Faisol Mukhlis
Institut Agama Islam Negeri Madura
E-mail: FaisolMukhlis48@gmail.com
PENDAHULUAN
1
buku yang bersangkutan menjadi kunci utama untuk menyampaikan gagasan.
Kebutuhan akan buku menyebabkan merebaknya perpustakaan diberbagai penjuru
dunia islam.1
1
Surito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta, Kencana, 2005)
2
Hasaruddin. 2015. Sejarah perkembangan pendidikan islam. jurnal rihlah vol. 11 nomor 1:1.
3
Subaidah. Sejarah pendidikan islam (bandung: PT. remaja rosdakarya, 2014), 44
4
Daulay, pendidikan islam dalam lintasan sejarah (Jakarta, prenada media group, 2013), 94.
2
Hawanit al-waraqin (toko buku), merupakan salah satu pencaharian ekonomi
seseorang, disamping membantu ekonomi seseorang juga oleh orang-orang islam
pada masa daulah abbasiyah dijadikan tempat untuk menyebarkan budaya dan
ilmu pengetahuan dimana dalam menyebarkan ilmu pengetahuan tidak
dikhususkan dalam satu tempat, bisa diberbagai tempat, disamping itu besarnya
keinginan masyarakat untuk membaca buku, maka muncullah toko buku, akan
tetapi karena pada saat itu terdapat beberapa masyarakat yang tidak bisa membeli
buku maka mereka bertanya pada penulis untuk menjelaskan hal-hal yang ada di
dalam buku tersebut, kemudian penjual buku mengundang penulis buku tersebut
untuk memaparkan dan menjelaskan tentang yang ditulis dalam bukunya, dan
kegiatan semacam ini kemudian berkembang menjadi semacam lembaga
pendidikan alternative untuk mesyarakat miskin yang tidak bisa membeli buku
tersebut.
Toko buku memang sangat berperan dalam hal ini. Toko-toko buku suatu hal
kontribusi untuk memajukan kehidupan pendidikan di masa itu dan
mempunyaiperan aktif dalam menyebarkan ilmu pengetahuan, seni dan sastra
kepada masyarakat. Toko-toko tersebut tidak hanya menjual dan berdagang
semata, akan tetapi mendukung pada perkembangan pendidikan, banyak ulama
dan sarjana terkemuka yang datang ke toko tersebut untuk berdebat dan
berdiskusi.
5
Abu Arrad, Muqaddimah fi at-Tarbiyah al-Islamiyah (Jeddah,al-Darul al-Hulliyah li-Tarbiyah,
2003), 98
3
SEJARAH TOKO BUKU
Dinasti Abbasiyah terutama difase pertama yang dipimpin oleh Khalifah Abu
Ja’far al-Mansyur, Khalifah Harub al-Rasyid dan Abdullah al-Makmun,
merupakan khalifah-khalifah yang sangat cinta pada ilmu pengetahuan, yang
dengan kecintaannya khalifah sangat menjaga dan memelihara buku-buku baik
yang bernuansa agama maupun umum, baik karya ilmuan muslim maupun non
muslim, baik karya ilmuan yang semasanya maupun pendahulunya. Di Baghdad,
kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan dan peradaban telah
melahirkan industri percetakan yang kemudian melahirkan toko-toko buku yang
tersebar diberbagai Negara kota disetiap Negara Islam. Dengan demikian toko
buku lahir cukup lama yaitu lahir pada masa Abbasiah.
6
Khifty, Philip K. history of arabs ,London: the mach millan press, 1974, p 414
4
Tempat penjualan buku atau kitab tentang keilmuan islam sangatlah maju
pada saat kekhalifahan Abbasiyah, sehingga mempunyai peran penting dalam
persebaran keilmuan islam. Selain itu, di tempat lain bahkan di negara yang lain
juga mempunyai para penjual buku dan para pemilik toko dan pembeli buku
memberikan peran untuk dunia keislaman dalam sebuah masyarakat melalui hasil
karya-karya ilmiah yang karya tersebut sudah diterjemahkan dalam bahasa yang
dibutuhkan oleh masyarakat umum.7 Begitu banyak dizaman dahulu toko buku
yang tersebar di daerah-daerah yang di daerah tersebut diadakan kajian disetiap
toko buku. Pembeli secara tidak langsung merupakan bagian terpenting, pada
dasarnya toko buku bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan
konsumen dalam penyediaan buku bacaan dan kelengkapannya. Intinya penjual
buku menginginkan terciptanya suatu kepuasan bagi pelanggannya.
Dalam sejarah toko buku, toko buku lahir pada masa abbasiyah dengan
demikian begitu berjayanya umat islam pada masa itu di dalam disiplin ilmu
terutama ilmu keislaman. Toko-toko yang menjual kitab, muncul pada zaman
daulat Abbasiyah, kemudian menyebar sangat cepat pada setiap ibu kota. Dalam
hubungan ini al-Yakubi menyebutkan, bahwa toko-toko ada tersebut pada
sejumlah tempat di Baghdad, yang jumlahnya lebih dari 1000 toko buku. Namun
dimasa sekarang kejayaan umat islam jauh terbelakang dari umat non muslim.
7
Saepuddin, 2016 perpustakan dalam sejarah islam: riwayat tradisi pemeliharaan khazanah
intelektual islam, al-turas vol. xxii no. 1, 2016, 39
8
Ahmad salaby, at tarbiyatu wat ta’lim fi fikri al islamy, (at-thobiyatus tsamina, 1987), 69
5
Hitti memaparkan, bahwa toko-toko buku atau penjual kitab muncul pada
zaman daulah abbasiyah.9 Dalam hal ini syalabi juga mengutip pendapat ini dia
menyatakan bahwa munculnya toko buku itu pada zaman daulat abbasiyah yang
kemudian tersebar dengan cepat pada berbagai ibu kota dan berbagai Negara
islam. dalam hal ini ya’kubi menyatakan, bahwa toko-toko buku sudah ada pada
berbagai tempat dinegara Baghdad yang hitungannya lebih dari seratu toko buku.
Demikian pula dimesir pada zaman dinasti bani thulun dan al-ikhsyidin terdapat
sebuah pasar buku yang besar yang dikhususkan untuk dijual dan terkadang
terjadi proses kajian ilmiah. Demikian pula al-maqrisdi menyatakan tentang
adanya sejumlah tempat yang banyak menjual kitab-kitab.10
9
Khifty, Philip K. history of arab (London: the mach millan press, 1974), 414
10
Ahmad salaby, at tarbiyatu wat ta’lim fi fikri al islamy, 66
11
Abuddin nata, sejarah pendidikan islam, (Jakarta: kencana prenada media group, 2014), 153-
154.
6
lembaga pendidikan ini menyebar dengan cepat keseluruh wilayah kekuasaan
islam saat itu.12 Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, juga pernah mengutip
dalam bukunya pendidikan islam dalam lintasan sejarah. Beliau menyatakan
bahwa toko-toko kitab muncul pada masa daulah abbasiyah, kemudian tersebar
dengan pesat diseluruh ibu kota diberbagai negeri islam.13
Dikutip oleh sholeh bin ali abu arrad, menurut hasan abdul al sebagaimana
bahwa toko buku sangatlah penting untuk digunakan pembayaran pendidikan
pada masa itu, dan dalam menyebarkan pengetahuan, beberapa pembelajaran dan
masalah adab bagi manusia. Toko buku tidak hanya digunakan untuk menjual
kitab saja tetapi yang lebih penting juga digunakan untuk peretemuan para ulama,
para pelajar dalam menulis pembelajarannya.14
Sebagian besar sastrawan berbudaya dan para pedagang kitab tidak hanya
menjual untuk memperoleh laba (hasil saja), dimana hal itu diusahakan untuk
keindahan akal yang memungkinkan mereka membaca dan membaca. Dengan
demikian, daftar nama al-warraqin disajikan dengan kepribadian yang cerah.
Dalam hal ini seperti nadzim, ali bin isa yang dikenal dengan ibnu kujak kadang
juga disebut yaqut, dimana dia merupakan orang yang agung adabnya, dan pernah
menulis beberapa buku dan pernah mengarang kitab-kitab sastra. 15 Toko buku itu
juga memiliki peranan yang sangat penting dalam keilmuan islam. pada awlnya
toko buku hanya menjual buku-buku, tapi kemudian dikembangkan menjadi
tempat untuk berdiskusi ilmiah dan berdebat, bahkan dijadikan pertemuan
rutinitas untuk mengkaji hal-hal ilmiah ditempat itu. 16 Toko-toko dipasar
12
Saepuddin mashuri, transformasi tradisi keilmuan dalam islam : melacak akar kemunculan dan
perkembanga isntitusi pendidikan islam, (jurnal hunafa, vol. 4, no. 3, September 2007: 227-236),
233-234.
13
Haidar putra daulay, nurgaya pasa, pendidikan islam dalam lintasan sejarah kajian dari zaman
pertumbuhan sampai kebangkitan, (Jakarta: kencana prenada media group, 13) 94.
14
Shaleh bin ali abu arrad, muqaddimah fi at tarbiyah al islamiyah (Riyadh: darul wathaniyah li at
tarbiyah, 2003), 98.
15
Ahmad syalaby, at-tarbiyah wa at-ta’lim., 67
16
Iskandar engku, sejarah pendidikan islam, (bandung pt. remaja rosdakarya, 2014), 44
7
dijadikan sebuah forum dimana para pencari ilmu dan para murid ada di
dalamnya.17
Perlu dicatat bahwa kegiatan ilmiah tidak terbatas pada satu toko saja
tetapi sering berpindah-pindah ke toko yang lain, karena fakta bahwa kebanyakan
para pemilik toko tersebut adalah para ulama. Hal ini menunjukkan bahwa para
ulama tidak hanya mengajar saat berada di masjid dan tempat-tempat sains
lainnya. Oleh karena itu, banyak siswa yang datang ke toko-toko untuk
mendengar dari para pemilik toko dan mengambil pengetahuan dari mereka dan
mencatatnya. Sebab factor inilah toko-toko dipasar beruubah menjadi sesuatu
yang mirip dengan forum dimana penuh dengan para mahasiswa.18
Abu al-farraj Muhammad ibnu ishaq adalah nama asli Ibnu Nadhim. Al-
nadhim memiliki julukan sahabat orang terkemuka, adapun julukan tersebut
merupakan gelar yang dilekatkan padanya dengan alasan ia dikenal oleh karena
pergaulannya yang luas. Ia adalah seorang pengarang buku yang terkenal, ia
adalah seorang warraq (penyalin naskah yang pandai), seorang pedagang buku
terkenal dan yang tak kalah penting ia memiliki sebuah toko buku yang besar di
pusat kota Baghdad.20
17
Shaleh bin ali abu arrad, muqaddimah fi at tarbiyah al islamiyah, 98.
18
Ibid, 98
19
Ibid, 67.
20
Agus rifa’I, kontribusi ibnu al-nadhim dalam dunia kepustakawanan islam kajian kitab al-
fihrist, jurnal al-maktabah, vol. 8/2(oktober 2006), 73
8
Ibnu al-nadim begitu mencintai buku, ibnu al-nadhim begitu bergairah
mencatat buku-buku yang pernah dimiliki perpusatakaan dan juga yang pernah
dijual ditoko buku. Yang dicatat olehnya bukan hanya sekedar nama pengarang
dan judul bukunya saja, akan tetapi juga meluputi keterangan mengenai isi buku
terebut, riwayat hidup pengarangnya, serta karya-karya pengarangnya, serta
mengelompokkan buku-buku tersebut berdasarkan bidang pembahasannya
ataupun subjeknya. Kemudian catatan tersebut diterbitkan dalam bentuk buku
yang berjudul kitab al-fihris atau buku indeks.21
Yaqut memulai karirnya debagai pegawai disebuah toko buku.22 Yaqut al-
hamawi berdagang kitab dan ia mengunjungi pasar-pasar pembuat kertas untuk
melihat dagangannya. Ia seorang yang fanatic pada ali bin abi thalib r.a dia sudah
mempelajari sedikit dari kitab-kitab khawarij sehingga dari pengalamannya timbul
kekacauan dalam fikirannya pengaruh yang kuat. Maka saya datang ke damaskus
pada tahun 613. Dia berhenti di sebagian pasarnya dan berdiskusi dengan
beberapa orang yang fanatic kepada ali.23
Kegiatan ilmiah itu layak ditunjukkan bahwa disini tidak terbatas kepada
waktu-waktu dikedai-kedai pembuat kertas saja, namun berlanjut pada yang lain,
yaitu kedai lain yang menjual barang-barang lainnya. Barangkali hal demikian itu
karena pada nyatanya bahwa kebanyakan ulama adalah pemilik kedai-kedai
tempat memperoleh keuntungan dari pekerjaan dan berbagai perdagangan
mereka.24 Abu bakar asyiddiki wafat pada tahun 344 H mengerjakan sendiri usaha
pencelupan dan menjual di kedainya. Dia termasuk tokoh dari ahli fikih madzhab
syafi’I yang banyak mendengarkan fikih dan hadis, dan kedainya adalah tempat
berkumpul para hafid dan ahli hadis dan Abdullah yakub juga duduk di pintu
kedai ini membaca kitab untuk orang banyak.25
21
Ibid, 74
22
Philip K, Khifty, history ………………….., 521
23
Ahmad syalaby, at-tarbiyah wa at-ta’lim., 68
24
Shaleh bin ali abu arrad, muqaddimah fi at tarbiyah al islamiyah, 99
25
ibid
9
Ada seorang lelaki pergi ke Baghdad mencari ilmu maka ia berucap
masyaallah kemudian ia bermaksud pulang kenegerinya lalu membeli binatang
yang akan ditungganginya keluar dari kota itu yang diriwayatkan dari salah
seorang guru Abdul haj. Tetapi ia berhenti untuk membeli kepada pemilik kedai
beberapa barang kebutuhannya maka pelajar itu mendengarkan perdebatan ilmiah
yang terjadi antara dua orang pemilik kedai yang bertetangga. Lalu pelajar itu
meminta pemilik binatang untuk tidak mengembalikannya ke Baghdad seraya
berkata suatu kota yang menjual ilmu ditempat ini tidak sepatutnya ditinggalkan
pergi.26
26
ibid
27
Ibid, 69
28
George makdisi, the rise of humanism in classical islam and the cristiant west with special
reference to scolastisizm, (edinberg university press, 1990), 63
10
tersebut terdapat tokoh-tokoh yang sangat terkenal, seperti yaqut al-hammi yang
menulis mu’jam la udaba dan mu’jam al buldam dan ibnu nadhim prangarang al-
fihrist yang dikenal dengan nama “ibnu kaujak” ia adalah saudagar kitab dan
seorang sastrawan yang budiman telah menulis beberapa jumlah buku. 29 Rata-rata
dari penjual toko buku adalah para saudagar kaya raya yang memang toko
bukunya dijadikan sebagai ranah keilmuan para ilmuan suapaya bisa
mengembangkan kelimuannya.
PENUTUP
Toko buku sebagai tempat belajar lahir pada puncak kejayaan islam pada
masa dinasti abbasiyah. Pada masa itu semua bidang ilmu pengetahuan mencapai
masa kemajuannya, bukan hanya pada segi keilmuan tapi juga dalam segi
kebudayaan dan peradaban dan mempunyai andil dalam melahirkan industry atau
percetakan buku yang kemudian lahirlah toko-toko bukuyang tersebar diberbagai
kota disetiap Negara.
Toko buku merupakan suatu tempat yang juga berfungsi sebagai lembaga
pendidikan selain dari tempat-tempat lain sebagaimana yang telah dikemukakan.
Tipe lembaga ini merupakan tempat yang awalnya hanya sebagai tempat
penjualan buku atau perdagangan dalam arti didirikan tidak dengan tujuan
utamanya sebagai tempat pengajaran, namun karena semangat para ilmuan waktu
itu dan menjadi kebiasaan mereka dalam mengkaji ilmu pengetahuan, maka
lahirlah toko buku sebagai tempat kajian ilmiah.
29
Ahmad salaby, at tarbiyatu wat ta’lim fi fikri al islamy, (at-thobiyatus tsamina, 1987), 67
11
perkumpulan dengan berdiskusi dan berdebat, ada juga kegiatan pidato dan
pembacaan syair. Dari kegiatan-kegiatan para ilmuan ini, banyak melahirkan
karya berupa tulisan-tulisan dan karya lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
12
13