dan membuat berbagai metode penelitian sanad dan matan hadis. Orangorang yang menjadi periwayat, penyambung hadis dari mulai asal sanad,
yaitu para sahabat Nabi hingga riwayat itu diterima oleh pencatat hadis,
disebut sebagai rijal hadis, yang menjadi sanad-sanad hadis itu. Rijal-rijal
hadis itu diteliti, dipelajari siapa dia itu, diperhatikan namanya, gelarnya,
bapaknya, bangsa dan sukunya, riwayat hidupnya, tahun lahir dan
wafatnya, sezaman dengan siapa, siapa gurunya, dan siapa muridmuridnya, akhlak (kejujurannya), daya ingat dan kekuatan hafalannya,
akidahnya, ahli bidah atau fasik, ahli maksiat , dan lain sebagainya.
Menurut para kritikus hadis, hampir tidak ada rijal hadis yang
selamat dari kritikan, ada kritik yang berat dan ada kritik yang ringan.
Para peneliti rijal hadis itu, dalam memberikan penilaiannya terhadap
seorang rijal itu tidak sama pada tiap-tiap generasi periwayat hadis. Ada
yang keras dan ketat (mutasyaddid), dan ada yang tidak terlalu keras,
sedang (mutawassit), bahkan ada yang ringan atau mudah (tasahhul).
Dalam menghadapi kritik di atas, sikap ulama hadis sangat berhatihati. Misalnya, bila ada seorang rijal, oleh satu pihak dinilai tercela,
sementara oleh pihak lain dinilai tidak tercela., maka bila terjadi demikian,
ulama hadis menilainya bahwa kesaksian atau periwayatannya masih bisa
dipakai. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa seorang rijal yang kena
celaan dari seseorang, tidak otomatis pasti jatuh dan periwayatannya
dinyatakan daif (lemah). Sebab, tergantung kepada berat atau ringannya
ketercelaan yang ada pada diri rijal itu. Ulama kritikus rawi (jarh wa ta'dil),
menyatakan bahwa rijal itu tercela, adakalanya adalah alasan dan
adakalanya mereka mencela rijal hadis itu cukup dengan mengatakan dia
itu daif, atau didaifkan oleh si fulan, tanpa menerangkan sebab-sebab
kedaifannya.
Kedudukan Hadis di samping Al-Quran
Al-Quran dan hadis Nabi diyakini oleh umat Islam sebagai sumber
ajaran Islam. Kedua sumber ini tidak hanya dipelajari di lembaga-lembaga
pendidikan saja, tetapi juga disebarluaskan ke berbagai lapisan
masyarakat.
Jibril
as
kalimat
demi
kalimat,
sebelum
Jibril
as
selesai
Nabi
ini
memerlukan
penelitian
yang
mendalam.
Penelitian
diperlukan, karena hadis yang sampai kepada umat Islam melalui jalur
periwayatan
yang
panjang,
sepanjang
perjalanan
riwayat
sampai
hadis Nabi seperti itu tidak hanya dijelaskan oleh Nabi, bahkan juga oleh
Allah swt, antara lain dinyatakan sebagai berikut.
Allah swt berfirman, "Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah
kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling,
maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami,
hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang" (QS. alMa'idah [5]: 92).
Mayoritas umat Islam sepakat dan menerima hadis sebagai sumber
ajaran Islam yang tak terpisahkan dari Al-Quran. Namun demikian,
minoritas umat Islam menolaknya. Golongan yang menolak hadis sebagai
sumber ajaran Islam terbagi kepada dua golongan: 1) golongan yang
menolak hadis secara keseluruhan; 2) golongan yang menolak hadis ahad
saja. Imam Syafi'i menerangkan golongan yang menolak hadis sebagai
sumber ajaran Islam dengan panjang lebar, disertai dengan alasan-alasan
mereka dan kemudian Imam Syafi'i membantah pendapat mereka dengan
alasan-alasan yang kuat dan menempatkannya secara proporsional. Ia
membagi golongan yang menentang hadis sebagai dasar hukum Islam itu
pada tiga golongan: 1) golongan yang menolak hadis secara keseluruhan,
baik yang mutawatir maupun yang ahad; 2) golongan yang menolak
hadis, kecuali menerimanya jika ada persamaan dengan Al-Quran; dan 3)
golongan yang menolak hadis ahad.
Selain dalam kitab al-Umm, Imam Syafi'i juga menyinggung
persoalan para penolak hadis ini dalam kitab ar-Risalah dengan panjang
lebar. Hanya bedanya, jika di dalam kitab ar-Risalah, Imam Syafi'i
menerangkan dalil-dalil untuk membela hadis dari penolakan ketiga
golongan tersebut, maka di dalam kitab al-Umm ia menerangkan masalah
tersebut dengan menggunakan metode tanya jawab.
Di samping itu, mereka menolak hadis karena hadis itu zanniyyat alwurud (bersifat tidak pasti) yang berbeda dengan Al-Quran yang
dikatakan qat'iyyat al-wurud (bersifat pasti). Sementara itu, bila dilihat
dari segi dilalah-nya atau maknanya, baik Al-Quran maupun hadis, ada
zakat,
haji,
adil,
takwa
dan
beramal
saleh.
Bagaimana
yang
nyata.
Nabi
Muhammad
saw
dengan
hadisnya,
kehidupan.
Oleh
karena
itu,
hadis
Nabi
sangat
penting
Al-Quran itu adalah Kitab Suci yang berbahasa Arab yang sudah tentu
menggunakan gaya bahasa yang biasa dipergunakan oleh bangsa
Arab. Kalau seseorang telah mengenal gaya bahasa Arab, akan
mampu memahami Al-Quran tanpa memerlukan penjelasan hadis
atau sunah dan penjelasan lainnya.
yang
dibutuhkan
oleh
manusia
mengenai
segala
aspek
penolak hadis sebagai sumber ajaran Islam yang kedua, Imam Syafi'i
menanggapinya sebagai berikut:
1
suatu
mukjizat,
tetapi
kebanyakan
mereka
tidak
10