Anda di halaman 1dari 13

HADIST MUTAWATIR DAN HADIST AHAD

Dosen Pengampu :
Lazuardi Muhammad latif, LC., M.Ag., PH.D

Disusun oleh:

Nama : Muhammad hidayatsyah (230603099)


Muhammad raihan alhaidar (230603063)

Kelas : Perbankan Syariah – Unit 3


Mata kuliah : Ulumul Hadist
Hari / jam : Senin / 09.30 sd 11.10

PROGRAM STUDI S1
PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH
TAHUN 2024
ABSTRACT
The problem of understanding the hadith of the Prophet is a very serious issue to be studied and
discussed. This is because hadith is the second source of data for Islamic teachings after the holy
Qur'an. This research was conducted with an epistemological approach which is part of the study of
philosophy. The research data collection technique was carried out by library research with the
content analysis method, which is a study that aims to analyze the content, know and understand the
mutawatir hadith and the ahad hadith. Data analysis was carried out by descriptive method, which is a
characteristic of research that reveals more comprehensively about various social and natural
phenomena found in people's lives. The conclusion of this paper is that the mutawatir hadith is a
hadith narrated by many credible (trustworthy) narrators and it is impossible to lie in
congregation/public, while the Sunday hadith is a hadith where the number of narrators does not reach
a strong number for argumentation. as contained in the mutawair hadith or hadith categorized as
famous hadith.
Keywords: Understanding Hadith, Hadith Sunday and Hadith Mutawatir

ABSTRAK
Problem pemahaman hadis Nabi merupakan persoalan yang sangat serius untuk dikaji dan
didikusikan. Hal demikian mengingat hadis sebagai data sumber kedua ajaran Islam setelah kitab suci
Al-Qur`an. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan epistemologi yang merupakan bagian dari
kajian ilmu filsafat. Teknik pengumpulan data penelitian dilakukan dengan library research dengan
metode content analisys, yaitu suatu penelitian yang bertujuan menganalisis isi, mengetahui dan
memahami mengenai hadis mutawatir dan hadis ahad. Analisis data dilakukan dengan metode
deskriptif merupakan karakteristik penelitian yang mengungkap lebih komperhensif mengenai
berbagai fenomena sosial dan alam yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Adapun
kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak
perawi yang kredibel (dapat dipercaya) dan mustahil melakukan kebohongan berjama’ah/publik,
sedangkan hadis Ahad adalah hadis yang jumlah perawinya tidak mencapai jumlah yang kuat untuk di
adu argumentasinya, sebagaimana yang terdapat dalam hadis mutawair atau hadis yang dikategorikan
hadis masyhur.
Kata Kunci: Memahami Hadis, Hadis Ahad dan Hadis Mutawatir
A. PENDAHULUAN keturunan dan melindungi alam semasta(Syihab,
2010, 55).
Agama Islam agama yang realistis dan
komperhensif (luas dan lengkap). Allah Swt., Berdasarkan hal tersebut, maka
mewajibkan mentaati rasul-Nya dan mengikuti embahasan
perintah-Nya. Rasul Saw sendiri juga tentang hadis memiliki kedudukan yang penting di
menegaskan hal itu, dalam berbagai hadisnya dalam studi ilmu-ilmu sumber di dalam Islam.
dan dalam berbagai moment atau kesempatan. Hadis adalah segala sesuatu yang diperbincangkan
Beliau tidak hanya menegaskan kewajiban yang disampaikan baik dengan tertulis maupun
mengikuti perintah semata, tetapi juga yang diucapkan dengan lisan. Sedangkan secara
mengisyaratkan akan munculnya pendapat istilah atau terminologi bahwasanya hadis
sebagaian orang yang mengatakan bahwa adalah sinonim dari sunnah yang berarti segala
AlQur’an telah ada dihadapan mereka, sehingga sesuatu yang bersumber dari Nabi baik berupa
mereka akan mengamalkannya dan perkataan, perbuatan atau pernyataan di dalam
mencukupkan diri dengannya. Jauh-jauh hari masalah-masalah yang berhubungan dengan
Nabi Saw., telah memperingatkan munculnya syariat. Karena begitu pentingnya informasi
pemikiran seperti ini. Sebab Al-Qur’an pada yang datang dari Nabi, maka segala sesuatu
umumnya turun untuk menjelaskan hukum-hukum yang disandarkan kepadanya menjadi sebuah
secara umum. Sedangkan hukum-hukum sandaran hukum setelah Al-Qur’an. Sehingga
praktis dan terperinci, memerlukan menjadikan hadis sebagai sumber hukum yang
rujukan yang valid yang berasal dari sunah dibutuhkan setelah Al-Qur’an (Al-Albânî,
atau dari hadis sang Nabi. Hal ini telah diakui 2002, 19-20).
dalam kajian ulumul hadis (Al-Adlabi, 2004,
197). Maka dalam perjalanan panjang,hadis-
Pada masa Rasulullah Saw., masih hadis Nabi telah diriwayatkan oleh para
hidup hadis tidak banyak menimbulkan sahabat secara perorangan maupun keleompok
persoalan karena Rasulullah Saw., dipandang sahabat dari satu generasi ke generasi
sebagai “shahibut tasyri” yang salah satu setelahnya sampai pada pengumpul
fungsinya menjelaskan Al-Qur’an dan (mukharrij) hadis. Hadis yang diriwayatkan
menerangkan ajaran-ajaran Islam. Dengan secara perorangan, meskipun hanya pada salah
demikian, ketika para sahabat mendapatkan satu tingkatan (tabaqah) sanadnya disebut
persoalan sulit yang harus dicarikan dengan hadis ahad, yaitu hadis yang dalam
solusinnya, mereka langsung menemui satu atau lebih tingkatan (tabaqah) sanadnya
Rasulullah Saw., secara langsung (offline) dan hanya diriwayatkan oleh satu atau dua orang
mendapatakan jawaban yang valid tanpa ada saja sehingga tidak memenuhi salah satu
keraguan (Al Munawar, 2005, 157). syarat- syarat hadis mutawatir. Sedangkan
hadis yang diriwayatkan oleh banyak
Hadis adalah sumber hukum Islam periwayat pada tiap-tiap tingkatan sanad
yang kedua setelah Al-Qur’an. Setelah dinamakan dengan hadis mutawatir, yaitu
berkedudukan sebagai sumber, ia juga hadis yang diriwayatkan oleh banyak
berfungsi sebagai petunjuk (hudan linnas), periwayat yang menurut adat kebiasaan
penjelas, pemerinci, dan penafsir Al-Qur’an. mustahil mereka bersepakat untuk berdusta
Al-Qur’an itu sebagai petunjuk secara tentang hadis yang mereka riwayatkan itu.
universal yang ditujukan bagi seluruh alam,
khususnya kepada manusia. Al-Qur’an hadir Bahkan kebenaran berita merupakan bagian
sebagai perlindungan terhadap 5 asas upaya membenarkan yang benar dan
kehidupan, di antaranya melindungi agama membatalkan yang batil. Kaum muslim sangat
dan keyakinan, melindungi harga diri dan besar perhatiannya dalam segi ini, baik untuk
kehormatan, melindungi akal dan kecerdasan, penetapan suatu pengetahuan atau
melindungi harta benda dan kekayaan, pengambilan suatu dalil, apalagi jika hal itu
melindungi hubungan manusia dan anak-anak berkaitan dengan Nabi mereka, atau ucapan
dan perbuatan yang dinisbahkan kepada beliau pembaca mampu mengetahui dan memahami
(al-Gazali, 1998, 25). mengenai hadis mutawatir dan hadis ahad
Selanjutnya, dilihat dari segi hingga kedudukannya secara komperhensif.
kualitasnya, oleh para ulama hadis, hadis ahad
dibagi menjadi tiga, yaitu hadis sahih, hasan, B. HASIL DAN PEMBAHASAN
dan da’if. Hadis sahih adalah hadis yang 1. Gambaran Hadis Ditinjau Dari Segi
disandarkan kepada Nabi yang sanadnya Jumlah Perawi
bersambung, diriwayatkan oleh periwayat
yang ‘adil dan dabith (kuat hafalan) diterima dari Kehidupan sosial masyarakat masa
periwayat yang ‘adil dan dabith hingga lalu banyak mendiskreditkan (berusaha untuk
sampai akhir sanad, tidak ada shâdh menjelekkan atau memperlemah kewibawaan)
(kejanggalan) dan tidak mengandung ‘illat keberadaan kaum perempuan, maka lain
(cacat) (Ibn al-Salah, 2002, 10). Hadis kategori halnya dengan kondisi sosial kehidupan kaum
ini dapat dijadikan hujjah (dalil) agama, dan perempuan pada masa Nabi Muhammad Saw.
orang yang meninggalkannya dinilai berdosa. Bersama dakwah Islam beliau memiliki misi
Hadis hasan hampir sama dengan hadis sahih mulia yakni hendak mengubah realitas sosial
hanya berbeda dari segi tingkat ke-dabith-an timpang menjadi seimbang, realitas sosial
salah seorang periwayatnya, yaitu hadis yang yang kerdil menjadi adil, jalinan laki dan
diriwayatkan oleh periwayat yang ’adil, tapi perempuan dalam hal pendidikan dan
kurang kuat hafalannya, bersambung berpengetahuan luas dibutuhkan pedoman
sanadnya, tidak mengandung ’illat dan tidak terbaik untuk umat muslim (Haeruddin, 20213,
pula mengandung (al-‘Asqalani, 1993). 13).
Tingkat kebenaran serta kehujjahan Ulama berbeda pendangan tentang
hadis hasan juga sama dengan hadis sahih, pembagian hadis ditinjau dari segi kuantitas
yang harus diamalkan oleh umat Islam. atau jumlah rawi yang menjadi (source)
Sedangkan hadis dha’if tidak termasuk hadis sumber berita (news) ini. Diantara mereka ada
sahih ataupun hasan, yaitu hadis yang di yang mengelompokkan menjadi tiga bagian,
dalamnya tidak berkumpul sifat-sifat hadis yakni hadis mutawatir, masyhur dan ahad, dan
sahih dan sifat-sifat hadis hasan. (al-Sabagah, ada juga yang membaginya hanya menjadi dua
2008 M, 171). Hadis dha’if tidak dapat yakni hadis mutawatir dan ahad (Munzier
dijadikan hujjah, kecuali dalam hal tertentu Suparta Dan Untung Ranuwijaya, 1993, 81).
oleh sebagian ulama diperbolehkan seperti Begitu pula dengan M. Anwar Bc. Hk
dalam masalah fadail al-a’mal, mawa’iz, altarhib menjelaskan bahwa apabila hadis dilihat dari segi
jumlah perawi yang menriwaytakan,
wa al-targhib, dan sebagainya jika maka hadis itu dapat dibagi menjadi dua bagi
memenuhi syarat-syarat tertentu. (al-Khatib: yaitu; hadis mutawatir dan hadis ahad (Anwar,
351). Sementara itu, hadis mutawatir, menurut 1981, 14).
para ulama hadis kesemuanya berkualitas Hadis mutawatir dapat dibedakan
sahih. Mereka berpendapat bahwa kemutawatir-an menjadi tiga macam yakni mutawatir lafdzi,
mutawatir ‘amali dan mutawatir ma’nawiy.
suatu hadis dapat dijadikan Sedangkan hadis ahad dapat dibagi menjadi
jaminan bahwa hadis tersebut berasal dan hadis masyhur dan gahiru masyhur dan yang
bersumber dari Nabi. Mengamalkan hadis belakangan ini dapat dibedakan menjadi hadis
kategori ini hukumnya wajib dengan tanpa aziz dan hadis fard atau disebut pula hadis
harus menelitinya terlebih dahulu (Abu gharib (Anwar, 1981, 14).
Rayyah, 277-278 dan Subhi al-Salih, 2003 M, Ulama golongan pertama, yang
150-151). menjadikan hadis masyhur berdiri sendiri,
Dari latar belakang yang diungkapkan tidak termasuk bagian dari hadis ahad, dianut
di atas, mengajak para pembaca untuk oleh sebagian ulama usul, diantaranya adalah
bersama-sama memahami hadis mutawatir dan Abu Bakar al-Jasas (305-370 H) beliau Al
hadis ahad dan pembagiannya. Agar para Jashash yang berarti tukang plester merupakan
julukan (laqab) yang yang dimiliki oleh sedangkan menurut istilah kabar yang
Ahmad Bin Ali Abu Bakar Al-Razi yang didasarkan kepada panca indra, yang
bekerja sebagi tukang plester dan akhirnya diberitakan oleh sejumlah orang, yang jumlah
menjadi tokoh pemikir Mazhab Hanafi pada tersebut menurut adat kebiasaan tidak mungkin
abad ke 4 H. Ia dilahirkan di Bagdhad 305 H, mereka bersepakat (lebih dahulu)
dan Wafat 7 Dzulhijjah 370 H, Ada juga yang atas dusta (dalam pemberitaannya itu).
mengatakan 315 (Kalsum, 2004, 278). Dalam hal ini bisa dikatakan sebagai
Sedangkan ulama golongan kedua diikuti oleh hadis mutawatir setidaknya ada tiga syarat
kebanyakan ulsam usul dan ulma kalam. yang diperlukan:
Menurut hadis masyhur bukan merupakan Pertama, Berita yang ceritakan harus
hadis yang berdiri sendiri, akan tetapi hanya bersifat “mahsus” yang artinya para pemberita
bagian dari hadis ahad (Munzier Suparta Dan itu berpenganan pada panca indra mereka
Untung Ranuwijaya, 1993, 81). secara meyakinkan bukan menurut
pendapatnya atau pemikirannya. Sehingga
2. Hadis Mutawatir dan Pembagiannya mereka ketika berkata: saya mendengar dari
Mutawatir secara kebahasaan adalah Nabi Saw., bersabda demikian, atau saya
Isim Fail dari kata Al-Tawatur, yang berarti melihat Nabi Saw., berbuat demikian. Tetapi
At-Tatabuk, yaitu berturut-turut. Menurut kalau mereka berkata menurut pendapatnya
istilah ulama hadis, mutawatir berarti : misalkan: karena Nabi Saw., itu manusia,
maka Nabi pun tentunya wafat dan akan
Hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak menghadap kepada Allah Swt., hal yang
yang mustahil menurut adat bahwa mereka demikian tidak berdasarkan atas panca
bersepakat untuk berbuat dusta. inderanya tetapi lebih kepada pemikirannya.
Walaupuan logiknya benar. Sehingga apabila
Ibnu al-Sahal mendefinisikan hadis berpendapat seperti itu tidak bisa dikatakan
mutawatir sebagai: sebagai kabar yang mutawatir.
Sesungguhnya mutawatir itu adalah ungkapan Kedua, Jumlah para pemberita itu
tentang kabar yang dinukilkan (diriwayatkan) banyak sehingga menurut adat kebiasaan
oleh orang yang menghasilkan ilmu dengan mereka tidak mungkin bersepakat lebih dahulu
kebenarannya secara pasti. Dan persyaratan untuk berdusta memberitakan tersebut, dan
ini harus terdapat secara berkelanjutan pada pula tidak mungkin terjadi dengan tidak
setiap tingkatan perawi dari awal sampai disengaja. Berapakah jumlah minimal untuk
akhir. dapat dikatakan jumlah tersebut menurut ada
kebiasaan tidak mungkin bersepakat atas
M. ‘Ajjaj al-Khatib memilih definisi dusta. Dalam hal ini tidak ada kesepakatan di
sebagai berikut yang artinya: antara para ulama. Ada yang mengatakan
minimal sepuluh orang, ada berpendapat dua
Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah belas orang, 20 0rang, 40 orang dan ada pula
perawi yang mustahil secara adat mereka pendapat minimal 70 orang. Imam sayuti
akan bersepakat untuk melakukan dusta (yang memilih jumlah yang pertama. Sebenarnya jumlah
diterimanya) dari sejumlah perawi yang sama untuk mendapatkan kesepakatan yang
dengan mereka, dari awal sanad sampai relatif, tetapi yang harus diperhatikan adalah
kepada akhir sanad, dengan syarat tidak rusak mereka tidak bersepakat untuk berdusta, baik
(kurang) perawi tersebut pada seluruh disengaja atau pun tidak dan bisa memberikan
tingkatan sanad. keyakinan akan kebenaran dari berita tersebut.
Ketiga, Jumlah pemberita pada nomor
Bahkan Al-Fayumi menguatkan dua di atas, terdapat ada semua generasi. Dari
Mutawatir menurut bahasa berarti mutatabi generasi sahabat sampai sekarang ini. Dari
(Al-Fayumi, 1398/1978, 321). yang datang sahabat, tabi’in, kodifikasi hadis seperti Imam
kemudian, yang beriringan atau yang berturutturut Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasai’I, Abu
Daud, Imam At Tirmidzi, Imam Ibnu Majah
dan Imam Ad-Darimy, dengan demikian tidak nama nabi :
sah dikatakan hadis mutawatir kalau sang
penerima hadis hanya seorang saja walaupun Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia
itu generasi sahabat apalagi generasi sekarang berkata, ”Rasulullah Saw., bersabda, ”Siapa
yang meriwayatkanya. saja yang berdusta atas namaku secara
Melihat dari penjelasan para ulama sengaja, maka tempatilah tempat duduknya di
hadis secara mendalam dan detail. Hadis neraka. Muttafaq ‘alaihi (Al-Bukhari dan
mutawatir memiliki pembagian yang sangat Muslim, 2006, 4).
jelas dan lengkap. Adapun pembagian hadis
mutawatir:
Pertama, Mutawatir lafdzi adalah Hadis Ini berbicara tentang konsekuensi logis
hadis-hadis yang lafadz-lafadz perawi itu bahwa Hadis telah dipalsukan sejak zaman beliau.
sama, baik hukum maupun artinya Dalam ungkapan lain telah terjadi kebohongan atas
(maknanya). Menurut Ibnu Hibban dan Al nama Rasulullah Saw. pada saat itu, sehingga
Hazimiy berpendapat bahwa hadis mutawatir beliau memberikan peringatan dan ancaman
sebagaimana definisi tersebut di atas tidak ada bagi orang-orang yang berdusta atas namanya.
wujudnya. Sedangkan menurut Ibnu Sholah Akan tetapi, pendapat ini dianggap tidak
yang pendapatnya diikuti oleh Imam Nawawi memiliki alasan historis, apalagi pemalsuan
bahwa hadis Mutawatir Lafdzi sedikit sekali Hadis pada zaman Rasulullah Saw tidak
dan sulit diberikan contohnya: termuat dalam kitab-kitab standar terkait
dengan asbab al wurud (Najib, 2001, 49).
‫ُتلرا ن اُت بنلمُتحه يديعبقيمُتبأ وًيبًيتًيلبلًي ُتا دو‬ Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib juga
‫لميعًيتحمُت َ يليعُت يكيذينُت بنيم‬ menolak terjadinya pemalsuan Hadis pada
zaman Rasulullah Saw. Menurutnya hal itu
Siapa berbohong atas namaku (rasulullah tidak mungkin terjadi, apalagi jika dilakukan
Saw) dengan sengaja, maka dia oleh para sahabat, sangat tidak logis. Ia
menempati tempat duduknya dari neraka. menggambarkan bagaimana perjuangan para
sahabat mendampingi Rasulullah Saw,
Namun ketika kita melihat hadis ini akan berkorban dengan harta dan jiwa demi
menemukan bahwa hadis mutawatir lafdzi tegaknya agama Allah Swt, serta menghadapi
tersebut juga ada lafaz-lafaz yang lain yang berbagai ujian. Disamping itu para sahabat
hampir sama bunyinya. Berikut ini sejumlah hidup dibawah bimbingan Rasulullah Saw dan
nukilan hadis-hadis yang berkaitan dengan mereka menjalani hidup dengan penuh
berdusta atas nama Nabi Muhammad Saw ketaqwaan dan wara’.
(Https://Pabrikjammasjid.Com/Hadits/
HaditsBerdusta-Atas-Nama-Nabi/Diakses Di Sehingga tidak mungkin jika ada salah
Pamulang Hari Jum’at Tanggal 24 Maret 2022 seorang diantara mereka yang melakukan
Jam 14.41). kebohongan atas nama Rasulullah Saw.
Pertama, hadits sesungguhnya berdusta atas Kemudian ada juga yang menyebutkan bahwa
namaku : pemalsuan terjadi pada masa sahabat terutama
pada zaman khalifah Ali ibn Thalib Ra. Pada
Dari Al Mughirah radhiyallahu ‘anhu, ia masa ini benih perpecahan mulai berkembang
berkata, ”Aku mendengar Nabi Muhammad dan meluas, orang-orang Islam terpecah menjadi 3
Saw., bersabda, Sesungguhnya berdusta atas golongan yaitu: golongan pendukung Ali (Shi’ah),
namaku tidak sama dengan berdusta atas golongan pendukung Muawiyah, dan golongan
nama orang lain. Siapa saja yang berdusta Khawarij.
atas namaku dengan sengaja maka tempatilah
tempat duduknya di neraka (Al-Bukhari no. Perbedaan antar golongan ini awalnya
1209). hanya berkisar hanya pada masalah politik,
lalu merambat ke bidang aqidah dan ibadah
Kedua, Hadits ancaman berdusta atas dengan memunculkan hadis dan mengatakan
bahwa hadis tersebut berasal dari Rasululah mengatasnamakan Nabi kemudian bohong
Saw. Hadis palsu atau mawdu‘ ialah apa-apa itulah yang pantas mendapatkan ganjaran
yang disandarkan kepada Rasulullah Saw kedalam neraka.
dibuat secara dusta, apa-apa yang tidak Keempat, Hadis berdusta atas nama
dikatakan, tidak diperbuat dan tidak Rasulullah dusta terbesar
ditaqrirkan Rasulullah Saw (al-Khatib, 1989
M / 1409 H, 276-416). Dari Watsilah bin Al-Asqa’ al-Laitsi Abu
Fasilah, ia berkata, Rasulullah Saw.,
Para ulama menyepakati bahwa tidak halal bersabda, ”Sesungguhnya yang termasuk
meriwayatkan hadis mawdu‘ kecuali disertai dalam dusta yang terbesar adalah seseorang
dengan penjelasan tentang kemawdu‘an mengaku dirinya adalah anak dari orang yang
(kepalsuan) hadis tersebut (Itr, 1997, 68). bukan ayah kandungnya, atau orang yang
Ketiga, Hadis tentang larangan mengaku melihat dalam mimpi apa yang tidak
berdusta atas nama nabi : dia lihat, atau berkata atas nama Rasulullah
apa yang Rasulullah tidak katakan.(Hadits
Dari Ali Ra., ia berkata, Nabi Muhammad riwayat Al-Bukhari di dalam Shahih AlBukhari
Saw., bersabda, Kalian jangan berdusta atas no. 3509).
namaku. Sesungguhnya siapa saja yang
berdusta atas namaku maka masuklah ke Kelima, Hadis tentang akibat berdusta
dalam neraka. HR. Al-Bukhari. atas nama Rasul Saw.

Kalau kita perhatikan hadis diatas Dari Salamah bin Al-Akwa’, ia berkata, ”Aku
menunjukan bagaimana kaum muslimin untuk mendengar Rasulullah Saw., bersabda, ”Siapa
berhati-hati mengklaim itu adalah perkataan saja yang berkata atas namaku apa yang aku
Nabi atau sikap yang lain. Yang hasilnya tidak mengatakannya, maka tempatilah tempat
membuat sebuah kebohongan yang akan duduknya di neraka. Shahih Al-Bukhari.
mencelakan orang lain. Akibat perbuatan
pembohongan publik yang mengatasnamakan Keenam, Hadis tentang berbohong
Nabi Muhammad Saw padahal itu bohong. atas nama Rasulullah Saw.
Bohong adalah memberitakan tidak sesuai
dengan kebenaran, baik dengan ucapan lisan Dari Abdullah bin Az-Zubair, dia berkata,
secara tegas maupun dengan isyarat seperti ”Aku bertanya kepada Az-Zubair, ”Apa yang
menggelengkan kepala atau mengangguk. menghalangimu untuk menyampaikan hadits
Dalam mendefinisikan sebuah kebohongan, dari Rasulullah Saw., sebagaimana para
tidak hanya si pembohong yang perlu sahabatnya menyampaikan hadits darinya?”
diperhatikan, orang yang menjadi target si Beliau menjawab, ”Demi Allah ! Aku tidak
pembohong juga harus dicermati. pernah berpisah darinya semenjak aku masuk
Islam. Namun aku mendengar Rasulullah
Kebohongan dikatakan terjadi bila si target tidak Saw., bersabda, ”Siapa saja yang berdusta
minta untuk dibohongi, dan si pembohong juga atas namaku secara sengaja maka tempatilah
tidak memberikan peringatan terdahulu (prior no tempat duduknya di neraka. Hadits riwayat
tification) bahwa ia akan berbohong. Akan AlBukhari.
aneh kedengarannya jika kita mengatakan
bahwa para aktor adalah pembohong. Pemirsa Menurut Imam Nawawi dalam kitab
mereka bersedia untuk dibohongi untuk saat minhajul muhaddasin, bahwa hadis bisa
itu; untuk itulah mereka ada di sana. Para aktor diterima oleh sejumlah 200 orang sahabat.
tidak berpura-pura menjadi orang lain tanpa Sedangkan menurut Zainuddin al iraqiy lafadz
memberitahukan terlebih dahulu bahwa hadis tentang penegasan tidak diperbolehkannya
mereka berakting demikian untuk sementara kita menggunakan nama Nabi dalam menerangkan
waktu, lain halnya dengan penipu (Ekman, hadis; “Mankadzaba ‘alayya muta’ammidan
2009, 18). Maka ketika sesorang falyatabawwaa maq’adahu min naari”.
orang musyrik. Orang syirik kepada Allah
tidak akan mendapatkan pengampunan dari
Allah. Do’a berarti memohon kepada Allah
Diriwayatkan lebih dari tujuh puluh sahabat, dengan suatu permintaan dan keinginan pada
tetapi yang semakna dengan hadis ini, benar sesuatu yang tidak dimiliki mengenai
diriwayatkan oleh dua ratus orang sahabat kebaikan, disertai dengan sikap merendahkan
sebagaimana dikatakan oleh imam nawawi. diri kepada Allah dalam upaya mewujudkan
Jadi dapat dikatakan hadis mutawatir lafdzi permintaan serta meraih cita-citanya
ialah hadis mutawatir yang lafadznya sama (Sholikhin, 2011, 393).
atau hampir bersamaan Kedua, Hadis mutawatir Dalam hadits lain dari Anas bin Maalik Ra:
maknawi adalah suatu hadis yang lafadz serta
maknanya berlain-lainnan, tetapi dapat diambil Pernah Nabi Saw ber-istisqa (meminta hujan),
dari kumpulan satu makna yang global. Artinya beliau mengarahkan punggung tangannya ke
dengan adanya beberapa hadis yang berlainlainan langit.
lafadz maupun maknannya, tetapi dari bagian HR. Muslim 895
hadis tersebut dapat ditarik kesimpulan
atau pengertian yang bersifat umum (global). Banyak hadis yang membahas tentang
Contoh hadis mutawatir maknawi itu, apabila dikumpulkan akan mencapai 100
diantaranya; sebagaimana yang di riwayatkan hadis. Namun apabila ditinjau akan kelihatan
oleh sahabat Anas bin Malik Ra., berkata: bagaimana perbedaannya akan mencolok
secara lafadz maupun pengertiannya dan
Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berbeda pula secara nilainya. Maka apabila
tidak mengangkat kedua tangannya ketika kita mengambil edukasi dari hadis mutawatir
berdoa, kecuali ketika istisqa. Beliau lafdzi ini. Kita akan menemukan bagaimana
mengangkat kedua tangannya hingga terlihat Nabi Muhammad begitu cerdas dalam
ketiaknya yang putih. HR. Bukhari no.1031, menjelaskan bagaimana sepatutnya kita berdo’a.
Muslim no.895. Maka hadis yang demikian ini disebut
dengan hadis mutawatir lafadzi.
Hadis ini membicarakan tentang etika
dalam berdo’a. Dimana Kamus Besar Bahasa Ketiga, Hadis Mutawatir ‘Amaliy.
Indonesia memberikan definisi do’a sebagai Menurut M. Syuhudi Ismail menjelaskan
permohonan (harapan, permintaan, pujian) bahwa Hadis mutawatir ‘amaliy adalah amalan
kepada Tuhan. Sedangkan berdo’a artinya agama (ibadah) yang dikerjakan oleh
adalah mengucapkan (memanjatkan) doa Rasulullah Saw., kemudian diikuti para
kepada Tuhan. Berarti do’a adalah suatu sahabat, dilanjutkan oleh para tabi’in dan
permohonan yang ditujukan kepada Allah seterusnya diikuti oleh generasi demi generasi
yang di dalamnya ada pujian, harapan, dan sampai saat ini.
permintaan (Poerwadarminta, 2005, 255).
Bahkan Berdo’a adalah permintaan terbaik Mutawatir ‘Amali yaitu hadis yang
kepada zat pemberi keputusan terbaik yaitu menyangkut perbuatan Rasulullah yang
Allah Swt. Kita diperintahkan untuk berdo’a disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan oleh
dalam segala kesempatan dan do’a itu hanya banyak orang, kemudian juga dicontoh dan
berhak ditujukan kepada Allah. Hal ini adalah diperbuat tanpa perbedaan oleh orang banyak
karena Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa yang pada generasi-generasi berikutnya, yang
menjadi tumpuan segala harapan. Tiada usaha dinyatakan dalam kaidah ilmu hadis:
kecuali usaha-Nya, dan tidak ada kekuatan kecuali
kekuatan-Nya. Jadi “harapan dan Sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa
permohonan” kepada selain Allah adalah suatu ia dari agama dan telah mutawatir dikalangan
perbuatan yang menempatkan makhluk pada umat islam bahwa Nabi Saw. mengajarkannya
tempat Tuhan atau menyaingi perkejaan atau menyuruhnya atau selain dari itu. Dari
Tuhan. Oleh Allah menyebutkan sebagai hal itu dapat dikatakan soal yang telah
disepakati. pengetahuan apriori. Sementara secara
epistemologis, sebagai pengetahuan yang
disampaikan lewat periwayatan, ia tidak
3. Gambaran Hadis Ahad dan terjamin benar (al-Ghazâlî t.t: 272).
Pembagiannya Dengan demikian, sebagai pengetahuan manusia,
hadis ahad merupakan pengetahuan apriori di satu
Kata ‫ دا حآلا‬al- Ahad adalah bentuk sisi, dan aposteriori di sisi lain. Dari itu ulama
jamak dari kata ‫أ‬ menyimpulkan bahwa hadis ahad tidak
‫ ححد‬yang berarti ‫ أحاو ال‬al- menghasilkan ilmu tapi, wajib diamalkan
wahid yang artinya satu. ‫ رب خ دا حآلا‬khabar apabila ada dalil yang menunjukkan
ahad adalah berita yang disampaikan oleh satu kesahihannya (al-Jasas, 1994, 63).
orang saja. Secara umum hadis ahad dipahami Sebagaimana hadis mutawatir hadis ahad
sebagai khabar yang jumlah perawinya tidak juga memiliki pembagian yang sangat detil
mencapai batas jumlah perawi hadis juga. Sehingga kita harus lebih memahaminya
mutawatir, baik perawi itu satu, dua, tiga, secara baik dan benar. Adapun hadis ahad
empat, lima dan seterusnya di bawah jumlah terbagi menjadi tiga, diantaranya:
mutawatir (Suparta,1993, 107).
Pertama, Hadis Masyhur menurut
Adapun pengertian hadits Ahad secara istilah ilmu hadits adalah hadis yang
istilah, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih,
Manna’ Al-Qathan adalah : pada setiap tingkatan sanad, selama tidak
sampai tingkat Mutawatir. Definisi di atas
Hadits yang tidak terkumpul padanya syaratsyarat menjelaskan bahwa hadis Masyhur adalah
Mutawatir atau tidak memenuhi syaratsyarat hadits yang memiliki perawi sekurangkurangnya
mutawatir (Al-Qathan, 1412 H /1992,
98 dan Yuslem, 2006, 79). tiga orang dan jumlah tersebut
harus terdapat pada setiap tingkatan sanad.
Ajjaj Al-Khathib – yang membagi Menurut Ibnu Hajar, hadis masyhur
hadits berdasarkan jumlah perawinya menjadi adalah hadis yang memiliki jalan yang
tiga macam yaitu Mutawatir, Masyhur dan terbatas, yaitu lebih dari dua namun tidak
Ahad – mengemukakan definisi hadis Ahad sampai ke derajat mutawatir (Yuslem, 209).
sebagai berikut: Hadis Ahad adalah hadis yang Contoh Hadis Ahad Masyhur
diriwayatkan oleh satu orang perawi, dua atau Dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata,
lebih, selama tidak memenuhi syarat-syarat ”Aku
hadis Masyhur atau hadis Mutawatir. mendengar
Dari definisi ‘Ajjaj Al-Khathib di atas Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya Allah
dapat dipahami bahwa hadits Ahad adalah tidaklah mencabut ilmu secara seketika
hadits yang jumlah perawinya tidak mencapai mencabutnya dari seorang hamba. Akan tetapi
jumlah yang terdapat pada hadits Mutawatir Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan
atau pun hadits Masyhur. Dalam pembahasan para ulama. Sehingga bila tidak tersisa seorang
berikut ini, definisi yang dijadikan acuan ulama pun maka manusia akan mengangkat
adalah yang dikemukakan oleh Jumhur ulama pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh.
hadits yang mengelompokkan hadits Masyhur Maka, ketika mereka ditanya, mereka berfatwa
ke dalam kelompok hadis Ahad (Yuslem, tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan
209). menyesatkan.” [Hadits riwayat Al-Bukhari,
Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad.
Hal ini menunjukkan ada dua aspek (Thahan, t.th. 25). Hadits ini diriwayatkan dari
yang disorot ulama, yaitu aspek ontologi dan Abdullah bin ‘Amr, di seluruh tingkatan
epistemologi. Secara ontologis, hadis ahad adalah (thabaqah) sanad terdapat tiga orang rawi atau
perkataan yang mengandung informasi lebih sebagaimana telah dirinci dalam sanadnya.
transenden, sehingga ia menghasilkan
Kedua, Hadis Aziz adalah hadis yang perawinya hanya pada satu tingkatan sanad (Yuslem, t.th,
tidak boleh kurang dari dua orang pada setiap 215-216).
tingkatan sanad-nya, namun boleh lebih dari dua Contoh hadis Ahad Gharib yang paling terkenal
orang, seperti tiga, empat atau lebih dengan syarat adalah hadis niat dari Umar bin Al-Khathab Ra.
bahwa pada salah satu tingkatan sanad harus ada Dari Alqamah bin Waqash dari Umar, bahwa
yang perawinya terdiri atas dua orang. Hal ini Rasulullah Saw., bersabda, ”Semua perbuatan
untuk membedakannya dari hadis Masyhur tergantung kepada niat. Dan (balasan) bagi
(Yuslem, 214). Sebagaimana kajian-kajian lain tiap-tiap orang (tergantung) apa yang dia
terkait tentang keilmuan islam yang membutuhkan niatkan. Maka siapa saja hijrahnya kepada
contoh maka penulis menghadirkan contoh Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah
yang berkaitan Hadis Ahad Aziz. kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa saja
hijrahnya karena dunia yang ingin dia
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam dapatkan, atau wanita yang ingin dia nikahi,
Al-Bukhari dan Muslim. Dimana ada cuplikan maka hijrahnya adalah kepada apa dia
riwayat yang berasal dari sahabat mulia Nabi niatkan (H.R. Al-Bukhari 54 dan Muslim
yaitu Anas bin Malik Ra., dan Al-Bukhari dari 1907).
hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
Ra. bahwa Rasulullah Saw bersabda. Sebagian ulama mengatakan bahwa poros agama
islam itu adalah pada hadis di innamal a’mal bin
Tidak beriman salah seorang di antara kalian niyyat dan al halaalu bayyinu wal harammu
hingga aku lebih dia cintai daripada ayahnya, bayyinun dan man ‘amila ‘amalan laisa ‘alahi
anaknya dan seluruh umat manusia. Hadits amrunaa fahwa raddun dan hadis min husni
riwayat Al-Bukhari dan Muslim (Mahmud islaamil mar-I tarkuhu maa laa ya’nihi, masing-
Thahan, 30). masing hadis ini adalah seperempat dari islam (al-
Fasyani, 1430, 8). Walaupun ini dikatakan hadis
Hadis ini berbicara tentang seorang gharib.
mu’min dengan mu’min yang lainnya
bagaikan satu jiwa, jika dia mencintai Mahmud Thahan mengatakan hadits ini
saudaranya maka seakan-akan dia mencintai diriwayatkan oleh Umar bin Al-Khathab
dirinya sendiri. Menjauhkan perbuatan hasad radhiyallahu ‘anhu seorang diri. Hal ini terus
(dengki) dan bahwa hal tersebut bertentangan berlanjut (kesendirian rawinya) hingga akhir
dengan kesempurnaan iman, Iman dapat sanad. Hadits ini juga telah diriwayatkan
bertambah dan berkurang, bertambah dengan kesendiriannya oleh sejumlah rawi (Mahmud
ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan, Thahan, t.th, 30).
dan Anjuran untuk menyatukan hati (Nawawi,
2007, 42). 4. Kedudukan Hadis Mutawatir Dan
Hadis Ahad
Dalam kajian hadis kita bisa menemukan bahwa Hadis mutawatir sudah pasti shahih,
hadis di atas adalah Hadis ini hanya diriwayatkan sehingga tidak dibahas lagi dalam ilmu
dari Anas bin Malik dan Abu Hurairah isnad/musthlalh hadis, karena ilmu hadis
radhiyallahu ‘anhuma. Tidak terdapat keterangan membahas siapa perawinya, orang Islam, adil,
adanya jalur selain mereka berdua di tingkatan dhabith ataukah tidak, bersambung sanadnya
sanad ini (thabaqah sahabat). Oleh karenanya, dan lain-lain. Adapun yang perlu dikaji dalam
jumlah perawinya pada thabaqah ini hanya dua hadis mutawatir adalah apakah jumlah perawi
orang saja, sehingga dikategorikan sebagai hadits yang meriwayatkan itu sudah cukup atau
Aziz. belum, perawinya berdusta atau tidak, baik
berdusta secara bersama atau secara sengaja,
Kedua, hadis gharib adalah setiap demikian pula keadaan yang melatarbelakangi
hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi, berita tersebut, terutama apabila jumlah perawi
baik pada setiap tingkatan sanad atau pada banyak atau sedikit. Karena hadis mutawatir
sebagian tingkatan sanad dan bahkan mungkin sudah dikategorikan sebagai hadis shahih
maka sepatutnya untuk diamalkan. Baik yang mengikuti perawi yang menyalahi riwayatnya,
berhubungan dengan akidah, ibadah dan berarti perawi itu mendapatkan keterangan
muamalah. hadis/riwayat itu sudah mansuh, kedua. Hal
yang diriwayatkan itu bukan masalah umum
Hadis mutawatir juga memberikan bahwa, sebab masalah umum bahwa
kepastian (qathi), sehingga bagi orang-orang seharusnya diriwayatkan oleh orang banyak,
yang mengingkari hadis mutawatir dihukumi ketiga. Riwayat tersebut tidak bertentangan
keluar dari agama islam (murtad). Murtad secara dengan qias atau suatu kejadian yang tidak
bahasa adalah kembali dari sesuatu terdapat nashnya ke dalam kejadian lain yang
kepada yang lain, sedangkan secara syariat terdapat nasnya dan hukumnya telah
adalah memutus islam dengan niat kufur atau ditetapkan karena adanya kesamaan di antara
mengucapkan kekufuran, atau berbuat kufur sebab terjadinya (‘ilah) dua kejadian tersebut.
seperti sujud kepada berhala, baik itu tujuan (Ismail Nawawi, 2012, 9).
mengolok-olok dan meyakini sang pencipta
bersifat baru. (Ibnu Al Ghazzi 2016, 452). Ulama Malikiyah tidak mengamalkan
Sedangkan dalam keterangan yang lain murtad hadis ahad yang bertentangan dengan amalu
adalah sebuah usaha seseorang yang ahli Madinah (amalan-amlan yang diperaktikan
menyatakan diri keluar dari islam. Orang islam oleh orang-orang Madinah). Imam asy- Syafi’I
yang mengingkari salah satu atau keseluruhan tidak mensyaratkan hadis itu harus masyhur tidak
dari arkanul iman atau rukun iman yang enam, bertentangan dengan amalan penduduk Madinah
yang terdiri dari iman kepada Allah Swt., iman dan tidak bertentangan dengan qiyas. Beliau hanya
kepada malaikat-malaikat-Nya, iman kepada mensyaratkan sah sanadnya dan mutasil
kitab-kitab-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, musnadnya. Sedangakan dalam pengamalan
iman kepada hari akhir, dan iman kepada hadis mursal diikuti dengan bebarapa syarat.
qadha dan qadar (Komandoko, 2009, 256). Sedangakan Imam Ahmad Ibnu Hambal suatu
pendapat, sesuatu qiyas ataupun fatwa sahabat
Sedangkan dalam kajian hadis ahad dan sebagainya atas hadis Nabi.
memberikan pemahaman yang bersifat jelas
kebenarannya atau dalam arti kata harus Bahkan kita mengetahui saat ini masih
diamalkan apabila telah diakui kesahihannya. sering terjadi dalam masyarakat bentuk
Para ahli menyebutkan bahwa apabila hadis sosialisasi dakwah yang monoton (jumud) yakni
ahad dikategorikan masuk kedalam hadis yang proses dakwah yang dengan segala
shahih. Secara praktek bisa dilakukan dalam loyalitas “ananiyah”nya masih berandai-andai
masalah ibadah, muamalah dan bukan pada dengan konteks masa lalu yang sebenarnya
akidah. Karena itu, ketika berbicara tentang sudah kurang begitu relevan dengan
akidah harus berdasarkan argumentasi dalil perkembangan zaman yang berlangsung saat
yang shahih. Hadis ahad tidak bisa menghapus ini, apalagi masa yang akan datang (Sholikhin,
hukum yang ada dalam Al-Qur’an karena 2013, 203). Maka diperlukan mengenal dan
AlQur’an itu adalah dalil mutawatir sebagaimana memahami antara hadis mutawatir dan ahad
yang dikatakan Imam Asy-Syafi’i. secara komperhensip dan dengan pemahaman
yang baik dan benar.
Sedangkan menurut Daug dzahir hadis ahad adalah
tidak bisa dijadikan dalil untuk mentakhsis ayat- Hadis Ahad yang maqbul (berkualitas
ayat Al-Qur’an yang bersifat umum dan diamini shahih), bila berhubungan dengan masalah
oleh para ulama dari kalangan Mazhab hukum, maka menurut jumhur ulama, wajib
Hambali. Imam Abu Hanifah mensyaratkan diamalkan. Namun masalah yang berkaitan
dalam mengamalkan hadis ahad/ khabar wakid dengan soal aqidah, ulama berselisih pendapat.
dengan beberapa syarat: pertama, perawi tidak Ada yang mengatakan, bahwa hadis Ahad
menyalahi apa yang diriwayatkannya, tetapi dapat digunakan sebagai dalil untuk menetapkan
kalau menyalahinya, maka yang dikuti masalah aqidah, karena hadis Ahad yang shahih
pendapatnya, bukan riwayatnya. Sebab apabila yang memiliki faedah ilmu wajib diamalkan.
Pendapat kedua, hadis Ahad, meskipun memenuhi dua bagian. Pertama hadis masyhur yaitu
syarat tetap, tidak dapat dijadikan dalil terhadap apabila diriwayatkan tiga orang perawi atau
penetapan aqidah.Dikarenakan persoalan aqidah lebih di setiap tingkatan (thabaqat) tapi tidak
adalah soal keyakinan. Maka, yang bersifat sampai tingkat hadis mutawatir dan Kedua,
keyakinan tidak dapat didasarkan dengan petunjuk ghairu masyhur. Adapun ghairu masyhur
yang masih dzanni (praduga). Terdapat pendapat terbagi menjadi dua. Pertama, ghairu
lain (moderat) menyatakan bahwa hadis Ahad masyhur aziz yaitu hadis yang perawinya
yang telah memenuhi syarat, dapat dijadikan dalil berjumlah tidak kurang dari dua orang di
untuk masalah aqidah selama hadis tersebut tidak seluruh level/tingkatan, dan kedua, ghairu
bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadis-hadis masyhur gharib yang mana hadis yang dalam
yang lebih kuat. Sebagian ulama menetapkan hal sanadnya terdapat satu orang yang
bahwa, hadis ahad diamalkan dalam segala bidang. menceritakan (meriwayatkannya).
Hal semacam dituturkan pula oleh Imam Ibnu
Hazm, bahwa para ulama secara keseluruhan yakni Tentu dalam tulisan ini masih banyak
proses dakwah yang dengan segala loyalitas kekurangan yang didapati oleh para pembaca.
“ananiyah”nya masih berandai-andai dengan Maka penulis mengharapkan kritik dan saran
konteks masa lalu yang sebenarnya sudah kurang kepada para pembaca terutama para pakar
begitu relevan dengan perkembangan zaman yang yang menekuni kajian ulumul hadis dan hadis.
berlangsung saat ini, apalagi masa yang akan Sehingga kesempurnanan dalam makalah ini
datang (Sholikhin, 2013, 203). Maka diperlukan bisa dihadirkan. Karena dalam tulisan ini
mengenal dan memahami antara hadis mutawatir banyak kekurangan dan jauh dari kata
dan ahad secara komperhensip dan dengan sempurna. Maka penulis mengajak para pakar,
pemahaman yang baik dan benar. peneliti, dosen mahasiswa dan pecinta ilmu
hadis lintas prodi atau fakultas untuk terus
Hadis Ahad yang maqbul (berkualitas mengembangkan kajian
shahih), bila berhubungan dengan masalah tentang hadis
hukum, maka menurut jumhur ulama, wajib mutawatir dan ahad ini secara lebih teliti dan
diamalkan. Namun masalah yang berkaitan komperhensif.
dengan soal aqidah, ulama berselisih pendapat.
Ada yang mengatakan, bahwa hadis Ahad DAFTAR PUSTAKA :
dapat digunakan sebagai dalil untuk
menetapkan masalah aqidah, karena hadis Anwar, Moh dkk. (1981). Ilmu Musthalah
Ahad yang shahih yang memiliki faedah ilmu Hadits. Surabaya: Al-Ikhlas.
wajib diamalkan. Pendapat kedua, hadis Ahad, Al ‘Asqolaniy, Ibnu Hajar. (1352). Nuzhatun
meskipun memenuhi syarat tetap, tidak dapat Nadlar Syrah Nukhbatul Fikr. Surabya: Salim
dijadikan dalil terhadap penetapan aqidah. Nabhan WaAkhina Ahmad.
Dikarenakan persoalan aqidah adalah soal
keyakinan. Maka, yang bersifat keyakinan Al-Bani, Muhammad Nâshir Al-Dîn. (2002).
tidak dapat didasarkan dengan petunjuk yang Hadits Sebagai Landasan Aqidah
masih dzanni (praduga). Terdapat pendapat Dan Hukum, Trj. Mohammad
lain (moderat) menyatakan bahwa hadis Ahad Irfan Zein. Jakarta: Pustaka
yang telah memenuhi syarat, dapat dijadikan dalil Azzam, Cet.I.
untuk masalah aqidah selama hadis tersebut tidak
bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadis-hadis al-Baqir, Muhammad. (1998). Studi Kritik
yang lebih kuat. Sebagian ulama menetapkan Hadis Nabi saw Antara
bahwa, hadis ahad diamalkan dalam segala bidang. Pemahaman Tekstual dan
Hal semacam dituturkan pula oleh Imam Ibnu Kontekstual, Cet. I ; Bandung :
Hazm, bahwa para ulama secara keseluruhan al-Mizan.
Pertama, mutawatir lafdzi, Kedua mutawatir
amaliy dan Ketiga mutawatir ma’nawiy. Ekman, Paul. (2009). Mendeteksi Kebohongan,
Begitupula dengan hadis ahad terbagi menjadi Yogyakarta: Pustaka Baca.
Istilah-Istilah Islam. Yogyakarta: Penerbit
Al- Fayumi, (1398/1978). Ahmad Bin Cakrawala.
Muhammad. Al-Misbah Al Munir Fi Gharib As
Syarah Al-Kabir LiAr Rafi’. Juz 2, Beirut: Dar Al Mahmud, Thahan. (2005). Taisir Mushthalal
Kutub Al Ilmiyah. al-Hadis, Ilmu Hadis Praktis, Penerjemah, Abu
Al-Fasyani, Syaikh Ahmad Bin Syaikh. Faiz Penyunting, A. Saifullah, Bogor :
(2009). Majlisus Saniyyah, Pustaka Thariqul Izzah.
jakarta: mutiara ilmu.
Al Munawar, Said Agil Husin. (2005). AlQur’an
Al Ghazzi, Ibnu. (2016). Fathu Al Qarib Al Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Ciputat
Majid Fi Syarhi Alfaz At Taqrib. Press.
Jakarta: Pustaka Azzam.
Nawawi, Ismail. (2012). Fikih Muamalah
Haerudin, Mamang Muhammad. (2013). Klasik Dan Kontemporer. Bogor: Ghalia
Tuhan Izinkan Aku Mencintai Indonesia.
Perempuan, Jakarta: Quanta.
Najib, Mohamad. (2001). Pergolakan Politik
Https://Pabrikjammasjid.Com/Hadits/ Umat Islam Dalam Kemunculan
HaditsBerdusta-Atas-Nama-Nabi/ Hadis Maudhu, Bandung: Pustaka Setia.
Diakses Di Banda aceh
kamis Tanggal 22 Februari 2024
Jam 14.00.

Https://Muslim.Or.Id/9295-MengangkatTangan-
Ketika-Berdoa.Html
Di Banda aceh Tanggal 22 Februari 2024 Hari
kamis Jam 14.45.

Imam Muslim. (2006). Sahih Muslim, Juz 1,


Riyad, Dar al-Tayyib,

Itr, Nuruddin. (1997). Ulum al-Hadits 2 ,


Cet.2, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Ismail, M. Syuhudi. (2005). Kaidah


Keshahihan Sanad Hadis; Telaah
Kritis Dan Tinjauan Dalam Pendekatan
Ilmu Sejarah, Jakarta: Bulan Bintang.

al-Khatib, Muhammad ‘Ajjaj. Ushul Hadith


‘Ulumuhu Wa Mustalahuhu,
Beirut: Dar al-Fikr, 1989 M /
1409 H.

Kalsum, H. Lilik Ummi. (2004). Tafsir Fiqhiy:


Potert Pemikiran Al Jashash
Dalam Ahkam Al-Qur’an. Jurnal,
Vol. Vi, No. 3.

Komandoko, Gamal. (2009). Ensiklopedia

Anda mungkin juga menyukai