Anda di halaman 1dari 35

Perkembangan Ilmu Pengetahuan (SAINS) di Era Bani Abbasiyah

Sejak wafatnya Rosulullah SAW, tonggak kepemimpinan umat Islam selalu silih berganti. Baik
itu ketika berada di bawah kendali Khulafa’ al-Rosyidin, Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan
seterusnya. Dimana Pada setiap fase ini lah, Islam selalu mengalami perkembangan dan berbagai
kemajuan disegala sector.

Salah satu perkembangan dan kemajuan umat Islam serta menjadi masa keemasan Islam, yaitu
pada abad ke-8 sampai dengan abad ke-12. Dimana pada masa ini, ilmu pengetahuan dan peradaban
Islam berkembang pesat dan mencapai puncaknya. Pada masa ini juga, umat Islam menjadi pusat
peradaban dunia, karena perhatiannya yang sangat besar terhadap keilmuwan. Tidak hanya dari sisi
ilmu-ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu pengetahuan umum dan lain sebagainya.

Pada masa ini lah, para tokoh dan ilmuwan besar Islam bermunculan. Seperti al-Kindi, al-
Khawarizmi, al-Razi, al-Farabi, Ibnu Sina, al-Biruni, al-Ghazali dan sederetan ilmuwan besar Islam
lainnya. Dalam pandangan Sayyed Hossein Nasr, para figur-figur ini beliau sebut sebagai figure
universal ilmu pengetahuan Islam. Munculnya ilmuwan-ilmuwan besar di berbagai bidang ini, tidak
terlepas dari peran pemerintahan Islam pada waktu itu yaitu dinasti Abbasiyah.

Peralihan kekuasaan dari tangan dinasti Umayyah ke dinasti Abbasiyah, adalah peristiwa
terpenting dalam sejarah peradaban Islam. Hal tersebut dikarenakan tidak hanya mampu
memunculkan zaman keemasan, tetapi juga sebagai titik balik dari roda perputaran peradaban dunia.

Perkembangan sains yang begitu pesat pada zaman dinasti Abbasiyah, tidak lain karena para
pemimpinnya sangat mencintai ilmu. Sehingga pemerintah selalu mendukung berbagai gagasan yang
muncul dari tokoh-tokoh Islam pada waktu itu. Selain itu, para pemimpin pada waktu itu, juga
membangun infrastruktur untuk mendukung berkembangnya dunia sains dalam Islam.

Beberapa bukti bahwa pemerintahan di masa dinasti Abbasiyah membangun infrastruktur,


dalam upaya mendukung perkembangan sains dan kemajuan peradaban Islam adalah dibangunnya
kota Baghdad, yang kemudian menjadi pusat dan kiblat peradaban dunia. Kemudian didirikannya
perpustakaan, yang menjadi pusat-pusat telaah dan referensi ilmu pengetahuan dan juga pusat diskusi
ilmu pengetahuan, perpustakaan tersebut bernama Baitul Hikmah.

Di Baitul Hikmahlah, pemimpin dinasti Abbasiyah waktu itu al-Makmun (813-833 M)


mengumpulkan berbagai ilmu pengetahuan yang berbahasa selain bahasa arab, dan kemudian
memerintahkannya untuk diterjemahkan ke dalam bahasa arab. Dan pada zaman inilah, muncul
filosof besar Islam seperti al-Kindi.
Selain itu, pada masa dinasti Abbasiyahlah tepatnya pada era khalifah Harun al-Rasyid (786-
809 M) dibangun industri kertas, yang menjadi bukti akan kemajuan peradaban Islam pada saat itu.
Pembangunan industri kertas yang ada di Baghdad dan Samarkand, serta kota-kota lain adalah upaya
untuk menopang agar sains pada waktu itu bisa berkembang dengan pesat.

Dengan adanya industry kertas ini, kemajuan peradaban Islam cepat mencapai pada puncaknya.
Dan sekaligus membantu gerakan penerjemahan besar-besaran dinasti Abbasiyah, dalam
mengarsipkan terjemahannya ke dalam sebuah buku.

Dinasti Abbasiyah adalah pilar utama perkembangan sains dalam peradaban Islam, walaupun
pada masa sebelunya sudah dimulai dengan pembangunan rumah sakit dan lain sebagainya. Namun
pada masa dinasti Abbasiyahlah, ilmu-ilmu pengetahuan umum berkembang sangat pesat. Hal ini
tidak lepas dari gerakan pernerjemahan besar-besaran, yang dilakukan pada masa dinasti
Abbasiyah dan juga factor lainya .

Eksistensi literature-literature dalam bidang filsafat, kesusastraan, teologi, farmasi, matematika,


kimia dan ilmu pengetahuan lainnya. Adalah dampak dari adanya gerakan penerjemahan besar-
besaran, yang dilakukan oleh pemimpin dinasti Abbasiyah pada waktu itu.

Beberapa factor yang mendukung kemajuan sains pada dinasti Abbasiyah, adalah factor
asimilasi yang telah terjadi dikalangan bangsa arab dengan bangsa lain, yang telah lebih dahulu
mengalami perkembangan dengan ilmu pengetahuan. Dimana pada masa dinasti Abbasiyah berkuasa,
banyak pemeluk agama Islam yang datang bukan dari kalangan arab saja.

Selain faktor di atas, faktor lain yang mendukung adalah adanya gerakan penerjemahan di masa
pemerintahan dinasti Abbasiyah. Gerakan penerjemahan dimasa dinasti Abbasiyah terjadi dalam tiga
fase, dimana fase pertama terjadi ketika masa khalifah al-Manshur sampai Harun al-Rasyid, yang
menerjemahkan karya-karya astronomi dan mantiq. Fase kedua terjadi masa khalifah al-Makmun,
dimana pada masa ini buku-buku seperti filsafat dan kedokteran banyak diterjemahkan. Adapun fase
ketiga terjadi setelah tahun 300 hijriyah, terutamanya setelah adanya industri kertas.

Dari kedua factor di atas, yang paling penting adalah factor perhatian dari para
pemimpin dinasti Abbasiyah. Peran aktif dan kesadaran dari para khalifah Abbasiyah, khususnya al-
Manshur, Harun al-Rasyid, al-Makmun yang sangat mecurahkan perhatiannya pada pertumbuhan dan
perkembangan sains pada waktu itu.

Keberadaan sains dan agama di masa dinasti Abbasiyah, menjadi perhatian yang sangat serius
oleh para khalifah Abbasiyah pada waktu itu. Hal ini didasari keinginan untuk menciptakan
perdamaian dunia dan kemaslahatan umat, dan juga sebagai salah satu pilar untuk mewujudkan
pemerintahan Islam yang disegani oleh dunia luar pada waktu itu.

Perkembangan sains pada masa dinasti Abbasiyah.

Pada masa pemerintahan dinasti abbasiyah islam mencapai puncak kejayaan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan sains diantara bidang-bidang ilmu pengetahuan tersebut antara lain adalah sebagai
berikut :

1. Kajian dalam Bidang Kedokteran

Dalam bidang kedokteran umat islam telah mengalami banyak kemajuan dalam penggunaan
obat-obatan untuk penyembuhan, banyak kemajuan berarti yang dilakukan oleh umat islam pada masa
itu. Merekalah yang membangun apotek pertama, mendirikan sekolah farmasi pertama dan
menghasilan buku daftar obat-obatan. Mereka telah berhasil menulis beberapa risalah tentang obat-
obatan yang dimulai dengan risalah karya Jabir ibn Hayyan, yang dijuluki sebagai bapak kimia Arab
yang hidup sekitar 776 M. Perkembangan sains pada masa dinasti Abbasiyah Pada era awal
pemerintahan al-Ma’mun dan al-Mu’tashim, para ahli obat-obatan harus menjalani semacam ujian.
Seperti halnya ahli obat-obatan, para dokter juga harus mengikuti tes. Semua dokter praktek harus
mendapatkan sertifikat atau lisensi dari pihak khalifah untuk menjamin setiap dokter yang dipandang
telah memberikan pelayanan yang memuaskan. Para penulis utama bidang kedokteran setelah babak
penerjemahan adalah orang-orang Persia yang menulis dalam bahasa Arab, diantara mereka adalah
‘Ali al-Thabary, al-Razi, ‘Ali ibn al-‘Abbas al-Majusi dan Ibn Sina. Nama depan Ibn Sina adalah Abu
‘Ali al-Husayn, putera ‘Abdullah dari keluarga Ismail. Dilahirkan di Bukhara, ia menghabiskan
seluruh masa hidupnya dibagian timur dunia islam dan dimakamkan di Hamadan. Ibn Sina dianugrahi
kemampuan luar biasa untuk menyerap dan memelihara pengetahuan, sarjana islam dari Persia ini
membaca buku-buku di perpustakaan dan pada usia 21 tahun ia telah mampu menulis buku. Buku-
buku yang ditulis oleh Ibn Sina lebih dari 200 karya yang mencakup tulisan tentang filsafat,
kedokteran, geometri, astronomi, teologi dan filologi dan kesenian. Diantara karya-karya ilmiahnya,
dua bukunya yang paling unggul adalah Kitab al-Syifa (buku tentang penyembuhan), serta al-Qanun
fi al-Thibb, yang merupakan kodifikasi pemikiran kedokteran Yunani-Arab.

2. Perkembangan Kajian Ilmu Astronomi dan Matematika

Perkembangan ilmu astronomi dan matematika mulai berkembang pada masa pemerintahan al-
Ma’mun. Kajian tentang perbintangan dalam islam mulai dilakukan seiring dengan masuknya
pengaruh buku India, Siddanta (bahasa Arab, Sindhind) yang dibawa ke Baghdad pada tahun 771 M,
diterjemahkan oleh Muhammad ibn Ibrahim al-Fazari, dan digunakan sebagai acuan oleh para sarjana
pada masa selanjutnya. Table berbahasa Pahlawi (zik) yang dihimpun pada masa Daulah Sasaniyah
ikut dimasukkan dalam bentuk terjemahan (zij). Unsure-unsur Yunani, yang baru muncul belakangan,
termasuk diantara unsure penting yang pertama. Terjemahan awal karya Ptolemius, Almagest, disusul
kemudian oleh dua karya yang lebih unggul yakni karya al-Hajjaj ibn Mathar yang selesai ditulis pada
tahun 212 H/827-828 M, dan karya Hunayn ibn Ishaq yang direvisi oleh Tsabit ibn Qurrah (w. 901
M). Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, adalah tokoh utama dalam kajian matematika Arab.
Sebagai seorang pemikir Islam terbesar, ia telah mempengaruhi pikiran dalam bidang matematika.
Disamping telah menyusun table astronomi tertua, al-Khawarizmi juga menulis karya tentang
aritmatika dan aljabar. Karyanya yang berjudul, Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah, yang dilengkapi
lebih dari 800 contoh yang sebagian diantaranya diambil dari contoh yang diberikan oleh orang Neo-
Babilonia, merupakan karya utamanya, yang masih ditemukan dalam bahasa aslinya. Orang yang
terpengaruh oleh pemikiran aljabar matematika al-Khawarizmi salah satunya adalah ‘Umar al-
Khayyam. Aljabar al-Khayyam yang merupakan pengembangan dari teori aljabar al-Kahwarizmi,
membahas solusi pecahan tingkat dua dengan menggunakan geometrid an aljabar (geometric and
algebraic solutions of equations of the second degree) dan pengelompokkan pecahan yang
menakjubkan. Pada awal abad ke-9 M, sebuah observasi (rasyd) rutin pertama dengan menggunakan
peralatan yang cukup akurat dilakukan di Jundaysabur (Persia sebelah barat daya). Berdekatan
dengan Bayt al-Hikmah, di pintu masuk Syammasiyah Baghdad, al-Ma’mun membangun sebuah
observatorium dengan supervisor Fadl ibn Naubakht dan al-Khawarizmi. Di observatorium itu para
astronom kerajaan tidak hanya mengamati dengan seksama dan sistematis berbagai gerakan benda-
benda langit, tetapi juga menguji semua unsure penting dalam almagest dan menghasilkan amatan
yang sangat akurat dalam mengukur sudut ekliptik bumi, ketepatan lintas matahari, panjang tahun
matahari, dan sebagainya.

3. Perkembangan dalam Bidang Kimia

Setelah ilmu kedokteran, astronomi dan matematika, Perkembangan sains pada masa dinasti
Abbasiyahmemberikan kontribusi ilmiah terbesar dalam bidang kimia. Dalam ilmu kimia dan ilmu
pengetahuan fisika lainnya orang Arab telah memperkenalkan tradisi penelitian objektif, sebuah
perbaikan penting terhadap pemikiran spekulatif orang Yunani. Bapak kimia bangsa Arab adalah Jabir
ibn Hayyan (Geber), hidup di Kuffah sekitar 776 M setelah al-Razi (w. 925 M), ia merupaka tokoh
terbesar dalam bidang ilmu kimia pada abad pertengahan. Seperti orang Mesir dan Yunani Jabir
percaya bahwa logam biasa seperti seng, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas, atau perak
dengan formula tertentu dan sangat rahasia (misterius). Buku-buku yang ditulis oleh Jabir ibn Hayyan
diantaranya adalah Kitab al-Rahmah (Buku Cinta), Kitab al-Tajmi’ (Buku tentang Konsentrasi), al-
Zibaq al-Syarqi (Air Raksa Timur). Salah satu keberhasilan Jabir ibn Hayyan adalah berhasil
menggambarkan secara ilmiah dua operasi utama kimia yaitu kalnikasi dan reduksi kimiawi. Ia
memperbaiki berbagai metode penguapan, sublimasi, peleburan, dan kristalisasi.

4. Perkembangan dalam Kajian Ilmu Geografi

Kewajiban melaksanakan ibadah haji, keharusan menghadapkan mihrab masjid ke arah Mekah,
dan penentuan arah kiblat ketika shalat telah memberikan nilai keagamaan kepada orang Islam dalam
mempelajari geografi. Berdasarkan kisah perjalanan yang dilakukan oleh para saudagar dan pedagang
muslim pada waktu itu dan menggambarkan tentang keadaan suatu wilayah yang disinggahinya telah
membangkitkan minat masyarakat untuk pergi ke berbagai negeri yang jauh dan bertemu dengan
orang-orang asing. Perkembangan geografi sehingga menjadi salah satu disiplin ilmu banyak
dipengaruhi oleh khazanah Yunani dalam bidang ini. Buku Geography karya ptolemius, yang
menyebutkan berbagai tempat berikut garis bujur dan lintang buminya, diterjemahkan beberapa kali
ke dalam bahasa Arab langsung dari bahasa aslinya atau dari terjemahannya dalam bahasa suriah,
terutama oleh Tsabit ibn Qurrah (w. 901 M). Dengan meniru buku itu, Khawarizmi menyusun
karyanya, Surah al-Ardh (gambar/peta bumi), yang menjadi acuan karya-karya berikutnya, dan
berhasil membangkitkan semangat dalam pengembangan ilmu geografi dan penulisan risalah
geografis yang orisinal.

Factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sains pada masa dinasti Abbasiyah.

Realita awal di muka bumi mengenai ilmu terlihat saat turunnya wahyu yang pertama pada nabi
Muhammad SAW yaitu surat al-‘Alaq 1-5, wahyu pertama yang diturunkan ini sangat menakjubkan,
karena Alla memilih objek tertentu yang terkandung dalam al-Qur’an dan memulainya dengan ayat
tesebut. Sedangkan rasul sebagai penerima wahyu adalah seorang yang ummi yang tidak bisa
membaca dan menulis, oleh karena itu sudah sangat jelas bahwa wahyu yang pertama turun
merupakan kunci utama dalam memahami agama, dunia, bahkan kunci untuk menguak rahasia
akhirat. Kedatangan islam telah memberi isyarat terjadinya revolusi ilmu pengetahuan secara benar.
dalam al-Qur’an kata ilmu disebut sebanyak 779 kali, ini baru berasal dari kata ilmu saja
saelain itu ada beberapa kalimat yang lain yang mengarah pada makna yang menyerupai ilmu
seperti : yaqin, huda, hikmah, akal, burhan, dalil, hujjah dll, dari makna-makna yang berada di ruang
lingkup ilmu semuanya mengnjurkan umat islam untuk mempelajari ilmu.

Berdasarkan landasan ajaran agama islam tersebut nabi Muhammad SAW memberi` penegasan
akan pentingnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan umat islam, hal ini dibuktikan dengan
penekananan beliau terhadap ilmu dengan mewajibkan para pengikut agama islam untuk mencari
ilmu. Perkataan nabi seperti “ carilah ilmu dari masa buaian sampai liang lahat, carilah ilmu sampai
ke negri china” telah memberikan banyak pengaruh di masa depan tentang pembelajaran bagi umat
islam, walaupun masih banyak perdebatan mengenai ilmu apa yang dimaksud oleh nabi, namun yang
utama adala kewajiban dari menunntut ilmu tersebut. Tidak diragukan bahwa al-Qur’an dan al-hadist
sangat mendukung bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dalam dunia islam. Jadi tidak diragukan
apabila rasulullah SAW mengisyaratkan pada sebuah hadistnya bahwa dunia dan kesempurnaannnya
adalah tidak mempunyai nilai apapun kecuali hanya jika bertambah ilmu dan dzikir kepada Allah.

Sebelum pemerintahan dinasti Abbasiyah umat islam belum mengenal ilmu pengetahuan dan
filsafat, namun upaya penerjemahan buku-buku dari beberapa ilmu pengetahuan seperti astronomi,
astrologi, dan pengobatan mulai dilakukan pada masa khalifah bani umayyah yaitu pada tahun 704 M
yang dilakukan oleh khalifah Khalid bin Yazid, namun hal ini hanya sebatas penerjemahan dan belum
tersruktur secara bagus. Yang kemudian dilanjutkan pada masa khalifah dinasti Abbasiyah sehingga
islam mengalami masa keemasan berkembangnya ilmu pengetahuan. Pada zaman ini umat Islam telah
banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan baik aqli
(rasional) ataupun yang naqli mengalami kemajuan dengan pesatnya.

Perkembangan sains pada masa dinasti Abbasiyahjuga tidak lepas dari peradaban-peradaban
masa silam yang telah ada, karena ilmu pengetahuan tentang alam kebanyakan berasal dari
kebudayaan silam seperti : yunani, caldea, china, dan india. Islam datang dan berhubungan langsung
dengan peradaban-peradaban tersebut sehingga islam mampu menyerap pengetahuan yang ada dari
setiap peradaban seperti : kimia, astronomi, filsafat dll yang kemudian pengetahuan tersebut
berkembang menjadi bagian dari perkembangan peradaban islam yang diintegrasikan dengan dasar-
dasar agama islam itu sendiri.

Dalam usaha untuk menyerap pengetahuan yang ada pada peradaban-peradaban masa silam
maka Perkembangan sains pada masa dinasti Abbasiyah melakukan penerjemahan buku-buku
berbahasa asing seperti bahasa yunani, Persia, india, dll kedalam bahasa arab. Selain dari sumber-
sumber tersebut islam juga berhubungan dengan hal-hal yang hanya bisa difahami oleh kebudayaan
yunani yaitu komunitas agama yang dikenal dengan sabaeans of haran. Komunitas tersebut adalah
agama yang dulunya dibawa oleh nabi idris dan kitab sucinya dinamakan the enoch of the old
testamentdan dalam islam telah diakui bahwa nabi idris dikenal sebagai penemu ilmu perbintangan
dan beliau juga dikenal dengan nama hermes trismegistus.

Puncak dari penerjemahan tersebut terjadi pada masa khalifah al-Makmun, beliau
memfokuskan revolusi besar-besaran terkait kitab-kitab peninggalan zaman kuno. Sehingga
terbentuklah badan penerjemah dan pensyarah serta penjual kertas untuk menjaga agar naskah kuno
tersebut tidak punah dan memindahkannya kedalam bahasa arab. Sebagai imbalannya beliau menggaji
siapa saja yang menerjemahkan naskah kuno tersebut dengan emas setara yang telah diterjemahkan.
Diantara para penerjemah itu adalah Hunain bin Ishaq, Thabit bin Qurrah, Ibnu Muqaffa, dan Yohana
bin Masuwiyah. Dukungan dari khalifah-khalifah dinasti Abbasiyah seperti Harun al-Rasyid dan Al-
Ma’mun ini menjadi factor perkembangan ilmu pengetahuan pada masa itu. Hal ini dapat dimaklumi
karena pada dasarnya para pembesar istana Bani Abbas adalah para cendekiawan-cendekiawan Persia
yang turut mempengaruhi kehidupan istana. Salah satu yang terbesar dan banyak berpengaruh pada
mulanya adalah keluarga Barmak. Jabatan wazir yang diberikan oleh Al-Mansur kepada Khalid Ibn
Barmak yang kemudian secara turun-temurun diwariskan kepada anak dan cucu-cucunya. Itulah tadi
berbagai macam Perkembangan sains pada masa dinasti Abbasiyah yang mana kajian keilmuan pada
masa dinasti Abbasiyah sampai sekarang masih digunakan dalam ilmu pengetahuan modern.

Riwayat Tokoh Tokoh yang berpengaruh dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan (SAINS)
pada Masa Bani Abasiyah

1. Abu Abdullah Jabir bin Hayyan al-Kuffi al-Sufi

Sejarah mencatat, Islam telah banyak berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Lewat kiprah para ilmuwan Muslim lah peradaban dunia menemukan titik cahaya. Salah satunya di
bidang ilmu kimia dan farmasi. Tak banyak yang tahu di bidang ilmu ini, seorang ilmuwan Muslim
memberikan pengaruh besar. Dia adalah Jabir bin Hayyan yang di dunia Barat dikenal dengan nama
Geber.

Nama lengkapnya Abu Abdullah Jabir bin Hayyan al-Kuffi al-Sufi. Sumber lain menyebutkan
sebagai Abu Musa dan bukan Abu Abdullah. Jabir bin Hayyan merupakan seorang yang dianggap
paling pantas sebagai wakil utama alkemi (ahli kimia) Arab pada masa-masa awal perkembangannya.
Ia lahir di Kuffah, Irak pada tahun 721 M dan meninggal dunia pada tahun 815 M. Jabir adalah
seorang yang berketurunan Arab, namun ada juga yang mengatakan bahwa ia adalah orang Persia.
Ayahnya bernama Hayyan, seorang ahli obat-obatan (apoteker) dari Kufah yang kemudian pindah ke
Toos. Nama ayahnya sering pula dihubungkan dengan intrik-intrik politik yang terjadi pada abad ke-8
M, yang pada akhirnya menyebabkan Dinasti Umayah terguling.

Tokoh besar yang dikenal sebagai “the father of modern chemistry” ini merupakan seorang
muslim yang ahli dibidang kimia, farmasi, fisika, filosofi dan astronomi. Kontribusi terbesar Jabir bin
Hayan adalah dalam bidang kimia. Keahliannya ini didapatnya dengan ia berguru pada Barmaki
Vizier, pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid di Baghdad.

Jabir Ibnu Hayyan mampu mengubah persepsi tentang berbagai kejadian alam yang pada saat
itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat diprediksi, menjadi suatu ilmu sains yang dapat
dimengerti dan dipelajari oleh manusia.

Ia mengembangkan teknik eksperimentasi sistematis di dalam penelitian kimia, sehingga setiap


eksperimen dapat direproduksi kembali. Jabir menekankan bahwa kuantitas zat berhubungan dengan
reaksi kimia yang terjadi, sehingga dapat dianggap Jabir telah merintis ditemukannya hukum
perbandingan tetap.

Kontribusi lainnya antara lain dalam penyempurnaan proses kristalisasi, distilasi, kalsinasi,
sublimasi dan penguapan serta pengembangan instrumen untuk melakukan proses-proses tersebut.

Jabir Ibn Hayyan telah mampu mengubah persepsi tentang berbagai kejadian alam yang pada
saat itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat diprediksi, menjadi suatu ilmu sains yang dapat
dimengerti dan dipelajari oleh manusia.

Penemuan-penemuannya di bidang kimia telah menjadi landasan dasar untuk berkembangnya


ilmu kimia dan tehnik kimia modern saat ini. Jabir Ibn Hayyan-lah yang menemukan asam klorida,
asam nitrat, asam sitrat, asam asetat, tehnik distilasi dan tehnik kristalisasi. Dia juga yang menemukan
larutan aqua regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat) untuk melarutkan emas.

Jabir bin Hayyan mampu mengaplikasikan pengetahuannya di bidang kimia kedalam proses
pembuatan besi dan logam lainnya, serta pencegahan karat. Dia jugalah yang pertama
mengaplikasikan penggunaan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca.

Jabir terus bekerja dan bereksperimen dalam bidang kimia dengan tekun di sebuah laboratorium
dekat Bawaddah di Damaskus dengan ciri khas eksperimen-eksperimennya yang dilakukan secara
kuantitatif, bahkan instrument-instrument yang digunakan untuk eksperimentnya ia buat sendiri dari
bahan logam, tumbuhan dan hewani.
Di laboratoriumnya itulah Jabir berhasil menemukan berbagai penemuan besar yang sangat
bermanfaat sampai saat ini, bahkan di laboratorium itu pula telah ditemukan berbagai peralatan kimia
miliknya. Di dalamnya didapati peralatan kimianya yang hingga kini masih mempesona, dan sebatang
emas yang cukup berat.

Tak hanya penemuan-penemuannya yang luar biasa yang telah ia ciptakan, namun
pemikirannya juga sangat berpengaruh bagi para ilmuwan muslim lainnya seperti Al-Razi (9 M),
Tughrai (12 M) dan Al-Iraqi (13 M). Bahkan tidak hanya itu, buku-buku yang ditulisnya pun sangat
berpengaruh bagi perkembangan kemajuan ilmu kimia di Eropa.

Penemuan

Beberapa penemuan Jabir Ibn Hayyan diantaranya adalah: asam klorida, asam nitrat, asam
sitrat, asam asetat, tehnik distilasi dan tehnik kristalisasi. Dia juga yang menemukan larutan aqua
regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat) untuk melarutkan emas.

Jabir Ibn Hayyan mampu mengaplikasikan pengetahuannya di bidang kimia kedalam proses
pembuatan besi dan logam lainnya, serta pencegahan karat. Dia jugalah yang pertama
mengaplikasikan penggunaan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca.

Jabir Ibn Hayyan juga pertama kali mencatat tentang pemanasan wine akan menimbulkan gas
yang mudah terbakar. Hal inilah yang kemudian memberikan jalan bagi Al-Razi untuk menemukan
etanol.

Jika kita mengetahui kelompok metal dan non-metal dalam penggolongan kelompok senyawa,
maka lihatlah apa yang pertamakali dilakukan oleh Jabir. Dia mengajukan tiga kelompok senyawa
berikut:

“Spirits“ yang menguap ketika dipanaskan, seperti camphor, arsen dan amonium klorida.

“Metals” seperti emas, perak, timbal, tembaga dan besi; dan

“Stones” yang dapat dikonversi menjadi bentuk serbuk.

Karya-Karya Jabir bin Hayyan


Jabir bin Hayan tidak hanya menulis tentang kimia, tetapi juga tentang hampir semua cabang
ilmu yang mulai berkembang pesat pada masa hidupnya seperti logika, matematika, kedokteran,
fisika, dan lain-lain. Karya tulisnya yang berjumlah lebih dari 80 buah buku atau risalah yang
diterjemahkan orang ke dalam bahasa Latin. Namun karya-karyanya di bidang kimia (alkemi) yang
membuat namanya menjulang di seantero dunia.

Pada abad pertengahan, penelitian-penelitian Jabir tentang Alchemy diterjemahkan kedalam


bahasa Latin, dan menjadi textbook standar untuk para ahli kimia eropa. Beberapa diantaranya adalah
Kitab al-Kimya (diterjemahkan oleh Robert of Chester – 1144) dan Kitab al-Sab’een (diterjemahkan
oleh Gerard of Cremona – 1187).

Beberapa tulisa Jabir juga diterjemahkan oleh Marcelin Berthelot kedalam beberapa buku
berjudul: Book of the Kingdom, Book of the Balances dan Book of Eastern Mercury. Beberapa istilah
tehnik yang ditemukan dan digunakan oleh Jabir juga telah menjadi bagian dari kosakata ilmiah di
dunia internasional, seperti istilah “Alkali”, yang lainnya.

Beberapa karyanya yang fenomenal diantaranya Kitab Al-Kimya (diterjemahkan ke Inggris


menjadi The Book of the Composition of Alchemy), Kitab Al-Sab'een, Kitab Al Rahmah, Al Tajmi,
Al Zilaq al Sharqi, Book of The Kingdom, Book of Eastern Mercury, Book of Balance dan masih
banyak lagi.

3. Abu al-Hasan Ali bin Sahl Rabban al-Tabari

Abu al-Hasan Ali bin Sahl Rabban al-Tabari atau yang lebih dikenal dengan nama Al-Tabari
adalah seorang hakim, ulama Muslim, dokter dan Psikolog legendaris Muslim dari abad ke-9 M.
Selain dikenal sebagai seorang psikolog, al-Tabari juga menguasai ilmu lain yakni, fisika dan
kedokteran. Namanya tetap dikenang berkat karya-karya tulisnya yang sangat berpengaruh.

Al-Tabari lahir pada tahun 838 M, berasal dari keturunan Yahudi Persia yang menganut aliran
Zoroaster. Nama belakang al-Tabari adalah kenangan bahwa dia keturunan Yahudi yang berasal dari
Merv di Tabaristan.

Ia lahir dari keluarga ilmuwan. Ayahnya, Sahl Ibnu Bishr adalah ahli pengobatan, astrolog dan
ahli matematika yang terkenal. Dia tergolong keluarga bangsawan dan orang-orang di sekitar
memanggilnya Raban yang artinya pemimpin kami.
Sang ayah adalah guru pertama bagi al-Tabari. Dari ayahnya, ia mempelajari ilmu pengobatan
dan kaligrafi. Sebagai seorang pemuda yang cerdas, Ali juga sangat mahir berbahasa Suriah dan
Yunani. Nama besarnya dicatat dan diabadikan dalam karya muridnya Muhammad Ibnu Zakariya al-
Razi alias Rhazes, fisikawan agung.

Al-Tabari lalu mengabdi di istana khalifah Dinasti Abbasiyah hingga kepemimpinan al-
Mutawakkil (847-861). Diperkirakan saat itulah, dia memutuskan hijrah ke dunia Islam pada saat
Khalifah Abbasiyah, Al-Mu'tasim (833-842) berkuasa.
PENCETUS TERAPI PENYAKIT JIWA

Dunia psikologi Islam mengenal Al-Tabari sebagai pencetus terapi penyakit jiwa. Selain
dikenal sebagai seorang psikolog, ia juga menguasai ilmu lain yakni, fisika dan kedokteran. Namanya
tetap dikenang berkat karya-karya tulisnya yang sangat berpengaruh. Lewat kitab Firdous al-Hikmah
yang di tulisnya pada abad ke-9 M, dia telah mengembangkan psikoterapi untuk menyembuhkan
pasien yang mengalami gangguan jiwa. Al-Tabari menekankan kuatnya hubungan antara psikologi
dengan kedokteran. Ia berpendapat, untuk mengobati pasien gangguan jiwa membutuhkan konseling
dan dan psikoterapi.

Al-Tabari menjelaskan, pasien kerap kali mengalami sakit karena imajinasi atau keyakinan yang
sesat. Untuk mengobatinya, kata al-Tabari, dapat dilakukan melalui "konseling bijak". Terapi ini bisa
dilakukan oleh seorang dokter yang cerdas
dan punya humor yang tinggi. Caranya dengan membangkitkan kembali kepercayaan
diri pasiennya. Pemikirannya di abad ke-9 M ternyata masih relevan hingga sekarang.

Al-Tabari dinilai muridnya sebagai seorang guru yang berdedikasi tinggi. Tak heran, jika murid-
muridnya juga meraih ke suksesan seperti dirinya, salah satunya al-Razi.
Ia mengajari al-Razi ilmu pengobatan saat menetap di wilayah Rai. Lalu dia hijrah ke Samarra dan
menjadi sekretarisnya Mazyar ibnu Marin. Meski begitu, ia kalah pamor dibanding, muridnya al-Razi.

Kitab Firdous al-Hikmah

Kitab "Firdous al-Hikmah" atau (Paradise of Wisdom) merupakan adikarya sang


psikolog. Ia menghasilkan karya pertamanya dalam bidang pengobatan. Dia merupakan orang
pertama yang mengusung ilmu kesehatan anak-anak dan bidang pertumbuhan anak, ujar Amber
Haque dalam bukunya berjudul Psychology from
Islamic Perspec tive: Contributions of Early Muslim Scholars and Challenges to
Contemporary Muslim Psychologists.

Kitabnya yang monumental itu juga diterjemahkannya ke dalam bahasa Suriah. Al-Tabari
memiliki dua kompilasi untuk karya nya yang dinamakan Deen-al-Doulat dan al-Sehhat. Adikarya
sang ilmuwan itu bisa ditemukan di perpustakaan Universitas Oxford, Inggris. Al-Tabari tutup usia
pada tahun 870 M, namun namanya hingga kini tetap abadi.

Firdous al-Hikmah berisi tentang sistem pengobatan yang dibuat dalam tujuh bagian. Buku yang
ditulis dalam bahasa Arab ini disebut juga Al-Kunnash. Buku ini dikategorikan sebagai ensiklopedia
kedokteran dan dibuat dalam tujuh volume dan
30 bagian, dengan total 360 bab.

Dalam kitabnya itu, al-Tabari membagi ilmu pengobatan dalam beberapa bagian, antara lain: ilmu
kesehatan anak dan pertumbuhan anak serta psikologi dan psikoterapi. Di bagian pengobatan dan
psikoterapi, al-Tabari menekankan kekuatan antara psikologi dan pengobatan, dan kebutuhan
psikoterapi dan konseling pada pelayanan pengobatan pasien. Ia juga menerjemahkan buku ini ke
dalam bahasa Syria untuk memperluas informasi ini sekaligus penggunaannya. Informasi dalam buku
Firdous al-Hikmah ini tidak pernah masuk ke lingkaran pengetahuan dunia barat karena tidak pernah
diterjamahkan dan diedit, baru pada abad ke 20 dikenal di dunia barat, ketika Mohammed Zubair
Siddiqui berusaha mengedit sekaligus membaginya dalam lima bagian kecil.

Menurut Amber Haque, al-Tabari menuliskan dalam risalahnya, untuk mengobati pasien
gangguan jiwa membutuhkan konseling dan dan psikoterapi. Ia melakukan pendekatan terhadap
pasien dengan bantuan konseling, atau mencoba pasiennya mengungkapkan isi hati serta perasaan
yang menggangu. Ia juga mengajarkan agar para dokter, memberikan perhatian, tidak hanya dalam
bentuk pengobatan, namun juga dalam bentuk berdialog. Inilah upaya yang diyakini Ali akan
membantu suksesnya sebuah pengobatan.

Kitab El-Mansuri dan Al-Hawi

Pemikirannya dalam bidang psikologi banyak mempengaruhi al-Razi. Melalui kitabnya El-
Mansuri dan Al-Hawi, al-Razi juga berhasil mengungkapkan definisi symptoms (gejala) dan
perawatannya untuk menangani sakit mental dan masalah-masalah yang berhubungan dengan
kesehatan mental. Al-Razi juga tercatat sebagai dokter atau psikolog pertama yang membuka ruang
psikiatri di sebuah rumah sakit di Kota Baghdad.
Pemikir Muslim lainnya di masa ke emasan Islam yang turut menyumbangkan pemikirannya
untuk pengobatan penyakit ke jiwaan adalah Al-Farabi. Ilmuwan termasyhur ini secara khusus
menulis risalah terkait psikologi sosial dan berhubungan dengan studi kesadaran.

Hingga kini, sebanyak lima karya al-Tabari masih tetap tersimpan di perpustakaan. Dr
Mohammed Zubair Siddiqui telah membandingkan dan mengedit manuskrip karya al-Tabari. Dalam
kata pengantarnya, Siddiqui mengaku sangat kagum dengan karya sang ilmuwan dari abad ke-9 M itu.
Menurut dia, buah pikir al-Tabari sungguh sangat berguna.

Alquran di Mata Al-Tabari

Ali bin Rabban al-Tabari awalnya adalah penganut Zoroaster. Ia lalu memutuskan untuk masuk
Islam, karena begitu kagum dengan Alquran. Sang psikolog
terkemuka itu mengaku tidak pernah menemukan tulisan maupun bahasa yang lebih
hebat dan sempurna dari Alquran.

Pengakuan al-Tabari terhadap kehebatan Alquran itu dikutip MSM Saifullah dalam karyanya
bertajuk Topics Relating to The Qur'an: I'jaz, Grammarians & Jews. "Apa yang dikatakan Quran itu
adalah benar. Kenyataannya adalah saya tidak menemukan satu buku pun dalam bahasa Arab dan
Persia serta dalam bahasa India atau Yunani yang sempurna seperti Alquran," tuturnya.

Karyanya:

 Firdous al-Hikmah (Paradise of Wisdom)

 Tuhfat al-Muluk (The King's Present)

 Hafzh al-Sihhah (The Proper Care of Health), mengikuti pengarang Yunani dan Indian.

 Kitab al-Ruqa (Book of Magic or Amulets)

 Kitab fi al-hijamah (Treatise on Cupping)

 Kitab fi Tartib al-'Ardhiyah (Treatise on the Preparation of Food)


3. Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi

Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi atau dikenali sebagai Rhazes di dunia barat
merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun 864 – 930. Beliau lahir di Rayy,
Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat pada tahun 313 H/925. Di awal kehidupannya, al-Razi
begitu tertarik dalam bidang seni musik. Namun al-Razi juga tertarik dengan banyak ilmu
pengetahuan lainnya sehingga kebanyakan masa hidupnya dihabiskan untuk mengkaji ilmu-ilmu
seperti kimia, filsafat, logika, matematika dan fisika.

Walaupun pada akhirnya beliau dikenal sebagai ahli pengobatan seperti Ibnu Sina, pada
awalnya al-Razi adalah seorang ahli kimia.? Menurut sebuah riwayat yang dikutip oleh Nasr (1968),
al-Razi meninggalkan dunia kimia karena penglihatannya mulai kabur akibat ekperimen-eksperimen
kimia yang meletihkannya dan dengan bekal ilmu kimianya yang luas lalu menekuni dunia medis-
kedokteran, yang rupanya menarik minatnya pada waktu mudanya.? Beliau mengatakan bahwa
seorang pasien yang telah sembuh dari penyakitnya adalah disebabkan oleh respon reaksi kimia yang
terdapat di dalam tubuh pasien tersebut. Dalam waktu yang relatif cepat, ia mendirikan rumah sakit di
Rayy, salah satu rumah sakit yang terkenal sebagai pusat penelitian dan pendidikan medis.? Selang
beberapa waktu kemudian, ia juga dipercaya untuk memimpin rumah sakit di Baghdad..

Beberapa ilmuwan barat berpendapat bahwa beliau juga merupakan penggagas ilmu kimia
modern. Hal ini dibuktikan dengan hasil karya tulis maupun hasil penemuan eksperimennya.

Al-Razi berhasil memberikan informasi lengkap dari beberapa reaksi kimia serta deskripsi dan
desain lebih dari dua puluh instrument untuk analisis kimia. Al-Razi dapat memberikan deskripsi ilmu
kimia secara sederhana dan rasional. Sebagai seorang kimiawan, beliau adalah orang yang pertama
mampu menghasilkan asam sulfat serta beberapa asam lainnya serta penggunaan alkohol untuk
fermentasi zat yang manis.

Beberapa karya tulis ilmiahnya dalam bidang ilmu kimia yaitu:

1. Kitab al Asrar, yang membahas tentang teknik penanganan zat-zat kimia dan manfaatnya.

2. Liber Experimentorum, Ar-Razi membahas pembagian zat kedalam hewan, tumbuhan dan
mineral, yang menjadi cikal bakal kimia organik dan kimia non-organik.

3. Sirr al-Asrar:
4. Imu dan pencarian obat-obatan daripada sumber tumbuhan, hewan, dan galian, serta
simbolnya dan jenis terbaik bagi setiap satu untuk digunakan dalam rawatan.

5. Ilmu dan peralatan yang penting bagi kimia serta apotek.

6. Ilmu dan tujuh tata cara serta teknik kimia yang melibatkan pemrosesan raksa, belerang
(sulfur), arsenik, serta logam-logam lain seperti emas, perak, tembaga, timbal, dan besi.

Menurut H.G Wells (sarjana Barat terkenal), para ilmuwan muslim merupakan golongan
pertama yang mengasas ilmu kimia. Jadi tidak heran jika sekiranya mereka telah mengembangkan
ilmu kimia selama sembilan abad bermula dari abad kedelapan masehi.

4. Ali bin Abbas Al Majusi

Tak banyak yang diketahui tentang sejarah kelahiran, masa kecil, dan keluarga dari ilmuwan
yang satu ini. Di Eropa, Ali bin Abbas lebih dikenal dengan nama Haly Abbas. Ia adalah seorang
dokter yang brilian pada masanya.

Jika Qanun dianggap sebagai "Kitab Suci Kedokteran" sekaligus karya terbaik Ibnu Sina
karena berisi pembahasan tentang seni bedah dan penyembuhan luka maka Kamil al-Sina'a adalah
sebuah buku legendaris karya Ali Abbas Majusi yang mengulas tentang ilmu bedah hingga ke intinya.
Buku ini sangat spektakuler karena terdiri dari 110 bab. Dalam Kamil al-Sina'a volume 10, Ali Abbas
melengkapinya dengan menambahkan sebuah teori khusus mengenai terapi pembedahan, padahal
ilmu tersebut masih kurang diminati di dunia ilmu pengetahuan Islam masa itu. Ilmu jenis ini muncul
pertama kali dalam bentuk terjemahan literatur berbahasa Arab pada abad IX, sebelum kemudian
memasuki Eropa pada abad pertengahan.

Secara umum, ilmu dan teknologi bedah Arab kurang begitu maju pada masa itu, ilmu bedah
lebih terkenal di Eropa bahkan dianggap sebagai ilmu yang mewakili dunia Barat. Di Arab, sains
justru lebih maju dan berkembang pesat dari pada ilmu bedah. Di saat itulah, salah satu buku karya
Ali Abbas yang dipersembahkannya untuk Sultan Buwaih, Adud ad-Daulah, menunjukkan
peranannya dalam memajukan ilmu kedokteran Arab, khususnya ilmu bedah. Buku tersebut dijadikan
buku teks standar para mahasiswa kedokteran selama beberapa tahun.
Ali Abbas al-Majusi adalah dokter yang pertama kali membahas susunan dan fungsi pipa
kapiler, serta memberi penjelasan yang benar tentang kelahiran bayi. Menurutnya, proses kelahiran
bayi adalah reaksi dari otot-otot rahim sang ibu yang bekerja keras pada saat bersamaan. Pendapat
tersebut bertolak belakang dari pendapat yang diyakini masyarakat Arab selama berabad-abad bahwa
proses kelahiran adalah usaha dari bayi yang akan lahir.

Selain tenar sebagai dokter profesional, Ali Abbas al-Majusi juga dikenal sebagai penulis
sejumlah buku medis. Ia pun disejajarkan dengan ilmuwan muslim lain, seperti Zakariya ar-Razi dan
Ibnu Sina. Beberapa penemuan baru Ali Abbas diabadikannya dalam wujud tulisan lepas dan buku
karya ilmiah.

Kerja keras, kecerdasan, dan prestasi Ali Abbas akhirnya didengar oleh Amir Adud Daulah,
seorang khalifah keturunan Buwaihi yang memerintah di Baghdad. Sang khalifah segera meminta Ali
Abbas menulis sesuatu yang berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Sebagai jawaban, Ali
Abbas pun membuat sebuah karya penting di bidang kedokteran, yang kemudian dipersembahkannya
untuk sang khalifah. Karya tersebut berjudul Kamil al-Sina'a atau Kamil al-Maliki.

Di kemudian hari, para penerjemah bahasa Latin abad pertengahan menerjemahkan karya
tersebut menjadi Liber Regius atau Liber Regalis. Buku bersejarah ini kembali menjadi sorotan dalam
sejarah kedokteran sebab isinya dianggap hampir mirip dengan Liber Pantegni. Buku itu pun menjadi
buah bibir di kalangan para ilmuwan. Namu, pada akhirnya Liber Regalis dianggap sebagai buku ajar
utama yang paling lengkap di bidang kedokteran.

Pada tahun 1492, karya Ali Abbas tersebut dicetak ulang di Venice, lalu di Lyons pada tahun
1523. Adapun bab khusus mengenai pembedahan sebenarnya telah diterjemahkan oleh Constantin,
seorang ilmuwan Afrika, pada abad XI, dan sudah diajarkan di berbagai perguruan tinggi di Salermo.
Sementara itu, Kamil al-Sina'a versi Arab dicetak ulang di Kairo pada tahun 1297.

Diperkirakan, Ali al-Abbas wafat antara tahun 982 - 995.


5. Ibnu Sina

Ibnu Sina atau yang lebih dikenal dunia Barat dengan nama Avicenna mempunyai nama
lengkap Abu Ali al-Huseyn bin Abdullah bin Hasan Ali bin Sina. Julukannya adalah al-Ra’s (puncak
gunung pengetahuan). Menurut Ibnu Khallikan, Al-Qifti, dan Bayhaqi, Ibnu Sina lahir pada bulan
bulan Shafar 370 H/ Agustus 980 M, di desa Afsanah, Bukhara, Uzbekistan. Ayahnya, ‘Abdullah dan
Sitarah, ibunya, merupakan keturunan Persia, karena itu ketika Ibnu Sina masih remaja dia sering
menulis puisi dan essai dalam bahasa Persia.

Keluarga Ibnu Sina bisa dikatakan keluarga yang mampu. Ayahnya diangkat menjadi gubernur
di sebuah distrik di Bukhara, ketika masa pemerintahan penguasa Samaniyah, Nuh II bin Mansyur.
Berangkat dari keluarga yang mampu, orang tua dari Ibnu Sina berusaha memberi anaknya
pendidikan terbaik. Ayah Ibnu Sina merupakan seorang muslim dari sekte Isma’ili (Syiah).
Rumahnya merupakan pusat aktivitas sarjana, dan ulama masyur pada masanya. Mereka banyak
melakukan aktivitas diskusi membahas berbagai permasalahan, dari diskusi-diskusi inilah Ibnu Sina
memahami pengetahuan yang luas.

Ibnu Sina memang telah memperlihatkan kecerdasan yang luar biasa sejak kecil. Selain
mempunyai kemampuan analisa berpikir yang tajam, Ibnu Sina juga dikenal mempunyai daya ingat
yang sangat kuat. Orang tua Ibnu Sina mulai memberikan pendidikan agama dan logika elementer
sejak Ibnu Sina masih berusia 5 tahun. Pada usia 10 tahun, Ibnu Sina telah hafal al-Qur’an. Dia juga
belajar fikih, dan ilmu-ilmu syariat.

Tidak hanya mempelajari ilmu agama, setelah menguasai ilmu teologi Ibnu Sina mulai terjun
ke dunia filsafat hingga umur 16 tahun. Ibnu Sina juga berguru kepada Abu Abdullah An-Naqili, dan
belajar Kitab Isaghuji dalam ilmu logika dan berbagai kegiatan Euklides dalam bidang matematika.
Setelah itu, dia belajar secara otodidak dan menekuni matematika hingga dia berhasil menguasai
buku Almagest karangan Ptolemaeus serta menguasai disiplin ilmu pengetahuan alam. Sering sekali
soal-soal ilmiah yang tidak dapat diselesaikan oleh gurunya, mampu dia selesaikan.

Semangat untuk belajar Ibnu Sina tidak berhenti di bidang teologi dan matematika saja, karena
dia lalu mempelajari ilmu kedokteran kepada gurunya, Abu Manshur al-Qamari, penulis kitab Al-
Hayat Wa al-Maut, dan Abu Sahal Isa bin Yahya al-Jurjani, penulis ensiklopedia kedokteran Al-Kitab
Al-Mi’ah Fi Shina’atih Thib. Ibnu Sina akhirnya menguasai ilmu kedokteran dalam waktu satu
setengah tahun. Tidak dapat dipungkiri Ibnu Sina merupakan pribadi yang bijaksana, dia tidak
membuang waktu masa mudanya untuk hal sia-sia, dia selalu memanfaatkan waktunya untuk belajar
berbagai ilmu hingga dia menguasainya.
Tidak mengherankan memasuki usia 16 tahun, Ibnu Sina telah menjadi pusat perhatian para
dokter sezamannya. Mereka sering menemuinya untuk berdiskusi perihal penemuan dalam bidang
kedokteran. Pada usia yang sama, dia dapat menyembuhkan penyakit yang diderita sultan Samaniyah,
Nuh bin Manshur (976-997), sehingga dia diberi hak istimewa untuk menggunakan perpustakaan
besar milik raja.

Dianugerahi dengan kemampuan luar biasa untuk menyerap dan memelihara pengetahuan,
ilmuwan muda dari Persia ini membaca seluruh buku-buku di perpustakaan itu , hingga akhirnya
berhasil menguasai semua ilmu yang ada pada masanya, sekalipun dia lebih menonjol dalam bidang
filsafat dan kedokteran. Memasuki usia 21 tahun, Ibnu Sina mulai menulis karya-karya monumental
di berbagai bidang keilmuwan, dengan karya pertamanya berjudul Al-Majmu’u (ikhtisar), yang
memuat berbagai ilmu pengetahuan umum.

Ibnu Sina tidak pernah berhenti membaca serta tidak pernah bosan menulis buku. Dia memang
dikenal kuat memikul tanggung jawab ilmuih dan sering tidak tidur malam hanya karena membaca
dan menulis. Selain itu, Ibnu Sina tidak mengambil upah dalam mengobati orang sakit. Bahkan dia
banyak bersedekah kepada fakir miskin sampai akhir hayatnya.

Ibnu Sina wafat di Hamdzan, Persia pada tahun 428 H (1037 M) dalam usianya yang ke-58
tahun. Dia wafat karena terserang penyakit usus besar. Selama masa hidupnya Ibnu Sina memberikan
sumbangan luar biasa terhadap kemajuan keilmuwan. Pemikiran-pemikiran Ibnu Sina di berbagai
disiplin ilmu banyak diadopsi oleh ilmuwan masa setelahnya, tidak hanya oleh ilmuwan muslim tetapi
juga ilmuwan Barat banyak yang mengadopsi pengetahuan dari karya-karya Ibnu Sina. Dalam rangka
memperingati 1000 tahun hari kelahirannya, melalui event Fair Millenium di Teheran pada tahun
1955, Ibnu Sina dinobatkan sebagai “Father of Doctor” untuk selama-lamanya.

Penemuan Ibnu Sina di Bidang Kedokteran

Ibnu Sina memiliki kontribusi luarbiasa dalam kemajuan bidang kedokteran dan berbagai
cabangnya. Dia telah melakukan penelitian besar dan mendapatkan penemuan penting yang
diabadikan oleh sejarah kedokteran. Berikut ini penemuan-penemuan Ibnu Sina di bidang kedokteran:

1. Dalam cara pengobatan

Ibnu Sina adalah orang yang pertama kali menemukan cara pengobatan bagi orang sakit, dengan
cara menyuntikkan obat ke bawah kulit.

2. Dalam mengobati orang ang tercekik kerongkongannya.


Ibnu Sina membuat penemuan dari pipa udara yang terbuat dari emas dan perak, kemudian
dimasukkan ke dalam mulut dan diteruskan ke kerongkongan untuk mengobati orang yang
tercekik dan sulit bernafas. Cara ini masih dipakai hingga sekarang untuk mengobati pasien-
pasien dengan penyakit sama. Alat tersebut juga digunakan dokter anaesthesia sekarang untuk
memasukkan gas bius dan oksigen ke dada pasien, akan tetapi alatnya dibuat dari karet dan
plastik.

3. Dalam mengobati kepala yang terluka

Ibnu Sina mengetahui hakekat ilmiah bahwa tulang tempurung kepala apabila pecah tidak dapat
melekat kembali seperti tulang lainnya pada badan, melainkan akan tetap terpisah, dan hanya
terikat dengan selaput yang kuat.

Ibnu Sina membagi pecahnya tempurung kepala kepada dua macam, berdasarkan ada atau tidak
adanya luka pada kepala:

 Pecah tertutup: Pecah pada tempurung kepala seperti ini biasanya tidak disertai luka, akan
tetapi ini sangat berbahaya karena bisa berubah menjadi tumor, dan menyebabkan tertahannya
darah dan nanah. Dalam hal ini Ibnu Sina mengatakan “Kebanyakan tumor terjadi pada kepala
yan pecah tetapi kulitnya tidak terkelupas. Apabila dilakukan pengobatan pada tumor dan tidak
dibelah barang kali akan merusak tulang dari bawah, sehingga si penderita akan kehilangan akal
dan gejala lainna, sehingga perlu untuk dibelah.”

 Pecah terbuka: Pecah pada tempurung kepala seperti ini biasanya disertai luka. Parah atau
tidaknya tergantung kepada besarnya luka dan kerasnya benturan. Sehingga perlu diperhatikan
apakah luka sebatas di kulit atau sampai pada tulang. Selain itu, perlu memperhatiakn gangguan
yang dirasakan penderita.

4. Dalam mengobati penyakit dalam

Ibnu Sina dapat membedakan antara mulas pada ginjal dan mulas pada lambung. Dia juga
mampu membedakan antara peradangan paru-paru dengan peradangan pada selaput otak. Dia
adalah orang yang pertama kali mendiagnosa secara akurat antara peradangan pada paru-paru,
dan pembengkakan pada hati. Selain itu, dia juga yang pertama kali berhasil mengobati kram
pada perut yang disebabkan faktor psikologis.

5. Penemuan penyakit parasitic


Ibnu Sina adalah orang yang pertama kali menemukan cacing Ancylostoma yang juga disebut
cacing lingkar. Ibnu Sina juga mendeteksi adanya penyakit gajah yang disebabkan oleh cacing
filaria dan menjelaskan bagaimana penyebarannya di tubuh.

6. Dalam kedokteran makanan dan penyakit perut

Ibnu Sina menjelaskan tentang penyakit menular antrak yang dalam bahasa Arab disebut al-
huma al-fasisiyyah, dan cara pengobatannya. Da juga menjelaskan tentang tuberkulosa paru-
paru, dan penularannya melalui air dan tanah.

7. Penyakit ginjal dan saluran kencing

Ibnu Sina menjelaskan tentang gangguan pada saluran kencing akibat penumpukan zat kapur,
dan dia mampu membedakan antara batu pada saluran kencing ini dengan batu ginjal.

8. Pengobatan penyakit khusus wanita

Ibnu Sina membicarakan masalah kemandulan, menjelaskan tetang demam yang diakibatkan
nifas, aborsi, kanker yang berserabut, dan tertutupnya saluran pada alat kelamin wanita. Ibnu
Sina telah mengetahui hal itu sejak dulu sebelum manusia mengenal mikroskop. Dia menjelaskan
bahwa ayah yang bertanggung jawab menentukan jenis kelamin janin.

9. Penyakit Saraf

Ibnu Sina menjelaskan tentang keadaan yang terjadi pada orang yang mengidap penyakit saraf.
Dia membedakan antara kelumpuhan saraf wajah yang disebabkan oleh pengaruh otak, dan yang
disebabkan oleh pengaruh anggota badan tersebut. Dia juga menjelaskan tentang tidak
berfungsinya otak akibat penumpukan darah di dalamnya.

10.Penyakit kejiwaan

Ibnu Sina memiliki cara pengobatan yang efektif dalam menangani benturan kejiwaan yang
diakibatkan berbagai sebab. Ibnu Sina juga memberikan nasihat agar melakukan pengobatan
dengan cara-cara psikologis untuk mengobati semua jenis penyakit secara umum.

11.Kedokteran mata

Buku Al-Qanun karangan Ibnu Sina merupakan buku pertama yang menjelaskan tentang anatomi
susunan urat yang menggerakkan mata dan kelenjar air mata. Ibnu Sina mempelopori pengobatan
pada gangguan saluran air mata, dengan memasukkan alat yang telah diberi antiseptik.
12.Pengobatan tumor

Ibnu Sina berhasil melakkan diagnosa pada tumor kanker, dan dia adalah orang yang pertama
kali menemukan adanya tumor otak.

13.Metode Pembiusan

Ibnu Sina merupakan dokter yang pertama kali menggunakan obat bius dalam melakukan
pembedahan, dengan memanfaatkan obat-obatan herbal.

14.Pengukuran denyut nadi dan analisa kedokteran

Ibnu Sina sangat memperhatikan denyut nadi, dan menjadikannya sebagai ukuran untuk
mendiagnosa berbagai penyakit. Perhatiannya yang sangat besar ini membuahkan tulisan 19
pasal dalam bukunya, Al-Qanun, tentang denyut nadi, dan peranannya dalam diagnosa. Selain
itu, dia juga menggunakan urine sebagai media untuk diagnosa berbagai macam penyakit.

15.Bidang Farmasi

Iibnu Sina menemukan, dan menulis sebanyak 760 jenis obat-obatan. Dia menganjurkan agar
obat-obatan dikemas dalam bungkusan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada pasien.

Pemikiran Ibnu Sina Mengenai Filsafat Jiwa

Sebenarnya banyak sekali pemikiran Ibnu Sina mengenai Filsafat, tetapi penulis pada
kesempatan kali ini hanya akan mengambil salah satu dari pembahasan Ibnu Sina mengenai Filsafat,
yaitu tentang jiwa. Menurut Ibnu Sina, jiwa adalah kesempurnaan awal, karena dengannya spesies
(jins) menjadi sempurna, sehingga menjadi manusia nyata. Kesempurnaan bagi Ibnu Sina adalah
sesuatu yang dengan keberadaannya tabiat jenis menjadi manusia. Artinya, jiwa merupakan
kesempurnaan awal bagi tubuh. Sebab, tubuh sendiri merupakan prasyarat bagi definisi jiwa, lantaran
dapat dinamakan jiwa jika aktual di dalam tubuh dengan satu perilaku dari berbagai perilaku.

Secara garis besar, Ibnu Sina membagi pembahasan jiwa menjadi dua bagian, yaitu fisika dan
metafisika. Dalam pembahasan jiwa dari sisi fisika, Ibnu Sina membicarakan tentang jiwa tumbuh-
tumbuhan, hewan, dan manusia.

1. Jiwa tumbuh-tumbuhan mempunyai tiga daya : makan, tumbuh, dan berkembang biak.

2. Jiwa binatang/hewan mempunyai dua daya : gerak (al-mutaharrikat) dan menangkap (al-
mudrikat). Daya yang terakhir dibagi menjadi dua, menangkap dari luar (al-mudrikat min al-
kharij) dengan pancaindera dan menangkap dari dalam (al-mudrikat min al-dakhil) dengan indera
bathin.

3. Jiwa manusia, yang disebut pula al-nafs al-nathiqat, mempunyai dua daya : praktis (al-amilat) dan
teoritis (al-alimat). Daya praktis hubungannya dengan jasad, sedangkan daya teoritis hubungannya
dengan hal-hal yang abstrak.

Dari segi metafisika, hal-hal yang dibicarakan Ibnu Sina adalah mengenai wujud jiwa, hakikat
jiwa, hubungan jiwa dengan jasad, dan kekekalan jiwa.

Karya-Karya Ibnu Sina

Abdul Halim Munthashir menyebutkan bahwa jumlah karya Ibnu Sina mencapai 276 buah, baik
berupa surat-surat, buku, maupun ensiklopedia yang dia tulis selama masa hidupnya. Ibnu Sina
memang tidak pernah berhenti dalam berkarya, sesibuk apapun aktivitasnya. Berikut beberapa karya
monumental Ibnu Sina:

1. Kitab al-Qanun Fith Thib (Canon of Medicine)

Kitab ini merupakan ensiklopedia dalam bidang kedokteran, dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Latin. Buku ini merupakan rujukan terpenting untuk mengajarkan ilmu kedokteran d Eropa hingga
pasca masa kebangkitan. Pengetahuan yang dimuat dalam buku ini mendapat pengakuan dari semua
dokter Eropa.

Buku ini terdiri dari lima bagian:

Bagian pertama, secara khusus membahas tentang masalah-masalah kedokteran secara umum,
seperti batasan-batasan kedokteran, dan objeknya. Selain itu juga dibahas mengenai anatomi
tubuh, berbagai macam jenis penyakit, dan cara pengobatannya.

Bagian Kedua, memuat kosa kata dalam bidang kedokteran, atau obat-obatan, dan efek
pengobatannya.

Bagian ketiga, membahas tentang berbagai macam penyakit pada semua anggota badan, dari
kepala hingga kaki. Ibnu Sina menjelaskan gejala-gejalanya, dan cara mendiagnosanya.

Bagian keempat, secara khusus memuat macam-macam penyakit komplikasi yang menyerang
lebih dari satu anggota badan. Dia juga menjelaskan tentang tumor, patah tulang, beserta cara
penanganannya.

Bagian kelima, secara khusus membahas tentang jenis obat-obatan buatan, dan campurannya.
2. Kitab Arjuzah Ibnu SIna Ath-Thibbiyah

Kitab yang berupa sajak yang terdiri dari 1329 bait ini merupakan ringkasan dari kitab Al-Qanun,
sehingga dapat dijadikan buku harian dokter yang mudah dihafal, dan dapat digunakan secara praktis.
Buku ini juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, dan menjadi pegangan dokter-dokter
Eropa pasca masa kebangkitan Eropa.

3. Mausu’ah Asy-Syifa’

Karya Ibnu Sina yang satu ini merupakan ensiklopedia berbagai macam ilmu pengetahuan, seperti:
Filsafat, logika, dan ilmu pengetahuan alam. Dalam buku ini, Ibnu Sina membahas tentang fnomena
alam yang penting seperti terbentuknya gunung, sebab-sebab terjadinya gempa bumi, terbentuknya
awan, dan kabut, terjadinya pengembunan, jatuhnya meteor, munculnya pelangi, dan berbagai
fenomena alam lainnya.

Karya-karya Lain Ibnu Sina

Berikut ini adalah karya-karya lain dari Ibnu Sina, yang mempunyai kontribusi penting dalam
berbagai disiplin ilmu:

1. Bidang logika, Isaguji, membahas ilmu logika Isagoge.

2. Fi Aqsam Al-Ulum al-Aqliyah, (On the Divisions of the Rational Sciences), buku mengenai
pembagian ilmu-ilmu rasional.

3. Bidang Metafisika, Illahiyyat (ilmu Ketuhanan)

4. Bidang psikologi, kitab an-Najat (book of deliverence) buku tetang kebahagiaan jiwa.

5. Bidang Geologi, Fi ad-Din, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latina menjadi Liber
den Mineralibus, mengenai mineral.

6. Bidang syair, dan prosa, Al-Qashidah al-Ainiyyah, syair-syair tentang jiwa manusia.

7. Bidang sastra Arab, Risalah fi Asbab Huduts al-Huruf, risalah tentang sebab-sebab terjadinya
huruf.

8. Cerita-cerita roman fiktif, Risalah ath-Thayr, cerita seekor burung.

9. Bidang politik, Risalah as-Siyasah, (book on politics).


Dari Uraian penjelasan di atas, kita dapat mengetahui kontribusi yang diberikan Ibnu Sina
kepada perkembangan ilmu pengetahuan di Dunia. Besarnya kontribusi Ibnu Sina dapat dilihat dalam
perkembangan kedokteran, Ilmu kedokteran sebelumnya tidak ada, kemudian ditemukan oleh
Ptolemaeus, kemudian dihidupkan kembali oleh Gelenus. Setelah itu ilmu kedokteran berserakan
kembali, dan dihimpun oleh Ar-Razi, keilmuwan yang telah dihimpun Ar-Razi itu kemudian
disempurnakan oleh Ibnu Sina. Dapat dikatakan peran Ibnu Sina di sini amat vital dalam
menyempurnakan ilmu kedokteran.

Selain itu, kita juga tidak dapat menafikan kontribusi Ibnu Sina di berbagai disiplin keilmuwan
lain, jarang sekali ilmuwan yang mampu menguasai berbagai disiplin ilmu dan berkontribusi di
dalamnya layaknya Ibnu Sina, dan semoga pembahasan mengenai biografi Ibnu Sina dapat
bermanfaat, dan menginspirasi kita semua.

6. Abu abdallah Muhammad bin Ibrahim al-Fazari

Abu abdallah Muhammad bin Ibrahim al-Fazari (meninggal 796 atau 806) adalah seorang
filsuf, matematikawan dan astronom Muslim. Ia banyak menterjemahkan buku-buku sains ke dalam
bahasa Arab dan Persia. Ia juga merupakan astronom muslim pertama yang membuat astrolobe, alat
untuk mengukur tinggi bintang. Ia pernah mendapat tugas untuk menterjemahkan ilmu angka dan
ilmu hitung, serta ilmu astronomi India yang bernama Sind Hind, oleh khalifah Al Mansyur dari
Abbasiyah.

Ayahnya bernama Ibrahim Al-Fazari yang juga seorang astronom dan matematikawan.
Beberapa sumber menyebut dia sebagai seorang Arab, sumber lain menyatakan bahwa ia adalah
seorang Persia. Al Farazi menetap serta berkarya di Baghdad, Irak, ibu kota kekhalifahan Abbasiyah.

Muhammad bin Ibrahim al-Fazari bersama ayahnya, Ibrahim al fazari, merupakan seorang ahli
matematika dan astronom di istana kekhalifahan Abbasiya, di era khalifah harun al Rasyid. Ia
menyusun berbagai jenis penulisan astronomi.

Bersamaan dengan Ya’qub ibn Thariq dan ayahnya, ia membantu menterjemahkan teks
astronomi India oleh Brahma gupta (abad 7 M), Brahma Sphuta Siddhanta, ke dalam bahasa Arab
sebagai Az jiz ala Sini al Arab atau kitab Sindhind. Terjemahan ini dimungkinkan sebagai saran
penting dalam tranmisi angka hindu dari India ke dalam Islam.

Dinasti Abbasiyah yang berkuasa saat itu memberikan peluang dan dukungan yang sangat besar
dalam pengembangan ilmu pengetahuan apalagi dalam bidang astronomi. Khalifah al-Mansyur adalah
penguasa Abbasiyah pertama yang memberi perhatian serius dalam pengkajian astronomi dan
astrologi.

Khalifah Harun al rasyid mengumpulkan dan mendorong cendekiawan muslim untuk


menerjemahkan beragam literatur yang berasal dari Yunani, Romawi Kuno, India, hingga Persia. Al
Farazi adalah salah satu astronom paling awal di dunia Islam. Beliau memegang peran penting dalam
kemajuan ilmu astronomi di masa Abbasiyah.

Al-Fazari menerjemahkan beberapa literatur asing ke dalam bahasa Arab dan Persia. Bersama
dengan beberapa cendekiawan lain, seperti Naubakht, dan Umar ibnu al-Farrukhan al-Tabari, beliau
meletakkan dasar-dasar ilmu pengetahuan di dunia Islam.

Pekerjaan al-Fazari

Khalifah Harun al rasyid menunjuk seorang ahli astronomi yang bernama Naubahkh untuk
memimpin upaya penerjemahan. Khalifah menulis surat pada kaisar Bizantium agar mengirimkan
buku-buku ilmiah untuk diterjemahkan, termasuk buku-buku tentang ilmu astronomi.

Mungkin sekitar tahun 790, Al-Fazari menterjemahkan banyak buku sience ke dalam bahasa
Arab dan Iran. Ia ditasbihkan sebagai pencipta astrolabe pertama dalam dunia Islam. Bersamaan
dengan Yaʿqub ub ibn Tariqia membantu menerjemahkan teks astronomi India oleh Brahmagupta,
Sindhind., dalam bahasa Arab, Az-Zij ‛ala Sini al-‛Arab(Tables of the disks of the astrolabe).

Transmisi Angka Hindu

Penerjemahan ini kemungkinan merupakan awal dimana angka Hindu ditransmisi dari India ke
Islam. Buku tersebut dibawa oleh seorang pengembara dan ahli astronomi India bernama Mauka ke
Baghdad dan segera menarik perhatian kaum cendekia di sana.
Al-Fazari menunaikan tugas dengan baik, menurut Ehsan Masood dalam bukunya “Ilmuwan
Muslim Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern”, saat itu telah menguasai astronomi sehingga di
bawah arahan khalifah langsung beliau mampu menerjemahkan dan menyadur teks astronomi India
kuno yang sangat teknis tersebut. Kemudian beliau memberi judul Zij al Sinin al Arab (Tabel
Astronomi Berdasarkan Penanggalan Bangsa Arab) pada karya terjemahannya tersebut.

Menurut Ehsan Masood, penerjemahan Sindhind sangat berharga. Bukan hanya karena wawasan
astronominya tapi juga sistem penomoran India, Kalpa Aharganas dengan perhitungan tahun Hijriah
Arab. Selain itu, karya al Farazi mencantumkan daftar negara-negara di dunia dan dimensinya
berdasarkan perhitungan tabel. Hasil kerja Al Farazi melalui penerjemahan mengenalkan sistem
penomoran tersebut ke dunia Arab.

Astrolab
Astrolab planisferis merupakan mesin hitung analog pertama, difungsikan sebagai alat bantu
astronomi untuk menghitung waktu terbit dan tenggelam serta titik kulminasi matahari dan bintang
serta benda langit lainnya pada waktu tertentu. Astrolab menjadi instrumen paling penting yang
pernah dibuat. Dengan desain akurat, astrolab menjadi instrumen penentu posisi pada abad
pertengahan.

Astrolab merupakan model alam semesta yang bisa digenggam sekaligus jam matahari untuk
mengukur tinggi dan jarak bintang. Chaucer dalam “Treatise in the Astrolabe” menyatakan bahwa
Astrolab kemudian menjadi alat navigasi utama, hanya dalam beberapa bulan setelah ditemukan
Astrolab oleh Al Farazi, kemajuan astronomi melejit cepat.

Astrolab memainkan peranan penting dalam pencapaian bidang astronomi oleh umat Muslim
hingga masa-masa berikutnya. Seorang astronom bernama al Sufi berhasil memanfaatkannya dengan
baik. Al Sufi mampu memetakan sekitar seribu kegunaan Astrolab dalam berbagai bidang yang
berbeda seperti astronomi, astrologi, digunakan termasuk meramalkan posisi matahari, bulan, planet,
dan bintang-bintang, navigasi. Dalam dunia Islam, Astrolabe digunakan untuk menemukan waktu
matahari terbit dan naik dari bintang-bintang, untuk membantu jadwal (shalat).

Pada abad ke-13, karya ini ditemukan kembali oleh penjelajah dan ahli geografi Muslim bernama
Yaqut al-Hamawi dan al-Safadi. Gairah dan kemauan para sarjana Muslim belajar dari tradisi ilmu
lain serta dukungan penuh dari pemerintahan menjadi kunci keberhasilan dalam memajukan ilmu
pengetahuan di dunia Islam.
7. MUHAMMAD BIN MUSA AL KHAWARIZMI

MUHAMMAD bin Musa Al Khawarizmi adalah seorang ahli matematika, astronomi, astrologi,
dan geografi yang berasal dari Persia. Lahir sekitar tahun 780 di Khwārizm (sekarang Khiva,
Uzbekistan) dan wafat sekitar tahun 850 di Baghdad. Hampir sepanjang hidupnya, ia bekerja sebagai
dosen di Sekolah Kehormatan di Baghdad

Buku pertamanya, al-Jabar, adalah buku pertama yang membahas solusi sistematik dari linear
dan notasi kuadrat. Sehingga ia disebut sebagai Bapak Aljabar. Translasi bahasa Latin dari Aritmatika
beliau, yang memperkenalkan angka India, kemudian diperkenalkan sebagai Sistem Penomoran Posisi
Desimal di dunia Barat pada abad ke 12. Ia merevisi dan menyesuaikan Geografi Ptolemeus sebaik
mengerjakan tulisan-tulisan tentang astronomi dan astrologi.

Kontribusi beliau tak hanya berdampak besar pada matematika, tapi juga dalam kebahasaan.
Kata Aljabar berasal dari kata al-Jabr, satu dari dua operasi dalam matematika untuk menyelesaikan
notasi kuadrat, yang tercantum dalam buku beliau. Kata logarisme dan logaritma diambil dari kata
Algorismi, Latinisasi dari nama beliau. Nama beliau juga di serap dalam bahasa Spanyol Guarismo
dan dalam bahasa Portugis, Algarismo yang berarti digit.

Sedikit yang dapat diketahui dari hidup beliau, bahkan lokasi tempat lahirnya sekalipun. Nama
beliau mungkin berasal dari Khwarizm (Khiva) yang berada di Provinsi Khurasan pada masa
kekuasaan Bani Abbasiyah (sekarang Xorazm, salah satu provinsi Uzbekistan). Gelar beliau adalah
Abū ‘Abdu llāh atau Abū Ja’far.

Sejarawan al-Tabari menamakan beliau Muhammad bin Musa al-Khwārizmī al-Majousi al-
Katarbali. Sebutan al-Qutrubbulli mengindikasikan beliau berasal dari Qutrubbull, kota kecil dekat
Baghdad.

Dalam Kitāb al-Fihrist Ibnu al-Nadim, kita temukan sejarah singkat beliau, bersama dengan
karya-karya tulis beliau. Al-Khawarizmi menekuni hampir seluruh pekerjaannya antara 813-833.
setelah Islam masuk ke Persia, Baghdad menjadi pusat ilmu dan perdagangan, dan banyak pedagang
dan ilmuwan dari Cina dan India berkelana ke kota ini, yang juga dilakukan beliau. Dia bekerja di
Baghdad pada Sekolah Kehormatan yang didirikan oleh Khalifah Bani Abbasiyah Al-Ma’mun,
tempat ia belajar ilmu alam dan matematika, termasuk mempelajari terjemahan manuskrip Sanskerta
dan Yunani.
Karya

Karya terbesar beliau dalam matematika, astronomi, astrologi, geografi, kartografi, sebagai
fondasi dan kemudian lebih inovatif dalam aljabar, trigonometri, dan pada bidang lain yang beliau
tekuni. Pendekatan logika dan sistematis beliau dalam penyelesaian linear dan notasi kuadrat
memberikan keakuratan dalam disiplin aljabar, nama yang diambil dari nama salah satu buku beliau
pada tahun 830 M, al-Kitab al-mukhtasar fi hisab al-jabr wa’l-muqabala atau: “Buku Rangkuman
untuk Kalkulasi dengan Melengkapakan dan Menyeimbangkan”, buku pertama beliau yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12.

Pada buku beliau, Kalkulasi dengan angka Hindu, yang ditulis tahun 825, memprinsipkan
kemampuan difusi angka India ke dalam perangkaan timur tengah dan kemudian Eropa. Buku beliau
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Algoritmi de numero Indorum, menunjukkan kata algoritmi
menjadi bahasa Latin.

Beberapa kontribusi beliau berdasar pada Astronomi Persia dan Babilonia, angka India, dan
sumber-sumber Yunani.

Sistemasi dan koreksi beliau terhadap data Ptolemeus pada geografi adalah sebuah penghargaan
untuk Afrika dan Timur Tengah. Buku besar beliau yang lain, Kitab surat al-ard (“Pemandangan
Bumi”;diterjemahkan oleh Geography), yang memperlihatkan koordinat dan lokasi dasar yang
diketahui dunia, dengan berani mengevaluasi nilai panjang dari Laut Mediterania dan lokasi kota-kota
di Asia dan Afrika yang sebelumnya diberikan oleh Ptolemeus.

Ia kemudian mengepalai konstruksi peta dunia untuk Khalifah Al-Ma’mun dan berpartisipasi
dalam proyek menentukan tata letak di Bumi, bersama dengan 70 ahli geografi lain untuk membuat
peta yang kemudian disebut “ketahuilah dunia”. Ketika hasil kerjanya disalin dan ditransfer ke Eropa
dan Bahasa Latin, menimbulkan dampak yang hebat pada kemajuan matematika dasar di Eropa. Ia
juga menulis tentang astrolab dan sundial.

Kitab Aljabar

Al-Kitāb al-mukhtaṣar fī ḥisāb al-jabr wa-l-muqābala (Kitab yang Merangkum Perhitungan


Pelengkapan dan Penyeimbangan) adalah buku matematika yang ditulis pada tahun 830. Kitab ini
merangkum definisi aljabar. Terjemahan ke dalam bahasa Latin dikenal sebagai Liber algebrae et
almucabala oleh Robert dari Chester (Segovia, 1145) dan juga oleh Gerardus dari Cremona.

Dalam kitab tersebut diberikan penyelesaian persamaan linear dan kuadrat dengan
menyederhanakan persamaan menjadi salah satu dari enam bentuk standar (di sini b dan c adalah
bilangan bulat positif)
dengan membagi koefisien dari kuadrat dan menggunakan dua operasi: al-jabr ( ‫ ) الجبر‬atau pemulihan
atau pelengkapan) dan al-muqābala (penyetimbangan). Al-jabr adalah proses memindahkan unit
negatif, akar dan kuadrat dari notasi dengan menggunakan nilai yang sama di kedua sisi. Contohnya,
x^2 = 40x – 4x^2 disederhanakan menjadi 5x^2 = 40x. Al-muqābala adalah proses memberikan
kuantitas dari tipe yang sama ke sisi notasi. Contohnya, x^2 + 14 = x + 5 disederhanakan ke x^2 + 9 =
x.

Beberapa pengarang telah menerbitkan tulisan dengan nama Kitāb al-ǧabr wa-l-muqābala,
termasuk Abū Ḥanīfa al-Dīnawarī, Abū Kāmil (Rasāla fi al-ǧabr wa-al-muqābala), Abū Muḥammad
al-‘Adlī, Abū Yūsuf al-Miṣṣīṣī, Ibnu Turk, Sind bin ‘Alī, Sahl bin Bišr, dan Šarafaddīn al-Ṭūsī.

Kitab Dixit algorizmi

Buku kedua besar beliau adalah tentang aritmatika, yang bertahan dalam Bahasa Latin, tapi
hilang dari Bahasa Arab yang aslinya. Translasi dilakukan pada abad ke-12 oleh Adelard of Bath,
yang juga menerjemahkan tabel astronomi pada 1126.

Pada manuskrip Latin,biasanya tak bernama,tetapi umumnya dimulai dengan kata: Dixit
algorizmi (“Seperti kata al-Khawārizmī”), atau Algoritmi de numero Indorum (“al-Kahwārizmī pada
angka kesenian Hindu”), sebuah nama baru di berikan pada hasil kerja beliau oleh Baldassarre
Boncompagni pada 1857. Kitab aslinya mungkin bernama Kitāb al-Jam’a wa-l-tafrīq bi-ḥisāb al-Hind
(“Buku Penjumlahan dan Pengurangan berdasarkan Kalkulasi Hindu”)

Kitab Rekonstruksi Planetarium

Peta abad ke-15 berdasarkan Ptolemeus sebagai perbandingan.

Buku ketiga beliau yang terkenal adalah Kitāb surat al-Ardh “Buku Pemandangan Dunia” atau
“Kenampakan Bumi” diterjemahkan oleh Geography), yang selesai pada 833 adalah revisi dan
penyempurnaan Geografi Ptolemeus, terdiri dari daftar 2402 koordinat dari kota-kota dan tempat
geografis lainnya mengikuti perkembangan umum.

Hanya ada satu kopi dari Kitāb ṣūrat al-Arḍ, yang tersimpan di Perpustakaan Universitas
Strasbourg. Terjemahan Latinnya tersimpan di Biblioteca Nacional de España di Madrid. Judul
lengkap buku beliau adalah Buku Pendekatan Tentang Dunia, dengan Kota-Kota, Gunung, Laut,
Semua Pulau dan Sungai, ditulis oleh Abu Ja’far Muhammad bin Musa al-Khawarizmi berdasarkan
pendalaman geografis yang ditulis oleh Ptolemeus dan Claudius.

Buku ini dimulai dengan daftar bujur dan lintang, termasuk “Zona Cuaca”, yang menulis
pengaruh lintang dan bujur terhadap cuaca. Oleh Paul Gallez, dikatakan bahwa ini sanagat bermanfaat
untuk menentukan posisi kita dalam kondisi yang buruk untuk membuat pendekatan praktis. Baik
dalam salinan Arab maupun Latin, tak ada yang tertinggal dari buku ini. Oleh karena itu, Hubert
Daunicht merekonstruksi kembali peta tersebut dari daftar koordinat. Ia berusaha mencari pendekatan
yang mirip dengan peta tersebut.

Kitab Astronomi

Kampus Corpus Christi MS 283

Buku Zīj al-sindhind (tabel astronomi) adalah karya yang terdiri dari 37 simbol pada kalkulasi
kalender astronomi dan 116 tabel dengan kalenderial, astronomial dan data astrologial sebaik data
yang diakui sekarang.

Versi aslinya dalam Bahasa Arab (ditulis 820) hilang, tapi versi lain oleh astronomer Spanyol
Maslama al-Majrīṭī (1000) tetap bertahan dalam bahasa Latin, yang diterjemahkan oleh Adelard of
Bath (26 Januari 1126). Empat manuskrip lainnya dalam bahasa Latin tetap ada di Bibliothèque
publique (Chartres), the Bibliothèque Mazarine (Paris), the Bibliotheca Nacional (Madrid) dan the
Bodleian Library (Oxford).

Kitab Kalender Yahudi

Al-Khawārizmī juga menulis tentang Penanggalan Yahudi (Risāla fi istikhrāj taʾrīkh al-yahūd
“Petunjuk Penanggalan Yahudi”). Yang menerangkan 19-tahun siklus interkalasi, hukum yang
mengatur pada hari apa dari suatu minggu bulan Tishrī dimulai; memperhitungkan interval antara Era
Yahudi (penciptaan Adam) dan era Seleucid; dan memberikan hukum tentang bujur matahari dan
bulan menggunakan Kalender Yahudi. Sama dengan yang ditemukan oleh al-Bīrūnī dan Maimonides.

Karya lainnya

Beberapa manuskrip Arab di Berlin, Istanbul, Tashkent, Kairo dan Paris berisi pendekatan
material yang berkemungkinan berasal dari al-Khawarizmī. Manuskrip di Istanbul berisi tentang
sundial, yang disebut dalam Fihirst. Karya lain, seperti determinasi arah Mekkah adalah salah satu
astronomi sferik.

Dua karya berisi tentang pagi (Ma’rifat sa’at al-mashriq fī kull balad) dan determinasi azimut
dari tinggi (Ma’rifat al-samt min qibal al-irtifā’).

Beliau juga menulis 2 buku tentang penggunaan dan perakitan astrolab. Ibnu al-Nadim dalam
Kitab al-Fihrist (sebuah indeks dari bahasa Arab) juga menyebutkan Kitāb ar-Ruḵāma(t) (buku
sundial) dan Kitab al-Tarikh (buku sejarah) tapi 2 yang terakhir disebut telah hilang.
8. Tsabit Bin Qurrah

Ilmuwan Muslim yang satu ini adalah seorang yang ahli matematika, astronomi, dan
kedokteran. Bahkan ia disebut-sebut mengungguli semua dokter pada masanya. Dia juga termasuk
salah satu dari penerjemah terkemuka yang memikul tanggung jawab mengalihkan berbagai macam
ilmu dari bahasa latin ke dalam bahasa Arab pada masa kejayaan terjemah. Namanya Abu Al-Hasan
bin Marwan Tsabit bin Qurrah Al-Harrani atau lebih dikenal sebagai Tsabit bin Qurrah.

Dia dilahirkan di Harran, suatu tempat yang terletak di antara sungai Dajlah dan Furat di Turki
pada tahun 221 H (836 M), dari keluarga Ash-Shaibah. Tsabit telah menampakkan kecerdasannya
sejak usia dini ketika dia masih belajar ilmu.

Pada suatu hari, dia berbeda pendapat dengan kelompoknya tentang beberapa hal yang
membuat mereka menganggapnya telah keluar dari kelompoknya sehingga mereka melaranggnya
untuk masuk ke tempat peribadatan mereka. Dia lalu hijrah ke suatu daerah yang disebut Kafrutuma.

Di tempat tersebut, dia bertemu dengan seorang ilmuwan besar dalam bidang matematika,
Muhammad bin Musa al-Khawarizmi yang merasa kagum dengan kecerdasan Tsabit. Dia memang
memiliki kesiapan mental dan akal untuk belajarm hingga akhirnya al-Khawarizmi mengajaknya ke
Baghdad.

Pendidikan dan Kedudukannya

Di Badhdad, kiblat ilmu pada saat itu. Tsabit bin Qurrah mengajarkan ilmu matematika,
astronomi, kedokteran dan filsafat. Dia kemudian bergabung di sekolah Musa bin Syakir untuk
mengajarkan ilmu yang dikuasainya. Dia selalu mendapatkan pujian atas apa yang diajarkannya.
Tsabit lalu dikenal dengan sebutan khusus sebagai dokter. Akan tetapi sebagian besar karya dan
penemuannnya terdapat dalam ilmu matematika dan astronomi.

Kemampuannya sebagai seorang dokter, atronom, ahli matematika dan filsuf terdengar ke
telinga Khalifah Dinasti Abbasiyah bernama Al-Mu’tadh. Khalifah lalu memanggilnya ke Istana dan
mengumpulkannya bersama para astronom lainnya. Akan tetapi dia mengungguli mereka semua.

Dia telah menunjukan kemampuannya dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, sehingga
menambah kecintaan Al-Mu’tadh kepadanya dan memberinya jabatan yang tinggi. Bahkan dia
didudukan di samping khalifah sambil bersenda gurau dengannya, tanpa keikutsertaan para menteri
dan orang-orang dekatnya.
Tsabit termasuk di antara salah seorang yang bekerja di teropong milik Khalifah Al-Ma’mudn
di Baghdad. Di sini dia mmbuat teori kecenderungan persamaan siang dan malam pada musim semi
dan musim gugur. Kedudukan Tsabit yang tinggi di Istana sangat berpengaruh dalam mengangkat
derajat Ash-Shaibah, dengan munculnya seorang ilmuwan dari kalangan mereka.

Tsabit merupakan ilmuwan yang menjadi pelanjut dan penyempurna atas karya-karya al-
Khawarizmi. Ia mengikuti metode-metode dan dasar-dasar yang telah dirintis oleh al-Khawarizmi
tentang Mu’dalah pangkat dua, sehingga memungkinkan baginya memakai geometri dari uraian
pangkat tiga. Pada abad XVI metode Tasbit ini dilanjutkan oleh seorang sarjana Italia bernama
Geerowlamo Cardan dalam menguraikan persamaan pangkat tiga. Dengan tegas ia mengakui Tsabit
bin Qurrah adalah orang pertama yang menciptakan integral Calculus dan Differential Calculus.

Karya Tsabit Bin Qurrah

Tsabit Bin Qurrah banyak melakukan penerjemahan karya-karya ilmuwan Barat seperti
Apollonius, Archimedes, Euclid, dan Ptolemy. Meski bertugas untuk menerjemahkan karya-karya
besar Thabit bin Qurrah memainkan peran penting dalam penemuan hitungan integral, geometri
analitik, kalkulus, dalil trigonometri lingkaran, konsep angka-angka riil dan mengusulkan beberapa
teori yang mengarah ke pembangunan non-Euclidean geometri.

Dalam bidang matematika, Tsabit bin Qurrah menerjemahkan banyak karya ahli matematika
Yunani, seperti Appollunius, Euclid, Archimedes, dan Ptolemaios. Ia juga mengomentari buku
Elements dari Euclid dan buku Ptolemy yang berjudul Geograpia.

Selain menerjemahkan karya Yunani, Karya Tsabit bin Qurrah juga menghasilkan karya
berjudul Kitab al-Mafrudat (Kitab Data). Buku ini sangat populer di Abad Pertengahan yang berisi
penjelasan seputar geometri dan aljabar geometri.

Dalam Kitab Fi Ta'lif an-Nisab (buku tentang susunan rasio) Tsabit menjelaskan tentang teori
senyawa rasio. Teori ini kemudian melahirkan gagasan bilangan real dan untuk penemuan kalkulus
integral.

Salah satu karya Thabit yang fenomenal di bidang geometri adalah bukunya yang berjudul The
Composition of Ratios (Komposisi rasio). Dalam buku tersebut, Thabit mengaplikasikan antara
aritmatika dengan rasio kuantitas geometri. Pemikiran ini, jauh melampaui penemuan ilmuwan
Yunani kuno dalam bidang geometri.
Sebagai ahli astronomi, Tsabit mengatakan bahwa gerakan planet-planet itu memengaruhi
gelombang bumi. Gelombang bumi terjadi 26 tahun sekali. Sejak 5.000 tahun yang lalu, para ahli
perbintangan Mesir telah menemukan sebuah bintang yang mendekat ke kutub utara, yang disebut
dengan Alfa Al-Tanim.

Pada tahun 2.100 M nanti, bintang tersebut akan menjauhi kutub utara. Baru nanti pada 14.000
M, akan muncul bintang utara lagi yang bernama al-Nasr. Bintang ini merupakan bintang utara yang
paling terang. Tsabit menentukan garis lintang dengan mengukur naiknya lintang kutub. Ia
mendapatkan ukuran dua lintang utara dan selatan sepanjang 56 mil. Berkaitan dengan luas bumi, dia
menggunakan garis bujur dan lintang yang memberi inspirasi kepada para pelaut, seperti Colombus,
untuk melakukan pelayaran keliling dunia.

Penemuannya yang tak kalah penting adalah adalah jam matahari (Mazawil al-Syamsiyah),
karena menggunakan sinar matahari untuk menghitung perbedaan waktu, dan menentukan waktu
salat. dengan cara menancapkan sepotong kayu atau seseorang berdiri di bawah terik matahari.
Apabila bayangan kayu atau orang tersebut, condong kea rah barat sedikit, berarti sudah menunjukkan
datangnya waktu zuhur. Bayangan kayu atau orang tersebut tidak akan nampak, saat matahari tepat
berada di atasnya ketika berada di titik 33,5 derajat antara lintang utara dan selatan.

Tsabit juga dikenal sebagai pendiri ilmu keseimbangan. Hal ini karena kitabnya yang berjudul
Kitab Fi' al-Qarastun (buku keseimbangan balok). Inilah karyanya yang monumental dalam bidang
ilmu mekanik.

Karyanya ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gherard dari Cremona dan
menjadi sangat populer di Dunia Barat. Ia juga dikenal sebagai penemu ilmu statistik.

Dalam astronomi, Tsabit menulis banyak risalah tentang pergerakan matahari dan bulan serta
jam matahari. Ia juga mengukur luas bumi dengan menggunakan garis bujur dan garis lintang secara
teliti.

Penemuan Tsabit tersebut memberikan inspirasi kepada para pelaut, seperti Colombus, untuk
melakukan pelayaran keliling dunia yang dimulai dari Laut Atlantik. Berkat penemuan tersebut, para
pelaut bisa memastikan jika mereka tidak akan tersesat dan kembali ke tempat semula.

Penemuan penting Tsabit yang lain adalah jam matahari. Jam ini menggunakan sinar matahari
untuk mengetahui peredaran waktu dan menentukan waktu shalat. Tsabit juga membuat kalender
tahunan berdasarkan sistem matahari. Karya Tsabit dalam astronomi yang terkenal
berjudul: Concerning the Motion of the Eighth SphereIa.
Tsabit Bin Qurrah meninggal pada 18 Februari 901 di Baghdad. Meski begitu, jasa dan
kontribusinya dalam beragam ilmu hingga kini masih dikenang.

Sumber :

-Philips K Hitti, History of Arabs, (jakarta : serambi ilmu semesta )

-Seyyed hossein Nasr, Science An Civilization In Islam, (USA : New American library, 1970)

-Raghib al-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam …

-Pervez hoodboy, Islam and Science, (Malaysia : National Library of Malaysia, 1992)

-Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (yogyakarta: Kota Kembang, 2000)

-Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari masa klasik hingga modern. cet 2 (Yogyakarta:
lefsi, 2004)

-Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1984)

-Rida, Muhyiddin Mas. 2012. 147 Ilmuwan Terkemuka Dalam Sejarah Islam. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar. Cet. Kedua (Terjemahan dari Kitab Abaqirah Ulama’ Al-Hadharah wa Al-
Islamiyah Karya Muhammad Gharib Gaudah, Maktabah Alquran)

-Basori, Khabib. 2009. Ilmuwan-Ilmuwan Muslim Pengubah Zaman. Klaten: Penerbit Cempaka
Putih. Cet. Kedua.

-Hadi, Saiful. 2013. 125 Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah. Jakarta: Insan Cemerlang dan
Intimedia Cipta Nusantara. Cet. Pertama

-Elizabeth Diana Dewi, staf Direktorat Timur Tengah Deplu

-Arsyad, M. Natsir. 1995. Ilmmuwan Muslim Sepanjang Sejarah. Bandung: Mizan.


-Haque, M. Atiqul. 1995. Wajah Peradaban: Menelusuri Jejak Pribadi-Pribadi Besar -Islam.
Bandung: Zaman Wacana Mulia.

-Jaudah, Muhammad Gharib. 2007. 147 Ilmuwan Terkemuka dalam Sejarah Islam. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar

-Najati, Muhammad Utsman. 2002. Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim, terj. Gazi
Saloom, Bandung Pustaka Hidayah.

-Basori, Khabib. 2009. Ilmuwan-Ilmuwan Muslim Pengubah Zaman. Klaten: Penerbit Cempaka
Putih. Cet. Kedua.

-en.wikipedia.org, "Ali bin Sahl Rabban al-Tabari"

- www.ensikperadaban.com

Anda mungkin juga menyukai