Syifa Maulina
ASBABUL WURUD
Dika Darmina
ILMU ASBABUL WURUD
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 12
TAHUN 2018
A. Pendahuluan
Hadits adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Dengan
berpedoman pada hadits, seseorang akan dapat memahami ajaran agama yang terdapat
dalam Al-Qur’an secara benar. Saat manusia dihadapkan pada permasalahan hukum
yang tidak ditemukan jawabannya secara rinci dalam Al-Qur’an, mereka diperintahkan
untuk mencari jawabannya dalam hadits-hadits nabi.
Berawal dari sini, maka hadits nabi memiliki beberapa fungsi, diantaranya
adalah sebagai penjelas isi Al-Qur’an. Untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an terkadang
membutuhkan penjelasan-penjelasan lebih lanjut. Maka kehadiran hadits pada kondisi
seperti ini sangat dibutuhkan. Penjelasan Al-Qur’an yang bersumber dari hadits,
merupakan satu-satunya referensi yang sah. Atau dengan kata lain, hanya penjelasan dari
nabi itulah yang semestinya harus dijadikan sebagai landasan hukum untuk memahami
Al-Qur’an. Jika dalam kenyataannya ada beberapa penjelasan selain dari hadits, maka
penjelasan itu harus dinomor duakan. Penjelasan lain selain hadits tidak boleh
mengalahkan penjelasan yang berasal dari hadits nabi.
1
Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis, (Jakarta: Amzah, 2014), h. 177.
pertama, yaitu kata asbab. Kata asbab merupakan bentuk jamak dari sabab yang berarti
segala sesuatu yang dapat saling menghubungkan antara satu dengan yang lainnya. Jadi,
makna kata asbab adalah sebab-sebab atau alasan hadirnya suatu hadits yang
disampaikan melalui Rasulullah saw. kepada para sahabatnya.
Sementara itu, kata al-wurud merupakan bentuk ism mashdar dari warada-
yaridu-wurudan yang artinya datang atau sampai.2
Selanjutnya, kata al-wurud yang merupakan bentuk ism mashdar yang berarti
datang atau sampai. Jadi, makna kata al-wurud adalah turunnya atau datangnya suatu
hadits yang disampaikan oleh Rasulullah saw. kepada para sahabatnya.
Dengan demikian, secara sederhana asbab wurud al-hadits dapat diartikan
dengan sesuatu yang menjadi sebab timbulnya suatu hadis. Sementara itu secara
terminologi, asbab wurud al-hadits mempunyai beberapa definisi.3
Setelah penulis analisis, adapun pengertian asbabul wurud secara terminologi
atau istilah adalah sebab-sebab munculnya suatu hadits yang disampaikan Nabi
Muhammad saw. kepada sahabat-sahabatnya dalam meluruskan dan menegakkan ajaran
Islam agar para sahabat tidak melenceng dari ajaran Islam.
Adapun urgensi asbabul wurud al-hadits menurut Imam as-Suyuthi antara lain,
yaitu:
a. Menentukan adanya takhshish (mengkhususkan) yang bersifat umum.
b. Membatasi pengertian hadits yang masih mutlak.
c. Mentafshil (memerinci) hadits yang masih bersifat global.
d. Menentukan atau tidak adanya naskh-mansukh dalam suatu hadits.
e. Menjelaskan „illat (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum.
Itr Nuruddin, Manhaj Al-Nawd fi ‘Ulum Al-Hadits, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1997), h. 334.
5
6
Muhammad Nuh Siregar, Ulumul Hadis, (Medan: UINSU, 2018), h. 51.
f. Menjelaskan maksud suatu hadits yang masih musykil (sulit dipahami).7
Urgensi asbabul wurud mempunyai peranan yang sangat penting dalam
memahami suatu hadits agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengartikan maksud
dari suatu hadits serta berfungsi untuk menolong menafsirkan suatu hadits kepada orang-
orang awam yang belum memiliki banyak pengetahuan mengenai ilmu asbabul wurud
ini.
املاء ال ينجسه: ُال رسْل هللا صلى هللا عليه و سلم: شيئ عن ابن عباس ُال
Artinya: Dari Ibnu „Abbas, dia berkata: “Rasulullah saw telah bersabda: “Air
itu tidak akan menjadi najis dengan sebab apapun”.
Asbabul Wurud:
Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, at-Tirmidzi dan an-Nasa’i dari Abu
Sa’id al-Khudri, dia berkata: “Pada waktu saya melewati Rasulullah saw, saat itu beliau
sedang berwudhu dengan menggunakan air sumur Budha‟ah. Padahal sumur itu kadang
biasa untuk membuang kotoran atau sampah. Maka saya bertanya: “Mengapa engkau
berwudhu dengan air sumur Budha’ah tersebut? sementara sumur itu sering dijadikan
tempat membuang barang-barang yang kotor bahkan berbau bacin.” Maka Nabi saw.
bersabda:
7
Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud Studi Kritis Hadis Nabi Pendekatan
Sosio-Historis-Konteksrual, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 13.
8
Ibid. Lihat juga: Khon, Takhrij, h. 48-49.
Dari contoh-contoh yang ada, penulis memilih 3 contoh aplikasi ilmu asbabul
wurud diantaranya, thaharah, shalat, dan puasa. Penulis memilih ketiga contoh
tersebut karena contoh aplikasi ini sangat erat dengan perbuatan atau perilaku seorang
muslim yang ada di seluruh dunia. Oleh sebab itu, penulis memilih ketiga contoh
tersebut sebagai contoh pengaplikasikan dalam memahami ilmu asbabul wurud.
Contoh pertama adalah thaharah, thaharah adalah membersihkan diri dari hadas dan
najis yang keluar baik dari qubul dan dubur manusia. Thaharah dilakukan dengan
cara yang berbeda-beda berdasarkan bentuk dan zatnya. Thaharah sangat dianjurkan
agar terhindar dari hadas dan najis yang dapat mengakibatkan penyakit dan
membatalkan hal-hal seperti wudhu dan sholat. Kemudian, untuk melakukan thaharah
ada dua jenis alat yang digunakan untuk membersihkan diri dari hadas dan najis,
yaitu air dan debu. Apabila tidak ada air, maka seorang muslim dapat menggantikan
air dengan debu dalam shalat dikarenakan air tidak dapat menjadi najis oleh sebab
apapun. Rasulullah saw. sendiri yang sudah memastikannya kesucian dari air yang
mengalir dari setiap mata air.
b. Shalat
Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majjah dan al-Hakim
yang berbunyi:
إن هللا ومالئكته يصلْن على الصف االول: عن الرباء َن النيب ملسو هيلع هللا ىلص ُال
Artinya: Diriwiyatkan dari al-Barra‟ bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (Artinya Allah
mencurahkan rahmat-Nya dan malaikat memohonkan istigfar) untuk orang-orang
yang shalat di shaf (barisan) pertama.
Asbabul Wurud:
Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Syaibah, dari Mujahid beliau berkata: Rasulullah
saw. suatu ketika pernah melihat suatu barisan shalat yang didepan tidak rapi/lurus.
Maka beliau kemudian bersabda:
c. Puasa
Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan ath-Thabrani yang berbunyi:
ليس من اَ بر: ُال رسْل هللا ملسو هيلع هللا ىلص: عن كعب بن عاصم اال شعارى ُال
اَ صيا َ ىف اَ سفر
Artinya: Diriwayatkan dari Ka‟ab bin ‟Ashim al-Asy‟ari, beliau berkata:
Rasulullah SAW. pernah bersabda: Bukanlah hal yang baik, orang yang
berpuasa dalam bepergian.
Asbabul Wurud:
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Albukhori dan Muslim dari Jabir bin
Abdullah, beliau berkata: “Rasulullah Saw. suatu ketika pernah berada dalam perjalanan.
Ketika itu beliau melihat seseorang sedang dikerumuni orang banyak dan diberikan
9
Ibid.h. 82-83.
naungan untuknya. Mereka berkata: “Orang ini sedang puasa ya Rasul”. Maka
Rasulullah saw. bersabda:
Adapun contoh ketiga dari aplikasi ilmu asbabul wurud adalah puasa. Hadits di
atas menjelaskan bahwa Rasulullah saw. menganjurkan kepada orang-orang yang
sedang musafir atau bepergian untuk tidak berpuasa ketika mereka melakukan
perjalanan jauh. Dan orang-orang yang berpuasa ketika mereka sedang melakukan
musafir atau bepergian merupakan suatu hal yang tidak baik karena dapat
mengganggu kesehatan jasmani maupun rohani pada dirinya. Oleh sebab itu,
Rasulullah saw. menganjurkan untuk tidak berpuasa ketika sedang melakukan
musafir atau bepergian.
Penutup
Sebagai salah satu disiplin ilmu dalam studi hadits asbabul wurud mempunyai
peranan yang sangat signifikan dalam rangka untuk memahami maksud suatu hadits
secara lebih baik. Pemahaman yang mengabaikan asbabul wurud, cenderung dapat
terjebak kepada arti tekstual saja dan bahkan dapat membawa pemahaman yang
keliru.
10
Ibid.h. 108-109.
Diantara fungsi dari mengetahui asbabul wurud adalah untuk menentukan ada
tidaknya takhshish dalam suatu hadits yang umum, membatasi kemutlakan suatu
hadits, memerinci yang masih global, menentukan ada tidaknya naskh mansukh
dalam hadits, menjelaskan „illat ditetapkannya suatu hukum, dan menjelaskan hadits
yang sulit dipahami (musykil).
Daftar Pustaka
Khon, Abdul Majid. Takhrij dan Metode Memahami Hadis. Jakarta: Amzah, 2014.
Munawwar, Said Agil Husin, dkk. Asbabul Wurud Studi Kritis Hadis Nabi
Pendekatan Sosio-Historis-Konteksrual. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Nuruddin, Itr. Manhaj Al-Nawd fi „Ulum Al-Hadits. Damaskus: Dar Al-Fikr, 1997.