Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas terselesaikannya
makalah ini yang berjudul Pendidik dan Anak Didik Dalam Perspektif Pendidikan Islam.
Karena tanpa izin dan kehendakNya kami sebagai penulis tidak mampu menyelesaikan makalah
ini dengan kekuatan sendiri.
Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak kepada pihak terkait dalam penyelesaian
makalah ini, terutama kepada Bapak Prof. Dr. Armai Arief M.Ag dan Bapak Nana Maily
Nurdiansyah, M.Pd. selaku dosen dan asisten dosen yang telah memberikan tema serta arahan
berkenaan pembuatan makalah ini. Begitu pula kepada pihak pihak yang kami jadikan sumber
acuan dalam pembuatan makalah ini, seperti para penulis yang bukunya kami gunakan sebagai
rujukan. Bila ada kekurangan kami yang bersifat meniru, kami sebagai penulis meminta maaf
yang sebesar besarnya.
Dalam makalah ini kami membahas mengenai ilmu pendidikan islam. Kami sebagai
penulis mengetahui betul bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, maka dari itu kami harapkan masukkan saran dan kritik yang membangun dari
semua pihak yang membaca agar kami dapat memperbaiki kekurangan kami dalam penulisan
makalah kedepannya.

Ciputat, 30 September 2019


Penulis

1
PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

A. PENGERTIAN PENDIDIK

Secara etimologis istilah pendidik dalam konteks pendidikan Islam sering disebut dengan
istilah murabbi, mua’llim, atau muaddib. Disamping istilah tersebut, pendidik juga sering
diistilahkan dengan menyebut gelarnya, seperti al-ustadz atau al-syekh.
Menurut para ahli bahasa, kata murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi, yang berarti
membimbing, mengurus, mengasuh, dan mendidik. Kata mua’allim merupakan bentuk isim fa’il
dari ‘allama, yu’allimu, yang biasa diterjemahkan “mengajar” atau “mengajarkan”. Hal ini
sebagaimana ditemukan dalam firman Allah yang artinya sebagai berikut: “Dan dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat, lala berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama
benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar” (QS. Al-Baqarah:31).
Sementara istilah muaddib berasal dari akar kata addaba, yuaddibu, yang biasa diartikan
mendidik. Hal ini sebagaimanayang terdapat dalam sabda Rasulullah SAW: “addabani rabbi fa
ahsana ta’diibi”. Yang artinya: “Allah telah mendidikku, maka Ia memberikan kepadaku sebaik-
baik pendidikan”.
Menurut Ramayulis (2002), hakikat pendidik dalam al-Qur’an adalah orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi
mereka, baik afektif, kognitif, maupun psikomotrik.
Dalam konsep Islam, pendidik memiliki peran yang sangat penting. Selain sebagai
pengajar, ia juga menjadi bapak rohani (spiritual father) yang memberikan nasihat-nasihat yang
baik kepada anak didiknya. Oleh karena itu, sebagaimana yang disebutkan dalam hadist Nabi
Muhammad SAW bahwa: “tinta seorang ilmuwan (ulama) lebih berharga ketimbang darah para
syuhada”.
Lebih lanjut, Ramayulis (2002) menyebutkan bahwa pendidikan Islam, menggunakan
tujuan sebagai dasar untuk menentukan pengertian pendidik, karena pendidikan merupakan
kewajiban agama, dan kewajiban hanya dipikulkan kepada orang yang telah dewasa. Kewajiban
itu pertama-tama bersifat personal, dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas

2
pendidikan dirinya sendiri. Kemudian bersifat sosial, dalam arti bahwa setiap orang bertanggung
jawab atas pendidikan orang lain.
Dalam pengertian yang lebih luas, pendidik dalam Islam adalah setiap orang dewasa,
yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab dan amanat pendidikan adalah agama, dan
wewenang pendidik juga mendapatkan legitimasi agama, sementara yang menerima tanggung
jawab dan amanat adalah setiap orang dewasa. Ini berarti bahwa pendidik merupakan sifat yang
lekat pada setiap orang, karena tanggung jawabnya atas pendidikan. Berdasarkan pemahaman
ini, maka dapat disimpulkan bahwa pendidik dalam keluarga adalah orang tua itu sendiri.

B. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PENDIDIK

Menurut Al-Ghazali, seorang guru yang mengamalkan ilmunya lebih baik daripada
seseorang yang beribadah saja, puasa, dan sholat setiap malam. Andaikata dunia tidak ada
pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab pendidikan adalah upaya mengeluarkan
manusia dari sifat kebinatangan (hayawaniyah) kepada sifat kemanusiaan (insaniyah).
Dari pandangan tersebut dapat dipahami, bahwa tugas pendidik sebagai warasat al-
anbiya, yang pada hakikatnya mengemban misi “rahmatan lil al-‘alamin”, yakni suatu misi yang
mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh
keberkahan, keselamatan, dan kedamaian dunia dan akhirat.
Maka tanggung jawab pendidik, sebagaimana dikatakan Al-Nahlawi(1995) adalah
mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syariat-Nya, mendidik diri
supaya beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasihati dalam melaksanakan
kebenaran.
Oleh karena itu tugas pendidik dapat disimpulkan menjadi:

1) Sebagai pengajar (mu’allim,instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran,


dan melaksanakan program yang telah disusun, serta mengakhiri dengan pelaksanaan
penilaian .
2) Sebagai pendidik (murabbi, educator) yang mengarahkan anak didik pada tingkat
kedewasaan yang berkepribadian insan kamil, seiring dengan tujuan Allah menciptakannya.
3) Sebagai pemimpin (manager) yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri dan anak
didik serta masyarakat terkait, yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan,

3
perorganisasian, pengontrolan, dan antisipasi atas program yang telah dilakukan. (Roestiyah,
1982 :86)

C. SYARAT-SYARAT DAN SIFAT-SIFAT PENDIDIK

Ahmad Tafsir(2004) mengutip pendapat Soejono menyebutkan bahwa syarat guru dalam
pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

 Tentang umur, harus sudah dewasa


 Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
 Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli
 Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi

Fuad Al-Syalhub (2006:5-47) menyebutkan bahwa terdapat banyak sifat-sifat yang harus
dipelihara oleh seorang guru, agar derajat, kemuliaan, dan martabatnya senantiasa terjaga. Sifat-
sifat tersebut akan diuraian dibawah ini:

a. Mengikhlaskan Ilmu karena Allah


b. Bersikap Jujur
c. Kesesuaian antara perkataan dan perbuatan
d. Bersikap adil dan egaliter
e. Menghiasi diri dengan akhlak mulia dan terpuji
f. Bersikap tawadhu
g. Memberikan “Selingan” dengan bercanda
h. Sabar dan menahan amarah
i. Menghindari ucapan kotor dan keji

D. KODE ETIK PENDIDIK

Terkait dengan kode etik guru dalam Islam, Badruddin Ibn Jama’ah Al-Kanani dalam
bukunya, Tadzkirah al-Sami’ wa al-Mutakallim fi Adab al-‘Alim wa al-mutta’alim, sebagaimana
4
dikutip oleh Ramayulis (2002:89), mengemukakan kode etik seorang pendidik atas tiga macam,
yaitu:
1. Yang berkaitan dengan dirinya

 Pendidik hendaknya memelihara kemuliaan ilmu.


 Bersifat zuhud yaitu harus mengambil rezeki dunia hanya untuk sekedar
memnuhi kebutuhan pokok diri dan keluarganya secara sederhana.
 Pendidik hendaknya tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya
sebagai alat untuk mencapai kedudukan/kebanggaan atas orang lain.
 Pendididk hendaknya memeelihara syia-syiar Islam, sepertin menjalankan amar
ma’ruf nahi munkar.

2. Yang berhubungan dengan pelajaran.

 Pendidik hendaknya menegur peserta didik yang tidak menjaga sopan santun
dalam kelas. Seperti tidur dan menghina teman.
 Pendidik hendaknyabersikap bijak dalam pembahasan, menyampaikan pelajaran,
dan menjawab pertanyaan.
 Terhadap peserta didik baru, pendidik hendaknya bersikap wajar dan menciptakan
suasana yang membuatnya merasa telah menjadi bagian dari kesatuan temannya.
 Pendidik hendaknya menutup setiap akhir pembelajaran dengan kata-kata wallahu
a’lam (Allah yang Maha Tahu)

3. Pendidik ditengah-tengah peserta didik

 Pendidik hendaknya memotivasi peserta didiknya untuk menuntut ilmu seluas


mungkin.
 Pendidik hendaknya menyampaikan pelajaran dengan bahasa yang mudah
dimengerti. Dan berusaha agar peserta didiknya dapat memahami pelajaran.
 Pendidik hendaknya bersikap adil terhadap semua peserta didiknya
 Pendidik hendaknya terus memantau perkembangan peserta didiknya, baik
intelektual maupun akhlaknya.

5
E. KEDUDUKAN PENDIDIK

Al-Ghazali menjelaskan kedudukan tinggi yang dimiliki oleh orang yang berpengetahuan
dengan ucapannya: “Orang alim yang bersedia mengamalkan ilmu pengetahuannya adalah orang
besar di semua kerajaan, dia seperti matahari yang menerangi jalan, ia mempunyai cahaya dalam
dirinya, seperti minyak wangi yang mengharumi orang lain karena ia memang wangi”.
Penyebab utama orang Islam menghargai guru karena ada pandangan yang mengatakan
bahwa ilmu pengetahuan itu semuanya bersumber dari Tuhan. Firman Allah: "‫"ال علم لنآ إالّ ما علّمتنآ‬
Artinya: “…Tidak ada pengetahuan yang kami miliki kecuali yang Engkau ajarkan kepada
kami…” (QS. Al-Baqarah: 2).
Ilmu itu datang dari Tuhan, berarti Tuhan adalah guru yang pertama. Pandangan tinggi
dan menembus langit ini tidak boleh tidak telah melahirkan sikap pada orang-orang Islam bahwa
ilmu itu tidak bisa dipisahkan dari guru, maka guru mempunyai kedudukan yang tinggi dalam
Islam.

F. PENGERTIAN PESERTA DIDIK

Peserta didik merupakan salah satu komponen manusia yang menempati posisi sentral
dalam proses pendidikan. Dengan pengertian ini, peserta didik dipandang sebagai manusia yang
memiliki potensi –potensi, sehingga memerlukan binaan dan bimbinngan untuk
mengaktualisasikannya agar dapat menjadi manusia yang sempurna.
Dalam perspektif Islam, peserta didik adalah individu yang sedang tumbuh dan
berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religious dalam mengarungi kehidupan di
dunia dan di akhirat kelak. Abudiin nata mengartikan murid adalah orang yang menginginkan
atau memmbutuhkan sesuatu.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa peserta didik adalah manusia yang
beranjak dewasa yang memrlukan bimbingan, pembinaan, dan bantuan untuk mencari ilmu
pengetahuan melalui proses pendidikan, dan pengajaran dalam rangkapengembangan potensi
baik jasmani maupun rohani yang dimilikinya menuju kea rah yang lebih sempurna.
Syamsul nizar memberikan pengertian yang utuh tentang konsep peserta didik merupakan
salah satu faktor yang perlu diketahui dan difahami oleh seluruh pihak khususnya yang terlibat
secara langsung dalam pendidikan. Tanpa pemahaman yang utuh dan komprehensif terhadap

6
peserta didik, sulit rasanya bagi pendidik untuk dapat menghantarkan peserta didiknya dalam
tujuan yang diinginkan.
Samsul nizar mendeskripsikan lima kriteria peserta didik:

1) Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi memiliki dunianya sendiri.
2) Peserta didik memiliki periodesasi perkembangan dan pertumbuhan.
3) Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh
faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.
4) Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan ruhani, unsur jasmani memiliki daya
fisik, dan unsur ruhani memiliki daya akal, hati nurani dan nafsu.
5) Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan
dan berkembang secara dinamis.

G. SIFAT DAN KODE ETIK PESERTA DIDIK

Husain Bahreisi (1981) dengan mengutip pendapat Al-Ghazali merumuskan beberapa


pokok kode etik peserta didik, yaitu:

1) Belajar dengan niat untuk taqarrub kepada Allah, sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak
didik dituntut untuk senantiasa menyucikan jiwnya dari akhlak yang rendah dan watak
tercela.
2) Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan maslaah ukhrawi
3) Bersikap tawadlu (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk
kepentingan pendidikannya.
4) Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari pelbagai aliran.
5) Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrawi ataupun duniawi.
6) Belajar dengan bertahap atau berjenjang.
7) Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya.
8) Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
9) Memprioritaskan ilmu diniyyah sebelum memasuki ilmu duniawi
10) Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan.
11) Anak didik harus tunduk pada nasihat pendidik.

7
Selain hal tersebut diatas, terdapat syarat yang harus dipenuhi oleh setiap peserta didik
sebagaimana dikatakan oleh Imam Ali, karramallahu wajhah. “Ingatlah, engkau tidak akan
memperoleh ilmu kecuali dengan enam syarat. Aku akan menjelskan enam syarat itu kepadamu,
yaitu kecerdasan akal, motivasi atau kemauan yang keras, sabar, tersedianya sarana, adanya
petunjuk guru, serta terus menerus atau tidak cepat bosan dalam mencari ilmu”

Asma Hasan Fahmi dalam karyanya yang diterjemahkan oleh Zakiyah Darajat, sejarah
dan Filsafat Pendidikan Islam (1979:175), menyebutkan tiga akhlak yang harus dimiliki oleh
peserta didik, yaitu:

1) Membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit dalam menuntut ilmu, karena belajar adalah
ibadah yang tidak akan sempurna dikerjakan kecuali dengan hati.
2) Meluruskan tujuannya dalam menuntut ilmu, yakni dalam rngka menghiasi pribadinya
dengan sifat-sifat yang utama, mendekatkan diri kepada Allah, dan bukan untuk mencari
kemegahan dan kedudukan,
3) Tabah dalm berusaha untuk memperoleh ilmu, wajib menghormati guru, serta berusaha agar
senantiasa memperoleh keikhlasan guru.

H. KRITERIA PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Peserta didik dalam pendidikan Islam sebenarnya memiliki kriteria-kriteria yang sedikit
berbeda dengan peserta didik umum. Adapun kriteria yang akan disebutkan nanti bukan berarti
kewajiban yang memang harus ada secara paksa, melainkan secara universal. Kriteria tersebut
adalah norma yang diajarkan dalam agama Islam, antara lain:

 Tidak mengenal usia, dalam arti setiap individu muslim berkewajiban untuk menuntut
ilmu dari ia dilahirkan sampai ia meninggal.
 Selalu menghormati sopan santun dan tata krama yang baik terhadap pendidik dan dalam
pergaulan sehari-hari
 Menanggapi suatu persoalan tidak hanya mencari solusinya dengan satu disiplin ilmu,
melainkan dari berbagai aspek keilmuan
 Dalam mengambil suatu keputusan ataupun untuk mengeluarkan pendapatnya tidak boleh
bertentangan dengan aqidah, Al-Qur’an, dan hadist.

8
I. KEDUDUKAN PESERTA DIDIK

Banyak sekali pendapat yang mengemukakan kedudukan peserta didik, namun pada
hakikatnya adalah sama dan tidaklah bertentangan satu dengan yang lainnya.
Al-Ghazali mengatakan bahwa kedudukan peserta didik adalah sebagai objek pendidikan,
karena peserta didik adalah orang yang dikenai, diajarkan, dididik, dan dibina oleh pendidik. Ada
juga yang mengatakan bahwa kedudukan peserta didik dalam pendidikan Islam adalah sebagai
mitra pendidik. Selain dari dua pendapat diatas, ada juga pendapat yang menyatakan kedudukan
peserta didik sebagai orang/murid yang menuangkan ilmu daripendidiknya. Sedangkan yang
terakhir adalah pendapat yang menyatakan bahwa peserta didik adalah orang yang sedang
belajar.
Akan tetapi perlu diketahui bahwa seseorang yang sedang belajar belum tentu ia sedang
dididik, maka dari itu agar lebih sempurna pendapat ini ditambahkan yaitu peserta didik
berkedudukan sebagai orang yang sedang belajar dan mendapatkan pendidikan.

J. PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KECERDASAN PESERTA DIDIK

1. Pendekatan Rasional
Pendekatan rasional adalah suatu pendekatan mempergunakan rasio (akal) dalam
memahami dan menerima kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Manusia adalah makhluk yang
diciptakan Allah SWT, dengan sempurna dan berbeda dengan makhluk lainnya. Perbedaan
manusia dengan makhluk lain terletak pada akal (daya berpikir).
Dengan kekuatan akalnya manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan
mana perbuatan yang buruk. Usaha maksimal bagi pendidik dalam pendekatan rasional adalah
dengan memberikan peran akal dalam memahami dan menerima kebenaran agama. Metode
mengajar yang digunakan dalam pendekatan rasional yaitu; tanya jawab, kerja kelompok, latihan
diskus, dan pemberian tugas.

9
2. Pendekatan Emosional
Pendekatan emosional adaalah usaha untuk mengunggah perasaan dan emosi peserta
didik dalam meyakini ajaran Islam serta dapat merasakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada di dalm diri seseorang. Emosi berhubungan dengan
masalah perasaan.
Emosi berperan dalam pembentukan kepribadian seseorang. Pendekatan emosional perlu
dijadikan salah satu pendekatan dalam pengembangan kecerdasan peserta didik. Metode
mengajar yang digunakan dalam pendekatan emosional adalah: metode ceramah, sosioderma,
dan bercerita (kisah)
3. Pendekatan Pengalaman
Pendekatan pengalaman adalah pemberian pengalaman keagamaan kepada peserta didik
dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Semakin tinggi nilai pengalaman, maka
smeakin disadari akan pentingnya pengalaman itu bagi perkembangan jiwa peserta didik, karena
pengalaman dapat dijadikan sebagai suatu pendekatan dalam pendidikan, maka pendekatan
pengalaman sebagai frase yang baku dan diakui pemakaiannya dalam pendidikan. Member
pengalaman edukatif kepeada peserta didik berpusat kepada tujuan yang memberi arti terhadap
kehidupan peserta didik, yaitu interaktif dengan lingkungan.
4. Pendekatan Pembiasaan
Pendidik sangat penting menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik pada awal
kehidupan peserta didik seperti melaksanakan shalat lima waktu, menoloh orang dalam
kesusahan, dan kebiasaan baik lainya. Metode mengajar yang perlu dipertimbangkan untuk
dipilih dan digunakan dalam pendekatan pembiasaan antara lain; metode latihan (drill),
pemberian tugas, metode demonstrasi dan metode eksperimen.
5. Metode Fungsional
Pendekatan Fungsional adalah usaha memberikan materi agama dengan menekankan
kepada segi kemanfaatan pada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Untuk memuluskan jalan ke pendekatan fungsional diperlukan metode
mengajar yang serasi, ada beberapa metode yang dapat digunakan pendidik antara lain; metode
latihan, ceramah, tanya jawab, pemberian tugas, dan demonstrasi.
6. Pendekatan Ketauladanan

10
Pendekatan ketauladanan adalah memperlihatkan ketauladanan baik yang berlangsung
melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara personal sekolah, perilaku pendidikan
dan perilaku pendidik yang mencerminkan akhlak terpuji, maupun yang tidak langsung melalui
suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah ketauladanan. Ketauladanan pendidik terhadap peserta didik
dapat membawa keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual dan sosial
peserta didiknya.

K. MATERI DAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

Kurikulum pendidikan Islam pada periode Rasulullah baik di Makkah maupun Madinah
adalah al-Qur’an, yang Allah wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dari
peristiwa yang dialami umat Islam saat itu. Karena itu, dalam praktiknya tidak saja logis dan
rasional tetapi juga secara fitrah dan pragmatis. Hasil dari cara yang demikian itu dapat dilihat
dari sikap rohani dan mental para pengikutnya yang dipancarkan dalam sikap hidup yang
bermental dan semangat yang tangguh, tabah, dan sabar tetapi aktif dalam memecahkan masalah
yang dihadapinya. Dalam perkembangan sejarah selanjutnya ternyata mereka ini merupakan
kader inti mubaligh dan pendidik pewaris Nabi yang brilian dan militan daalam menghadapi
segala tantangan dan cobaan.

L. EVALUASI PENDIDIKAN

Nana sudjana mengatakan bahwa, untuk dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan
pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha atas tindakan evaluasi. Evaluasi pada dasrnya
adalah memberikan pertimbangan atau harga atau nilai berdasarkan kriteria tertentu. Proses
belajar dan mengajar adalah proses yang bertujuan. Tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan
tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya.
Hasil yang diperoleh dari penilaian dinyatakan dalam bentuk hasil belajar. Oleh karena itu,
tindakan atas kegiatan tersebut dinamakan penilaian hasil belajar.

M. KESIMPULAN

Perspektif pendidikan Islam tentang pendidik. Pendidik dalam konteks pendidikan Islam
menjadi simbol dan sekaligus menjadi contoh bagi peserta didiknya dalam upaya menjadikan

11
dirinya sebagai figure sentral. Posisi pendidik begitu sentral, dengan tugas dan kekuasaannya
yang demikian besar, harus didayagunakan secara optimal, efektif dan efisien. Pendidik harus
memiliki kualitas otoritas moral, tanpa otoritas seoramg pendidik tidak akan mungkin dapat atau
mengembangkan peserta didik kea rah sifat-sifat yang dibutuhkan bagi kehidupan
kecerdasannya.
Perspektif pendidikan Islam tentang peserta didik. Peserta didik dipandang sebagai
hamba Allah SWT, harus dididik dan dibimbing agar tetap menjadi manusia yang mulia
dihadapan Allah SWT. Tanpa melalui proses pendidikan yang sistematis, konsisten, dan
berkesinambungan, peserta didik tidak akan mampu mempertahankan dirinya sebagai hamba
yang sekaligus khalifah yang paling baik di muka bumi. Peserta didik dipandang sebagai
makhluk yang integralistik, total yang terbentuk dari unsur jasmani dan rohani yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Peserta didik diletakkan pada strategis pengembangan seluruh
kemampuan dasar (fitrah) secara integralistik menuju kea rah pembentukan pribadi muslim
paripurna.
DAFTAR PUSTAKA

Nizar, Samsul (2007). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana


Gunawan, Heri (2014). Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Sukring, (2013). Pendidik dan Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam. Yogyakata: Graha Ilmu
Arief, Armai (2014). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Wahana Kardofa

12

Anda mungkin juga menyukai