Anda di halaman 1dari 9

FUNGSI DAN CARA MEMAHAMI HADIS

Makalah

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadis

Dosen Pengampu : Dr. Aly Mashar,S.Pd.I.,M.Hum.

Oleh:

1. Isti Maharsi (226161001)


2. Vanessa Bulan Aprilia (226161005)
3. Ika Widyaningsing (226161029)
4. Salsabilla Nathania Arumsari (226161034)

KELAS 2A
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN BAHASA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
TAHUN 2023
A. PENDAHULUAN
Dalam hukum Islam, Hadis merupakan sumber hukum kedua setelah
Al-Quran. Penetapan untuk menentukan hadis mengacu pada tiga hal, yaitu
Al-Quran itu sendiri, kesepakatan (ijma’), dan logika akal sehat (ma’qul).
Al-Quran menegaskan bahwa Rasulullah SAW menjelaskan makna dari
firman Allah (QS. 16:44). Oleh karena itu, apa yang dikatakan Nabi harus
diikuti, bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus diikuti oleh umat Islam.
Dari masa sahabat hingga saat ini, ulama telah menyepakati keputusan
hukum, yang berdasarkan sunnah Nabi, khususnya dalam pedoman tindakan.
Keabsahan hadis sebagai sumber hukum juga menegaskan fakta bahwa Al-
Quran hanya memberikan penjelas dan petunjuk umum yang memerlukan
penjelas dan lebih detail untuk diperkenalkan dalam kehidupan manusia.
Dengan demikian, validitas hadis sebagai sumber lain secara logis dapat
diterima.
B. METODE PENELITIAN
Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode studi pustaka
yang digunakan sebagai bahan rujukan. Yang terdiri dari buku dan jurnal
sebagai referensi dalam penulisan makalah ini.
C. PENGERTIAN
Hadis secara bahasa memiliki arti kabar. Definisi hadis mempunyai
cakupan yang luas dari berbagai sumber dan menurut para ahli. Hadis tidak
hanya ucapan, perbuatan dan persetujuan Nabi SAW. Tetapi juga mencakup
sifat-sifat fisik, sifat-sifat non fisik serta mencakup seluruh biografi nabi
sejak lahir sampai beliau wafat.
Hadis merupakan sebuah sumber hukum/ajaran Islam kedua setelah
Al-Quran. Hadis atau sunnah disebut juga atsar atau akhbar, yang berfungsi
sebagai penjelas dari isi/makna yang terkandung dalam Al-Quran. Seperti
yang terdapat dalam Al-Quran tentang ayat yang memerintahkan manusia
untuk mendirikan sholat dan membayar zakat, dalam hal ini hadis berfungsi
untuk menjelaskan secara terperinci tentang bagaimana melaksanakan sholat
dan membayar zakat.
Segala sesuatu butuh cara untuk mengetahui maksud tertentu, begitu
pula dengan hadis nabi membutuhkan metode pemahaman agar hadis itu
mudah diketahui, dimengerti, dipahami, kemudian diamalkan. Di dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara yang teratur
berdasarkan pemikiran yang matang untuk mencapai maksud (dalam ilmu
pengetahuan tersebut). Cara kerja yang teratur dan bersistem untuk dapat
melaksanakan suatu kegiatan denagn mudah guna mencapai sesuatu maksud
yang ditentukan. Pemahama berasal dari kata paham yang berarti pengertian,
pendapat atau pikiran, aliran atau halauan pandangan, mengerti benar, pandai
dan mengerti benar (tentang suatu hal). Sementara pemahaman adalah
proses, cara perbuatan memahami atau memahamkan. Jadi, metode
pemahaman hadis adalah cara yang ditempuh seseorang untuk memahami
hadis.

D. ISI
1. Fungsi dan posisi hadis sebagai sumber hukum Islam
2. Perbedaan cara memahami hadis dari waktu ke waktu
a. Pemahaman tekstual
Memahami hadist seadanya pada teks yang terdapat
pada hadist (lafzhiyah). Hadist dapat dipahami secara
tekstual apabila tidak dapat dipahami dapat ditempuh
dengan pemahaman kontektual. Contoh seperti

‫لم‬BB‫لى رواه مس‬BB‫ اص‬B‫وىن‬BB‫( صلوا كما رأيتم‬shalatlah kamu sebagaimana kalian melihat
aku sholat)

Hadist tersebut dalam dipahami dalam teks hadist itu sendiri, contoh hadist
lain

‫ارى‬BB‫ر رواه البخ‬BB‫ف العش‬BB‫ح نص‬BB‫( فيما سقت السماء والعيون العشر وفيما سقي ابلنض‬Hasil panen
yang diairi oleh tadah hujan dan mata air kewajiban mengeluarkan zakatnya
sepersepuluh (10 %), dan pada tanaman yang disiram dengan kincir air(alat),
wajib zakatnya seperduapuluh (5%)).
Hadist ini dapat dipahami secara tekstual dan banyak hadist lainnya.

b. Pemahaman Kontekstual
Hadist dapat juga dipahami secara kontekstual dengan
melihat aspek-aspek diluar teks dan dapat dipahami
dengan ada kaitanya secara geografis sosiokultural dan
lain-lain.
 Pemahaman asbab wurud al hadis
Hadist memiliki latar belakang historis, ada yang
diriwayatkan dikarenakan faktor tertentu, ada
yang memiliki faktor belakang tertentu, datang
secara tiba-tiba, seperti al-qur’an yang turun
tanpa sebab, ada yang turun karena kejadian,
kejadian yang dialami para rasul dan sahabatnya,
seperti hal nya hadist. Hadist memiliki latar
belakang asbab wurud sebab mengetahui itu
akan mempermudah pemahaman terhadap
hadist.
Seperti hadist yang diriwayatkan oleh bukhari
dan muslim:

‫“ ( قال رسول هلال ص م اذا جاء احد كم اجلمعة فليغتسل‬Rasulullah saw bersabda apabila
kamu sekalian hendak dating (menunaikan shalat) Jumat maka hendaklah dia
mandi).

Menurut imam daud al-zhohiri hadist tersebut menunjukan bahwa wajib


setiap muslim yanh hendak melaksanakan sholat jumat

 Pemahaman geografis
Memberi pemahaman kepada hadist dimana
hadist itu diucap karena jika dipahami secara
tekstual tidak akan tepat untuk lokasi lain,
seperti riwayat imam al-tirmudzi:
‫ ( ما بني املشرق واملغرب قبلة‬Arah antara timur dan barat adalah kiblat).

Disabda oleh rasul saat berada di madinah sebelah utara ka’bah, makna
hadist tersebut sangat tepat bagi penduduk madinah akan tetapi tidak berlaku
terhadap kota dan negara lain. Oleh karena itu pemahaman kontekstual
dengan melihat lokasi agar tepat atau tidaknya.

 Pemahaman Illat al Kalam (Kausalitas Kalimat)

‫ارى‬B‫( اليصلني احدكم العصر اال ىف بىن قريظة رواه البخ‬Janganlah salah seorang kamu
shalat ashar kecuali di bani quraizhoh).

Dipahami sebagian sahabat, rasul melarang sholat ashar kecuali di bani


Quraizhoh, walau habis waktunya. Demikian bagi mereka yang jalannya
lambat dan sampai matahari terbenam, meski belom sampai karena sholat di
bani Quraizhoh waktu ashar habis maka artinya mereka meninggalkan sholat
ashar dengan sengaja. Dikabarkan rasul tentang maslaah keduanya nabi
membenarkan dua duanya.

 Pemahaman sosio-kultural
Dengan cara mengkaitkan hadist dengan kondisi
masyarakat, misal hadist yang membolehkan
meludah dimasjid waktu sholat ke sebelah kiri
atau bawah telapak kaki kiri.
‫ف‬BB‫عن انس ابن مالك قال قال رسول هلال ص م اذا كان احدكم ى‬
‫الصالة فانه يناجى ربه فال‬

‫لم‬BB‫ه رواه مس‬BB‫اله حتت قدم‬B‫ ولكن عن مش‬B‫( يبزقن بني يديه وال عن ميينه‬Dari Anas bin Malik
Dia berkata Rasulullah saw bersabda: Apabila salah seorang kamu dalam
keadaan shalat sesungguhnya dia sedang bermunajat kepada tuhannya, maka
janganlah meludah diantara tanganya dan kesebalah kanannya, akan tetapi
kesebelah kiri dibawah telapak kakinya”. (H.R Muslim)).

Itu merupakan persoalan biasa, karena masjid masih berlantai tanah dan
padang pasir belom ada keramik atau marmer, sehingga ludan dapat
langsung diserap oleh tanah atau pasir, udara yang panas membuat bakteri
bakteri tidak dapat hidup, berbeda dengan zaman sekarang, jika meludah
mengotori masjid serta bahaya bagi kesehatan dan jama’ah akan menjauh
karena dianggap kotor jika masjid sudah menggunakan marmer atau
keramik.

3. Langkah-langkah memahami hadis di era kontemporer


Dalam memahami hadis, perlu menyeleksi terlebih dahulu hadis-hadis
sahih dan da’if lalu menggunakan Langkah-langkah berikut:
a. Mengumpulkan semua Riwayat dalam tema yang sama.
b. Mengkritisi riwayat-riwayat tersebut, dengan menyeleksi yang mana
sahih dan da’if.
c. Mengambil riwayat yang telah sahih lalu meninggalkan yang tidak
sahih, mengambil hadis yang ma’mul (berlaku) dan meninggalkan
hadis yang tidak berlaku, misalnya hadis yang telah di naskah.
d. Mengambil teks hadis yang maknanya jelas, lalu menyeleksi dari teks
teks yang petunjuk maknanya tidak jelas.
e. Menafsirkan teks-teks hadis yang tidak jelas petunjuk maknyanya
dengan teks-teks hadis yang jelas maknanya, berdasarkan kaidah
lafas yang jellas dapat menafsirkan afas yang tidak jelas.

E. ANALISIS

Analisis Pemikiran Syuhudi Ismail dalam Memahami Hadis

Dalam memahami sebuah hadis, Syuhudi Ismail melakukannya melalui


beberapa cara: Pertama, dilakukan dengan cara menganalisis teks. Dalam
menganalisis teks, Syuhudi Ismail melakukan pengolahan terhadap teks dan
mengamati serta menganalisis hubungannya (hadis dihubungkan dengan dalil
yang lainnya) atau biasa disebut dengan metode tekstualis. Kedua,
mengidentifikasi konteks ahistoris munculnya hadis. Dalam kajian memahami
hadis, Syuhudi Ismail lebih dominan menggunakan metode ini.Karena dengan
metode ini, Syuhudi Ismail berupaya melakukan penggalian terhadap konteks,
akibatnya, pola hermeneutik merekat dalam pemahaman hadis Syuhudi Ismail.
Dari hal tersebut Syuhudi Ismail kemudian menarik inti yang dimaksud dari
pernyataan yang disampaikan oleh Nabi dan dihubungkan dengan kondisi dan
situasi dimana pembaca memahami hadis tersebut. Dalam pemikiran Syuhudi
Ismail, terdapat beberapa poin penting yang perlu diperhatikan. Diantaranya
adalah hadis Nabi secara ahistoris. Terlebih hal tersebut erat hubungannya
dengan posisi dan fungsi Nabi ketika itu. Sebelum Syuhudi Ismail mengutarakan
gagasan ini, terdapat seorang ulama bernama Imam Syihabuddin al-Qarafi yang
telah lebih dahulu merintis gagasan. Di dalam buku Sunnah Rasul Sumber Ilmu
Pengetahuan dan Peradaban, karya Yusuf al-Qardhawi yang telah diterjemahkan
oleh Abdul Hayyie al-Kattanie disebutkan bahwa dalam l-Ihkam fi Tamyiz
Fatawa min al-Ahkam dan al-Furuq, al-Qarafi menganalisis tentang fi’il dan
qaul Rasul. Alhasil, setelah melihat kondisi Nabi saat munculnya hadis, al-
Qarafi kemudian membagi hadis ke dalam fungsi dan posisi Nabi. Dari
pembagian tersebut dapat diketahui secara jelas hadis yang bersifat universal dan
hadis yang bersifat temporal. Tokoh lain yang memiliki pemikiran yang serupa
adalah Syah Waliyullah al-Dahlawi dalam kitabnya yang berjudul Hujjatullah
al-Baligah. Al-Dahlawi menulis bahwa hadis dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Sunnah Ghairu al-Risalah dan Sunnah al-Risalah.37 Ketiga, dilakukan dengan
kontekstualisasi hadis. Walaupun Sebenarnya Syuhudi Ismail tidak terlalu
intens.Akan tetapi, upaya Memahami hadis tersebut popular disebut dengan
Ma’an al-Hadis. 38 Adapun teori kontekstualisasi hadis adalah bukan sesuatu
yang Baru.Syuhudi Ismail menyajikan teori dan konsep ini sepenuhnya Tidak
baru, juga sepenuhnya tidak mengikuti pendapat dari sebelum-Sebelumnya.
Dengan melakukan penerapan kontekstualisasi hadis Seperti yang sudah dibahas
pada bagian sebelumnya, Syuhudi Ismail Jauh melampaui paham para tekstualis
hadis.Misalnya dalam hadis Tentang musawwir yang disiksa. Syuhudi Ismail
dengan tegas Menjelaskan bahwa seni lukis yang objeknya adalah makhluk
hidup tidak dipermasalahkan selama keimanan masyarakat tidak terganggu oleh
lukisan tersebut.39

F. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Syarifudin, Amir, Haji, _Ushul Fiqh – Cet. 1._ Jakarta : Logos Wacana Ilmu
1997
Drs, Mudasir,Haji, _Ilmu Hadis- Cet. 1._ Bandung : Pustaka Setia, 1999
Pulungan, Suyuthi, _Fiqh Siyasah : ajaran, sejarah dan pemikiran Cet. 5._
Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2002
Abu Zahroh, _Ushul Fiqh_ , Bulan Bintang, Jakarta, 1980
Al-Shiddieqie, T.M. Hasbi, _Pengantar Ilmu Fiqh,_ Bulan Bintang, Jakarta,
1999
Zumrodi, “ _Respon Hadis Terhadap Budaya Masyarakat Arab_ “, hal. 124-127
Muhammad Asriyadi, _Metode Pemahaman Hadis_ , Ekspos/Gowa, 2021,
hal.314-322

Anda mungkin juga menyukai