Anda di halaman 1dari 5

Zaman Kejayaan Islam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Naskah biologi tentang Mata buatan Hunain bin Ishaq, sekitar 1200 M.

Zaman Kejayaan Islam (750 M - 1258 M) adalah masa ketika para filsuf, ilmuwan,


dan insinyur dari Dunia Islam menghasilkan banyak kontribusi terhadap perkembangan
teknologi dan kebudayaan, baik dengan menjaga tradisi yang telah ada ataupun
dengan menambahkan penemuan dan inovasi mereka sendiri.

Daftar isi

 1Penyebab
 2Filsafat
 3Sains
 4Kedokteran
 5Perdagangan
 6Catatan kaki
 7Referensi
 8Pranala luar

Penyebab[sunting | sunting sumber]
Banyak dari perkembangan dan pembelajaran ini dapat dihubungan dengan geografi.
Bahkan sebelum kehadiran Islam, kota Mekah merupakan pusat perdagangan
di Jazirah Arab dan Nabi Muhammad SAW sendiri merupakan seorang pedagang.
Tradisi ziarah ke Mekah menjadi pusat pertukaran gagasan dan barang. Pengaruh yang
dipegang oleh para pedagang Muslim atas jalur perdagangan Afrika-Arab dan Arab-
Asia sangat besar sekali. Akibatnya, peradaban Islam tumbuh, berkembang, dan
meluas dengan berdasarkan pada ekonomi dagangnya, berkebalikan dengan orang-
orang Kristen, India, dan Tiongkok yang membangun masyarakat dengan berdasarkan
kebangsawanan kepemilikan tanah pertanian. Pedagang membawa barang dagangan
dan menyebarkan agama mereka ke Tiongkok (berujung pada banyaknya penduduk
Islam di Tiongkok dengan perkiraan jumlah sekitar 37 juta orang, yang terutama
merupakan etnis Uyghur Turk yang wilayahnya dikuasai oleh Tiongkok), India, Asia
tenggara, dan kerajaan-kerajaan di Afrika barat. Ketika para pedagang itu kembali ke
Timur Tengah, mereka membawa serta penemuan-penemuan dan ilmu pengetahuan
baru dari tempat-tempat tersebut.

Filsafat[sunting | sunting sumber]
Hanya dalam bidang filsafat, para ilmuwan Islam relatif dibatasi dalam menerapkan
gagasan-gagasan non-ortodoks mereka. Meskipun demikian, Ibnu
Rushd dan polimat Persia Ibnu Sina memberikan kontribusi penting dalam melanjutkan
karya-karya Aristoteles, yang gagasan-gagasannya mendominasi pemikiran non-
keagamaan dunia Islam dan Kristen. Mereka juga mengadopsi gagasan-gagasan dari
Tiongkok dan India, yang dengan demikian menambah pengetahuan mereka yang
sudah ada sebelumnya. Ibnu Sina dan para pemikir spekulatif lainnya seperti al-
Kindi dan al-Farabi menggabungkan Aristotelianisme dan Neoplatonisme dengan
gagasan-gagasan lainnya yang diperkenalkan melalui Islam.
Literatur filsafat Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Ladino, yang
ikut membantu perkembangan filsafat Eropa modern. Sosiolog-sejarawan Ibnu
Khaldun, warga Kartago Konstantinus orang Afrika yang menerjemahkan naskah-
naskah kedokteran Yunani dan kumpulan teknik matematika Al-Khwarizmi adalah
tokoh-tokoh penting pada Zaman Kejayaan Islam. Pada masa ini juga terjadi
perkembangan filsuf non-Muslim. Filsuf Yahudi Moses Maimonides yang tinggal di
Andalusia adalah salah satu contohnya.

Sains[sunting | sunting sumber]
Banyak ilmuwan penting Islam yang hidup dan berkegiatan selama Zaman Kejayaan
Islam. Di antara pencapaian para ilmuwan pada periode ini antara lain
perkembangan trigonometri ke dalam bentuk modernnya (sangat menyederhanakan
penggunaan praktiknya untuk memperhitungkan fase bulan), kemajuan pada
bidang optik pada Cammera Obscura oleh Al-Hasan bin Haitsam pada 200 tahun
sebelum Leonardo Da Vinci, memberi komentar pada Euklides dan Ptolomeus perihal
penembusan dan perjalanan sinar, [1] dan kemajuan pada bidang astronomi.
Kemajuan lain ditunjukan pada bidang kimia. Ilmu kimia merupakan ilmu dari Mesir
kuno yang digagas kembali oleh ilmuwan muslim sehingga mencapai pengembangan
ilmu yang sangat besar. Pada masa itu telah dikenal beberapa zat dan peralatan
laboratorium seperti alkohol (kohol dalam bahasa Arab), alkali (alqali dalam bahasa
Arab), dan sebagainya.[2]
Kedokteran[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Kedokteran Islam abad pertengahan
Kedokteran adalah bagian penting dari kebudayaan Islam Abad Pertengahan. Sebagai
tanggapan atas keadaan pada waktu dan tempat mereka, para dokter Islam
mengembangkan literature medis yang kompleks dan banyak yang meneliti dan
menyintesa teori dan praktik kedokteran.
Kedokteran Islam dibangun dari tradisi, terutama pengetahuan teoretis dan praktis yang
telah berkembang sebelumnya di Yunani, Romawi, dan Persia. Bagi para ilmuwan
Islam, Galen dan Hippokrates adalah orang-orang yang unggul, disusul oleh para
ilmuwan Hellenik di Iskandariyah. Para ilmuwan Islam menerjemahkan banyak sekali
tulisan-tulisan Yunani ke bahasa Arab dan kemudian menghasilkan pengetahuan
kedokteran baru dari naskah-naskah tersebut. Untuk menjadikan tradisi Yunani lebih
mudah diakses, dipahami, dan diajarkan, para ilmuwan islam mengusulkan dan
menjadikan lebih sistematis pengetahuan kedokteran Yunani-Romawi yang luas dan
kadang inkonsisten dengan cara menulis ensikolpedia dan ikhtisar.
Pembelajaran Yunani dan Latin dipandang sangat jelek di Eropa Kristen Abad
Pertengahan Awal, dan baru pada abad ke-12, setelah adanya penerjemahan dari
bahasa Arab membuat Eropa Abad Pertengahan kembali mempelajari kedokteran
Hellenik, termasuk karya-karya Galen dan Hippokrates. Jauh sebelum itu, bangsa
Eropa telah banyak belajar dengan umat Islam dalam hal kedokteran. Di Sisilia, sebuah
sekolah kedokteran dengan dokter-dokter Muslim sebagai pengajarnya, menjadi
sumber ilmu kedokteran di Eropa.[3] Dengan memberikan pengaruh yang setara atau
mungkin lebih besar di Eropa Barat adalah Kanon Kedokteran karya Ibnu Sina, yang
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan dibuat manuskrip lalu dicetak dan
disebarkan ke seluruh Eropa. Selama abad kelima belas dan keenam belas saja, karya
tersebut diterbitkan lebih dari lima kali. Sejarah mencatat, ada sekitar 300 buku
kedokteran yang diterjemahkan bangsa Eropa. [3]
Di dunia Islam Abad Pertengahan, rumah sakit mulai dibangun di semua kota besar,
misalnya di Kairo, rumah sakit Qalawun memiliki staf pegawai yang terdiri dari dokter,
apoteker, dan suster. Orang juga dapat mengakses apotek, dan fasilitas penelitian yang
menghasilkan kemajuan pada pemahaman mengenai penyakit menular, dan penelitian
mengenai mata serta mekanisme kerja mata.

Perdagangan[sunting | sunting sumber]
Selain di sungai Nil, Tigris dan Efrat, sungai-sungai yang dapat dilalui tidaklah banyak,
jadi perjalanan lewat laut menjadi sangat penting. Ilmu navigasi amat sangat
berkembang, menghasilkan penggunaan sekstan dasar (dikenal sebagai kamal). Ketika
digabungkan dengan peta terinci pada periode ini, para pelaut berhasil berlayar
menjelajahi samudara dan tak lagi perlu bersusah payah melalui gurun pasir. Para
pelaut muslim juga berhasil menciptakan kapal dagang besar bertiang tiga ke Laut
Tengah. Nama karavel kemungkinan berasal dari perahu terawal Arab yang dikenal
sebagai qārib.[4] Sebuah kanal buatan yang menghubungkan sungai Nil dengan Terusan
Suez dibangun, menghubungkan Laut Merah dengan Laut Tengah meskipun itu sering
berlumpur[butuh rujukan]

Catatan kaki

Khalifah Harun al-Rasyid


Harun al-Rasyid lahir di Rayy pada tahun 766 M dan wafat pada 24 Maret 809 di Thus,
Khurasan. Harun al-Rasyid adalah kalifah kelima dari Kekhalifahan Abbasiyah dan
memerintah antara tahun 786-809 M.

Ayahnya bernama Muhammad al-Mahdi, khalifah yang ketiga. Kakaknya, Musa al-Hadi
adalah khalifah yang keempat. Ibunya, Jurasyiyah, dijuluki Khayzuran dan berasal dari
Yaman.

Meski berasal dari Dinasti Abbasiyah, Harun al-Rasyid dikenal dekat dengan keluarga
Barmaki dari Persia (Iran). Di masa mudanya, Harun banyak belajar dari Yahya ibn
Khalid al-Barmak.

Era pemerintahan Harun hingga al-Ma'mun, dikenal sebagai masa keemasan


Islam (The Golden Age of Islam). Saat itu, Baghdad menjadi salah satu pusat ilmu
pengetahuan dunia.

Sepeninggalnya, pemerintahan dipimpin oleh putranya yang bernama Muhammad bin


Harun al-Amin dan lebih dikenal dengan al-Amin. Ia memerintah tahun 809-813 M.

Khalifah al-Ma'mun
Khalifah al-Ma'mun al-Rasyid, lahir pada 14 September 786 M (15 Rabiul Awal 170 H)
dan meninggal pada 9 Agustus 833 M.

Ia bergelar Abu al-Abbas dengan nama asli Abdullah bin al-Rasyid bin al-Mahdi. Ia
meneruskan Dinasti Abbasiyah setelah saudaranya, al-Amin, wafat pada 813 M. Ia
memerintah dari tahun 813-833 M. Dan, ia meninggal dalam usia 48 tahun.

Ayahnya adalah Khalifah Harun al-Rasyid. Sedangkan ibunya adalah seorang bekas
budak yang bernama Murajil. Lantaran sang ibu bukan dari keturunan Abbasiyah, pada
802 M sang ayah mewariskan singgasana kekhalifahan kepada putranya yang lain
bernama al-Amin.
Sedangkan, al-Ma'mun ditunjuk sebagai gubernur Khurasan dan akan menjadi khalifah
setelah al-Amin. Setelah sang ayah wafat pada 809 M, hubungan dua saudara
berlainan ibu itu memburuk.

Konflik semakin memburuk setelah al-Amin yang menjadi khalifah memecat al-Ma'mun
dari posisi gubernur Khurasan. Al-Amin menunjuk putranya untuk menggantikan posisi
pamannya di Khurasan.

Al-Ma'mun menganggap keputusan itu sebagai pelanggaran terhadap wasiat sang


ayah, Harun al-Rasyid. Keduanya lalu berperang. Dengan bantuan pasukan Khurasan
pimpinan Tahir bin Husain, al-Ma'mun berhasil mengalahkan kekuatan al-Amin.

Anda mungkin juga menyukai