Anda di halaman 1dari 19

SEJARAH PERADABAN ISLAM

DI SUSUN OLEH:
NAMA: GUSTI HARITSYAH
NPM: 183110947
KELAS: III D

UNIVERSITAS ISLAM RIAU


PEKANBARU
BAB I
PENDAHULUAN
Peradaban Islam dalam dunia modern diabad milenia ini mulai menunjukkan
geliat kemajuan menyusul peradaban eropa yang masih didepan jauh, kemunduran
peradaban Islam dalam kancah dunia tidak terlepas dari beberapa hal, diantaranya:
pertama, kuatnya doktrin tertutupnya pintu ijtihad dalam Islam khususnya dibidang
pendidikan dan fiqh.Kedua, maindset penganut Islam masih terjebak dalam perdebatan
simbol keagamaan dan ritual, belum mengarah pada perdebatan sains dan teknologi
padahal perkembangan peradaban manusia (Hadrah al-insan) serta kebutuhan masyarakat
dari tahun ketahunsemakin bertambah, sehingga dituntut selalu survive agar tidak tergilas
dengan perkembangan zaman.

Seiring dengan berjalannya waktu sejarah peradaban agama di dunia tidak terlepas
dari 4 siklus/tahap, hal ini pula terjadi pada agama Islam, 4 tahap tersebut pertama; tahap
pertumbuhan munculnya Islam mulai kelahiran Nabi dan sampai akhir masa Umaiyah
(abad 6H-9H / 570M-850M). kedua, tahap kejayaan: masa dinasti Abbasiyah (9H-12H /
850M-1258M), tahap ketiga; tahap Kemunduran: setelah jatuhnya Bagdad oleh tentara
Tartar (13H-18H / 1258M-1848M), keempat, tahap pembaharuan: intensif mulai abad
(18Hsekarang/1849 M-sekarang)
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Zaman kemajuan islam


Zaman kemajuan islam (750 M - 1248 M) adalah masa ketika
para filsuf, ilmuwan, dan insinyur dari Dunia Islam menghasilkan banyak
kontribusi terhadap perkembangan teknologi dan kebudayaan, baik dengan
menjaga tradisi yang telah ada ataupun dengan menambahkan penemuan dan
inovasi mereka sendiri.

2.1.1 Sebab kemajuan dan ilmuan

Banyak dari perkembangan dan pembelajaran ini dapat dihubungan dengan


geografi. Bahkan sebelum kehadiran Islam, kota Mekah merupakan pusat
perdagangan di Jazirah Arab dan Nabi Muhammad SAW sendiri merupakan
seorang pedagang. Tradisi ziarah ke Mekah menjadi pusat pertukaran gagasan dan
barang.Pengaruh yang dipegang oleh para pedagang Muslim atas jalur
perdagangan Afrika-Arab dan Arab-Asia sangat besar sekali. Akibatnya,
peradaban Islam tumbuh, berkembang, dan meluas dengan berdasarkan pada
ekonomi dagangnya, berkebalikan dengan orang-orang Kristen, India,
dan Cina yang membangun masyarakat dengan berdasarkan kebangsawanan
kepemilikan tanah pertanian. Pedagang membawa barang dagangan dan
menyebarkan agama mereka ke Cina (berujung pada banyaknya penduduk Islam
di Cina dengan perkiraan jumlah sekitar 37 juta orang, yang terutama merupakan
etnis Uyghur Turk yang wilayahnya dikuasai oleh Cina), India, Asia tenggara, dan
kerajaan-kerajaan di Afrika barat. Ketika para pedagang itu kembali ke Timur
Tengah, mereka membawa serta penemuan-penemuan dan ilmu pengetahuan baru
dari tempat-tempat tersebut.

2.1.2 Filsafat

Hanya dalam bidang filsafat, para ilmuwan Islam relatif dibatasi dalam
menerapkan gagasan-gagasan non-ortodoks mereka.Meskipun demikian, Ibnu
Rushd dan polimat Persia Ibnu Sina memberikan kontribusi penting dalam
melanjutkan karya-karya Aristoteles, yang gagasan-gagasannya mendominasi
pemikiran non-keagamaan dunia Islam dan Kristen.Mereka juga mengadopsi
gagasan-gagasan dari Cina dan India, yang dengan demikian menambah
pengetahuan mereka yang sudah ada sebelumnya.Ibnu Sina dan para pemikir
spekulatif lainnya seperti al-Kindi dan al-Farabi menggabungkan Aristotelianisme
dan Neoplatonisme dengan gagasan-gagasan lainnya yang diperkenalkan melalui
Islam.

2.1.3 Sains

Banyak ilmuwan penting Islam yang hidup dan berkegiatan selama Zaman
Kejayaan Islam. Di antara pencapaian para ilmuwan pada periode ini antara lain
perkembangan trigonometri ke dalam bentuk modernnya (sangat
menyederhanakan penggunaan praktiknya untuk memperhitungkan fase bulan),
kemajuan pada bidang optik pada Cammera Obscura oleh Al-Hasan bin Haitsam
pada 200 tahun sebelum Leonardo Da Vinci, memberi komentar pada Euklides
dan Ptolomeus perihal penembusan dan perjalanan sinar,[1] dan kemajuan pada
bidang astronomi.

Kemajuan lain ditunjukan pada bidang kimia. Ilmu kimia merupakan ilmu dari
Mesir kuno yang digagas kembali oleh ilmuwan muslim sehingga mencapai
pengembangan ilmu yang sangat besar. Pada masa itu telah dikenal beberapa zat
dan peralatan laboratorium seperti alkohol (kohol dalam bahasa Arab), alkali
(alqali dalam bahasa Arab), dan sebagainya

2.1.4 Kedokteran

Kedokteran adalah bagian penting dari kebudayaan Islam Abad


Pertengahan.Sebagai tanggapan atas keadaan pada waktu dan tempat mereka, para
dokter Islam mengembangkan literature medis yang kompleks dan banyak yang
meneliti dan menyintesa teori dan praktik kedokteran.

Kedokteran Islam dibangun dari tradisi, terutama pengetahuan teoretis dan praktis
yang telah berkembang sebelumnya di Yunani, Romawi, dan Persia.Bagi para
ilmuwan Islam, Galen dan Hippokrates adalah orang-orang yang unggul, disusul
oleh para ilmuwan Hellenik di Iskandariyah.Para ilmuwan Islam menerjemahkan
banyak sekali tulisan-tulisan Yunani ke bahasa Arab dan kemudian menghasilkan
pengetahuan kedokteran baru dari naskah-naskah tersebut. Untuk menjadikan
tradisi Yunani lebih mudah diakses, dipahami, dan diajarkan, para ilmuwan islam
mengusulkan dan menjadikan lebih sistematis pengetahuan kedokteran Yunani-
Romawi yang luas dan kadang inkonsisten dengan cara menulis ensikolpedia dan
ikhtisar.

Pembelajaran Yunani dan Latin dipandang sangat jelek di Eropa Kristen Abad
Pertengahan Awal, dan baru pada abad ke-12, setelah adanya penerjemahan dari
bahasa Arab membuat Eropa Abad Pertengahan kembali mempelajari kedokteran
Hellenik, termasuk karya-karya Galen dan Hippokrates. Jauh sebelum itu, bangsa
Eropa telah banyak belajar dengan umat Islam dalam hal kedokteran. Di Sisilia,
sebuah sekolah kedokteran dengan dokter-dokter Muslim sebagai pengajarnya,
menjadi sumber ilmu kedokteran di Eropa.[3] Dengan memberikan pengaruh yang
setara atau mungkin lebih besar di Eropa Barat adalah Kanon Kedokteran karya
Ibnu Sina, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan dibuat manuskrip
lalu dicetak dan disebarkan ke seluruh Eropa. Selama abad kelima belas dan
keenam belas saja, karya tersebut diterbitkan lebih dari lima kali. Sejarah
mencatat, ada sekitar 300 buku kedokteran yang diterjemahkan bangsa Eropa.[3]

Di dunia Islam Abad Pertengahan, rumah sakit mulai dibangun di semua kota
besar, misalnya di Kairo, rumah sakit Qalawun memiliki staf pegawai yang terdiri
dari dokter, apoteker, dan suster. Orang juga dapat mengakses apotek, dan fasilitas
penelitian yang menghasilkan kemajuan pada pemahaman mengenai penyakit
menular, dan penelitian mengenai mata serta mekanisme kerja mata

2.1.5 Perdagangan

Selain di sungai Nil, Tigris dan Efrat, sungai-sungai yang dapat dilalui tidaklah
banyak, jadi perjalanan lewat laut menjadi sangat penting.Ilmu navigasi amat
sangat berkembang, menghasilkan penggunaan sekstan dasar (dikenal sebagai
kamal).Ketika digabungankna dengan peta terinci pada periode ini, para pelaut
berhasil berlayar menjelajahi samudara dan tak lagi perlu bersusah payah melalui
gurun pasir. Para pelaut muslim juga berhasil menciptakan kapal dagang besar
bertiang tiga ke Laut Tengah. Nama karavel kemungkinan berasal dari perahu
terawal Arab yang dikenal sebagai qārib. Sebuah kanal buatan yang
menghubungkan sungai Nil dengan Terusan Suez dibangun, menghubungkan Laut
Merah dengan Laut Tengah meskipun itu sering berlumpur
2.2 KEMUNDURAN ISLAM

Kemunduran suatu peradaban tidak dapat dikaitkan dengan satu atau dua faktor
saja.Karena peradaban adalah sebuah organisme yang sistemik, maka jatuh
bangunnya suatu perdaban juga bersifat sistemik. Artinya kelemahan pada salah
satu organ atau elemennya akan membawa dampak pada organ lainnya.

Setidaknya antara satu faktor dengan faktor lainnya – yang secara umum dibagi
menjadi faktor eksternal dan internal – berkaitan erat sekali. Untuk itu, akan
dipaparkan faktor-faktor ekternal terlebih dahulu dan kemudian faktor internalnya.

Untuk menjelaskan faktor penyebab kemunduran umat Islam secara eksternal kita
rujuk paparan al-Hassan yang secara khusus menyoroti kasus kekhalifahan Turkey
Uthmani, kekuatan Islam yang terus bertahan hingga abad ke 20. Faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut:

Faktor ekologis dan alami, yaitu kondisi tanah di mana negara-negara Islam
berada adalah gersang, atau semi gersang, sehingga penduduknya tidak
terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu.Kondisi ekologis ini memaksa mereka
untuk bergantung kepada sungai-sungai besar, seperti Nil, Eufrat dan Tigris.

Secara agrikultural kondisi ekologis seperti ini menunjukkan kondisi yang


miskin.Kondisi ini juga rentan dari sisi pertahanan dari serangan luar.Faktor alam
yang cukup penting adalah Pertama, Negara-negara Islam seperti Mesir, Syria,
Iraq dan lain-lain mengalami berbagai bencana alam.Antara tahun 1066-1072 di
Mesir terjadi paceklik (krisis pangan) disebabkan oleh rusaknya pertanian
mereka.Demikian pula di tahun 1347-1349 terjadi wabah penyakit yang
mematikan di Mesir, Syria dan Iraq.

Kedua, letak geografis yang rentan terhadap serangan musuh. Iraq, Syria, Mesir
merupakan target serangan luar yang terus menerus. Sebab letak kawasan itu
berada di antara Barat dan Timur dan sewaktu-waktu bisa menjadi terget invasi
pihak luar.

Faktor eksternal. Faktor eksternal yang berperan dalam kajatuhan peradaban Islam
adalah Perang Salib, yang terjadi dari 1096 hingga 1270, dan serangan Mongol
dari tahun 1220-1300an. “Perang Salib”, menurut Bernard Lewis, “pada dasarnya
merupakan pengalaman pertama imperialisme barat yang ekspansionis, yang
dimotivasi oleh tujuan materi dengan menggunakan agama sebagai medium
psikologisnya.” Sedangkan tentara Mongol menyerang negara-negara Islam di
Timur seperti Samarkand, Bukhara dan Khawarizm, dilanjutkan ke Persia (1220-
1221).Pada tahun 1258 Mongol berhasil merebut Baghdad dan diikuti dengan
serangan ke Syria dan Mesir.Dengan serangan Mongol maka kekhalifahan
Abbasiyah berakhir.

Hilangnya Perdagangan Islam Internasional dan munculnya kekuatan Barat.Pada


tahun 1492 Granada jatuh dan secara kebetulan Columbus mulai petualangannya.
Dalam upayanya mencari rute ke India ia menempuh jalur yang melewati negara-
negara Islam.

Pada saat yang sama Portugis juga mencari jalan ke Timur dan juga melewati
negara-negara Islam. Di saat itu kekuatan ummat Islam baik di laut maupun di
darat dalam sudah memudar.Akhirnya pos-pos pedagangan itu dengan mudah
dikuasai mereka.Pada akhir abad ke 16 Belanda, Inggris dan Perancis telah
menjelma menjadi kekuatan baru dalam dunia perdagangan.

Selain itu, ternyata hingga abad ke 19 jumlah penduduk bangsa Eropa telah
meningkat dan melampaui jumlah penduduk Muslim diseluruh wilayah
kekhalifahan Turkey Uthmani. Penduduk Eropa Barat waktu itu berjumlah 190
juta, jika ditambah dengan Eropa timur menjadi 274 juta; sedangkan jumlah
penduduk Muslim hanya 17 juta. Kuantitas yang rendah inipun tidak dibarengi
oleh kualitas yang tinggi.

Sebagai tambahan, meskipun Barat muncul sebagai kekuatan baru, Muslim


bukanlah peradaban yang mati seperti peradaban kuno yang tidak dapat bangkit
lagi.Peradaban Islam terus hidup dan bahkan berkembang secara perlahan-lahan
dan bahkan dianggap sebagai ancaman Barat.

Sesudah kekhalifahan Islam jatuh, negara-negara Barat menjajah negara-negara


Islam.Pada tahun 1830 Perancis mendarat di Aljazair, pada tahun 1881 masuk ke
Tunisia.Sedangkan Inggris memasuki Mesir pada tahun 1882. Akibat dari
jatuhnya kekhalifahan Turki Uthmani sesudah Perang Dunia Pertama, kebanyakan
negara-negara Arab berada dibawah penjajahan Inggris dan Perancis, demikian
pula kebanyakan negara-negara Islam di Asia dan Afrika.
Setelah Perang Dunia Kedua kebanyakan negara-negara Islam merdeka kembali,
namun sisa-sisa kekuasaan kolonialisme masih terus bercokol. Kolonialis melihat
bahwa kekuatan Islam yang selama itu berhasil mempersatukan berbagai kultur,
etnik, ras dan bangsa dapat dilemahkan. Yaitu dengan cara adu domba dan tehnik
divide et impera sehingga konflik intern menjadi tak terhindarkan dan akibatnya
negara-negara Islam terfragmentasi menjadi negeri-negeri kecil.

Itulah di antara faktor-faktor eksternal yang dapat diamati.Namun analisa al-


Hassan di atas berbeda dari analisa Ibn Khaldun.Bagi Ibn Khaldun justru letak
geografis dan kondisi ekologis negara-negara Islam merupakan kawasan yang
berada di tengah-tengah antara zone panas dan dingin sangat menguntungkan.

Di dalam zone inilah peradaban besar lahir dan bertahan lama, termasuk Islam
yang bertahan hingga 700 tahun, India, China, Mesir dll.Menurut Ibn Khaldun
faktor-faktor penyebab runtuhnya sebuah peradaban lebih bersifat internal
daripada eksternal.

Suatu peradaban dapat runtuh karena timbulnya materialisme, yaitu kegemaran


penguasa dan masyarakat menerapkan gaya hidup malas yang disertai sikap
bermewah-mewah. Sikap ini tidak hanya negatif tapi juga mendorong tindak
korupsi dan dekadensi moral. Lebih jelas Ibn Khaldun menyatakan:

Tindakan amoral, pelanggaran hukum dan penipuan, demi tujuan mencari nafkah
meningkat di kalangan mereka.Jiwa manusia dikerahkan untuk berfikir dan
mengkaji cara-cara mencari nafkah, dan untuk menggunakan segala bentuk
penipuan untuk tujuan tersebut.Masyarakat lebih suka berbohong, berjudi, menipu,
menggelapkan, mencuri, melanggar sumpah dan memakan riba.

Tindakan-tindakan amoral di atas menunjukkan hilangnya keadilan di masyarakat


yang akibatnya merembes kepada elit penguasa dan sistem politik. Kerusakan
moral dan penguasa dan sistem politik mengakibatkan berpindahnya Sumber Daya
Manusia (SDM) ke negara lain (braindrain) dan berkurangnya pekerja terampil
karena mekanimse rekrutmen yang terganggu. Semua itu bermuara pada turunnya
produktifitas pekerja dan di sisi lain menurunnya sistem pengembangan ilmu
pengetahuan dan ketrampilan.
Dalam peradaban yang telah hancur, masyarakat hanya memfokuskan pada
pencarian kekayaan yang secepat-cepatnya dengan cara-cara yang tidak
benar.Sikap malas masyarakat yang telah diwarnai oleh materialisme pada
akhirnya mendorong orang mencari harta tanpa berusaha. Secara gamblang Ibn
Khaldun menyatakan:

…..mata pencaharian mereka yang mapan telah hilang, ….jika ini terjadi terus
menerus, maka semua sarana untuk membangun peradaban akan rusak,dan
akhirnya mereka benar-benar akan berhenti berusaha. Ini semua mengakibatkan
destruksi dan kehancuran peradaban

2.2.1 Sebab kemunduran islam

Jika kekuatan manusia, sifat-sifatnya serta agamanya telah rusak,


kemanusiaannya juga akan rusak, akhirnya ia akan berubah menjadi
seperti hewan.

Intinya, dalam pandangan Ibn Khaldun, kehancuran suatu peradaban


disebabkan oleh hancur dan rusaknya sumber daya manusia, baik
secara intelektual maupun moral.Contoh yang nyata adalah
pengamatannya terhadap peradaban Islam di Andalusia.

Di sana merosotnya moralitas penguasa diikuti oleh menurunnya


kegiatan keilmuan dan kepedulian masyarakat terhadap ilmu, dan
bahkan berakhir dengan hilangnya kegiatan keilmuan. Di Baghdad
kepedulian al-Ma’mun, pendukung Mu’tazilah dan al-Mutawakkil
pendukung Ash’ariyyah merupakan kunci bagi keberhasilan
pengembangan ilmu pengetahuan saat itu. Secara ringkas jatuhnya
suatu peradaban dalam pandangan Ibn Khaldun ada 10, yaitu:

1) rusaknya moralitas penguasa, 2) penindasan penguasa dan ketidak


adilan 3) Despotisme atau kezaliman 4) orientasi kemewahan
masyarakat 5) Egoisme 6) Opportunisme 7) Penarikan pajak secara
berlebihan 8) Keikutsertaan penguasa dalam kegiatan ekonomi rakyat
9) Rendahnya komitmen masyarakat terhadap agama dan 10)
Penggunaan pena dan pedang secara tidak tepat.

Kesepuluh poin ini lebih mengarah kepada masalah-masalah moralitas


masyarakat khususnya penguasa.Nampaknya, Ibn Khaldun berpegang
pada asumsi bahwa karena kondisi moral di atas itulah maka kekuatan
politik, ekonomi dan sistem kehidupan hancur dan pada gilirannya
membawa dampak terhadap terhentinya pendidikan dan kajian-kajian
keislaman, khususnya sains.

Menurutnya “ketika Maghrib dan Spanyol jatuh, pengajaran sains di


kawasan Barat kekhalifahan Islam tidak berjalan.” Namun dalam kasus
jatuhnya Baghdad, Basra dan Kufah ia tidak menyatakan bahwa sains
dan kegiatan saintifik berhenti atau menurun, tapi berpindah ke bagian
Timur kekhalifahan Baghdad, yaitu Khurasan dan Transoxania atau ke
Barat yaitu Cairo.

Itulah sebagian pelajaran yang dapat dipetik dari apa yang disampaikan
oleh para sejarawan Muslim tentang kemunduran peradaban Islam. Jika
al-Hassan memfokuskan pengamatannya pada masa-masa terakhir
kejatuhan kekuasaan Islam pada abad ke 16 hingga abad ke 20, Ibn
Khaldun mengamati peristiwa-peristiwa sejarah pada abad ke 15 dan
sebelumnya.

Kini masih diperlukan redefinisi tentang kemunduran umat Islam


secara umum dan mendasar, agar kita dapat memberikan solusi yang
tepat.
2.3 BAGAI MANA ISLAM BANGKIT KEMBALI
Sebagaimana telah dipahami bahwa ketika tiga kerajaan besar Islam sedang
mengalami kemunduran di abad ke-18 M, Eropa Barat mengalami kemajuan
dengan pesat. Kerajaan Safawi hancur di awal abad ke-18 M, dan kerajaan Mughal
hancur pada awal paro kedua abad ke-19 M di tangan Inggris, yang kemudian
mengambil alih kekuasaan di anak benua India. Kekuatan Islam terakhir yang
masih disegani oleh lawan adalah kerajaan Usmani di Turki.5 Akan tetapi, yang
terakhir ini pun terus mengalami kemunduran demi kemunduran, sehingga ia
dijuluki sebagai The Sick Man of Europe, orang sakit dari Eropa. Kelemahan
kerajaan-kerajaan Islam itu menyebabkan Eropa dapat mencaplok, menduduki,
dan menjajah negeri-negeri Islam dengan mudah.Memasuki pertengahan abad 20
M, dunia Islam bangkit memerdekakan negerinya dari penjajah Barat.Pada periode
ini, mulai bermunculan pemikiran pembaharuan dalam Islam. Gerakan
pembaharuan itu, paling tidak muncul karena dua hal.6 Pertama, timbulnya
kesadaran di kalangan Ulama bahwa banyak ajaran-ajaran ‘asing’ yang masuk dan
diterima sebagai ajaran Islam. Ajaran-ajaran itu bertentangan dengan ajaran Islam
yang sebenarnya, seperti bid’ah, khurafat, dan takhyul.Ajaran-ajaran inilah
menurut mereka, yang membawa Islam menjadi mundur.Oleh karena itu, mereka
bangkit untuk membersihkan Islam dari ajaran atau faham seperti itu.Gerakan ini
dinamakan gerakan reformasi.Kedua, pada periode ini, Baratmendominasi dunia
di bidang politik dan peradaban. Persentuhan dengan Barat tersebut, menyadarkan
tokoh-tokoh Islam akan ketertinggalan mereka. Karena itu, mereka berusaha
bangkit dengan mencontoh Barat dalam masalah-masalah politik dan peradaban
untuk menciptakan balance of power. Sementara menurut Munawir Sjadzali,
menurun dan melemahnya tiga Negara Islam tersebut disebabkan oleh disintegrasi
politik dengan melemahnya otoritas masing- masing pemerintah pusat, dan
munculnya penguasa-penguasa semi otonom diberbagai daerah dan propinsi
negara-negara tersebut. Disamping itu, terjadinya dislokasi sosial, memburuknya
situasi ekonomi akibat persaingan dagang dengan negara-negara Eropa, atau
karena kalah perang serta kemerosotan spritualitas dan moralitas masyarakat,
terutama para penguasa.7 Kesadaran akan akan melemah dan menurunnya dunia
Islam ini, maka banyak wilayah-wilayah dunia Islam seperti di benua Afrika,
Timur Tengah dan India bermunculan gerakan-gerakan pembaharuan atau
mungkin lebih tepatnya dikatakan usaha pemurnian kembali ajaran Islam. Dengan
pengertian dasar dan sasaran yang tidak selalu sama antara satu gerakan dengan
gerakan yang lain.
2.3.1 Pembaruan di jirah Arab
Pada Jazirah Arabia muncul gerakan pemurnian kembali ajaran Islam yang
dipelopori oleh Syeh Mohammad bin Abdul Wahab (1703-1792 M).8 Gerakan ini
mengajak umat Islam untuk meninggalkan banyak kepercayaan dan praktek
keagamaan yang sudah sejak lama dianut dan dilakukan secara luas, karena tidak
sesuai dengan ajaran Islam yang murni dan bahkan merupakan kepercayaan dan
praktek zaman Jahiliyah, dan yang telah diberantas oleh Nabi. Gerakan ini
mengajak umat Islam kembali kepada ajaran islam yang murni dengan
menafsirkan al-Qur’an dan Hadis secara lebih ketat dan berpedomankan praktek
Islam pada zaman Nabi dan para sahabatnya. Gerakan ini kemudian lebih dikenal
dengan gerakan Wahabi. Gerakan ini bersekutu dengan seorang kepala suku
terkemuka Muhammad Ibnu Saud (w. 1765 M), dari persekutuan ini berdirilah
dinasti Saudi Arabiah yang sekarang ini, yang kekuasaanya meliputi sebagian
besar wilayah jazirah Arabiah.
2.3.2 Pembaharuan di Turki
Kekalahan besar kerajaan Usmani dalam menghadapi serangan Eropa di Wina
(1683 M), menyadarkan akan kemundurannya dan kemajuan yang dialami oleh
bangsa Eropa.9 Usaha-usaha pembaharuan pun mulai dilaksanakan dengan
mengirim duta-duta ke negara-negara Eropa, terutama Prancis untuk mempelajari
suasana disana secara dekat. Pada tahun 1720 M, Celebi Mehmed diutus ke Paris
dan diinstruksikan untuk mendatangi pabrik-pabrik, benteng-benteng pertahanan
dan institusi-institusi lainnya.Dari laporan-laporannya, mendorong Sultan Ahmad
III (1703-1730 M) memulai pembaharuan di kerajaannya. Pada tahun 1717 M,
seorang perwira Prancis, De Rocefort, datang ke Istambul dalam rangka
membentuk Korp Altileri dan melatihtentara Usmani dalam ilmu-ilmu kemiliteran
modern. Pada tahun 1729 M, datang lagi Comte De Bonneval, yang juga dari
Prancis untuk memberi latihan penggunaan meriam modern.Ia dibantu oleh Mc.
Carty dari Irlandia, Ramsay dari Skotlandia, dan Mornai dari Prancis. Pada tahun
1734 M, untuk pertama kalinya Sekolah Teknik Militer dibuka.10 Usaha
pembaharuan ini tidak terbatas dalam bidang militer. Dalam biang- bidang yang
lain pembaharuan juga dilaksanakan, seperti pembukaan percetakan di Istanbul
tahun 1727 M, untuk kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan. Demikian juga,
gerakan penerjemahan buku-buku Eropa ke dalam bahasa Turki.Pada pertengahan
kedua abad ke-XIX, muncul suatu gerakan yang tidak puas dengan pembaharuan
zaman Tanzimat. Gerakan ini dikenal dengan nama Usmani Muda. Mereka
menginginkan pembatasan yang lebih tegas terhadap kekuasaan Sultan dengan
mengadakan konstitusi.Salah satu ahli fikir Usmani Muda adalah Namik Kemal
(1865-1871 M).Ia banyak membaca karangan-karangan Montesqiu, Rousseau, dan
ahli- ahli fikir Prancis lainnya. Pemerintahan menurutnya, harus didasarkan atas
persetujuan rakyat, dalam arti rakyatlah yang memiliki kedaulatan.Faham
kedaulatan ada dalam Islam dan terkandung dalam system bay’ah.Begitu juga
pemerintahan konstitusional ada dalam Islam, karena kekuasaan Khalifah atau
Sultan dibatasi oleh syari’ah. Atas dasar inilah, ia menganjurkan supaya didirikan
tiga lembaga, yakni; Dewan Negara yang bertugas merancang undang-undang,
dewan nasional untuk membuat undang-undang, dan senat yang menjadi perantara
antara badan legislative dan badan eksekutif.11 Pemerintahan konstitusional ini
gagal dan dibubarkan tahun 1878. Pada perkembangan selanjutnya, ide
nasionalisme Turki-lah yang memperoleh kemenangan. Dibawah kepemimpinan
Kemal Attaturk (1924 M), membawa Turki kepada sekularisme dalam arti
pemisahan agama dari Negara di Turki modern
2.3.3 Pembaharuan di India
Di India kesadaran akan kemunduran umat Islam bersamaan waktu timbulnya
dengan di Turki.13 Sesudah wafatnya Sultan Aurangzeb (1707 M), kerajaan ini
selalu dihadapkan dengan perang saudara untuk merampas kekuasaan di Delhi.
Sementara dari fihak luar, bangsa Inggris telah mulai memasuki anak benua
ini.Pada mulanya fihak Inggris hanya bermaksud berdagang, tetapi kemudian
muncul keinginan untuk menguasai India.Terjadilah beberapa kali pertempuran
dengan kerajaan Mughal, dan fihak Inggris selalu dalam kemenangan. Hal-hal
inilah yang membuat pemikir-pemikir Islam India sadar akan kelemahan umat
Islam. Syah Waliyullah (1702-1762 M), adalah salah satu tokoh pembaharuan
Islam di India. Bersama dengan murid-muridnya, beliau mengecam kebobrokan
moral yang melanda masyarakat Islam India dan sinkritisme dari ajaran Sufi yang
demikian akomodatif.Beliau kemudian melakukan pemurnian ajaran Islam. Syah
Waliyullah tidak serta merta memberantas ajaran Sufi sebagai mana yang
dilakukan olehMohammad bin Abdul Wahab di jazirah Arabiah. Beliau hanya
mengadakan koreksi dan perubahan terhadap kepercayaan dan praktek keagamaan
yang telah menyimpang dari ajaran Islam, tetapi melakukan repormasi ajaran Sufi
yang ada.14 Syah Waliyullah berkeyakinan, bahwa dengan mengadakan perbaikan
terhadap kepercayaan dan praktek keagamaan, umat Islam akan menemukan
kembali vitalitas mereka. Pada perkembangan selanjutnya, gerakan Waliyullah
berubah dari gerakan pemurnian ajaran agama semata-mata menjadi gerakan
politik.Hal itu disebabkan karena munculnya tantangan baru dari luar dunia
Islam.Tantangan tersebut adalah ancaman dan serangan baik dari golongan Sikh
maupun dari pendatang baru Inggris.Gerakan yang dimulai oleh Waliyullah
tersebut, bergeser menjadi gerakan jihad degan pengertian yang meliputi pula
perjuangan pisik atau perang. Sedangkan tujuan akhirnya adalah mempertahankan
keberadaan kekuasaan Islam di India dan mendirikan suatu Negara Islam yang
berasaskan ajaran Islam yang telah dimurnikan, dan berdasarkan keadilan social
dan persamaan.15 Pemikiran yang kemudian banyak mempengaruhi gerakan
pemikiran pembaharuan di India adalah Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-1898
M).16 Pada masa mudanya ia bekerja pada East India Company dan kemudian
pada pemerintahan Inggris di India. Tahun 1869/70 M, ia pernah berkunjung ke
London. Kontaknya dengan orang- orang Inggris menimbulkan dalam dirinya rasa
kagum terhadap peradaban Inggris dan ingin memasukkan peradaban itu ke
kalangan umat Islam India. Menurut pendapatnya, untuk meningkatkan umat
Islam India akan dapat dicapai dengan kerja sama dengan pemerintah Inggris di
India dan bukan dengan melawannya. Ia menganjurkan supaya umat Islam jangan
turut campur dalam partai kongres India yang dibentuk 1885 M. Baginya
perbaikan posisi umat Islam dapat dicapai bukan dengan melalui jalan politik,
melainkan dengan jalur pendidikan. Pada tahun 1878 M, ia mendirikan Muslim
Anglo Oriental College (MAOC) di Aligart. Didalam kurikulumnya terdapat
bahasa Inggris dan matapelajaran-matapelajaran mengenai ilmu pengetahuan
modern. Dalam usaha menyatukan program pendidikan di kalangan umat Islam
India, beliau mengadakan Konferensi Pendidikan Islam di tahun 1886 M. Tahun
1906 M berkembang ide nasionalisme yang dipelopri oleh segolongan intelektual
Islam India sebagai reaksi atas ide nasionalisme Hindu yang terdapat dalam parti
kongres. Di bawah pimpinan Muhamad Ali Jinnah (1876-1948 M) Liga Muslim
menjadi gerakan popular di India dan mulai memajukan ide Negara tersendiri bagi
umat Islam di india. Ide Pakistan dimunculkan buat pertama kali oleh Muhammad
Iqbal (1873-1938 M).Ide Negara Pakistan semakin berkembang hingga akhirnya
tercapai pada tahun 1947 M. Keberhasilan ini, Muhammad Ali Jinnah mendapat
gelar Qaid’I Azam (pemimpin besar). Kalau gerakan pembaharuan umat Islam
Turki akhirnya melahirkan Negara Turki yang bersifat sekuler, gaerakan
pembaharuan umat Islam India melahirkan Negara Pakistan yang mempunyai
agama sebagai dasar.17 Jamaluddin al-Afgani (1839-1897 M) adalah tokoh
pembaharu yang bergerak di berbagai dunia Islam dan meninggalkan pengaruh
bukan saja di daerah-daerah yang dikunjunginya, tetapi di seluruh dunia Islam.
Beliau lahir di Afganistan, kemudianpindah ke India pada saat Negara itu di
bawah kekuasaan Inggris.Setelah itu, beliau pindah ke Mesir. Karena situasi
politik, beliau akhirnya dipaksa keluar dan pergi ke Eropa pada tahun 1879 M.
Tahun 1889 M beiau diundang datang ke Iran, tetapi karena soal politik terpaksa ia
pindah ke Istambul dan akhirnya meninggal di sana pada tahun 1897 M.
2.3.4 Pembaharuan di Indonesia
Menurut Musyrifah Sunanto, perkembangan pemikiran Islam di Indonesia dapat
dilihat dari tiga periode yaitu; periode ketika kepemimpinan Ulama sangat
dominan di masyarakat muslim, periode ketika peran ulama digantikan oleh
pemimpin-pemimpin Islam yang bergerak di bidang organisasi atau kepartaian
dalam perpolitikan, dan periode kebangkitan kaum intelektual Muslim.18
a. Periode ketika kepemimpinan Ulama sangat dominan di masyarakat Muslim.
Periode ini berlangsung sejak datang dan berkembangnya Islam di Indonesia
(sekitar abad ke-VII M) hingga berlangsungnya masa penjajahan.Pada periode ini,
Ulama merupakan satu-satunya sumber rujukan bertindak dan informasi mengenai
wacana dan faham ke Islaman, mereka menjadi sumber rujukan ketaatan baik
dalam perilaku sosial maupun politik.Hingga penjajahan Belanda makin merata,
peran Ulama tidak tergoyahkan, bahkan menjadi simbol perlawanan dalam
perang-perang besar melawan penjajah.Misalnya Fatahillah mengusir Portugis dari
Sunda Kelapa, Kiai Maja membantu perang Diponegoro, Imam Bonjol dalam
perang Padri.Periode sekitar tahun 1900, ketika muncul gerakan pembaharuan.
b. Periode ketika peran Ulama digantikan oleh pemimpin-pemimpin Islam yang
bergerak di bidang organisasi atau kepartaian dalam perpolitikan. Ini diawali oleh
peran pemimpin organisasi sosial seperti Haji Abdul Karim Amrullah, Zaenuddin
Labai al-Yunusi, dan pemimpin-pemimpin orgnisasi Sumatra Thawalib di
Sumatra, Syeh Ahmad Surkati dari al-Irsyad, Haji Abdul Halim dari persyarikatan
Ulama Majalengka, KH. Ahmad Dahlan dari Muhammadiah, Ahmad Hasan dari
Persis, dan organisasi politik SI dengan tokoh-tokohnya. Periode ini, para
pemimpin organasasi keagamaan ataupun politik Islam yang diadopsi dari Barat,
bergerak melakukan perlawanan terhadap penjajah dengan menggunakan wadah
organisasi dan partai politik yang mereka pimpin. Sementara dalam bidang
pembaharuan, Muhammadiah memilki peran penting dalam memperkenalkan
modernitas terutama dalam bidang pendidikan. Model pendidikan tradisional
(pesantren) yang dulu digunakan diganti dengan model pendidikan Barat
(Belanda), yang memakai bangku, jadwal, kurikulum, dll.19 Hal itu didorong oleh
kesadaran beragama yang modernis, yakni menjadikan modernitas sebagai
kebenaran yang netral dan tidak identik dengan barat. Modernitas Barat dianggap
sebagai kelanjutan dari modernitas Islam periode klasik.
c. Periode kebangkitan kaum intelektual Muslim. Periode ini dimulai tahun 1970,
ditandai dengan munculnya beberapa literatur yang mencoba mencermati secara
sistematis perkembangan dunia intelektual Muslim Indonesia. Pada tahun 1980-an
dan 1990-an marak penerbitan buku-buku yang bertema keagamaan serta
merebaknya buku-buku keIslaman “intelektual dan berbasis pemikiran” yang
berdampak pada perkembangan dunia intelektual Muslim. Namun pada masa
berikutnya, zaman kebangkitan intelektual ini mempunyai berbagai macam corak
pemikiran.20 Mereka itu adalah;
Neo modernism, yaitu pemikiran ke-Islam-an yang menggabungkan dua aliran
modernisme, tokohnya adalah Nurcholis Majid, Abdurrahman Wahid, dan Ahmad
Wahib.
Sosialisme demokrat, yaitu gerakan Islam yang melihat keadilan sosial dan
demokrasi sebagai unsur pokok Islam.Tokoh-tokohnya adalah Dawam Rahardjo,
Adi Sasono, dan Kuntowijoyo.
Universalisme, yaitu gerakan pemikiran Islam yang memandang Islam sebagai
ajaran yang universal dengan obsesi Islam sebagai perangkat nilai alternative dari
kemerosotan nilai-nilai Barat. Tokoh-tokohnya adalah Amin Rais, Jalaluddin
Rahmat dan AM. Saefuddin.
Neo revivalis, sering diartikan sebagai Ikhwanul Muslimin di Mesir.Di Indonesia
variannya muncul dari beberapa organisasi seperti, Hamas, Hizbut Tahrir, FPI, dan
Majelis Mujahidin.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kesimpulan Diabad milenia ini menjadi muslim progressive/berkemajuan menjadi


kebutuhan dalam merespon perkembangan peradaban dunia, jangan sampai
muslim tertinggal jauh dengan Eropa tentunya dengan tetap mempertahan kearifan
lokal budaya Nusantara, sehingga Islam di Indonesia bisa mengikuti
perkembangan peradaban Dunia dengan tidak kehilangan jati diri bangsa.
Semangat untuk al-mukhofadhotu ‘ala qodim al-sholih wa al-akhdhu bi al-jadid
aslah dengan prinsip fastabikhu al-khoirot serta khoirun an-nas anfa’uhum li
annasmenggali hal baru untuk menjawab dinamika peradaban masa sekarang
sehingga bisa menghantarkan umat Islam menjadi sosok pewaris dan penerus dari
kakek moyang/ulama‟-ulama‟ dizaman keemasan Islam pada abad 9-13 H lalu,
sebuah warisan berharga untuk peradaban Islam dunia yang telah +600 th hilang
dari sejarah yang harus bisa kita rebut kembali untuk masa sekarang

Saran

Demikianla jurnal ini saya buat apa tentu saja di dalam jurnal ini masih banya
kekurangan atau dari kata sempurna dan juga keterbatasan ilmu yang saya miliki
sesunggu nya kata sempurna hanya allah saja yang memiliki,apa bilia ada katas
yang tidak pantas tolong kasih saran ke pada saya sekian terimakasih
DAFTAS PUSTAKA

 Amin, M. Mansyur, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Indonesia Spirit


Foundation, 2004.
 Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid; II, Jakarta: UI
Press, 2002.
 . Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran,
Jakarta: UI Press, 1993.
 Stoddard, Lothrop, Dunia Baru Islam, Diterjemahkan oleh Djojo Martono, et.,
Jakarta: 1996.
 Sunanto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007.
 Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2009.
 Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2008.

Anda mungkin juga menyukai