Di susun oleh
SEPTIA ASTUTI (145061100111002)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam mengalami masa keemasannya pada masa pemerintahan daulah
Abbasiyah. Masa keemasan Islam yang juga dinilai sebagai fase perkembangan
terpenting bagi pendidikan Islam dan perkembangan ilmu umum ini terjadi pada
kurun waktu abad ketiga sampai kelima hijriah. Periode ini menjadi sangat terkenal
dengan munculnya gerakan intelektual dalam sejarah Islam, sehingga dikenal sebagai
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Di masa pemerintahan Bani Abbas ini muncul perhatian kepada ilmu
pengetahuan dan filsafat Yunani bahkan mencapai puncak keemasannya, teutama
pada masa khalifah Harun al-Rasyid dan Al-Mamun. Di zaman Harun al-Rasyid
(785-809 M) banyak sekali kontribusi besar yang telah disumbangkan oleh khalifah
dalam dunia ilmu pengetahuan dan filsafat. Hal itu tidak jauh berbeda dengan
putranya Al-Mamun yang sangat mencintai ilmu pengetahuan.
Ada
beberapa
faktor
yang
melatarbelakangi
berkembangnya
ilmu
pengetahuan pada masa dinasti Bani Abbas, diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, Adanya gerakan penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat
yang didatangkan dari Bizantium dan kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
Kegiatan penerjemahan buku-buku itu berjalan kira-kira satu abad.
Kedua, banyaknya ilmuwan yang hidup pada masa Dinasti Bani Abbas yang
memberikan corak dan sumbangan terhadap dunia ilmu pengetahuan yang
berkembang pada masa itu.
Ketiga, adanya persamaan dalam hal superioritas antara bangsa Arab dan Bangsa
non-Arab sehingga banyak menyumbangkan pemikir-pemikir yang handal tanpa
memandang kesukuan dan bangsa.
Keempat, adanya dukungan khalifah-khalifah yang sangat mencintai terhadap ilmu
pengetahuan dan filsafat yaitu khalifah Harun al-Rasyid dan Al-Mamun. Hal ini
dapat dimaklumi karena pada dasarnya para pembesar istana Bani Abbas adalah para
cendekiawan-cendekiawan Persia yang turut mempengaruhi kehidupan istana. Salah
satu yang terbesar dan banyak berpengaruh pada mulanya adalah keluarga Barmak.
Jabatan wazir yang diberikan oleh Al-Mansur kepada Khalid Ibn Barmak yang
kemudian secara turun-temurun diwariskan kepada anak dan cucu-cucunya.
Keluarga Barmak adalah sebuah keluarga yang berasal dari Balkh (Bactra),
pusat ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di Persia, yang mempunyai pengaruh
dalam memperkembangkan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di Baghdad.
Mereka, di samping menjadi wazir, juga menjadi pendidik dari anak-anak khalifah.
Disamping itu, khalifah-khalifah terutama Harun Al-Rasyid mengambil wanitawanita Persia sebagai Istri dan dari perkawinan ini muncullah khalifah-khalifah yang
mempunyai darah Persia, seperti khalifah Al-Mamun.
Oleh karena itu, Khalifah Al-Mamun adalah salah satu putera Khalifah yang
mendapat pendidikan keluarga Barmak yang merupakan cendikiawan Persia. Berkat
didikan keluarga Barmak inilah Al-Mamun menjelma menjadi sosok khalifah yang
sangat mencintai ilmu pengetahuan dan filsafat. Menurut sebuah riwayat dikisahkan
bahwa Al-Mamun sudah menguasai filsafat Yunani Kuno karya Plato dan
Aristoteles, sehingga tidak disangsikan lagi bahwa pada kemudian hari Al-Mamun
sangat gemar sekali terhadap dunia ilmu pengetahuan dan filsafat. Salah satu
kontribusi besar Al-Mamun dalam dunia ilmu pengetahuan adalah dengan
dibangunnya pusat penerjemahan buku-buku filsafat Yunani kuno, India kuno
kedalam bahasa Arab yang dikenal dengan Bait al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan).
B. Perkembangan Ilmu Umum pada Masa Keemasan Islam
Telah kita maklumi bahwa Islam pada masa kejayaan (keemasan)-Nya,
banyak sekali menyumbangkan berbagai peradaban di pentas dunia. Hal ini terbukti
dengan banyaknya tokoh-tokoh islam yang diakui sebagai tokoh dunia diberbagai
bidang keilmuan. Tidak heran jika pada saat ini, teori-teori berbagai ilmu
pengetahuan berkiblat pada ilmu pengetahuan yang telah dihasilkan oleh ilmuwan
Muslim pada Masa Kejayaan Islam yang memang teori-teorinya diterima dan diakui
dunia.
Pada dasarnya, sebelum Islam menemukan puncak kejayaannya, di Eropa
pernah mendapati sebuah kemajuan yang signifikan yaitu pada saat ia dipengaruhi
oleh pemikiran-pemikiran Yunani, sehingga ilmuwan Muslim harus memadukan
antara peradaban Yunani dengan Peradaban Arab, baik dari segi pemikiran maupun
kebudayaan bahkan ilmu pengetahuan seperti misalnya tokoh Ibnu Sina yang dikenal
dengan nama Avesena oleh kalangan barat, Ibnu Rusyd yang dikenal dengan nama
Averoues dan lainnya.
Peda masa kejayaan Islam itu banyak sekali cabang-cabang ilmu pengetahuan
yang muncul dan berkembang dengan pesat sebagaimana kita ketahui dalam sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa itu antara lain: ilmu kedokteran (kimia
murni maupun terapan) sebagai dasar ilmu farmasi, filsafat, matematika, astronomi,
optika, sastra. dan lain sebagainya.
AL-Razi dari Persia, dia juga kimiawan dan fisikawan. Dia bisa dinyatakan
salah seorang salah seorang perintis latrokimia zaman renaisans, maju
dibidang teori, dia memadukan pengetahuannya yang luas melalui
kebijaksanaan Hippokratis.
Keseimbangan humor dan kualitas ini menentukan kesehatan, karena
itu, ketidak seimbangan dianggap sebagai sebab timbulnya penyakit. Inilah
titik sebab kenapa perawatan dan pengobatan itu dilakukan, agar dapat
membangun atau memelihara kembali keseimbangan kondisi tubuh yang
kacau (sakit). Artinya internal tubuh didapat dalam keadaan baik sebagaimana
fungsinya dan tentunya harus didukung kondisi atau cuaca lingkungan yang
kondisif. Melalui penggunaan jenis-jenis makanan, obat-obat tertentu dan
melalui pengeluaran darah kotor serta pencahar (obat cuci perut). Sistem yang
menjelaskan ilmu kedokteran ini, telah didasari dengan tingkat argumentasi
logis tertentu. Didukung dengan observasi medis untuk menentukan adanya
penyakit yang hinggap dan memberikan penawarnya (obat). Maka dari itu
diskursus teoritis sangat ditekankan pada observasi klinis, dan pertimbangan
teoritis memainkan peran utama dalam strukturisasi dan organisasi
pengetahuan medis. Artinya, penelitian atau pengamatan medis tidak hanya
bergerak dalam ranah teori atau wacana, tapi juga harus didukung pengamatan
empiris (klinis).
Hal itu dimenivestasikan dalam karya monumentalnya, al-Qanun fil alTibb (kanon kedokteran). Magnum opusnya al-Qanun ditulis dengan maksud
membuat karya kanonis definitif mengenai kedokteran, yang sangat
komprehensif sekaligus teoritis. Semua refleksi teoritis dan sistematis atas
karya-karya sebelumnya tercover dalam buku ini. Berawal dari anatomi,
kemudia fisiologi, patologi dan akhirnya terapi. Walaupun dia juga melakukan
observasi, kegiatannya ini terbilang lemah atau tidak fokus dilakukan.
b) Ilmu Filsafat
dan pedagang muslim pada waktu itu dan menggambarkan tentang keadaan
suatu wilayah yang disinggahinya telah membangkitkan minat masyarakat
untuk pergi ke berbagai negeri yang jauh dan bertemu dengan orang-orang
asing.
Perkembangan geografi sehingga menjadi salah satu disiplin ilmu
banyak dipengaruhi oleh khazanah Yunani dalam bidang ini. Buku
Geography karya ptolemius, yang menyebutkan berbagai tempat berikut
garis bujur dan lintang buminya, diterjemahkan beberapa kali ke dalam
bahasa Arab langsung dari bahasa aslinya atau dari terjemahannya dalam
bahasa suriah, terutama oleh Tsabit ibn Qurrah (w. 901 M). Dengan meniru
buku itu, Khawarizmi menyusun karyanya, Surah al-Ardh (gambar/peta
bumi), yang menjadi acuan karya-karya berikutnya, dan berhasil
membangkitkan semangat dalam pengembangan ilmu geografi dan
penulisan risalah geografis yang orisinal.
Risalah-risalah geografis bahasa Arab pertama yang independen
biasanya berbentuk buku petunjuk jalan, terutama yang menunjukkan
tempat-tempat penting. Ibn Khurdadzbih (w. 912), seorang keturunan
Persia, direktur pos dan intelijen di al-Jibal (media), mengawali
serangkaian risalah geografis itu dengan karyanya, al-Masalik wa alMamalik. Selain Ibn Khurdadzbih ada juga penulis risalah geografis
belakangan yaitu Ibn Wadhih al-Yaqubi yang menulis Kitab al-Buldan
(Buku Negeri-Negeri), setelah itu muncul pula tulisan Qudamah yang
menulis buku al-Kharaj yang menjelaskan tentang pembagian wilayah
kekhalifahan ke dalam berbagai propinsi, organisasi layanan pos, dan pajak
setiap wilayah.
f) Perkembangan dalam Kajian Ilmu Historiografi
Kebanyakan tulisan sejarah berbahasa Arab paling awal berasal dari
masa Daulah Abbasiyah. Tema utama yang menjadi tulisan sejarah berasal
dari legenda dan anekdot yang terkait dengan masa-masa pra Islam, dan
tradisi keagamaan yang berkisar pada nama dan kehidupan Nabi. Tentang
masa pra-Islam tercatat nama Hisyam al-Kalbi (w. 819 M) dari Kufah. Dari
129 karyanya, hanya tiga karyanya yang masih ada; namun berbagai
bagian tulisan dari karya-karya lainnya dapat dibaca dalam bentuk kutipan
dalam karya-karya al-Thabari, Yaqut, dan para penulis sejarah lainnya.
Karya pertama yang didasarkan atas tradisi keagamaan adalah Sirah
Rasul Allah, sebuah biografi Nabi karya Muhammad ibn Ishaq dari
Madinah. Kemudian muncul karya tentang peperangan dan penaklukan
Islam paling awal, Maghazi, karya Musa ibn Uqbah (w. 758 M), al-Waqidi
(w. 822), yang keduanya berasal dari Madinah. Dua sejarawan utama yang
menulis tentang penaklukan-penaklukan Islam adalah Ibn Abd al-Hakam
(w. 870-871 M) dari Mesir, yang karyanya, Futuh Mishr wa Akhbaruha,
menjadi dokumen tertua tentang penaklukan Mesir, Afrika Utara, dan
Spanyol, serta Ahmad ibn Yahya al-Baladhuri (w. 892 M) dari Persia yang
menulis dalam bahasa Arab. Karya Utamanya berjudul Futuh al-Buldan
dan Anshab al-Ashraf, (Buku Genealogi para Bangsawan. Al-Baladhuri
merupakan orang pertama yang merangkum berbagai cerita penaklukan
berbagai kota dan negeri ke dalam satu satu kompedium, dan mengakhiri
penggunaan menograf sebagai sumber penulisan sejarah.
Diantara sejarawan formal pertama adalah Ibn Qutaybah, yang nama
lengkapnya adalah Muhammad ibn Muslim al-Dinawari. Ibn Qutaybah
meninggal di Baghdad pada tahun 889 M setelah menuntaskan penulisan
bukunya yang berjudul Kitab al-Maarif (Buku Pengetahuan) sebuah buku
pegangan sejarah. Sejarawan muslim paling menonjol pada masa itu adalah
al-Thabari dan al-Masudi.
Ketenaran Abu Jafar Muhammad ibn al-Thabari (838-923 M), yang
lahir di Tabaristan, adalah karena buku sejarahnya yang sangat terperinci
dan akurat yaitu Tarikh al-Rasul wa al-Muluk (Sejarah Rasul dan Para
Raja), dan juga dikenal karena tafsir Alqurannya. Dengan tafsirnya, yang
awalnya disusun dalam skala pembahasan yang lebih luas, ia bukan saja
telah membangun tradisi tafsir paling awal, tapi juga menulis kitab tafsir
paling tebal. Tafsirnya menjadi karya standar yang diikuti oleh para
penafsir Alquran belakangan. Karyanya yang monumental tentang sejarah
dunia, yang juga merupakan buku sejarah terlengkap dalam bahasa Arab,
telah menjadi sumber rujukan para sejarawan berikutnya, seperti
Miskawayh, Ibn al-Atsir, dan Abu al-Fida. Seperti kebanyakan sejarawan
muslim, al-Thabari mengisahkan berbagai peristiwa secara kronologis, dan
memasukkannya kedalam daftar berdasarkan tahun Hijriah.
Abu al-Hasan Ali al-Masudi adalah salah satu sejarawan muslim
yang lainnya yang terkenal, bahkan ia dijuluki sebagai Herodotus bangsa
Arab. Ia memprakarsai metode tematis dalam penulisan sejarah. Metode
yang dilakukan oleh al-Masudi bukan berdasarkan kepada tahun kejadian
seperti halnya yang dilakukan al-Thabari, akan tetapi mengelompokkan
peristiwa berdasarkan Daulah, raja, dan masyarakatnya, yang kemudian
diikuti oleh Ibn Khaldun dan sejarawan lainnya.
2. Kemajuan dalam Bidang Keagamaan
a. Perkembangan dalam Kajian Teologi dan Hadis
Perhatian dan minat orang Arab Islam pada masa paling awal tertuju pada
cabang keilmuan yang lahir karena motif keagamaan. Kebutuhan untuk
memahami dan menjelaskan Alquran, kemudian menjadi landasan kajian
teologis dan linguistik yang serius. Interaksi dengan dunia Kristen pada abad
pertama Hijriah di Damaskus telah memicu timbulnya pemikiran spekulatif
teologis yang melahirkan madzhab pemikiran Murjiah dan Qodariah. Pada masa
Dinasti Bani Abbas perkembangan teologis yang dominan pada saat itu adalah
Mutazilah karena dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani.
Teologi Mutazilah banyak dianut oleh golongan elit istana kekhalifahan dan
cendekiawan. Bahkan khalifah Al-Mamun memjadikan teologi Mutazilah
sebagai teologi resmi Negara. Namun pada masa itu lahir pula teologi
Ahlussunnah yang dideklarasikan oleh Abu al-Hasan al-Asyari dan Al-Maturidi
pada abad ke IX dan X Masehi.
memiliki judul serupa yakni al-Shahih, yaitu kumpulan hadis shahih. Hadis yang
terdapat dalam Shahih Muslim juga hamper sama dengan hadis dalam kitab alBukhari, meskipun dengan sanad yang berbeda. Seteleah kedua kitab hadis
tersebut, posisi berikiutnya ditempati oleh empat koleksi hadis lain yang
dianggap sacral oleh umat islam. Keempat koleksi hadis itu adalah Sunan Abu
Dawud dari Bashrah (w. 888), Jami al-Tirmidzi (w. 892 M), Sunan Ibn Majah
dari Qazwin (w. 886 M) dan Sunan al-Nasai, yang meninggal di Mekah pada
tahun 915 M.
b. Perkembangan dalam Kajian Hukum dan Etika (Akhlaq) Islam.
Setelah orang Romawi, orang Arab adalah satu-satunya bangsa pada abad
pertengahan yang melahirkan ilmu yurisprudensi, dan darinya berkembang
sebuah system yang independen. System tersebut dinamakan dengan Fiqh, yang
pada prinsipnya didasarkan atas Alquran dan sunnah (hadis). Fiqh adalah ilmu
yang memuat berbagai hukum Islam (Syariah), meliputi seluruh perintah Allah
swt sebagaimana tertuang dalam Alquran dan diuraikan dalam hadis yang
diwariskan kepada generasi berikutnya. Perintah-perintah itu meliputi aturanaturan yang terkait dengan praktik ibadah, kewajiban sipil, dan hukum
(muamalah), dan hukuman (uqubat).
Dari sekitar 6.000 ayat Alquran, hanya sekitar 200 ayat yang bias disebut
ayat-ayat hukum yang kebanyakan merupakan ayat-ayat Madaniyah terutama
surat ke-2 (al-Baqarah) dan ke-4 (al-Nisa). Terlihat jelas bahwa berbagai
ketentuan hukum di dalamnya tidak cukup memadai untuk menangani semua
kasus yang dihadapi umat islam dalam berbagai kondisi dan situasi baru di
Suriah, Irak, dan wilayah lain yang baru ditaklukkan. Oleh karena itu, dibutuhkan
sebuah pemikiran spekulatif yang melahirkan dua prinsip baru yaitu qiyas
(deduksi analogis) dan ijma (kesepakatan bersama). Jadi, yurisprudensi Islam
memiliki sumber baru disamping Alquran dan hadis. Adapaun tentang ray,
yaitu penalaran rasional, meskipun sering dijadikan sandaran, ia hamper tidak
dipandang sebagai sumber hukum kelima.
Karena perbedaan kondisi social dan latar belakang budaya dan pemikiran
setiap wilayah, pemikiran hukum islam pada gilirannya berkembang kedalam
sejumlah Madzhab pemikiran yang berbeda. Madzhab pemikiran Irak, misalnya,
lebih menekankan pada penggunaan pemikiran spekulatif dalam hukum
ketimbang madzhab Madinah yang lebih bersandar pada hadis. Tokoh paling
terkenal dalam madzhab ini adalah Abu Hanifah, yang nama lengkapnya alNuman ibn Tsabit. Ia hidup di Kufah dan Baghdad, dan meninggal pada tahun
767 M. ia bekerja sebagai seorang pedagang. Abu Hanifah menjadi ahli hukum
pertama dan paling berpengaruh dalam Islam. Ajaran yang ia sebarkan secara
lisan kepada muridnya yang salah satu diantaranya adalah Abu Yusuf (w. 798 M)
telah mewariskan pendapat gurunya dalam karyanya, Kitab al-Kharaj. Dalam
menetapkan hukum Abu Hanifah menekankan prinsip prefensi atau Istihsan,
yang melepaskan diri dari ikatan analogi untuk mengejar keadilan yang lebih
besar.
Pemimpin madzhab Madinah, yang lebih akrab dengan pola pikir Nabi,
adalah Malik ibn Anas (715-795 M), yang karyanya, al-Muwaththa merupakan
kitab hukum Islam tertua yang pernah ditemukan. Karya monumental ini, dengan
1700 hadis hukum, menghimpun sunnah-sunnah Nabi, membuat rumusan
pertama tentang ijma (consensus) masyarakat Madinah dan menjadi kitab
hukum madzhab Maliki. Dari Maroko dan Andalusia, madzhab ini telah
melahirkan al-AwzaI (w 774 M) dan al-Zhahiri (815-883 M), dan hingga saat ini
masih bertahan diseluruh Afrika utara, kecuali mesir bagian bawah dan Arab
bagian timur. Setelah Abu Hanifah dan Malik ibn Anas, berbagai kajian hukum
berkembang pesat, sehingga menjadi cabang pemikiran di dunia Islam yang
dikaji secara besar-besaran.
Antara madzhab Irak yang liberal dan madzhab Madinah yang konservatif,
muncul madzhab lain yang mengklaim telah membangun jalan tengah yakni
menerima pemikiran spekulatif dengan catatan tertentu. Madzhab ini didirikan
oleh Muhammad ibn Idris al-Syafii. Lahir di Gazza, Palestina pada tahun 767
merupakan karya etika terbaik yang sarat dengan nuansa filosofis yang pernah
ditulis seorang muslim.
c. Perkembangan Sastra dan Bidang Kajian Lain
Apa yang dinamakan sastra Arab bukanlah sastra Arab seperti halnya
sastra-sastra Italia dan sastra latin pada abad pertengahan. Penulis karya sastra
Arab adalah orang yang berasal dari berbagai etnis, dan secara keseluruhan
mewakili monument abadi sebuah peradaban, bukan semata monumen sebuah
bangsa. Sastra Arab dalam pengertian sempit, yakni adab mulai dikembangkan
oleh al-Jahiz (w. 868-869 M), guru para sastrawan Baghdad, dan mencapai
puncaknya pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriah melalui karya-karya Badi al-Zaman
al-Hamadzani (969-1008 M), al-Syalabi dari Naisabur (961-1038), dan al-Hariri
(1054-1122 M). salah satu cirri penulisan prosa pada masa itu adalah
kecenderungan
untuk
menggunakan
ungkapan-ungkapan
hiperbolik
dan
bersayap.
Pada masa Badi al-Zaman al-Hamadzani muncullah sebuah bentuk baru
sastra yang disebut sebagai maqamah, yaitu sejenis anekdot dramatis yang
substansinya berusaha dikesampingkan oleh penulis untuk mengedepankan
kemampuan puitis, pemahaman, dan kefasihan bahasanya. Pada kenyataannya,
bentuk karya maqamah bukanlah karya satu orang saja, melainkan merupakan
perkembangan alami dari prosa berirama, dan penyusunan kata bersayap seperti
yang dilakukan oleh Ibn Durayd dan para penulis sastra lainnya. Karya alHamadzani merupakan model bagi al-Hariri dari Bashrah, yang selama tujuh
abad maqamah-nya dipandang sebagai warisan berharga, setelah Alquran di
bidang sastra Arab.
Bentuk sastra yang paling dikenal dunia sebagai warisan budaya paling
menonjol dalam bidang sastra pada masa Daulah Abbasiyah adalah Alf Lailah
wa Laylah atau lebih dikenal dengan sebutan kisah seribu satu malam. Acuan
penulisan sastra tersebut adalah kisah-kisah dari penutur kisah local, kisah-kisah
rakyat dari timur dan Yunani terserap kedalamnya dan menjadikan istana khalifah
Harun al-Rasyid sebagai sumber pengambilan berbagai anekdot lucu dan kisah
romantic dalam jumlah besar.
Dalam bidang puisi dan sajak tokoh Abu Nawas adalah yang paling
popular di masa ke khalifahan Harun al-Rasyid dan al-Amin. Ia merupakan
seorang yang mampu menyusun lagu terbaik tentang kisah-kisah romantic
bahkan anekdot-anekdot yang membuat decak kagum banyak orang. Puisi
ghazal merupakan salah satu karya Abu Nawas. Tokoh Abu Nawas yang kocak
dan cerdas sering membuat seluruh kehidupan istana khalifah Harun al-Rasyid
menjadi lebih semarak.
C. Latar Belakang Dinasti Abbasiyah
Nama Dinasti Abbasiyah diambilkan dari nama salah seorang dari paman
Nabi Muhammad SAW. Yang bernama al-Abbas ibn Abd al-Muttalib ibn
Hasyim. Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas
kekhalifahan islam,sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim yang secara
nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi Muhammad SAW.
Pemerintahan Bani Umayyah adalah pemerintahan yang mempunyai
wibawa yang besar,meliputi wilayah yang luas.Mulai dari wilayah Sind dan
berahir di Spanyol. Namun hanya Dinasti ini hanya bisa bertahan kurang dari 1
abad karena kurang mendapat simpati dari rakyatnya. Hal ini yang menyebabkan
munculnya Dinasti Abbasiyah.
kelompok mawali terhadap Dinasti Bani Umayyah karena selama Dinasti ini
berkuasa mereka ditempatkan pada posisi kelas dua dalam sistem sosial
sementara orang-orang Arab menduduki kelas bangsawan,pecahnya
persatuan antar suku bangsa Arab dengan lahirnya fanatisme kesukuan
antara Arab utara dengan Arab selatan,timbulnya kekecewaan kelompok
agama terhadap pemerintahan yang sekuler karena mereka menginginkan
pemimpin negara yang memiliki pengetahuan dan integritas keagamaan
yang mumpuni, perlawanan dari kelompok Syiah yang menuntut hak mereka
atas kekuasaan yang pernah dirampas oleh Bani Umayyah karena mereka
tidak mudah melupakan peristiwa tersebut.
Sebelum menggulingkan kekuasaan Dinasti Umayyah,para keluarga
Abbas melakukan berbagai persiapan dengan melakukan pengaturan strategi
yang kuat dan persiapan yang matang juga dukungan yang kuat dari
masyarakat. Oleh karena itu sangat diperlukan pemikiran matang dan
strategi yang dapat memperhitungkan keadaan untuk melakukan gerakan
propaganda tersebut.
Ali bin Abdullah bin Abbas kemudian digantikan anaknya Muhammad
bin Ali.Pada masa Muhammad bin Ali ini,usaha mendirikan dinasti
Abbasiyah semakin meningkat dengan memperluas gerakan antara lain kota
al-Humaymah sebagai pusat perencanaan dan organisasi,Kufah sebagai kota
penghubung dan Khurasan sebagai pusat gerakan praktis. Setelah
Muhammad bin Ali wafat,beliau digantikan oleh anaknya Ibrahim alImam.Guna mempertahankan wilayahnya beliau mengangkat panglima
perang Abu Muslim al-Khurasan dan berhasil merebut Khurasan dan
mencapai kemenangan.Setelah beliau wafat,perjuangannya diteruskan oleh
adiknya yaitu Abu Abbas bin Muhammad bin Ali,beliau ingin merangkul
kekuatan dari keluaga lain yaitu Bani Hasyim dan kaum Alawiyin yang tidak
pernah mendapat perhatian dan dikucilkan oleh Dinasti Umyyah.
Dengan bergabungnya Bani Hasyim dan Kaum Alawyin maka gerakan
Abu Abbas menjadi kekuatan yang ditakuti oleh Bani Umayyah,melihat
dalam
daulah
Bani Abbasiyah
pemegang
kekuasaan
lebih
pemerintahan
Bani
Abbas
mencapai
masa
itu,beliau juga terkenal sebagai seorang pemimpin yang pemurah dan suka
berderma.Beliau juga menyukai musik,ilmu pengetahuan dan dekat dengan
para ulama serta penyair.
Pada zaman pemerintahan Harun ar-Rasyid,Baitul Mal ditugaskan
menanggung narapidana dengan memberikan setiap orang makanan yang
cukup serta pakaian musim panas dan musim dingin.Sebelum itu khalifah alMahdi juga berbuat demikian tetapi dengan nama pemberian,sementara
Khalifah Harun ar-Rasyidmenjadikannya suatu tugas dan tanggung jawab
Baitul Mal.
Khalifah Harun ar-Rasyid mampu membawa negeri yang dipimpinnya
ke masa kejayaan, kemakmuran dan kesejahteraan. Berikut usaha Harun arRasyid selama masa pemerintahannya:
Mengembagkan bidang ilmu pengetahuan dan seni.
Membangun gedung-gedung dan sarana sosial.
Memajukan bidang ekonomi dan industri.
Memajukan bidang politik pertahanan dan perluasan wilayah
kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
Al-Ma`mun (813-833 M)
Nama lengkap khalifah ini adalah Abdullah Abdul Abbas al-Ma`mun,
adalah anak dari Khalifah Harun ar-Rasyid yang dilahirkan pada tanggal 15
Rabiulawal tahun 170 H/786 M.Kelahirannya bertepatan dengan wafat
kakeknya yaitu Musa al-Hadi,juga bersamaan dengan waktu ayahnya
diangkat menjadi khalifah.Adapun ibunda al-Ma`mun adalah seorang bekas
hamba sahaya yang bernama Marajil.
Selain sebagai seorang pejuang yang pemberani beliau juga sebagai
seorang
pengusaha
yang
bijaksana.Semangat
berkarya,
bijaksana,
Menghentikan
berbagai
gerakan
pemberontakan
untuk
Qaratis.Al-Watsiq
berperibadi
luhur,berpikiran
cerdas
dan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya Daulah Abbasiyah ini terutama periode-periode awal
adalah puncak keemasan peradaban Islam (The Golden Age of Islamic
Civilization), dari sanalah lahir beberapa tokoh yang mampu melahirkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan menjadi lebih maju. Ada beberapa factor
yang menyebabkan majunya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah
diantaranya adalah adanya persamaan dalam hal superioritas antara bangsa
Arab dan Bangsa non-Arab sehingga banyak menyumbangkan pemikirpemikir yang handal tanpa memandang kesukuan dan bangsa. Factor kedua
adalah dukungan dari penguasa saat itu diantaranya khalifah Harun al-Rasyid
dan al-Mamun yang keduanya sangat mendukung terhadap ilmu pengetahuan
dengan bangunnya Bait al-Hikmah yang salah satu aktivitasnya adalah
gerakan penerjemahan buku-buku berbahasa asing baik itu Yunani, Persia,
India maupun bahasa lainnya.
Ada perbedaan yang mencolok dalam proses perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah ini yaitu dalam hal orang-orang
yang berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut. Perkembangan
ilmu pengetahuan bidang sains lebih didominasi oleh orang-orang dari luar
bangsa Arab, seperti Persia dan Turki yang memang mempunyai kelebihan
dan minat terhadap ilmu-ilmu sains dibandingkan dengan orang-orang bangsa
Arab yang lebih berminat mengembangkan ilmu pengetahuan yang
berlandaskan keagamaan seperti halnya dalam bidang teologis, hadis, fikih,
dan tasawuf.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Amn, Dluh al-Islm, Kairo, Maktabah Nahdlah Al-Misriyah, Vol. I, Cet. 7.
Jalluddn Al-Suyti, Trikh al-Khulaf, Tahqq: Ahmad Ibrhm Zahwah & Sa`d
Ibn Ahmad al-`Aidrsi, Beirut, Dr al-Kitb al-`Arabi, 2006.
Muhamad al-Sdiq `Affi, Tatawwur al-Fikr al-Ilmi`Inda al-Muslimn, Kairo,
Maktabah al-Khnji, 1976-1977.
Muhamad Ibn Sad ibn Man`,Al-Tabaqt al-Kubr, Tahqiq: Ihsn Abbs, Beirut, Dr
Sdir, Cet. 1, 1986
M.M. Sharf, Al-Fikr al-Islmi: Manbi`uhu wa tsruhu, diterjemahkan dan
dikomentari serta diberi beberapa tambahan oleh oleh Dr. Ahmad Shalabi dari buku
aslinya berjudul Islamic Thought: Its Origin and Achievements, Kairo, Maktabah alNahdlah al-Misriyah, Cet. 8, 1986.
Philip K. Hitti, History of Arabs 3rd Edition, London: Macmillan and Co., Limited St.
Martins Street, 1946.
Siddq Ibn Hasan al-Qannji, Abjad al-`Ulm al-Washi al-Marqm f Bayn Ahwl
al-`Ulm, Vol. I, hlm.179 (dalam Software al-Maktabah al-Shamilah Edisi 2.32.
Sulaymn al-Khatb, Usus Mafhm al-Hadlrah f al-Islm, Kairo, Al-Zahr li alI`lm al-`Arabi, Cet.I, 1986
Vartan Gregorian, Islam : A Mosaic, Not a Monolith, Brookings Institution Press,
2004
Sanusi, Ja`far, dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, Madrasah Aliyah III, Semarang:
CV.Wicaksana
Syalabi, A, Sejarah dan Kebudayaan Islam III, Jakarta: PT.Al Husna Zikra, 2000, cet
ke-3
Syukur,Fatah,Sejarah Peradaban Islam,Semarang:PT.Pustaka Rizki,2009
Yatim,Badri,Sejarah Kebudayaan Islam II,Semarang:-,1996
http://erna-wati.blogspot.com/faktor-faktor-pendukung-dan-lahirnya.html,
(14/11/2010)
kedudukan atau posisi yang terhormat; misalnya dalam ayat 28 surat Fathir yang
artinya:
"Sesungguhnya, di antara hamba-hamba Nya, yang takut (tunduk dan hormat)
kepada Allah adalah para ulama (ilmuwan yang mengetahui kebesaran dan
kekuasaan Nya)".
Juga dalam ayat 11 surat Al Mujadalah yang artinya:
"Allah mengangkat mereka yang beriman di antara kamu dan mereka yang diberi
ilmu, beberapa tingkat".
Kecuali itu, Rasulullah SAW pun memacu ummat Islam agar mereka mencari ilmu
kapan saja sepanjang hidupnya di dunia:
"Carilah ilmu sejak masih di buaian (bayi) sampai masuk di liang kubur
(meninggal)"
Enam abad lamanya sains berkembang dengan mutu tinggi di lingkungan ummat.
Banyak sekali ide ilmuwan muslim diambil oleh ilmuwan Barat, orang-orang Eropa
berdatangan ke universitas Islam yang diantaranya berada di Cordoba dan Toledo
(Spanyaol) untuk belajar dan kemudian menyalin buku-buku karya ilmuwan muslim.
Proses Peralihan Sains dan Teknologi dari Islam ke Barat
Diantara orang-orang Barat yang giat belajar pada ilmuwan muslim terdapat namanama seperti Herman si pincang (1013-1054); biarawan Reichenan di Swiss yang
menulis buku matematika; Adeland of Bath (1090-1150), seorang Inggris yang
menyamar sebagai orang Islam dan mengikuti kuliah-kuliah di Cordoba (Qurtubah)
menulis kompendium untuk sains ilmuwan Muslim; Gerando de Cremona (11141187) yang menyalin sekitar 90 karya ilmuwan Muslim ke dalam bahasa latin.
Sehubungan dengan ini Prof. Fuat Sezgin dari universitas Frankfurt, yang menulis
buku Geschichte des Arabischen Schrifftums (20 jilid) menemukan bahwa tidak
sedikit karya ilmuwan Muslim yang dibajak dengan jalan menyalinnya dalam bahasa
latin dan kemudian dibubuhi nama penyalin itu sendiri sebagai ganti nama penulis
aslinya.
Kemunduran Ummat di Bidang Sains
Dalam masa giat-giatnya Eropa-Non Muslim berusaha mengumpulkan dan
mempelajari sains hasil karya ummat Islam itu, kegiatan Ummat Islam dalam sains
justru mulai menurun, setelah melampaui puncaknya sekitar tahun 1150, sehingga
akhirnya terhenti kira-kira dalam tahun 1400. dalam jangka waktu itu sains diabaikan
dan tidak diacuhkan oleh ummat Islam.
Sebab lain yang mendorong kemunduran ummat Islam di bidang sains adalah adanya
perebutan kekuasaan di istana penguasa. Seperti diketahui bahwa Al Kindi bekerja di
istana Khilafah Ma'mun, Ar Razi di Istana Sultan Muhammad, Ibn Al Haitham
konsultan Al Hakim, Ibn Rusyd pada Al Mansur, Ibn Sina sebagai dokter pribadi pada
berbagai pangeran, dan sebagainya. Penguasa-penguasa yang kaya itu tidak hanya
memberikan gaji yang besar saja, tetapi kehormatan pada ilmuwan-ilmuwan yang
bersangkutan, serta perlindungan fisik dari kemungkinan serangan orang-orang
fanatik yang beranggapan bahwa para cendekiawan itu telah menyeleweng jauh dari
agama. Maka bilamana seorang penguasa terguling dari posisinya, para ilmuwan di
sekitarnya pun melarikan diri, khususnya ketika Al Mutawakkil berhasil merebut
kekuasaan, Al Kindi dan rekan-rekannya harus menyelamatkan hidup masing-masing
karena mereka dikejar-kejar penguasa baru.
Dalam kondisi seperti diatas, kemampuan sains dan teknologi ummat Islam
sebenarnya sangat rapuh. hal ini terbukti dalam sejarah ketika kekuasaan
pemerintahan di Timur dihancurkan oleh tentara Mongol; perpustakaan dimusnahkan,
observatorium astronomi diremukkan, penguasa, ilmuwan dan ulama dibantai. Semua
orang memalingkan seluruh pandangannya ke arah lain, ajaran tasawuf mendapat
pengikut besar dan mereka menjauhkan diri dari keduniaan, karena sains tidak
berakar dalam masyarakat. Sains tidak dipahami oleh rakyat, kecuali dalam bentuk
obat dan sistem irigasi. Dibandingkan dengan kehancuran Jerman pada akhir perang
dunia ke-2; karena sains dan teknologi telah merakyat, bangsa Jerman cepat sekali
bangkit kembali sebagai kekuatan dunia yang tidak dapat diabaikan.
Dengan pudarnya penguasaan ummat Islam atas sains dan teknologi, dibandingkan
dengan menanjaknya kemampuan sains di Barat, lenyap pula kemampuan ummat
Islam untuk bertahan, sehingga kecenderungan menurunnya peran ummat Islam di
dunia tidak dapat dibendung. Sebaliknya bangsa Eropa, setelah belajar dari ummat
Islam, lima abad kemudian berhasil melanjutkan pengembangan sains di masyarakat
Barat. walaupun pada awalnya gereja melarang penyebaran sains dengan cara
menyiksa para ilmuwan dalam bentuk inkuisisi, namun pada akhirnya gereja
kehilangan kekuasannya, dan sekularisasi melanda dunia Barat. Agama dipisahkan
dari politik, ekonomi dan sains. Selanjutnya dapat dilihat pertumbuhan sains dan
teknologi yang pesat di Barat, disusul dengan penjajahan atas ummat Islam.
Dampak yang Harus Ditanggulangi
Ummat Islam harus segera menyiapkan pendidikan untuk menghasilkan sumber daya
manusia yang memadai. Hal ini berarti bahwa pendidikan sains dan teknologi harus
digalakkan, dan dipacu dengan kemampuan berpikir kritis analitis serta penggunaan
penalaran yang rasional (tidak sekuler).
Sekularisasi di Barat telah memisahkan sains dari agama, karena agama dianggap
tidak relevan bagi pengembangan sains. Dalam sains Barat, alam semesta tidak
diciptakan oleh Tuhan, tetapi muncul dengan sendirinya secara kebetulan karena
adanya fluktuasi dalam energi vakum kari ketiadaan (exnihilo), sebab memang
keberadaan Tuhan tidak pernah masuk dalam pembicaraan sains. Langkah tepat yang
harus dilakukan ummat Islam adalah memagari sains yang sekular itu; yakni dengan
membuat sains sebagai himpunan informasi yang rapat, namun terbuka secara
matematis, dengan konsep keTuhanan berada di perbatasannya. Dengan demikian
maka akidah Islamiyah tetap berada di luar himpunan, namun dapat dihampiri
sebagai limit sedekat-dekatnya.
Sebagai contoh adalah, masalah penciptaan makhluk hidup di bumi, ummat Islam
dapat memasukkan ajaran bahwa makhluk hidup tidak muncul dengan sendirinya,
melainkan diciptakan oleh Yang Maha Hidup, yang mendorong terjadinya kehidupan
di bumi dan evolusinya. hal ini dapat dirujuk pada ayat 68 surat Qashash yang
artinya:
"dan Tuhanmu menciptakan apa saja yang diinginkan Nya serta memilih; tiada bagi
mereka suatu pilihan"
Memang ajaran-ajaran tersebut tidak termasuk dalam sains, apabila yang
dimaksudkan disini adalah sains Barat yang sekular, namun bagi seorang Muslim,
informasi yang berada di perbatasan sains itu akan dapat diterima sebagai limit
karena ia membawa serta ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Al Qur'an.
Referensi:
1. Al Qur'an, Penerbit Departemen Agama Republik Indonesia.
2. Baiquni, A., Al Qur'an, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi, PT Dana Bhakti Prima
Yasa, Yogyakarta, 1996.
3. __________, Al Qur'an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, PT Dana Bhakti Prima
Yasa, Yogyakarta, 1997.
4. Mas'ud, I., dan Paryono, J., Ilmu Alamiah Dasar untuk IAIN dan PTAIS, CV.