Anda di halaman 1dari 9

HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA

Hadits telah ada sejak awal perkembangan Islam adalah sebuah kenyataan
yang tak dapat diragukan lagi. Hadist sebagai sumber ajaran Islam yang kedua
setelah Al Quran, keberadaan hadist sebagai sumber ajaran Islam telah mewarnai
masyarakat dalam berbagai bidang kehidupannya. Penelitian terhadap hadist baik
dari segi keotentikannya, kandungan makna dan ajaran yang terdapat di dalamnya,
macam-macam tingkatannya maupun fungsinya dalam menjelaskan kandungan Al
Quran dan lain sebagainya telah banyak dilakukan para ahli bidangnya.

A. PENGERTIAN AL-HADITS

Dalam literatur hadits dijumpai beberapa istilah lain yang menunjukkan


penyebutan al-hadits, seperti al-sunnah (cara, jalan, kebiasaan, dan tradisi),
al-khabar (berita), dan al-atsar (pengaruh).

Menurut bahasa, hadits berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata hadatsa,
yahdutsu, hadtsan, haditsan. Hadits berarti jadid atau sesuatu yang baru.
Sedangkan secara terminologi (istilah), menurut ahli hadits. Hadits adalah
segala perkataan nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya atau pun menurut yang
lain, tetapi bersumber dari nabi, baik berupa perkataan, perbuatan maupun
ketetapannya”.

Hadits merupakan penjelas ayat-ayat Al Quran yang kurang jelas atau


sebagai penentu hukum yang tidak terdapat dalam Al Quran. 1 Bagi mereka
yang telah beriman terhadap Al Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka
secara otomatis harus percaya bahwa Sunnah juga merupakan sumber hukum
Islam.

1. Dalil Mengenai Hadits


Umat Islam telah sepakat bahwa sunnah rasul merupakan sumber Islam
dan dasar hukum Islam kedua setelah Al Qur’an, dan umat Islam

1
diwajibkan Untuk mengikuti sunnah sebagaimana diwajibkan mengikuti
Al Qur’an. Bagi mereka yang menolak kebenaran sunnah sebagai sumber
hukum Islam, bukan saja memperoleh dosa, tetapi juga murtad hukumnya.

Hadits merupakan mubayyin (pelengkap) bagi Al Qur’an yang karenanya,


siapapun tidak akan bisa memahami Al Qur’an tanpa dengan memahami
dan menguasai hadits. Begitu pula halnya menggunakan hadits tanpa Al
Qur’an, akan kehilangan arah, karena Al Qur’an merupakan dasar hukum
pertama, yang didalamnya berisi garis-garis besar syariat Islam. Dengan
demikian, antara Al Qur’an dan Hadits memiliki hubungan timbal balik
yang tidak dapat dipisahkan.

a. Dalil Al-Qur’an
Al-Qur’an telah mewajibkan kaum muslimin untuk mentaati Rasulullah
SAW disamping menaati Allah. Perintah Allah mengenai keimanan
kepada kerasulan Muhammad antara lain tersurat dalam firman Allah
SWT.

• Dalam surat an-Nisa’ (Q.S. 4: 59) Allah berfirman:

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah


Rasul (Nya)..”.

• Hukum taat kepada Rasul sama dengan taat kepada Allah, hal ini
sebagaimana tersebut dalam firman Allah (Q.S. 4: 80)

2
Artinya : “Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia
telah menaati Allah...

Bila kita mengikutinya (Rasul), maka hal itu pertanda kita akan
dicintai Allah dan mendapatkan ampunan-Nya. Dalam surat Ali
Imran (Q.S. 3: 31)

Artinya : “Katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai allah,


ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengamuni dosa-
dosa mu...”.

Dalam Surat Al-Hasyr (Q.S. 59: 7) Allah berfirman:

Artinya : “Apa yang diberikan Rasul Kepadamu, maka terimalah dan


apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah...”.

3
b. Dalil dari Hadits Rasulullah SAW

Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan keharusan


menjadikan hadits sebagai pedoman hidup disamping Al Qur’an
sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda :

Artinya : “Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian


tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada
keduannya, yaitu berupa kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunah
Rasul-Nya”. (HR. Malik)2

Hadits tersebut telah jelas menyebutkan bahwa hadits merupakan


pegangan hidup setelah Al Qur’an dalam menyelesaikan permasalahan dan
segala hal yang berkaitan dengan kehidupan khususnya dalam menentukan
hukum.

c. Dalil dari Ijma’ (kesepakatan Ulama)

Umat Islam telah mengambil keputusan bersama untuk mengamalkan


sunah. Bahkan, hal itu mereka anggap sejalan dengan memenuhi panggilan
Allah SWT, Rasulnya yang terpercaya. Kaum muslimin menerima sunah
seperti mereka menerima Al Qur’an, karena berdasarkan kesaksian dari
Allah, sunah merupakan salah satu sumber syariat.

2. Kedudukan Hadits

Iman Asy-Syathibi menerangkan dalam karyanya Al-Muwafaqat bahwa


sunnah dibawah derajat Al Quran dengan alasan :
a. As-sunnah menjadi bayan (keterangan) Al Qur’an.

4
b. As-sunnah menerangkan hukum-hukum yang terdapat dalam Al
Qur’an, bukan Al Qur’an menerangkan hukum sunnah.
c. As-sunnah menguatkan kemutlakan Al Qur’an, mengkhususkan
keumuman Al Qur’an.

Dalam menyampaikan Al Qur’an, Rasulullah SAW hanya meneruskan


apa yang diwahyukan kepada beliau, tanpa hak untuk menambah,
mengurangi atau mengubah satu patah katapun. Sedangkan dalam
mendakwahkan petunjuk selain beliau menyampaikannya dengan ucapan,
dalam hal itu kata-kata dan susunannya berasal dari Muhammad SAW
sendiri..

3. Fungsi Al-Hadits terhadap al-Qur’an


Hadist berfungsi menetapkan aturan atau hukum yang tidak didapat
dalam Al-Qur’an. Tidak ada perbedaan pendapat ulama tentang hadits
Rasul sebagai sumber hukum yang kedua sesudah Al-qur’an. Oleh karena
itu, wajib bagi umat Islam menerima dan mengamalkan apa-apa yang
tercandung di dalamnya selama hadits itu sah dari Rasulullah SAW.

Para ulama menerangkan beberapa fungsi Al Hadits terhadap Al Qur’an :


1) Merinci atau mengoperasionalkan petunjuk yang Al Qur’an hanya
membicarakan pokoknya saja.
2) Menegaskan suatu ketetapan yang telah dinyatakan di dalam Al Quran.
3) Menerangkan tujuan hukum dari suatu ketetapan Al Qur’an.

B. SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS

1. Periode Pertama
Periode pertama adalah periode Nabi dan disebut masa wahyu
danpembentukan. Pada periode ini Nabi melarang para sahabat menulis
hadits, karena di khawatirkan hadits bercampur dengan Al Quran juga agar
potensi umat islam lebih tercurah kepada Al Quran.

5
2. Periode Kedua
Periode kedua adalah zaman khulafaur rasyidin. Masa ini disebut juga
masa sahabat besar. Masa ini dikenal dengan periode pembatasan hadits
dan penyelidikan riwayat. Usaha-usaha para sahabat dalam membatasi
hadits dilatarbelakangi oeh rasa khawatir akan terjadinya kekeliruan. Oleh
sebab itu, para sahabat sangat berhati-hati dalam menerima dan
meriwayatkan hadits.

3. Periode Ketiga
Periode ketiga adalah penyebaran hadits ke berbagai wilayah yang
berlangsung pada masa sahabat kecil dan tabi'in besar. Pada masa ini
wilayah islam sudah mencapai ke syam, Irak, Mesir, Persia, Samarkand,
dan Spanyol.

4. Periode Keempat
Periode keempat adalah periode penulisan dan pembukuan hadist secara
resmi. Penulisan dimulai setelah ada perintah resmi dari khalifah Umar bin
Abdul Aziz.. Pembukuan hadits berlangsumg sampai pada masa Bani
Abbas sampai melahirkan ulama hadits seperti: Ibnu juraij (w 179 H) di
Mekah, Abi Ishaq (w 151 H), dan Imam Malik (w 179 H) dimadinah, Al
Rabi bin Jabih (w 160 H ) dan Abdul Rahman Al Aziz (w 156 H) di suria.
Dalam masa ini banyak dihasilkan sejumlah kitab-kitab hadits karya para
ulama. Kitab-kitab tersebut belum terseleksi betul sehingga isinya masih
bercampur antara hadits nabi dan fatwa sahabat, bahkan tabi'in atau hadist
marfu', mauquf dan maqthu' disamping juga hadits palsu.

5. Periode Kelima

Periode kelima adalah periode pemurnian, penyehatan dan penyempurnaan


yang berlangsung antara awal abab ke 3 sampai akhir abad ke 3 H. Atau
tepatnya saat masa dinasti Abbasiah dipegang oleh khalifah Al-ma'num

6
sampai Al-Mu'tadir. Para ulama pada periode ini memisahkan hadits
marfu' dari hadits yang mauquf dan maqthu'.
Pada periode ini tersusun 6 kitab hadits terkenal yang biasa disebut kutub
al siitah yaitu:
a. Al-Jami' Al-Shahih karya Imam Bukhori (194-252 H)
b. Al-Jami' Al-Shahih karya Imam Muslim (204-261 H)
c. Al-Sunan Adu Dawud karya Abu Dawut (202-275 H)
d. Al-Sunan karya Ath-Thirmizi (200-279 H)
e. Al-Sunan karya An-Nasai (215-302 H)
f. Al-Sunan karya Bin Majah (207-273 H)

6. Periode Keenam

Periode keenam adalah masa pemeliharaan, penertiban, penambahan, dan


penghimpunan. Periode ini berlangsung sekitar dua setengah abad yaitu
antara abad keempat sampai pertengahan abad ke tujuh masehi saat
jatuhnya dinasti Abbasiah ke tangan Khulagu khan tahun 656H/1258 M.

Hasil dari dari gerakan para ulama periode ini adalah lahirnya sejumlah
kitab hadits yang berbeda seperti kitab syarah, kitab mustakhrij, kitab
ahtraf, kitab mustadrat dan kitab jami'.

7. Periode Ketujuh

Periode ketujuh adalah periode penguraian dan penghimpunan. Periode ini


merupakan lanjutan dari periode sebelumnya, terutama dalam aspek
penguraian dan penghimpuan hadits-hadits. Ulama periode ini mulai
mensistemkan hadits-hadits menurut kehendak penyusun, memperbaharui
kitab-kitab mustakhraj dengan cara membagi-bagi hadits menurut
kualitasnya. Mereka cenderug menyusun hadits sesuai dengan topik
pembicaraan.

7
KESIMPULAN

Demikian pengantar singkat mengenai hadits sebagai sumber ajaran ajaran Islam
bagi umat Islam. Kedudukan hadist sangat penting sebab banyak ayat Al Quran
yang tidak dapat dipahami dengan baik dan tidak dapat diamalkan tanpa
penjelasan dari hadits Nabi Muhammad SAW.
Ada banyak dalil-dalil mengenai perintah untuk berpedoman pada hadits, baik itu
didalam Al Qur’an, terdapat di dalam hadits itu sendiri maupun berasal dari Ijma’
(kesepakatan ulama).
Dalam menyampaikan Al Qur’an, Rasulullah SAW hanya meneruskan apa yang
diwahyukan kepada beliau. Sejarah perkembangan hadits dibagi menjadi tujuh
periode dimulai dari masa wahyu dan pembentukan, periode khulafaur rasyidin,
periode penyebaran, periode penulisan dan pembukuan, periode penyebaran dan
penyebaran, periode pemeliharaan dan penghimpunan.

Dalam memahami ajaran islam dan mengamalkannya dengan benar dan baik umat
Islam harus berpegang pada Al-Quran dan Hadits. Karena itu para ulama berusaha
keras untuk mengumpulkan hadits dalam berbagai kitab yang sekarang dapat kita
jumpai. untuk memahami hadist para ulama juga menyusun kitab-kitab hadist
yang mencoba menjelaskan hadits dari berbagai aspek serta menghubungkannya
dengan Al-Quran.

DAFTAR PUSTAKA

8
Hakim, MA, Drs. Atang abdul dan Dr. Jaih Mubarok. Metodologi Studi Islam.
Bandung: PT Renaja rosdakarya. 2001

Nata, MA, Drs. Abuddin. .Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 1994

Oviyanti Fitri. Metodologi Studi Islam. Palembang: Noer Fikri. 2013

http://maulanatemaram.blogspot.com/2013/10/makalah-hadis-sebagai-ajaran-
islam.html

Anda mungkin juga menyukai