Anda di halaman 1dari 13

MATERI PELAJARAN USHUL FIQIH KELAS X KEAGAMAAN

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2018 -2019


KURIKULUM 2013 EDISI REVISI 2017

DISUSUN OLEH
H. TRI WAHYUDI WIGUNA, S.Ag

NAMA : ....................................................
KELAS : X KEAGAMAAN ........

KEMENTERIAN AGAMA
MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 KUTAI KARTANEGARA
1
BAB 12
SUMBER HUKUM ISLAM YANG MUTTAFAQ (YANG DISEPAKATI)

KOMPETENSI DASAR
1.6 Meyakini al-Qur’an Hadis sebagai sumber hukum Islam.
1.7 Meyakini kebenaran ijma dan qiyās sebagai sebagai sumber hukum Islam
2.7 Memiliki pendirian yang teguh dan tanggungjawab sebagai implementasi materisumber hukum yang
disepakati para ulama.
3.7 Menganalisis kedudukan al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam
3.8 Mengidentifikasi fungsi as-sunnah sebagai sumber hukum Islam
3.9 Menelaah fungsi dan kedudukan ijma dalam hukum Islam
3.10 Menganalisis fungsi dan kedudukan qiyās dalam hukum Islam
4.7 Menyajikan hasil contoh ijma sebagai dasar dalam menetapkan hukum
4.8 Menunjukkan contoh hasil qiyās dalam menetapkan hokum

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengamati, menanya, mengeksplorasi, asosiasi dan komunikasi siswa dapat:
1. Menjelaskan pedoman al-Qur’an dalam penetapan hukum
2. Menyebutkan fungsi hadis dalam penetapan hukum
3. Menjelaskan macam-macam ijma’
4. Menjelaskan macam-macam qiyās
5. Menyajikan contoh ijma’
6. Menyajikan contoh qiyās

PETA KONSEP

SUMBER HUKUM YANG DISEPAKATI

AL – HADITS /
AL –QUR’AN IJMA’ QIYAS
AS - SUNNAH

2
A. AL-QUR’AN
1. PENGERTIAN AL-QUR’AN
Secara kebahasaan (etimologi), kata “ al-Qur’an” adalah bentuk isim masdar dari kata “qa-ra-a” yang
berarti membaca yaitu kata “qur-a-nan” yang berarti yang dibaca. Demikian pendapat Imam Abu
Hasan Ali bin Hazim (w. 215 H). Penambahan huruf alif dan lam atau al pada awal kata menunjuk
pada kekhusususan tentang sesuatu yang dibaca, yaitu bacaan yang diyakini sebagai wahyu Allah
Swt.
SECARA ISTILAH : “Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai mukjizat yang ditulis dalam mushaf dengan jalan mutawatir dan membacanya dinilai ibadah”
Secara istilah (terminologi), para pakar al-Qur’an memberikan definisi diantaranya :
a. Menurut Muhammad Ali aṣ-Ṣabuni
Firman Allah Swt. yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada nabi dan Rasul terakhir
dengan perantaraan Jibril AS yang tertulis dalam mushaf dan sampai kepada kita secara
mutawātir (bersambung).
b. Menurut Muhammad Musthafa as-Salabi
Kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammmad Saw, untuk memberi hidayah kepada manusia
dan menjelaskan mana jalan yang benar dan harus dijalani yang dibawa oleh Jibril as. dengan
lafadz dan maknanya.
c. Menurut Khudhari Beik
Firman Allah Swt yang berbahasa arab yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw, untuk
dipahami dan selalu diingat, disampaikan secara mutawātir (bersambung), ditulis dalam satu
mushaf yang diawali dengn surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas.

2. POKOK-POKOK ISI AL-QUR’AN


a. Tauhid
b. Ibadah
c. Akhlak
d. Hukum-Hukum
e. Janji Dan Ancaman
f. Kisah-Kisah Umat Terdahulu
g. Sains Dan Ilmu Pengetahuan

3. GARIS BESAR HUKUM DALAM AL-QUR’AN


a. Hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt, yang disebut ibadah.
Ibadah ini dibagi tiga;
1) Bersifat ibadah semata-mata, yaitu salat dan puasa.
2) Bersifat harta benda dan berhubungan dengan masyarakat, yaitu zakat.
3) Bersifat badaniyah dan berhubungan juga dengan masyarakat, yaitu haji.
b. Ketiga macam ibadah tersebut dipandang sebagai pokok dasar Islam, sesudah Iman. Hukum-
hukum dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan ibadah bersifat tetap tidak
berubah.
1) Hukum-hukum yang mengatur pergaulan manusia (hubungan sesama manusia), yaitu yang
disebut mu’amalāt. Hukum yang menyangkut muamalah ini dibagi empat:
2) Berhubungan dengan penyusunan rumah tangga, seperti kawin, cerai, soal keturunan,
pembagian harta pusaka dan Iain-lain.
3) Berhubungan dengan pergaulan hidup manusia, seperti jual-beli, sewa- menyewa,
perburuhan dan Iain-lain. Bagian ini disebut mu’am alat juga (dalam arti yang sempit).
4) Berhubungan dengan soal hukuman terhadap kejahatan, seperti qiṣāṣ, ḥudūd dan lain-lain.
Bagian ini disebut jināyāt (hukum pidana).
c. Hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan masyarakat (mu’amalāt)
dapat dimasuki akal dan fikiran. Dia berdasarkan kemaslahatan dan kemanfaatan. Kemaslahatan

3
dan kemanfaatan inilah yang menjadi jiwa agama. Atas dasar kemaslahatan dan kemanfaatan
ini, hukum-hukum itu dapat disesuaikan dengan ternpat dan masa.

4. FUNGSI AL-QUR’AN
a. Sebagai Pedoman dan Petunjuk Hidup Manusia. (QS. An-Naml : 77 dan QS.Al-Jatsiyah [45]:20))
b. Sebagai Pembenar Penyempurna Kitab yang diturunkan sebelum al-Qur’an. (QS. Ali Imran [3]:3-
4)
c. Sebagai Mu’jizat Nabi Muhammad Saw. (QS. Fushshilat [41]: 41-42)
d. Membimbing manusia ke jalan keselamatan dan kebahagiaan. (QS. Al-Maidah [5]:15-16)
e. Pelajaran dan penerang kehidupan (QS. An-Nahl [16]:89)

5. KEDUDUKAN AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM


Kedudukan al-Qur’an merupakan sumber yang pertama dan paling utama dalam hukum Islam,
sebelum sumber-sumber hukum yang lain. Sebab al- Qur’an merupakan undang-undang dasar
tertinggi bagi umat Islam, sehingga semua hukum dan sumber hukum tidak boleh bertentangan
dengan al-Qur’an.

6. PEDOMAN AL-QUR’AN DALAM MENETAPKAN HUKUM


a. TIDAK MENYULITKAN / TIDAK MEMBERATKAN ( ‫)عدم الحرج‬. QS. 2 : 286 dan 185
b. MENYEDIKITKAN BEBAN ( ‫ ) قلّة التكليف‬: menjama’ dan mengqoshor sholat, rukhshoh dalam
puasa, tayamum,
c. BERANGSUR-ANGSUR DALAM MENETAPKAN HUKUM ( ‫) ال ّتدرج فى ال ّتشرع‬
Pengharaman : Khamar QS.Al-Baqaroh:219; QS. An-Nisa :43, QS. Al-Maidah : 90
Pengharaman riba : QS. Ar-Rum : 29, QS. An-Nisa : 160-161, QS. Ali Imran : 130

7. SIFAT HUKUM YANG DITUNJUKAN AL-QUR’AN


Ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an pada umumnya bersifat KULLI (umum) dan sedikit
sekali yang bersifat JUZ’I (terperinci).
Ayat-ayat kulli memerlukan penjelasan, maka yang berhak memberikan penjelaan adalah dari
penjelasan Rasulullah SAW melaui hadits / sunnahnya.

B. AS-SUNNAH / AL-HADITS
1. PENGERTIAN AS-SUNNAH / AL-HADITS
Sunnah menurut bahasa dapat diartikan kebiasaan / jalan, sebagai jalan yang ditempuh, kebiasaan
yang sering dilakukan, sesuatu yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw, baik yang berdasarkan al-
Qur’an maupun tidak.
Sedangkan menurut istilah:
Sunnah menurut istilah syariat ialah segala hal yang datang dari Nabi Muhammad Saw., baik berupa
ucapan, perbuatan, ketetapan Nabi Saw.

2. MACAM-MACAM SUNNAH
a. Sunnah Qauliyah : sunnah / hadits yang berisi tentang perkatan Rasulullah SAW
b. Sunnah Fi’liyah : sunnah / hadits yang berisi tentang perbuatan Rasulullah SAW
c. Sunnah Taqririyah : sunnah / hadits yang berisi tentang ketetapan Rasulullah SAW
d. Sunnah Hammiyah : sunnah / hadits yang berisi tentang cita-cita Rasulullah SAW

3. DASAR AS-SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM


a. Dalil Al-Qur’an (QS. al-Ḥasyr [59] : 7) ; (QS. An-Nisa’ [4]: 59) ; (QS. An-Nisa’ [4] : 80)
b. Dalil Hadits
(Rasul bertanya), bagaimana kamu akan menetapkan hukum bila dihadapkan padamu sesuatu
yang memerlukan penetapan hukum? Mu’az menjawab: saya akan menetapkannya dengan kitab
Allah. Lalu Rasul bertanya; seandainya kamu tidak mendapatkannya dalam kitab Allah, Mu’az
menjawab: dengan Sunnah Rasulullah. Rasul bertanya lagi, seandainya kamu tidak
4
mendapatkannya dalam kitab Allah dan juga tidak dalam Sunnah Rasul, Mu’az menjawab: saya
akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri. Maka Rasulullah menepuk-nepuk belakangan
Mu’az seraya mengatakan “segala puji bagi Allah yang telah menyelaraskan utusan seorang Rasul
dengan sesuatu yang Rasul kehendaki.” (HR. Abu Dwaud dan Ibnu Majah).
Hadis Nabi Saw.:
“Wajib bagi sekalian berpegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah Khulafa ar-Rasyidin
(khalifah yang mendapat petunjuk), berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya’.(HR. Abu
Dawud dan Ibn Majah).
c. Kesepakatan ulama’ / Ijma’
d. Sesuai dengan petunjuk akal

4. KEDUDUKAN AS-SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM


Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam adalah yang kedua sesudah Al-qur’an, dan
barang siapa yang mengingkarinya tergolong kafir.

5. FUNGSI HADIS TERHADAP AL-QUR’AN


a. Bayān Taqrīr (ُْ‫رير‬ ِ ‫) بَيَانُُالتَّ ْق‬
Adalah fungsi hadis/sunnah terhadap al-Qur’an dengan menetapkan dan menguatkan atau
menggarisbawahi kembali maksud redaksi wahyu (al-Qur’an). Bayān taqrīr disebut juga bayān
ta’kīd (‫ ) بَيَانُُالتَّأُ ِك ْي ُْد‬atau bayān iṡbāt ( (‫) بَيَانُُاُ ْثُْبات‬
Contoh : Hadis/sunnah tentang penentuan kalender bulan berkenaan dengan kewajiban di bulan
Ramadhan
ِ ‫) بَيَانُُالتَّ ْف‬
b. Bayān Tafsīr (‫سُْير‬
Adalah fungsi hadis/sunnah berkenaan dengan menjelaskan atau memberikan keterangan atau
menafsirkan redaksi al-Qur’an, merinci keterangan al-Qur’an yang bersifat global (umum) dan
bahkan membatasi pengertian lahir dari teks al-Qur’an atau mengkhususkan (takhṣīṣ) terhadap
redaksi ayat yang masih bersifat umum.
Contoh :
Hadis/Sunnah menafsirkan QS. Al-Qadr [97] : 1-5
Nabi Saw,.memberi penjelasan tentang waktu (terjadinya) lailatul qadr, seperti dalam Hadis ;
“…(malam) lailatul qadr berada pada malam gajil pada sepuluh akhir bulan Ramadhan”.
c. Bayan Tasyrī’ (‫ع‬ُْ ‫) بَيَانُُالتَّ ْشري‬
Adalah fungsi hadis/sunnah dalam menetapkan hukum yang tidak dijelaskan oleh al-Qur’an. Hal
ini dilakukan atas inisiatif Nabi Saw. atas berkembangnya permasalahan sejalan dengan luasnya
daerah penyebaran Islam dan beragamnya pemikiran para pemeluk Islam.

C. AL-IJMA’
1. PENGERTIAN IJMA’
Ijmā’ dalam pengertian bahasa memiliki dua arti. Pertama, berupaya (tekad) terhadap sesuatu.
Pengertian kedua, berarti kesepakatan. Perbedaan arti yang pertama dengan yang kedua ini bahwa
arti pertama berlaku untuk satu orang dan arti kedua lebih dari satu orang.
Sedang ijmā’ menurut istilah: Ijma’ menurut istilah ulama ‘ushul fikih ialah kesepakatan seluruh ulma
mujtahid dari kaum muslimin pada suatu masa sesudah wafat Rasulullah atas sesuatu hukum syara’
pada suatu kejadian.
Ijmā’ dalam istilah ahli ushul adalah kesepakatan semua para mujtahid dari kaum muslimin dalam
suatu masa setelah wafat Rasul Saw. atas hukum syara’ yang tidak ditemukan dasar hukumnya dalam
al-Qur’an dan hadis.

Kesepakatan yang terjadi oleh orang-orang yang bukan mujtahid, atau terjadi semasa Nabi bukanlah
Ijma’. Ijma’ harus sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits /Sunnah Rasulullah SAW. Tidak sah ijma’ jika
salah seorang ulama dari mereka yang hidup pada masa itu menyalahinya.

5
2. RUKUN IJMĀ’
a. Tidak cukup ijmā’ dikeluarkan oleh seorang mujtahid apabila keberadaanya hanya seorang
(mujtahid) saja di suatu masa. Karena ‘kesepakatan’ dilakukan lebih dari satu orang,
pendapatnya disepakati antara satu dengan yang lain.
b. Adanya kesepakatan sesama para mujtahid atas hukum syara’ dalam suatu masalah, dengan
melihat negeri, jenis dan kelompok mereka. Andai yang disepakati atas hukum syara’ hanya para
mujtahid Haramain, para mujtahid Irak saja, Hijaz saja, mujtahid ahlu Sunnah, Mujtahid ahli
Syiah, maka secara syara’ kesepakatan khusus ini tidak disebut Ijma’. Karena ijmā’ tidak
terbentuk kecuali dengan kesepakatan umum dari seluruh mujtahid di dunia Islam dalam suatu
masa.
c. Hendaknya kesepakatan mereka dimulai setiap pendapat salah seorang mereka dengan
pendapat yang jelas apakah dengan dalam bentuk perkataan, fatwa atau perbuatan.
d. Kesepakatan itu terwujudkan atas hukum kepada semua para mujtahid. Jika sebagian besar
mereka sepakat maka tidak membatalkan kesepekatan yang ‘banyak’ secara ijmā’ sekalipun
jumlah yang berbeda sedikit dan jumlah yang sepakat lebih banyak maka tidak menjadikan
kesepakatan yang banyak itu ḥujjah syar’i yang pasti dan mengikat.

3. SYARAT-SYARAT MUJTAHID
Mujtahid hendaknya sekurang-kurangnya memiliki tiga syarat:
a. Memiliki pengetahuan dasar berkaitan dengan,
1) Memiliki pengetahuan tentang al-Qur’an.
2) Memiliki pengetahuan tentang Sunnah.
3) Memiliki pengetahuan tentang masalah ijmā’ sebelumnya.
a. Memiliki pengetahuan tentang ushul fikih.
b. Menguasai ilmu bahasa Arab.
Selain itu, al-Syatibi menambahkan syarat selain yang disebut di atas, yaitu memiliki pengetahuan
tentang maqāṣid al-syarīah (tujuan syariat).

4. CARA ULAMA / MUJTAHID BER-IJMA’


a. Dengan Ucapan (Qauly) : berdasarkan pendapat yang dikeluarkan para mujtahid yang diakui sah
dalam satu masalah
b. Dengan Perbuatan (Fi’ly) : kesapakatan para mujtahid dalam mengamalkan sesuatu
c. Dengan Diam (Sukuty) : apabila tidak ada diantara mujtahid yang membantah terhadap
pendapat satu atau dua mujtahid lainnya dalam suatu masalah

5. MACAM-MACAM IJMA’
a. Ditinjau dari segi terjadinya
1) Ijmā’ ṣarīḥ/qauli/bayāni, yaitu para mujtahid menyatakan pendapatnyadengan jelas dan
tegas, baik berupa ucapan atau tulisan, seperti hukum masalah ini halal dan tidak haram.
2) Ijmā’ sukūti/iqrāri yaitu para mujtahid seluruh atau sebahagian mereka tidak menyatakan
pendapat dengan jelas dan tegas, tetapi mereka berdiam diri saja atau tidak memberikan
reaksi terhadap suatu ketentuan hukum yang telah dikemukakan mujtahid lain yang hidup di
masanya.
JUMHUR ULAMA SEPAKAT BAHWA IJMA’ SHARIH DAPAT DIJADIKAN LANDASAN HUKUM.

b. Ditinjau dari segi keyakinan


1) Ijmā’ qaṭ’i, yaitu hukum yang dihasilkan ijmā’ itu adalah sebagai Dalil qath’î diyakini benar
terjadinya.
2) Ijmā’ ẓanni, yaitu hukum yang dihasilkan ijmâ’ itu ẓanni, masih ada kemungkinan lain bahwa
hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan berbeda dengan hasil ijtihad orang
lain atau dengan hasil ijmā’ yang dilakukan pada waktu yang lain.
3) Ditinjau dari Waktunya
4) Ijmā’ sahabat, yaitu ijmā’ yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah Saw;

6
5) Ijmā’ khulafaurrasyidin, yaitu ijmā’ yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman
dan ali bin Abi Thalib. Tentu saja hal ini hanya dapat dilakukan pada masa ke-empat orang
itu hidup, yaitu pada masa Khalifah Abu Bakar. Setelah Abu Bakar meninggal dunia ijmā’
tersebut tidak dapat dilakukan lagi;
6) Ijmā’ shaikhan, yaitu ijmā’ yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar bin Khattab;
7) Ijmā’ ahli Madinah, yaitu ijmā’ yang dilakukan oleh ulama-ulama Madinah. ijmā’ ahli
Madinah merupakan salah satu sumber hukum Islam menurut Madzhab Maliki, tetapi
Madzhab Syafi’i tidak mengakuinya sebagai salah satu sumber hukum Islam;
8) Ijmā’ ulama Kufah, yaitu ijmā’ yang dilakukan oleh ulama-ulama Kufah. Madzhab Hanafi
menjadikan ijmā’ ulama Kufah sebagai salah satu sumber hukum Islam.

6. KEDUDUKAN IJMA’ DALAM SUMBER HUKUM ISLAM


Jumhur Ulama menetapkan bahwa Ijma’ dapat dijadikan Sumber Hukum Islam dalam menetapkan
suatu hukum yang bersifat zhanny. Golongan Syi’ah berpandangan bahwa ijma’ sebagai hujjah yang
harus diamalkan, Ulama Hanfiyah dapat menerima ijma’ sebagai hujjah baik ijma’ qath’i dan zhanny,
Ulama Syafi’iyah hanya berpegang pada ijma’ qhath’i dalam menetapkan hukum
Pada dasarnya Ijma’ dapat dijadikan alternatif dalam menetapkan hukum sesuatu peristiwa yang
didalam Al-Qur’an dan Sunnah tidak ada ataukurang jelas hukumnya.
Ijma’ menempati tingkatan ketiga sebagai hukum syar’i setelah Al-Qur’an dan Sunnah

7. SEBAB-SEBAB DILAKUKANNYA IJMA’


a. Adanya persoalan yang harus dicarikan status hukumnya, sementara di dalam Al-Qur’an dan
Hadits tidak ditemukan hukumnya.
b. Nash Al-Qur’an dan Hadits sudah tidak diturunkan lagi / telah berhenti
c. Pada masa lalu jumlah mujtahid masih sedikit, sehingga mudah untuk berijma dan masalah
yang munculpun sedikit
d. Tidak adanya perpecahan pendapat dikalangan ulama pada waktu itu

8. CONTOH IJMA’
a. Pengumpulan dan pembukuan Al-Qur’an
b. Sunnah / Hadits sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an
c. Penentuan awal Ramadhan dan Syawal
d. Penentuan Kadar Zakat Fitrah dengan uang
e. Dalam masalah warits nenek mendapat 1/6 bagian dari cucunya jika ia tidak terhijab

D. AL-QIYAS’
1. PENGERTIAN AL-QIYAS
Qiyās menurut bahasa Arab berarti menyamakan, membandingkan atau mengukur.
Qiyās menurut istilah:
Menurut para ulama ushul fikih, ialah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak
ada dasar naṣnya dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain
yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan naṣ karena ada persamaan ‘illat antara kedua kejadian
atau peristiwa itu.
Menurut Wahbah Zuhaili mendefinisikan qiyās dengan menyatukan sesuatu yang tidak disebutkan
hukumnya dalam naṣ dengan sesuatu yang disebutkan hukumnya oleh naṣ, disebabkan kesatuan illat
antara keduanya.

2. RUKUN QIYAS
a. Aṣal (pokok), yaitu apa yang terdapat dalam hukum naṣnya (al-maqīs‘alaihi), juga diartikan
sebagai pokok, yaitu suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya berdasar naṣ.
b. Furū’ (cabang), yaitu sesuatu yang belum terdapat naṣ hukumnya (al-maqîs), karena tidak
terdapat dalil naṣ atau ijmā’ yang menjelaskan hukumnya.

7
c. c) Ḥukm al-aṣal, yaitu hukum syar’i yang terdapat dalam dalam naṣ dalam hukum asalnya. Atau
hukum syar’i yang ada dalam naṣ atau ijmā’, yang terdapat dalam al-aṣlu.
d. d) Illat, adalah sifat yang didasarkan atas hukum aṣal atau dasar qiyās yang dibangun atasnya.

SKEMA METODE QIYAS

CONTOH QIYAS

8
3. MACAM-MACAM QIYAS
a. QIYAS AULAWI : mengqiyaskan sesuatu yang hukumnya telah ada, namun sifat / illatnya lebih
tinggi dari sifat hukum yang telah ada.
Contohnya : keharaman memukul orang tua, diqiyaskan kepada mengucapkan kata kasar sudah
haram
b. QIYAS MUSAWI : illat qiyas suatu hukum sama.
Contohnya : kesamaan keharaman hukum membakar dan memakan harta anak yatim secara
bathil. Illatnya adalah sama-sama menghilangkan hartanya.
c. QIYAS DILALAH : menetapkan hukum karena ada persamaan dilalah hukum.
Contohnya : kesamaan kewajiban zakat antara harta anak yatim dan harta orang dewasa, illat
hukumnya sama-sama harta yang wajib dizakati
d. QIYAS SYIBHU : terjadi keraguan dalam mengqiyaskan, kemana ashal illat ditujukan, kemudian
harus ditentukan salah satunya dalam penetapan hukumnya.
Contoh pada kasus pembunuhan budak, apakah budak itu diqiyaskan kepada manusia ataukah
budak diqiyaskan kepada harta benda yang bisa diperjualbelikan.

4. KEDUDUKAN QIYAS DALAM SUMBER HUKUM ISLAM


Pandangan ulama mengenai qiyās ini terbagi menjadi tiga kelompok:
a. Kelompok jumhur, mereka menggunakan qiyās sebagai dasar hukum pada hal-hal yang tidak
jelas naṣnya baik dalam al-Qur’an, hadis, pendapat sahabat maupun ijma ulama.
b. Mazhab Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, mereka sama sekali tidak menggunakan qiyās. Mazhab
Zhahiri tidak mengakui adanya illat naṣ dan tidak berusaha mengetahui sasaran dan tujuan naṣ
termasuk menyingkap alasan-alasannya guna menetapkan suatu kepastian hukum yang sesuai
dengan illat. Sebaliknya, mereka menetapkan hukum hanya dari teks naṣ semata.
c. Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyās, yang berusaha berbagai hal karena
persamaan illat/sebab. Bahkan dalam kondisi dan masalah tertentu, kelompok ini menerapkan
qiyās sebagai pen-takhṣīṣ dari keumuman dalil al-Qur’an dan hadis.

5. SEBAB-SEBAB DILAKUKANNYA QIYAS


a. Adanya persoalan yang harus dicarikan status hukumnya, sementara di dalam Al-Qur’an dan
Hadits tidak ditemukan hukumnya, sementara mujtahid belum melakukan ijma’.
b. Nash Al-Qur’an dan Hadits sudah tidak diturunkan lagi / telah berhenti
c. Karena ada persamaan illat antara peristiwa yang telah ada hukumnya dengan yang belum ada
hukumnya.

UJI KOMPETENSI
A. PILIH JAWABAN A, B, C, D, ATAU E YANG KAMU ANGGAP BENAR
1. Al-qur’an secara bahasa dari kata ‫ قــرأ‬yang berarti …………
a. Bacaan
b. Lafal
c. Kitab suci
d. Kalimat Allah
e. Kalam Allah
2. Isi pokok-pokok Al-qur’an adalah, kecuali…..
a. Amal-amal
b. Aqidah & ibadah
c. Akhlak & hukum
d. Janji & ancaman
e. Kisah umat terdahulu

9
3. QS. Luqman : 2-3
٣ ‫ ه ُٗدى َو َر ك َۡح ٗة ِللك ُم كح ِس ِن َني‬٢ ‫ۡل َءاي َ َٰ ُت ٱ كل ِكتَ َٰ ِب ٱلك َح ِك ِمي‬
َ ‫ِت ك‬
Berdasarkan ayat diatas maka Al-Qur’an mempunyai fungsi sebagai …
a. Petunjuk dan rahmat
b. Pembeda
c. Nasihat
d. Obat
e. Pedoman hidup
4. Pedoman Al-qur’an dalam mentapkan hukum diantaranya adalah berangsur-angsur dalam penetapan
hukum, contohnya adalah ….
a. Mentapkan hukum khomar
b. Menjamak dan mengqoshor sholat fardhu
c. Bertayammum
d. Kebolehan mengqodho puasa Ramadhan di hari lain
e. Kebolehan sholat duduk bagi yang tidak mampu berdiri atau dalam keadaaan sakit
5. Pedoman Al-qur’an dalam mentapkan hukum diantaranya adalah menyedikitkan beban, contohnya
adalah kecuali ….
a. Mentapkan hukum khomar
b. Menjamak dan mengqoshor sholat fardhu
c. Bertayammum
d. Kebolehan mengqodo puasa Ramadhan di hari lain
e. Kebolehan sholat duduk bagi yang tidak mampu berdiri atau dalam keadaaan sakit
6. Dari segi kejelasan maknanya ayat Al-Qur’an terbagi menjadi dua yaitu ...
a. Kully dan juz’i
b. Muhkamat dan mutasyabihat
c. Tafshili dan mujmal
d. Taqyid dan takhshish
e. Qoth’i dan zhonny
7. Ayat Al-quran yang sudah jelas dan terang maksud dan hukum yang dikandungnya sehingga tidak
memerlukan penafsiran, merupakan pengertian ….
a. Kully
b. Muhkamat
c. Mutasyabihat
d. Juz’i
e. Taqyid
8. Ayat Al-quran yang sudah jelas dan tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut, merupakan pengertian
dari ….
a. Muhkamat
b. Kully
c. Mautasyabihat
d. Juz’i
e. Taqyid
9. Ayat Al-Qur’an yang menguatkan dan mengukuhkan hukum yang ada dalam Al-qur’an disebut ….
a. Tasyri’
b. Taqyid
c. Tafshili
d. Takhsis
e. Tafsir

10
10. QS. Surah Al-Maidah ayat 6 :
‫وِ ُ كُك َو َٱ كر ُُلَ ُ كُك‬
ِ ‫ي َ َٰ َٰٓأَُّيه َا ٱ ذ َِّل َين َءا َمنُ َٰٓو ْا ا َذا ُق كم ُ كُت ا ََل ٱ ذلصلَ ٰو ِة فَأ كغ ِسلُو ْا ُو ُجوه ُ كَُك َو َٱيك ِديَ ُ كُك ا ََل ٱلك َم َرا ِف ِق َوٱ كم َس ُحو ْا ِ ُر ُء‬
ِ ِ ِ
……….‫ا ََل ٱ كل َك كع َب ك ِنني‬
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu
ِ
dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua
mata kaki .”
Ayat di atas adalah contoh ayat …
a. Kully
b. Muhkamat
c. Mutasyabihat
d. Juz’i
e. Taqyid
11. Secara bahasa as-sunnah berarti kecuali …
a. Jalan yang dilalui
b. Cara / metode
c. Berita
d. Perilaku / watak
e. Hukum
12. Yang di maksud dengan sunnah Nabi SAW adalah …...
a. Jalan yang ditempuh Nabi SAW
b. Amalan-amalan sunnah Nabi SAW
c. Sesuatu yang diucapkan, dilakukan dan disetujui oleh Nabi SAW
d. Sesuatu yang diucapkan Nabi SAW
e. Sesuatu yang diperintahkan Nabi SAW
13. Sunnah Nabi SAW terbagi kepada ……
a. Qauliyah, af ’aliyah dan qudsiyah
b. Af ‘aliyah, lisaniyah dan taqririyah
c. Qauliyah, taqririyah dan hammiyah
d. Qauliyah, fi’liyah, taqririyah dan Hammiyah
e. Taqririyah, fi’liyah dan hammiyah
14.‫َصل ه ْوا َ َمَك َر َا يْ ُت ُم ْو ِِن ُا َص ِل‬
“Sholatlah kamu sebagaimana kamu melihatku aku sholat”
Hadits diatas adalah termasuk hadits …..
a. Fi’liyah
b. Taqririyah
c. Hammiyah
d. Qouliyah
e. Haditsah
15. Hadits yang menceritan tentang perilaku Rasulullah saw yang dijelaskan oleh sahabat yang berkenaan
dengan masalah hukum disebut hadits …
a. Qouliyah
b. Taqriryah
c. Hammiyah
d. Fi’liyah
e. Ahwaliyah
16. Fungsi hadits adalah kecuali ……..
a. Memperkuat hukum-hukum yang ada dalam Al-qur’an
b. Memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat Al-qur’an
c. Memberikan rincian terhadap ayat-ayat Al-qur’an
d. Sebagai pelengkap Al-qur’an
e. Menetapkan ketentuan hukum yang belum ada dalam Al-qur’an
11
17. Dalam penerapannya fungsi hadits salah satunya adalah Bayan, artinya ....
a. Sebagai perinci ayat-ayat Al-Qur’an
b. Sebagai penguat ayat-ayat Al-Qur’an
c. Sebagai pengukuh ayat-ayat Al-Qur’an
d. Sebagai penghusus ayat-ayat Al-Qur’an
e. Sebagai penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an
18. Hadits yang berisi tentang perbuatan sahabat yang disaksikan oleh Rasulullah saw namun Rasul tidak
memberikan tanggapan apapun terhadap yang dilakukan mereka disebut …
a. Sunnah qauliyah
b. Sunnah fi’liyah
c. Sunnah hammiyah
d. Sunnah mutawatir
e. Sunnah taqririyah
19. Secara bahasa Ijma’ berarti kecuali ….
a. Kesepakatan
b. Berkumpul
c. Konsensus
d. Bersama-sama
e. Analogi
20. Ijma’ (kesepakatan) ulama dalam suatu masalah dapat terjadi dalam beberapa cara, yaitu ……
a. Qauliyah, fi’liyah dan taqririyah
b. Fi’li, qauli dan sharih
c. Sukuti, fi’li dan taqriri
d. Qauli, sharih dan sukuti
e. Fi’li, qauli dan sukuti
21. Para ulama yang ber-ijmak dengan cara tidak ikut menyatakan pendapatnya namun mereka
mengamalkan hasil kesepakatan disebut …
a. Ijma’ fi’ly
b. Ijma’ qauli
c. Ijma’taqriry
d. Ijma’sukuti
e. Ijma’ shorih
22. Ijma’ yang bisa di jadikan sebagai Hujjah Syar’iyah (dasar hukum) adalah …
a. Ijma’ qauli
b. Ijma’ shorih
c. Ijma’ fi’ly
d. Ijma’taqriry
e. Ijma’sukuti
23. Dilihat dari sikap para mujtahid dalam mengemukakan pendapatnya, maka fatwa MUI tentang
penetapan 1 Syawwal termasuk ijma’…
a. Sharih
b. Sukuti
c. Fi’li
d. Taqriri
e. Qauli
24. Ijma’ yang menampilkan pendapat setiap ulama secara jelas dan terbuka baik secara lisan, tulisan
maupun perbuatan disebut ....
a. Ijma’ qauli
b. Ijma’ shorih
c. Ijma’ fi’ly
d. Ijma’taqriry
e. Ijma’sukuti

12
25. Qiyas secara bahasa berarti kecuali .....
a. Mengukur
b. Memperbandingkan
c. Konsensus
d. Mempersamakan
e. Analogi
26. Rukun qiyas adalah kecuali …………..
a. Ashal
b. Far’u
c. Hukum ashal
d. Hukum Far’u
e. Illat hukum
27. Qiyas tidak berlaku dalam masalah ...
a. Hukum
b. Muamalah
c. Akhlak
d. Ibadah mahdhoh
e. Ibadah ghairu mahdhoh
28. Keharaman narkoba diqiyaskan dengan keharaman khamar adalah contoh qiyas …
a. Aulawi
b. Dilalah
c. Syibhu
d. Illat qiyas
e. Musawwi
29. Keharaman hukum memukul orang tua, diqiyaskan kepada berkata kasar saja sudah haram. Ini adalah
contoh qiyas …..
a. Aulawi
b. Musawwi
c. Jally
d. Syibhu
e. Khaffy
30. Kedudukan qiyas dalam sumber hukum Islam menempati sumber hukum yang ke … sesudah Al-Qur’an.
a. Kelima
b. Keempat
c. Pertama
d. Kedua
e. Ketiga

B. ESSAY
1. Sebutkan apa sajakah pedoman Al-Qur’an dalam menetapkan hukum ?
2. Sebutkan apa sajakah fungsi hadits / sunnah terhadap Al-qur’an !
3. Sebutkan dan Jelaskan cara ulama ulama ber-ijma’ ?
4. Sebutkan rukun qiyas
5. Berikan contoh qiyas

13

Anda mungkin juga menyukai