilayah
islam yang terkemuka.
Al-Hadi (775-786 M)
Al-Hadi adalah khalifah pengganti al-Mahdi yang merupakan anaknya
sendiri,pada tahun 166 H al-Mahdi melantik pula anaknya yang seorang lagi
yaitu Harun ar-Rasyid sebagai putra mahkota bakal pengganti al-Hadi.Kalau
al-Mahdi wafat,al-Hadi dilantik menjadi khalifah yang menggantikannya
secara resmi.
Khalifah al-Hadi ialah khalifah yang tegas,walaupun beliau gemar
berhibur dan bersenda gurau,tetapi semua itu tidak melalaikannya dari
memikul tanggung jawab.
Seperti yang telah diketahui khalifah al-Hadi adalah seorang yang
berhati lembut, berjiwa bersih, berakhlak baik, baik tutur katanya, senantiasa
berwajah manis dan jarang menyakiti orang.
Harun ar-Rasyid (785-809 M)
Harun ar-Rasyid dilahirkan di Raiyi pada tahun 145 H,ibundanya
adalah Khaizuran,bekas seorang hamba yang juga ibunda al-Hadi.Beliau
telah dibesarkan dengan baik sewaktu beliau diasuh agar berpribadi kuat dan
berjiwa toleransi.Ayahanda beliau al-Mahdi telah memikulkan beban yang
berat,bertanggung jawab memerintah negeri dengan melantik beliau sebagai
amir di Saifah pada tahun 163 H.Pada tahun 164 H beliau dilantik
memerintah seluruh wilayah Anbar dan negeri-negeri di Afrika Utara.Harun
ar-Rasyid telah melantik pula beberapa orang pegawai tinggi ,mewakili
beliau di kawasan-kawasan tersebut.
Pribadi dan akhlak Khalifah Harun ar-Rasyid adalah baik dan mulia
yang menyebabkan beliau sangat dihormati dan disegani.Beliau adalah salah
seorang khalifah yang suka bercengkrama,alim dan dimuliakan.Selain

itu,beliau juga terkenal sebagai seorang pemimpin yang pemurah dan suka
berderma.Beliau juga menyukai musik,ilmu pengetahuan dan dekat dengan
para ulama serta penyair.
Pada zaman pemerintahan Harun ar-Rasyid,Baitul Mal ditugaskan
menanggung narapidana dengan memberikan setiap orang makanan yang
cukup serta pakaian musim panas dan musim dingin.Sebelum itu khalifah alMahdi juga berbuat demikian tetapi dengan nama pemberian,sementara
Khalifah Harun ar-Rasyidmenjadikannya suatu tugas dan tanggung jawab
Baitul Mal.
Khalifah Harun ar-Rasyid mampu membawa negeri yang dipimpinnya
ke masa kejayaan, kemakmuran dan kesejahteraan. Berikut usaha Harun arRasyid selama masa pemerintahannya:
Mengembagkan bidang ilmu pengetahuan dan seni.
Membangun gedung-gedung dan sarana sosial.
Memajukan bidang ekonomi dan industri.
Memajukan bidang politik pertahanan dan perluasan wilayah
kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
Al-Ma`mun (813-833 M)
Nama lengkap khalifah ini adalah Abdullah Abdul Abbas al-Ma`mun,
adalah anak dari Khalifah Harun ar-Rasyid yang dilahirkan pada tanggal 15
Rabiulawal tahun 170 H/786 M.Kelahirannya bertepatan dengan wafat
kakeknya yaitu Musa al-Hadi,juga bersamaan dengan waktu ayahnya
diangkat menjadi khalifah.Adapun ibunda al-Ma`mun adalah seorang bekas
hamba sahaya yang bernama Marajil.
Selain sebagai seorang pejuang yang pemberani beliau juga sebagai
seorang

pengusaha

yang

bijaksana.Semangat

berkarya,

bijaksana,

pengampun, adil, cerdas merupakan sifat-sifat yang menonjol dalam pribadi


al-Ma`mun.
Khalifah Abdullah al-Ma`mun selama menjabat sebagai pemimpin
Daulah Abbasiyah telah berusaha melakukan perbaikan-perbaikan hal-hal
sebagai berikut :

Menghentikan

berbagai

gerakan

pemberontakan

untuk

menciptakan stabilitas dalam negeri.


Penertiban administrasi negara untuk penataan kembali sistem
pemerintahan.
Pembentukan badan negara.
Pembentukan Baitul Hikmah dan Majlis Munazarah.
Lembaga Baitul Hikmah berfungsi sebagai perpustakaan (daur alkutub), yang tampaknya juga aktif disana para guru, para ilmuan, disamping
aktivitas Penerjemahan, penulisannya dan penjilidannya.
Al-Mu`tashim (833-842 M)
Abu Ishak Muhammad Al-Mu`tashim lahir pada tahun 187 H.Ibunya
bernama Maridah.Beliau dibesarkan dalam suasana ketentaraan,karena sifat
berani dan minatnya untuk menjadi pahlawan. Di masa pemerintahan alMa`mun, al-Mu`tashim merupakan tangan kanannya dalam menyelesaikan
kesulitan dan memimpin peperangan. Al-Ma`mun juga melantik alMu`tashim sebagai pemerintah di negeri Syam dan Mesir,kemudian
melantiknya pula sebagai putra mahkota. Al-Mu`tashim menyandang jabatan
khalifah sesudah wafatnya, al-Ma`mun.
Khalifah pindah bersama korp-korps kayangannya ke Samara.Di sana
beliau mendirikan istana,masjid dan sekolah-sekolah.Tidak lama kemudian
Samara mulai megah seperti Baghdad, tetapi beliau tidak pernah
menggantikan Baghdad sebagai pusat intelektual yang besar.Hal ini juga
didukung oleh kondisi perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini
berkembang dengan pesat,bukan hanya ilmu pengetahuan umum tetapi ilmu
pengetahuan agama.
Al-Watsiq (842-847 M)
Al-Watsiq dilahirkan pada tahun 196 H,ibunya keturunan Roma
bernama

Qaratis.Al-Watsiq

berperibadi

luhur,berpikiran

cerdas

dan

berpandangan jauh dalam mengurus segala perkara.Bapaknya telah


memberinya kekuasaan di Baghdad,ketika al-Mu`tashim berpindah ke
Samara bersama-sama dengan angkatan tentaranya kemudian melantiknya
sebagai putra mahkota bakal khalifah.Al-Watsiq telah menyandang jabatan
khalifah setelah wafatnya al-Mu`tashim,ayahnya.
Al-Watsiq adalah penguasa yang sangat cakap, pemerintahannya
mantap dan penuh perhatian, beliau banyak memberikan uang dan menolong
ilmu pengetahuan sepenuhnya, industri maju dan perdaganagn lancar.
Al-Mutawakkil (847-861 M)
Ja`far al-Mutawakil adalah putra al-Mu`tasim Billah (833-842) dari
seorang wanita persia.Beliau menggantikan saudaranya al-Watsiq. Selama
masa pemerintahannya al-Mutawakil menunjukkan rasa toleran terhadap
sesama. Al-Mutawakkil mengandalkan negarawan Turki dan pasukannya
untuk meredam pemberontakan dan memimpin pasukan menghadapi
pasukan asing. Al-Mutawakkil wafat pada tanggal 11 Desember 861 M.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya Daulah Abbasiyah ini terutama periode-periode awal
adalah puncak keemasan peradaban Islam (The Golden Age of Islamic
Civilization), dari sanalah lahir beberapa tokoh yang mampu melahirkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan menjadi lebih maju. Ada beberapa factor
yang menyebabkan majunya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah
diantaranya adalah adanya persamaan dalam hal superioritas antara bangsa
Arab dan Bangsa non-Arab sehingga banyak menyumbangkan pemikirpemikir yang handal tanpa memandang kesukuan dan bangsa. Factor kedua
adalah dukungan dari penguasa saat itu diantaranya khalifah Harun al-Rasyid
dan al-Mamun yang keduanya sangat mendukung terhadap ilmu pengetahuan
dengan bangunnya Bait al-Hikmah yang salah satu aktivitasnya adalah
gerakan penerjemahan buku-buku berbahasa asing baik itu Yunani, Persia,
India maupun bahasa lainnya.
Ada perbedaan yang mencolok dalam proses perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah ini yaitu dalam hal orang-orang
yang berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut. Perkembangan
ilmu pengetahuan bidang sains lebih didominasi oleh orang-orang dari luar
bangsa Arab, seperti Persia dan Turki yang memang mempunyai kelebihan
dan minat terhadap ilmu-ilmu sains dibandingkan dengan orang-orang bangsa
Arab yang lebih berminat mengembangkan ilmu pengetahuan yang
berlandaskan keagamaan seperti halnya dalam bidang teologis, hadis, fikih,
dan tasawuf.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Amn, Dluh al-Islm, Kairo, Maktabah Nahdlah Al-Misriyah, Vol. I, Cet. 7.

Ahmad Ma`mr al-`Usayri, Mjaz al-Trikh al-Islmi, Damm, Maktabah al-Malik


Fahd al-Wataniyah, Cet. 3, 2004.
Ahmad Shalabi, Maws`ah al-Trikh al-Islmi wa al-Hadlrah al-Islmiyah, Kairo,
Maktabah al-Nahdlah al-Misriyah, Vol. III, Cet.8, 1985.
Bernard Lewis, Abbsid, dalam E. Van Donzel et. al. (Ed.), The Encyclopaedia of
Islam, Leiden, E.J. Brill, 1997.
Eric Hanne, Abbasids, dalam Josef W. Meri (Ed.), Medieval Islamic Civilization: An
Encyclopaedia, New York & London, Routledge, 2006.
George Modelski, World Cities: 3000 to 2000, Washington DC: FAROS 2000, 2003
Hji Khalfah, Kashf al-Dzunn, bab. `Ilm Al-Hikmah, vol. I, hlm 676 (dalam
Software al-Maktabah al-Shamilah Edisi 2.32).
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1984
Hasan Ibrhm Hasan, Trikh al-Islm: al-Siysi wa al-Dni wa al-Tsaqfi wa alIjtima`i, Beirut-Kairo, Maktabah Al-Jl & Maktabah al-Nahdlah al-Misriyah, Vol. II,
Cet. 14, 1996
http://en.wikipedia.org/wiki/House_of_Wisdom, diakses terakhir pada tanggal 13
Oktober 2011
Ibn Khaldun, Muqaddimah, hal. 476; Alfred Guillaume, The Traditions of Islam
(Oxford, 1924).
Ibn al-Nadm al-Baghddi, Al-Fihrist, hlm. 304 (dalam Software al-Maktabah alShamilah Edisi 2.32).

Jalluddn Al-Suyti, Trikh al-Khulaf, Tahqq: Ahmad Ibrhm Zahwah & Sa`d
Ibn Ahmad al-`Aidrsi, Beirut, Dr al-Kitb al-`Arabi, 2006.
Muhamad al-Sdiq `Affi, Tatawwur al-Fikr al-Ilmi`Inda al-Muslimn, Kairo,
Maktabah al-Khnji, 1976-1977.
Muhamad Ibn Sad ibn Man`,Al-Tabaqt al-Kubr, Tahqiq: Ihsn Abbs, Beirut, Dr
Sdir, Cet. 1, 1986
M.M. Sharf, Al-Fikr al-Islmi: Manbi`uhu wa tsruhu, diterjemahkan dan
dikomentari serta diberi beberapa tambahan oleh oleh Dr. Ahmad Shalabi dari buku
aslinya berjudul Islamic Thought: Its Origin and Achievements, Kairo, Maktabah alNahdlah al-Misriyah, Cet. 8, 1986.
Philip K. Hitti, History of Arabs 3rd Edition, London: Macmillan and Co., Limited St.
Martins Street, 1946.
Siddq Ibn Hasan al-Qannji, Abjad al-`Ulm al-Washi al-Marqm f Bayn Ahwl
al-`Ulm, Vol. I, hlm.179 (dalam Software al-Maktabah al-Shamilah Edisi 2.32.
Sulaymn al-Khatb, Usus Mafhm al-Hadlrah f al-Islm, Kairo, Al-Zahr li alI`lm al-`Arabi, Cet.I, 1986
Vartan Gregorian, Islam : A Mosaic, Not a Monolith, Brookings Institution Press,
2004

Asnawi,Muh,Sejarah Kebudayaan Islam,Semarang:CV.Aneka Ilmu,2009


Ismiyatun,Sejarah Kebudayaan Islam,Madrasah Tsanawiyah
Karim,Abdul,M,Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,Yogyakarta:Pustaka Book
Publisher,2007

Sanusi, Ja`far, dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, Madrasah Aliyah III, Semarang:
CV.Wicaksana
Syalabi, A, Sejarah dan Kebudayaan Islam III, Jakarta: PT.Al Husna Zikra, 2000, cet
ke-3
Syukur,Fatah,Sejarah Peradaban Islam,Semarang:PT.Pustaka Rizki,2009
Yatim,Badri,Sejarah Kebudayaan Islam II,Semarang:-,1996
http://erna-wati.blogspot.com/faktor-faktor-pendukung-dan-lahirnya.html,
(14/11/2010)

KEMUNDURAN UMMAT ISLAM DALAM SAINS DAN


TEKNOLOGI
Kondisi masyarakat Muslim pada Zaman Keemasan
Menurut sejarah, pada zaman itu daulah Islamiyah meliputi daerah yang sangat luas
dan berpenduduk berbagai bangsa. Perdagangan dengan negara-negara lain sekitarnya
sangat intensif berkat kemampuan sains dan teknologi ummat Islam, yang

memungkinkan para petani dan para pengrajin memproduksi barang-barang


kebutuhan masyarakat, dan para pedagang menawarkan barang dagangannya di
dalam maupun di luar negeri. Dalam suasana aman dan makmur ini, sebagian orang
dapat menyisihkan waktu untuk belajar dan mengembangkan sains.
Sebagaimana diketahui, para ilmuwan muslim itu mengikuti metode empiris yang
dikembangkan Ibn Hayyan (721-815) dan terdiri dari rangkaian observasipengukuran-penalaran, seperti apa yang diajarkan oleh Islam, dan kemudian
dilengkapi oleh Ibn Haitham dengan hipotesis, verifikasi, dan eksperimen.
Diantara para pakar ilmuwan tersebut terdapat sederetan nama sebagai berikut: Al
Kindi (800-873) yang menulis buku tentang optika geometris yang mempelajari jalan
sinar; Al Farabi (870-950) yang memiliki pengetahuan banyak tentang nada-nada
dan menulis buku tentang musik; Al Bairuni (975-1048) yang menemukan berat jenis
berbagai batuan, serta mengetahui posisi suatu bintang dari berbagai lokasi di belahan
bumi. Ia pulalah yang menduga bahwa bumi mengelilingi matahari, dan bahwa orbit
planet-planet mungkin tidak hanya berbentuk lingkaran tetapi ada juga yang
berbentuk elips; Ibn Sina (980-1037) yang profesi utamanya sebagai dokter menulis
buku tentang ilmu bedah yang lima abad kemudian menjadi buku teks di perguruan
tinggi di Eropa; Ibn Al Haitham (965-1040) yang meneliti tentang hukum-hukum
pantulan dan pembiasan cahaya melalui snell serta menulis buku tentang hubungan
antara kerapatan udara dengan ketinggian atmosfer. Ia pulalah yang membantah
ajaran Aristoteles tentang penglihatan: bahwa bukan cahaya yang keluar dari mata,
tetapi justru yang terpantul masuk ke dalam matalah yang membuat mata dapat
melihat benda di sekitarnya. Masih banyak lagi nama-nama ilmuwan muslim yang
tercatat dalam tinta emas sejarah kemajuan Islam di bidang sains dan teknologi.
Penguasaan sains dan teknologi yang diraih dengan cepat oleh ummat ini adalah
berkat dorongan yang kuat oleh Al-Qur'an yang menempatkan para ilmuwan dalam

kedudukan atau posisi yang terhormat; misalnya dalam ayat 28 surat Fathir yang
artinya:
"Sesungguhnya, di antara hamba-hamba Nya, yang takut (tunduk dan hormat)
kepada Allah adalah para ulama (ilmuwan yang mengetahui kebesaran dan
kekuasaan Nya)".
Juga dalam ayat 11 surat Al Mujadalah yang artinya:
"Allah mengangkat mereka yang beriman di antara kamu dan mereka yang diberi
ilmu, beberapa tingkat".
Kecuali itu, Rasulullah SAW pun memacu ummat Islam agar mereka mencari ilmu
kapan saja sepanjang hidupnya di dunia:
"Carilah ilmu sejak masih di buaian (bayi) sampai masuk di liang kubur
(meninggal)"
Enam abad lamanya sains berkembang dengan mutu tinggi di lingkungan ummat.
Banyak sekali ide ilmuwan muslim diambil oleh ilmuwan Barat, orang-orang Eropa
berdatangan ke universitas Islam yang diantaranya berada di Cordoba dan Toledo
(Spanyaol) untuk belajar dan kemudian menyalin buku-buku karya ilmuwan muslim.
Proses Peralihan Sains dan Teknologi dari Islam ke Barat
Diantara orang-orang Barat yang giat belajar pada ilmuwan muslim terdapat namanama seperti Herman si pincang (1013-1054); biarawan Reichenan di Swiss yang
menulis buku matematika; Adeland of Bath (1090-1150), seorang Inggris yang
menyamar sebagai orang Islam dan mengikuti kuliah-kuliah di Cordoba (Qurtubah)
menulis kompendium untuk sains ilmuwan Muslim; Gerando de Cremona (11141187) yang menyalin sekitar 90 karya ilmuwan Muslim ke dalam bahasa latin.
Sehubungan dengan ini Prof. Fuat Sezgin dari universitas Frankfurt, yang menulis
buku Geschichte des Arabischen Schrifftums (20 jilid) menemukan bahwa tidak

sedikit karya ilmuwan Muslim yang dibajak dengan jalan menyalinnya dalam bahasa
latin dan kemudian dibubuhi nama penyalin itu sendiri sebagai ganti nama penulis
aslinya.
Kemunduran Ummat di Bidang Sains
Dalam masa giat-giatnya Eropa-Non Muslim berusaha mengumpulkan dan
mempelajari sains hasil karya ummat Islam itu, kegiatan Ummat Islam dalam sains
justru mulai menurun, setelah melampaui puncaknya sekitar tahun 1150, sehingga
akhirnya terhenti kira-kira dalam tahun 1400. dalam jangka waktu itu sains diabaikan
dan tidak diacuhkan oleh ummat Islam.
Sebab lain yang mendorong kemunduran ummat Islam di bidang sains adalah adanya
perebutan kekuasaan di istana penguasa. Seperti diketahui bahwa Al Kindi bekerja di
istana Khilafah Ma'mun, Ar Razi di Istana Sultan Muhammad, Ibn Al Haitham
konsultan Al Hakim, Ibn Rusyd pada Al Mansur, Ibn Sina sebagai dokter pribadi pada
berbagai pangeran, dan sebagainya. Penguasa-penguasa yang kaya itu tidak hanya
memberikan gaji yang besar saja, tetapi kehormatan pada ilmuwan-ilmuwan yang
bersangkutan, serta perlindungan fisik dari kemungkinan serangan orang-orang
fanatik yang beranggapan bahwa para cendekiawan itu telah menyeleweng jauh dari
agama. Maka bilamana seorang penguasa terguling dari posisinya, para ilmuwan di
sekitarnya pun melarikan diri, khususnya ketika Al Mutawakkil berhasil merebut
kekuasaan, Al Kindi dan rekan-rekannya harus menyelamatkan hidup masing-masing
karena mereka dikejar-kejar penguasa baru.
Dalam kondisi seperti diatas, kemampuan sains dan teknologi ummat Islam
sebenarnya sangat rapuh. hal ini terbukti dalam sejarah ketika kekuasaan
pemerintahan di Timur dihancurkan oleh tentara Mongol; perpustakaan dimusnahkan,
observatorium astronomi diremukkan, penguasa, ilmuwan dan ulama dibantai. Semua
orang memalingkan seluruh pandangannya ke arah lain, ajaran tasawuf mendapat

pengikut besar dan mereka menjauhkan diri dari keduniaan, karena sains tidak
berakar dalam masyarakat. Sains tidak dipahami oleh rakyat, kecuali dalam bentuk
obat dan sistem irigasi. Dibandingkan dengan kehancuran Jerman pada akhir perang
dunia ke-2; karena sains dan teknologi telah merakyat, bangsa Jerman cepat sekali
bangkit kembali sebagai kekuatan dunia yang tidak dapat diabaikan.
Dengan pudarnya penguasaan ummat Islam atas sains dan teknologi, dibandingkan
dengan menanjaknya kemampuan sains di Barat, lenyap pula kemampuan ummat
Islam untuk bertahan, sehingga kecenderungan menurunnya peran ummat Islam di
dunia tidak dapat dibendung. Sebaliknya bangsa Eropa, setelah belajar dari ummat
Islam, lima abad kemudian berhasil melanjutkan pengembangan sains di masyarakat
Barat. walaupun pada awalnya gereja melarang penyebaran sains dengan cara
menyiksa para ilmuwan dalam bentuk inkuisisi, namun pada akhirnya gereja
kehilangan kekuasannya, dan sekularisasi melanda dunia Barat. Agama dipisahkan
dari politik, ekonomi dan sains. Selanjutnya dapat dilihat pertumbuhan sains dan
teknologi yang pesat di Barat, disusul dengan penjajahan atas ummat Islam.
Dampak yang Harus Ditanggulangi
Ummat Islam harus segera menyiapkan pendidikan untuk menghasilkan sumber daya
manusia yang memadai. Hal ini berarti bahwa pendidikan sains dan teknologi harus
digalakkan, dan dipacu dengan kemampuan berpikir kritis analitis serta penggunaan
penalaran yang rasional (tidak sekuler).
Sekularisasi di Barat telah memisahkan sains dari agama, karena agama dianggap
tidak relevan bagi pengembangan sains. Dalam sains Barat, alam semesta tidak
diciptakan oleh Tuhan, tetapi muncul dengan sendirinya secara kebetulan karena
adanya fluktuasi dalam energi vakum kari ketiadaan (exnihilo), sebab memang
keberadaan Tuhan tidak pernah masuk dalam pembicaraan sains. Langkah tepat yang
harus dilakukan ummat Islam adalah memagari sains yang sekular itu; yakni dengan

membuat sains sebagai himpunan informasi yang rapat, namun terbuka secara
matematis, dengan konsep keTuhanan berada di perbatasannya. Dengan demikian
maka akidah Islamiyah tetap berada di luar himpunan, namun dapat dihampiri
sebagai limit sedekat-dekatnya.
Sebagai contoh adalah, masalah penciptaan makhluk hidup di bumi, ummat Islam
dapat memasukkan ajaran bahwa makhluk hidup tidak muncul dengan sendirinya,
melainkan diciptakan oleh Yang Maha Hidup, yang mendorong terjadinya kehidupan
di bumi dan evolusinya. hal ini dapat dirujuk pada ayat 68 surat Qashash yang
artinya:
"dan Tuhanmu menciptakan apa saja yang diinginkan Nya serta memilih; tiada bagi
mereka suatu pilihan"
Memang ajaran-ajaran tersebut tidak termasuk dalam sains, apabila yang
dimaksudkan disini adalah sains Barat yang sekular, namun bagi seorang Muslim,
informasi yang berada di perbatasan sains itu akan dapat diterima sebagai limit
karena ia membawa serta ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Al Qur'an.
Referensi:
1. Al Qur'an, Penerbit Departemen Agama Republik Indonesia.
2. Baiquni, A., Al Qur'an, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi, PT Dana Bhakti Prima
Yasa, Yogyakarta, 1996.
3. __________, Al Qur'an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, PT Dana Bhakti Prima
Yasa, Yogyakarta, 1997.
4. Mas'ud, I., dan Paryono, J., Ilmu Alamiah Dasar untuk IAIN dan PTAIS, CV.

Pustaka Setia, Bandung, 1998

Anda mungkin juga menyukai