Anda di halaman 1dari 5

Bab 3, Qaul ke 4, 5, 6

"Penghormatan kita : Di depan, di hadapan, di belakang, di manapun kita berada. Tak


terbatas waktu".

Poin pembahasan

4: memuliakan mulai dari yang mendasar (memanggil guru)

5: menjaga tradisi, adat istiadat guru, menjaga keluarga guru, dan menjaga sanad keilmuan.

6: pemahaman murid terkait metode pengajaran dan pemahaman guru.

Kesimpulan poin pembahasan

pat saya simpulkan bahwasanya kita sbg murid harus menghormati, takdzim, sambung terus
kepada guru, keluarganya. Tidak hanya di depan beliau, namun dimana saja

Rincian Pembahasan

Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan
kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan
pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa
juga di masjid, di surau atau musholla dan di rumah. Guru memang menempati kedudukan
yang terhormat di masyarakat atau di lembaga. kewibaanlah dalam segi keilmuan yang
menyebabkan guru di hormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat
yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar menjadi orang yang
berkepribadian mulia. (1 Dja‟far Siddik, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Cita
Pustaka Media, 2006), h. 39)

Dalam penerapannya, menghormari guru dilakukan dengan sangat detail, dimulai dari hal
terkecil. Pada qoul ke 4 di kitab adab, Mushanif, Mbah Kyai Hasyim Asyari menjelaskan bahwa
kita (murid) tidak diperkenankan untuk memanggil guru langsung dengan kata "kamu",
"awakmu" (red: jawa). Harus dengan "yaa sayyidi", "yaa ustadzi", kalau kita aplikasikan
dikehidupan kita sehari hari dapat memanggil dengan "njenengan", "panjenengan", "ustad",
"Yai". Hal itupun berlaku juga, jika kita mengutip atau meneruskan perkataan guru kita. Di qaul
ke 4 mbah yai hasyim sudah menjelaskan, yang mana dalam penerapan di kehidupan sekeliling
kita yaitu "ustad, gus, yai sanjang menawi......", "Tirose guru ngenten...... ", "Beliau dawuh
ngenten niki...... ",. (saya gunakan penerapan dalam bahasa jawa karena dalam realitanya, saya
pribadi atau di lingkungan saya sering menggunakan tata bahasa ini).

Rasulullah sendiri pernah bersabda jika kita tidak menghormati orang yg lebih tua (guru juga)
itu bukanlah termasuk golongan dari Rasulullah..
‫( ليس منا من لم يجل كبيرنا و يرحم صغيرنا و يعرف لعالمنا حقه‬Teks di ss)

Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi
yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama. (HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani
dalam Shahih Al Jami).

Next chapter, pada qaul ke 5 kyai hasyim menjelaskan bahwa santri diupayakan untuk kudu
menjaga tradisi, adat istiadat guru, menjaga keluarga guru, dan menjaga sanad keilmuan.

Sesuai pada prinsip ‫المُح َاَفَظُة َع َلى الَقِد ْيِم الَص اِلِح َو اَألْخ ُذ بِالَجِد ْيِد اَألْص َلِح‬

“Menjaga tradisi terdahulu yang baik, serta mengambil hal baru yang lebih baik.”. Sebagai
contoh, kita dari dulu telah diajarkan dengan tawasul oleh guru kita.

Ir Soekarno pernah mengemukakan kata2 yang membuat masyarakat hingga kini terngiang "Jas
merah, Jangan melupakan sejarah".

Ya sangking urgent dan pentingnya akan jasa2 para pendahulu kita akan perjuangannya.

Sesuai pula dengan surah al Maidah ayat 35 (Teks di ss) mengenai menyambung tali pada guru2
kita..

Terdapat keterangan dari artikel https://www.abusyuja.com/2019/11/apakah-tawasul-


termasuk-bidah-berikut-dalilnya.html?m=1

kata ‫( اْلَو ِس يَلة‬wasilah) yang secara bahasa berarti jalan atau perantara, Jika ditinjau dengan ilmu
usul Fiqih termasuk dalam kategori kata umum, sehingga mencakup berbagai macam
perantara. Kata ‫ اْلَو ِس يَلَة‬ini memiliki arti setiap hal yang Allah jadikan sebagai sebab kedekatan
kepada-Nya dan sebagai media dalam pemenuhan kebutuhan dari-Nya. Prinsip Sesuatu dapat
dijadikan wasilah adalah sesuatu yang diberi kedudukan dan kemuliaan oleh Allah SWT.
Karenanya wasilah yang dimaksud dalam ayat ini mencakup berbagai model wasilah, baik
berupa para Nabi dan orang-orang soleh, guru, baik sepanjang masa hidupnya ataupun setelah
kematiannya. Atau-pun wasilah-wasilah lain, seperti Amal Soleh, derajat Agung para Nabi, Wali
dan lain sebagainya.

Dari tawasul kita sudah menjaga budaya guru sekaligus sebagai perantara kita menyambung
dan menjaga sanad ilmu.

Begitupun kita dengan menghormati dan menjaga keturunan guru kita. Saya teringat dengan
perlakuan kyai saya di Bululawang yang pada masa dahulu saat ada cucunya kyai Hamid
Pasuruan yang nyantri di sana, beliau untuk menghormati dan takdzim kepada guru beliau.
Beliat buatkan kamar mandi khusus untuk cucu yai Hamid. Sebegitu menjaganya dan takdzim
kepada guru. Sesuai dengan qaul ke 5.
Next chapter 6th, mengingat studi kasus ashar yang membawa pembahasan adab santri kepada
guru melalui pemahaman terkait metode pengajaran dan pemahaman guru.

Terkait metode, Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara mengajar yang
dipergunakan olah seorang guru atau instruktur. Pengertian lain adalah teknik penyajian yang
dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di kelas baik
secara individu maupun kelompok. (1Abu Ahmadi, & Joko Tri Prasetyo, Strategi Belajar
Mengajar, Bandung: Pustaka Setia, 2005, hlm. 52)

Selanjutnya Djamarah menyatakan bahwa metode dapat diartikan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan
pengajaran. Metode dapat pula diartikan sebagai pelicin dalam mencapai tujuan. Dengan
penggunaan metode yang tepat tujuan yang telah dirumuskan akan lebih mudah untuk dicapai.
Dengan kata lain antara metode dan tujuan harus searah. (Djamarah, Strategi Belajar Mengajar,
Jakarta, Rineka Cipta, 2006, hlm. 72)

Metode pembelajaran terdapat pula dalam Surah an-Nahl ayat 125 (teks dan tafsir di ss)

‫ُاْدُع ِاَلى َس ِبْيِل َر ِّبَك ِبْلِح ْك َم ْه َو اْلَم ْو ِع َظِة اْلَح َس َنِة َو َج اِد ْلُهْم ِباَّلِتى ِهَي َاْح َس ُن َاَّن َر َّبَك ُهَو َاْعَلُم ِبَم ْن َض َّل َع ْن َس ِبْيِلِه َو ُه َو َاْعَلُم ِبْلُم هَت ِد ْيَن‬
۱۲۵ : ‫»«النحل‬

“(Wahai Nabi Muhmmad SAW) Serulah (semua manusia) kepada jalan (yang ditunjukkan)
Tuhan Pemelihara kamu dengan hikmah (dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat
kepandaian mereka) dan pengajaran yang baik dan bantalah mereka dengan (cara) yang
terbaik. Sesungguhnya Tuhan pemelihara kamu, Dialah yang lebih mengetahui (tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk).”

Metode Pembelajaran dalam Surah an-Nahl ayat 125. Dari surah an-Nahl ini tercantum metode
pembelajaran, yaitu

•••Metode hikmah (bijaksana),

Kata hikmah (‫ )حكمة‬dalam tafsir al-Misbah berarti “yang paling utama dari segala sesuatu, baik
pengetahuan maupun berbuatan”. Dalam bahasa Arab al-hikmah bermakna kebijaksanaan dan
uraian yang benar. Dengan kata lain al-hikmah adalah mengajak kepada jalan Allah dengan cara
keadilan dan kebijaksanaan, selalu mempertimbangkan berbagai faktor dalam proses belajar
mengajar, baik faktor subjek, obyek, sarana, media dan lingkungan pengajaran. (Tafsir Al-
Misbah; pesan. Kesan dan keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. 2002.)

•••Metode Di surah lain, (Qs Yunus) terdapat pula nasihat/pengajaran yang baik (mauizhah
hasanah)
۱۰ : ۵۷« ‫»َياَاُّيَهاالَّناُس َقْد َج اَء ْتُك ْم َم ْو ِع َظٌة ِم ْن َر ِّبُك ْم َو ِش َفاٌء ِلَم ا ِفى الُّص ُد ْو ِر َو ُهًدى َو َر ْح َم ٌة ِلْلُم ْؤ ِمِنْيَن‬

“Hai segenap manusia, telah datang kepada kalian mauizhah dari pendidikanmu, penyembuh
bagi penyakit yang bersemayam di dalam dada, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman.” (QS. Yunus:57) (Shihab, M. Quraish. Al-Qur’an dan Maknanya. Jakarta: Lentera Hati.
2010.)

Mauidzah hasanah terdiri dari dua kata “al-Mauizhah dan Hasanah”. al-Mauizhah (‫)الموعظة‬
terambil dari kata (‫ )وعظ‬wa’azha yang berarti nasihat sedangkan hasanah (‫ )حسنة‬yang berarti
baik. Maka jika digabungkan Mauizhah hasanah bermakna nasihat yang baik. (Shihab, M.
Quraish. Al-Qur’an dan Maknanya. Jakarta: Lentera Hati. 2010.)

Memberi pemberian hukuman pun juga sebagai salah satu bentuk pengajaran.

•••Metode hukuman adalah metode yang dilakukan dengan cara memberikan sanksi kepada
orang atau peserta didik yang telah melakukan kesalahan. Hukuman dalam Islam,termasuk
salah satu alat untuk mendidik umat agar selalu melaksanakan syari’at Islam, melaksanakan
perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Rasulullah juga memperbolehkan orang tua
atau pendidik memukul anak- anaknya yang berbuat kesalahan, apabila anak yang sudah
berusia sepuluh tahun, namun tidak mau melaksankan shalat.

Hadis yang berkaitan dengan metode tersebut adalah (Teks arab ada di SS) (review adab)

Artinya :Menceritakan kepada kami Mu’ammar Ibn Hisyam, yakni al-Yasykuri, menceritakan
kepada kami Isma’il, dari Suwwar ibn Abi Hamzah- berkata Abu Dawud, “Dia adalah Suwwar ibn
Dawud Abu Hamzah al-Muzanni al-Shairafi-dari ‘Amr ibn Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya,
ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “perintahkanlah anak-anakmu salat ketika usia mereka
tujuh tahun, dan pukullah mereka jika meninggalkannya saat mereka berusia sepuluh tahun,
dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”(H.R. Abu Dawud).

Jadi dalam realitanya, kita pasti setidaknya pernah pernah mengalami diberi hukuman oleh
guru kita, entah itu dalam bentuk membaca quran, burdah, surat2, menulis surah, roan, berdiri
di lapangan, maupun dipukul dengan rotan. Hal itu termasuk metode pengajaran guru kepada
kita, muridnya..

•••Metode diskusi. Saya ambil praktisnya pada ngaji kita senin malam, dengan metode studi
kasus yang mana juga merupakan sebuah metode pengajaran antara murid dan guru yang
saling mengemukakan pendapat disertai dengan landasan

Sebagai penutup, Karena kita sebagai santri sekaligus orang yang berfikir. Maka dalam
mahfudzhat. al aqilu yakfi bi isyaroh "Orang yang berakal cukup dengan isyarat".
Jadi penghubung diantara ketiga qoul, dapat saya simpulkan bahwasanya kita sbg murid harus
menghormati, takdzim, sambung terus kepada guru, keluarganya. Tidak hanya di depan beliau,
namun dimana saja. Sesuai dengan pepatah "Besarnya pondok itu tergantung alumninya"

Adab kita, senada dengan hadits

Abu Zakariya An Anbari rahimahullah mengatakan:

‫ و أدب بال علم كروح بال جسد‬،‫( علم بال أدب كنار بال حطب‬teks tanpa harokat di ss)

“Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh”
(Adabul Imla’ wal Istimla’ [2], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [10]).

Yusuf bin Al Husain rahimahullah mengatakan: (teks tanpa harokat di ss)

‫باألدب تفهم العلم‬

“Dengan adab, engkau akan memahami ilmu” (Iqtidhaul Ilmi Al ‘Amal [31], dinukil dari Min
Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [17]).

Hingga pada akhirnya saya menyematkan firman allah (di ss ada)

‫َو َم ْن ُيَع ِّظْم ُحُر َم اِت ِهَّللا َفُهَو َخْيٌر َلُه ِع ْنَد َر ِّبِه‬

“Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih
baik baginya di sisi Tuhannya” (QS. Al Hajj: 30).

Sumber: https://muslim.or.id/35690-60-adab-dalam-menuntut-ilmu.html

Anda mungkin juga menyukai