Anda di halaman 1dari 8

Hadist dalam Perspektif kajian islam

Makalah ini disusun guna


memenuhi tugas pada mata kuliah
Metodologo Istudi Islam

Dosen pengampuh:
Dr. Maslim Halimin, MA
Disusun Oleh :
ASRIF

SEKOLAH TINGI ILMU TARBIYAH (STIT)


DDI PASANGKAYU
2023
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hadits merupakan sumber hukum umat islam yang kedua setelah Alqur’an,
karena hadits merupakan sumber hukum maka umat islam hendaknya
mempelajarinya. Dengan kita meyakini dan mengamalkannya, akan membawa
kita kepada keridhoan Allah SWT. Bahwasanya umat islam dianjurkan untuk iqra’
(bacalah) supaya pengetahuan kamu bertambah, maka dari itu sebagai umat
islam kita harus belajar untuk memahami dan mengetahui isi kandungan hadist
dari Rasulullah SAW serta mengamalkannya kepada generasi-generasinya,
karena dengan mempelajarinya berarti kita melestarikan hadits dari Rasulullah
SAW [1]. Kitab bulughul maram memiliki keutamaan yang istimewa karena
seluruh hadits yang termuat didalamnya kemudian menjadi pondasi landasan
fiqih dalam mazhab Syafi'i. Kitab bulughul maram memuat sekitar 1594-an
hadits. Disetiap akhir hadits yang dimuat dalam bulughul maram, Ibnu Hajar
menyebutkan siapa perawi hadits asalnya. Bulugh al-Maram memasukkan
hadits-hadits yang berasal dari sumber-sumber utama seperti Sahih al-Bukhari,
Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa'i, Sunan Ibnu
Majah, dan Musnad Ahmad dll. Dari sekian banyaknya umat islam yang awam
dan tidak bisa bahasa arab maka banyak timbul pertanyaan – pertanyaan yang
sering kali muncul mengenai hal – hal yang terdapat dalam hadits, dan umat
islam mengalami kesulitan untuk mencari jawaban secara cepat dan tepat

sehingga menghambat untuk mencari informasi yang dibutuhkan. Karena

jumlah hadits yang tidak sedikit, untuk sekarang ini hadits sudah
terhimpun bukan satu hadits saja tetapi sudah ribuan. Semua
orangpun tidak akan membawa semua buku haditsnya ketika
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadis
Makna hadis dan sunnah, perlu dijelaskan baik dari segi bahasa
(etimologis) maupun istilah (terminologis) yang dikemukakan oleh ahli hadis
a. Makna Hadis Kata hadis diambil dari kata dasar huruf arab (‫) ث د ح‬dan
menurut ar-Razi yang dikutip oleh Abdul Fatah Idris dalam bukunya “Studi
Analisis Tahrij Hadis-Hadis Prediktif dalam kitab Al-Bukhari” adalah
adanya sesuatu setelah tidak adanya).1 Sedangkan Ibnu Manzur memberi
makna hadis dengan jadid (yang baru), yang merupakan lawan qadim
(yang lama), atau dikatakan, kalam (pembicaraan).2 Sebagian ulama’
berkata, kata ahadits yang bermakna khabar, tetapi merupakan isim
jamak (kata benda jamak). Bentuk mufrad (tunggal) yang sebenarnya
adalah uhdutsah yang bermakna sesuatu yang dibahas dan sampai dari
seseorang kepada seseorang. Hadis menurut ahli hadis, di antaranya Al-
Hafizh dalam Syarh al-Bukhary, dan Al-Hafizh dari Syakhawy sebagaimana
yang dikutip Ash-Shiddieqy ialah “segala ucapan, perbuatan dan keadaan
Nabi SAW” Termasuk ke dalam “keadaan beliau” segala sesuatu yang
diriwayatkan dalam kitab sejarah, seperti kelahirannya, tempatnya dan
yang bersangkut paut dengan itu, baik sebelum diangkat sebagai rasul
b. Makna Sunnah Menurut bahasa, Sunnah adalah
Jalan yang dilalui, baik terpuji atau tercela. Suatu tradisi yang sudah
dibiasakan, dinamakan sunnah, walaupun tidak baik. Jamaknya, sunan.
6Seperti sabda Nabi Muhammad
B. Kriteria Keshahihan Hadis Shahih
menurut bahasa berarti “sehat”, kebalikan dari “sakit”. Sedang menurut
istilah ialah hadis yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh rawi
yang adil dan dhabit, tidak syadz dan tidak pula terdapat ‘illat (cacat yang
merusak) Dalam definisi lain, hadis shahih adalahHadis yang diambil
(diriwayatkan) oleh rawi-rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya
bersambung, tidak ber-‘illat, dan tidak janggal. Yang dimaksud dengan keganjilan
adalah riwayat itu menyalahi riwayat orang banyak yang terpercaya. Adapun
yang dikehendaki dengan cacat (‘illat) menurut istilah ahli hadis ialah sebab-
sebab yang tersembunyi, yang dapat mencacatkan hadis. Umpamanya, didapati
sesudah pemeriksaan yang mendalam, bahwa di antara para perawi yang
Kriteria Keshahihan Sanad Hadis Menurut pendapat Ibnu Jama’ah, sanad
adakalanya diartikan (puncak lereng-lereng bukit, karena orang yang
menerangkan sanad itu mengangkat sanad-nya kepada yang mengatakannya atau
dari perkataan si anu itu, yakni orang yang dipegang perkataannya. Sedangkan
menurut Syuhudi, yang dimaksud sanad hadis ialah penjelasan tentang jalan
(rangkaian periwayat) yang menyampaikan kita kepada meteri hadis. Dalam hal
ini termasuk juga para periwayat (ruwāt) hadis. Pengertian kaedah keshahihan
sanad disini ialah segala syarat, kriteria, atau unsur yang harus dipenuhi oleh suatu
sanad hadis yang berkualitas shahih.14 Kriteria keshahihan hadis dari segi sanad
adalah sebagai berikut: a. Rawinya bersifat adil Adil adalah perangai yang
senantiasa menunjukkan pribadi yang taqwa dan muru’ah (menjauhkan diri dari
sifat dan tingkah laku yang tidak pantas untuk dilakukan). Yang dimaksud adil di
sini adalah adil dalam hal meriwayatkan hadis, yaitu orang Islam yang mukallaf
(cakap bertindak hukum) yang selamat dari fasiq dan sifat-sifat yang rendah. Oleh
karena itu, orang kafir, fasiq, gila, dan orang-orang yang tidak pernah dikenal,
tidak termasuk orang yang adil. Sedangkan, orang perempuan, budak,
Rawinya bersifat adil Adil adalah perangai yang senantiasa menunjukkan
pribadi yang taqwa dan muru’ah (menjauhkan diri dari sifat dan tingkah laku yang
tidak pantas untuk dilakukan). Yang dimaksud adil di sini adalah adil dalam hal
meriwayatkan hadis, yaitu orang Islam yang mukallaf (cakap bertindak hukum)
yang selamat dari fasiq dan sifat-sifat yang rendah. Oleh karena itu, orang kafir,
fasiq, gila, dan orang-orang yang tidak pernah dikenal, tidak termasuk orang yang
adil dan anak yang sudah mumayyiz bisa digolongkan orang yang adil apabila
memenuhi kriteria tersebut. Menurut Ar-Razi seperti yang keadilan adalah
tenaga jiwa yang mendorong untuk selalu bertindak takwa, menjauhi dosa-dosa
besar, menjauhi kebiasaan melakukan dosa kecil, dan meninggalkan
perbuatanperbuatan mubah yang menodai muru’ah, seperti makan sambil
berdiri di jalanan, buang air (kencing) di tempat yang bukan disediakan untuknya,
dan bergurau yang berlebihan Menurut Syuhudi Ismail, kriteria-kriteria periwayat
yang bersifat adil adalah Beragama Islam Berstatus Mukalaf (Al-Mukallaf)
Melaksanakan ketentuan agama Memelihara muru’ah17 Muru’ah artinya adab
kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan diri manusia pada tegaknya
kebajikan moral dan kebiasaan-kebiasaan. Hal ini dapat diketahui melalui adat
istiadat yang berlaku di berbagai negeri. Misalnya makan di jalanan, memarahi
istri atau anggota keluarga dengan ucapan yang kotor, kencing di jalanan

Rawinya bersifat dhabit Dhabit adalah bahwa rawi yang bersangkutan


dapat menguasai hadisnya dengan baik, baik dengan hafalan yang kuat atau
dengan kitabnya, lalu ia mampu mengungkapkannya kembali ketika
meriwayatkannya.

Adapun yang dimaksudkan dengan kuat ingatan atau kokoh ingatan


adalah sempurna ingatannya sejak ia menerima hadisnya itu dan dapat
meriwayatkannya setiap saat. Kekokohan ingatan (kekuatan ingatan) perawi itu,
dibagi dua Kuat ingatannya karena kitabnya terpelihara. Ini dinamai dhabit al-
kitab Kuat hafalan dan pemahamannya. Ini dinamai dhabit ashshadri Sanadnya
bersambung Yang dimaksud dengan ketersambungan sanad adalah bahwa setiap
rawi hadis yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang berada
di atasnya. Dan begitu selanjutnya sampai kepada pembicara yang pertama.
Untuk mengetahui bersambung dan tidaknya suatu sanad, biasanya ulama’ hadis
menempuh tata kerja penelitian berikut: Mencatat semua nama rawi dalam
sanad yang diteliti Mempelajari sejarah hidup masing-masing rawi Meneliti kata-
kata yang menghubungkan antara para rawi dan rawi yang terdekat dengan
sanad. Jadi, suatu sanad hadis dapat dinyatakan bersambung apabila Seluruh
rawi dalam sanad itu benar-benar tsiqat (adil dan dhabit) Antara masing-masing
rawi dengan rawi terdekat sebelumnya dalam sanad itu benar-benar telah terjadi
hubungan periwayatan hadis secara sah menurut ketentuan tahammul
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konsep Hadis dan Sunnah
Sunnah yang hidup, dan Sunnah itu sendiri adalah "sebuah
model tingkah laku teladan yang diikuti oleh masyarakat
muslim", sebenarnya sama dengan khabar dan yang berupa
perkataan, perbuatan atau persetujuan yang disandarkan kepada
sahabat ataupun. Pada hakikatnya khabar dan bukanlah Hadis
Nabi, dan kalaupun digolongkan Hadis keberadaan Hadis dan
Sunnah sudah ada sejak awal kemunculan Islam hanya saja ia
berjalan paralel dengan praktek sahabat dan prakten umat,
sehingga historisitasnya dapat dipertanggung jawabkan. Ha ini
dibuktikan dengan banyaknya riwayat menunjukkan perhatian
para sahabat untuk menghapal ucapan-ucapan Nabi atau
menyampaikan apa yang dilakukan Nabi saw, bahkan ada
diantara mereka yang menuliskannya . Penafsiran situasional
dengan metode pendekatan historis mengisyaratkan adanya
langkah-langkah strategik dengan memahami makna Hadis
tersebut kemudian memahami latar belakang situasionalnya
termasuk memahami asb±b al-wur-dnya. Sedangkan
Hermeneutika Hadis mensyaratkan adanya dialog secara intensif
antara teks-teks Hadis sebagai warisan masa lalu dengan penafsir
dan audiensnya masa kini. Dengan demikian kedua metode
tersebut merupakan metode kritik matan Hadis saja.
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Muhammad, Risālat al-Tawhid, terjemahan AN. Firdaus Jakarta:


Bulan Bintang, 1979.
Asmuni, M. Yusran, Aliran Modern dalam Islam: Mengenai Pokok-Pokok
Pemikiran dan Para Pemukanya Surabaya: al-Ikhlas, 1982.
b,GR.iAHModernTsIlam,itjhknoeMauHusain

Anda mungkin juga menyukai