Anda di halaman 1dari 5

NAMA : Salsabila Ananda Putri

NPM : 1906305152
PRODI : Sastra Arab
KELAS : MPK AGAMA (4)
KELOMPOK : FG 4

HADIS
“Hadis” atau al-hadi>ts menurut bahasa, berarti al-jadi’d (sesuatu yang baru), lawan kata dari
al-qadi’m. Kata hadis juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Bentuk pluralnya adalah al-aha’dits. Hadis
sebagaimana tinjauan Abdul Baqa’ adalah isim dari tahdi’th yang berarti pembicaraan.
Kemudian didefinisikan sebagai ucapan, perbuatan atau penetapan yang disandarkan kepada
Nabi SAW. Barangkali al-Farra’ telah memahami arti ini ketika berpendapat bahwa mufrad
kata aha’dits adalah uhdu’tsah (buah pembicaraan). Lalu kata aha’dith itu dijadikan jama’
dari kata hadi’th. Ada sejumlah ulama yang merasakan adanya arti “baru” dalam kata hadis
lalu mereka menggunakannya sebagai lawan kata qadi’m (lama), dengan memaksudkan
qadi’m sebagai kitab Allah, sedangkan “yang baru” ialah apa yang disandarkan kepada Nabi
SAW. Dalam Sharah al-Bukha’ri, Syeikh Islam Ibnu Hajar berkata, bahwa dimaksud dengan
hadi’ts menurut pengertian shara’ adalah apa yang disandarkan kepada Nabi SAW, dan hal
itu seakan-akan dimaksudkan sebagai bandingan Alquran yang qadi’m.
Adapun secara terminologis, menurut ulama hadis sendiri ada beberapa perbedaan definisi
yang agak berbeda diantara mereka. Perbedaan tersebut ialah tentang hal ihwal atau sifat
Rasul sebagai hadis dan ada yang mengatakan bukan hadis. Ada yang menyebutkan taqri’r
Rasul secara eksplisit sebagai bagian dari bentuk-bentuk hadis dan ada yang memasukkannya
secara implisit ke dalam aqwa’l atau af’a’l-nya. Ulama ushul memberikan definisi yang
terbatas, yaitu “Segala perkataan Nabi SAW yang dapat dijadikan dalil untuk menetapkan
hukum shara’.” Dari pengertian di atas bahwa segala perkataan atau aqwa Nabi, yang tidak
adan relevansinya dengan hukum atau tidak mengandung misi kerasulannya, seperti tentang
cara berpakaian, berbicara, tidur, makan, minum, atau segala yang menyangkut hal ihwal
Nabi, tidak termasuk hadis. Ulama Ahli Hadis memberi definisi yang saling berbeda.
Perbedaan tersebut mengakibatkan dua macam ta’rif hadis. Pertama, ta’rif hadis yang
terbatas, sebagaimana dikemukakan oleh jumhu’r al-muhaddisi’n, “Sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqri’r) dan
yang sebagainya.”
Setelah mengetahui definisi hadis sekarang kita beralih ke periodesasi sejarah partumbuhan
dan perkembangan hadis. Menurut M. syuhadi ismail adalah “fase-fase yang telah ditempuh
dan dialami dalam sejarah pembinaan dan perkembangan hadis, sejak zaman Rasulullah saw
masih hidup sampai terwujudnya kitab-kitab hadis yang dapat disaksikan dewasa ini”
berbeda dengan Al-Qur’an untuk mewujudkan mushaf-nya hanya membutuhkan sekitar 15
tahun saja, maka untuk hadis. Dibutuhkan waktu paling tidak sekitar tiga abad lamanya untuk
mewujudkan kitab himpunan hadis. Sejarah hadis sendiri menurut Hasbi Ash-shiddieqy
adalah periode-periode yang telah dilalui oleh hadis dari masa ke masa semenjak dari masa
pertumbuhan sampai zaman kita sekarang ini. Adapun pertumbuhan dan perkembangan hadis
terbagi menjadi beberapa masa yang ditekankan pada :
1. Masa kelahiran
Kelahiran hadis yang dimaksud dalam bahasan ini adalah dilahirkan atau disabdakan
hadis itu oleh Rasulullah saw. Sejak awal masa kenabian, masa sahabat, hingga pada
masa penghujung abad pertama hijriah. Beliau telah membina umatnya selama kurang
lebih 23 tahun. Dan masa tersebut merupakan kurun waktu turun nya wahyu. Dan
berbarengan dengan keluarnya hadis. Dengan posisi Nabi saw yang bertugas
menyampaikan risalah islamiyyah kepada umat manusia, ketaatan dan kepatuhan para
sahabat semakin bertambah kuat, sebab mereka sadar bahwa mengikuti Rasul dan
sunnah-nya adalah suatu keharusan sebagai bahagian tak terpisahkan dari kepatuhan
Allah swt. Seiring dengan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an secara berangsur-angsur
dalam rangka menghilangkan akidah-akidah yang rusak serta kebiasaan-kebiasaan
yang merusak dan dalam rangka memerangi kemungkinan yang terjadi pada masa
jahiliyah, turun pula secara berangsur-angsur akidah yang benar, ibadah dan hokum
ajakan budi pekerti luhur, dan perintah untuk senantiasa konsisten dan bersabar dalam
perjuangan dan dalam menghadapi berbagai cobaan dan rintangan. Dari keterangan
ini dapat dipahami, bahwa lahirnya hadis adalah dari adanya interaksi Rasulullah
sebagai mubayyin (pemberian penjelasan) terhadap ayat-ayat Al-Quran dengan para
sahabat atau umat lainnya, atau dengan kata lain dalam rangka penyampaian risalah,
dan juga karena adanya berbagai persoalan hidup yang dihadapi oleh umat dan
dibutuhkan solusi atau jalan pemecahannya dari Nabi saw.
1. Masa penulisan
Perhatian Nabi saw terhadap baca tulis sangatlah besar, sebab ternyata bahwa beliau
senantiasa memberikan motivasi serta mensosialisasikan baca tulis di kalangan
sahabat. Sebagai bukti dari itu, adalah keputusan beliau untuk membebaskan tawanan
dari kalangan orang-orang kafir pada perang badar dengan syarat tiap tahanan
mengajar membaca dan menulis sepuluh orang dari putra-putri Islam Madinah sampai
mahir.

2. Masa Pendewaan hadis


Pembukuan hadis secara resmi baru dilakukan pada masa pemerintahan khalifah
kedua dari dinasti umayyah yaitu ‘umar bin ‘abd al-Aziz.

3. Masa pen-tasbih-an
Masa yang dikenal pula dengan masa seleksi dan penyaringan hadis, terjadi pada
masa pemerintahan bani ‘Abbas utamanya pada masa khalifah al-Makmun sampai al-
Muktadir. Periode seleksi ini muncul karena pada masa sebelumnya yaitu masa
pembekuan terhadap hadis Nabi saw para ulama belum berhasil memisahkan antara
hadis mauquf dan hadis marfii.

4. Masa pengkajian
Masa ini dilakukan oleh para ulama setelah khalifah abbasiyah ditaklukkan oleh
pasukan mongol (656 H) yang melanjutkan penyerangannya ke halb,damaskus.
Daulah abbasiyyah yang pernah jaya di mesir Yang Berjaya dalam perang salib juga
runtuh dan dikuasai oleh Daulah mamalik. Orang-orang mesir kemudian berhasil
menghancurkan kekuasaan cucu dari jengs khan.

5. Masa kontemporer
Dimaksud sebagai masa yang berlangsung dari abad ke tujuh (656 H,sampai
sekarang) dimana pasca runtuhnya bagdad akibat serbuan tentara mongol pimpian
huagu khan pada tahun 1253 M, pusat-pusat perkembangan hadis beralih ke mesir dan
india, dan pada masa ini diantara kepala negara ada yang berkecimpung dalam bidang
hadis seperti barquq.
Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad,
keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (rawi) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau
tidaknya hadits bersangkutan).

 Berdasarkan ujung sanad


Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu’ (terangkat),
mauquf (terhenti) dan maqthu
 Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni
Musnad,Mursal, Munqathi’, Mu’allaq, Mu’dlal danMudallas.
 Berdasarkan jumlah penutur
Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari
sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut.
Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits mutawatir dan hadits ahad.
 Berdasarkan tingkat keaslian hadits
Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan
merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits
tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih,
hasan, dla’if dan maudlu’.
hadist memiliki fungsi utama sebagai menegaskan, memperjelas dan menguatkan hukum-
hukum dan hal lain yang ada di al Quran. Para ulama sepakat setiap umat islam diwajibkan
untuk mengikuti perintah yang ada hadist-hadist shahih. Dengan berpegang teguh kepada Al
Quran dan Al hadist, niscaya hidup kita dijamin tidak akan tersesat. Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َاب هللاِ َو ُسنَّةَ َرسُوْ لِ ِه‬ ِ َ‫ت فِ ْي ُك ْم َأ ْم َر ْي ِن لَ ْن ت‬


َ ‫ ِكت‬: ‫ضلُّوْ ا َما تَ َم َّس ْكتُ ْم بِ ِه َما‬ ُ ‫تَ َر ْك‬

“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang
kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits Shahih Lighairihi,
H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim
al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
Hadist memiliki peranan penting dalam menjelaskan (Bayan) firman-firman Allah SWT di
dalam Al-Quran. Secara lebih rinci, dijelaskan fungsi-fungsi hadist dalam islam adalah
sebagai berikut:
 Bayan Al- Taqrir (memperjelas isi Al Quran)
 Bayan At-Tafsir (menafsirkan isi Al Quran)
 Bayan at-Tasyri’ (memberi kepastian hukum islam yang tidak ada di Al Quran)
 Bayan Nasakh (mengganti ketentuan terdahulu)
hadist mempunyai kedudukan sebagai sumber hukum islam kedua. Di dalam Al Quran juga
telah dijelaskan berulang kali perintah untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW, sebagaimana
yang terangkum firman Allah SWT di surat An-Nisa’ ayat 80:

َ ‫َم ْن يُ ِط ِع ال َّرسُو َل فَقَ ْد َأطَا َع هَّللا َ ۖ َو َم ْن ت ََولَّ ٰى فَ َما َأرْ َس ْلنَا‬


‫ك َعلَ ْي ِه ْم َحفِيظًا‬

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan
barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka.”(QS.An-Nisa: 80)

KESIMPULAN :
Hadist merupakan segala perkataan (sabda), perbuatan, hal ihwal (kejadian, peristiwa,
masalah), dan ketetapan lainnya yang disandarkan kepada Nabi Muhahmmad SAW. Menurut
beberapa ulama Secara garis beras, hadist mempunyai makna segala perkataan (sabda),
perbuatan, dan ketetapan lainnya dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan hukum syariat
islam selain Al-Qur’an. Ada banyak sekali ulama-ulama ahlul hadits. Namun yang paling
terkemuka ada 7 orang, diantaranya adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmudzi,
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah, dan Imam Nasa’i. Perjalanan hadis telah
mengalami masa yang Panjang dimana proses periwayatannya pada awalnya lebih banyak
berlangsung secara lisan disbanding dengan tulisan sebagai akibat dari upaya menghindari
baurnya ayat-ayat Al-Quran dan hadis. Selain itu Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan
beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur
(rawi) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan).

DAFTAR PUSTAKA :
Jumal Ahmad “Hadis dan Ilmu Hadis dalam perspektif Sunnah dan Syiah”
https://www.researchgate.net/publication/321096481_Hadis_dan_Ilmu_Hadis_dalam_Perspe
ktif_Sunnah_dan_Syiah (november 2017)
Muhammad Dede Rusdiana “perkembangan pemikiran ulum al-Hadits dari klasik
sampai modern” file:///D:/USERDATA/Pictures/1222-2432-1-PB.pdf (bandung,CV. Pustaka
Setia,2004)
Ali Syarianti “ummah dan imamah” terj. Afif Muhammad
http://digilib.uinsby.ac.id/953/5/Bab%202.pdf (Jakarta: Pustaka Hidayah,1989) hlm. 53.
Umat Indonesia “klasifikasi lengkap hadits” (26 januari 2016)
https://islamislami.com/2016/01/26/26784/
Khanza Safitra “4 fungsi hadits dalam islam dan kedudukannya”
https://dalamislam.com/landasan-agama/hadist/fungsi-hadist-dalam-islam (desember 24,
2016)

Anda mungkin juga menyukai