PROGRAM MAGISTER
HUKUM KELUARGA ISLAM (AL-AHWAL ASY-SYAKHSHIYYAH)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) DATOKARAMA PALU
2023
i
DAFTAR ISI
Sampul.......................................................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................3
B. Rumusan Masalah..........................................................................................3
C. Tujuan Penulisan............................................................................................3
A. Kesimpulan.....................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................15
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Karakteristik sunnah sebagai sumber hukum?
2. Bagaimana posisi sunnah dalam merespon isu-isu kontemporer?
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan ntuk mendalami peran dan relevansi Al-Sunnah
dalam hukum Islam modern, menjelaskan bagaimana hadis-hadis Nabi
Muhammad SAW diinterpretasikan dalam pengambilan keputusan hukum
sehari-hari, menganalisis pengaruh integrasi nilai-nilai agama dalam hukum
modern pada berbagai aspek kehidupan individu Muslim dan masyarakat,
serta menyoroti tantangan dan perdebatan seputar penyelarasan antara nilai-
nilai Islam, hukum sekuler, dan hak asasi manusia dalam masyarakat yang
semakin maju.
3
BAB II
AL-SUNNAH DAN PERSOALAN HUKUM
Sunnah secara bahasa berarti “cara yang dibiasakan” atau “cara yang
terpuji”. Sunnah lebih umum disebut hadits. Hadis berasal dari bahasa Arab,
yang artinya ucapan, pembicaraan, dan cerita. Sedangkan menurut istilah yaitu
segala berita yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah terjaga
dan terpelihara dari berbagai kesalahan, berupa qauliyah (ucapan), fi’liyah
(perbuatan), dan takrir (ketetapan). Yang dimaksud qauliyah, yaitu segala
perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW,lalu fi’liyaha dalah segenap
prilaku atau perbuatan Nabi Muhammad SAW, sedangkan takririyah adalah
persetujuan Nabi Muhammad SAW atas apa yang dilakukan para sahabat.1
1
I.Nurol Aen. Disertasi Konsep Mushawwibat Al-Qadhi ‘Abd Al-Jabbar dan Relevansi
dengan Dasar Teologinya. (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah. 1998), hlm. 116.
2
Amir Syarifuddin.Ushul Fiqih Jilid 1. (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 6.
3
Jurnal Peradaban dan Hukum Islam. Vol.1 No.1 (Maret, 2018), Hal 102-116
4
a. Muaqqid \
b. Bayan
5
Quran, dan bila hukumnya ditemukan maka harus dilaksanakan. Bila dalam al-
Quran tidak ditemukan maka harus dicari ke dalam sunah. Bila dalam sunah juga
tidak ditemukan maka harus dilihat, apakah para mujtahid telah sepakat tentang
hukum dari kejadian tersebut, dan bila tidak ditemukan juga, maka harus
berijtihad mengenai hukum atas kejadian itu dengan mengkiaskan kepada hukum
yang memiliki nash.4 Adapun dalil yang menunjukan urutan dalam menggunakan
empat dalil di atas antara lain Qs. An-Nisa: 59
ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا َاِط ْيُعوا َهّٰللا َو َاِط ْيُعوا الَّرُسْو َل َو ُاوِلى اَاْلْم ِر ِم ْنُك ْۚم َفِاْن َتَناَز ْعُتْم ِفْي َش ْي ٍء َفُر ُّد ْو ُه ِاَلى
ِهّٰللا َو الَّرُسْو ِل ِاْن ُكْنُتْم ُتْؤ ِم ُنْو َن ِباِهّٰلل َو اْلَيْو ِم اٰاْل ِخ ِۗر ٰذ ِلَك َخْيٌر َّو َاْح َس ُن َتْأِو ْياًل
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi
Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu
berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan
Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian
itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat).”
(Qs.An-Nisa:59) 5
Dari Maimun bin Mahran, dia berkata, “ Khalifah Abu Bakar ketika
menerima pengaduan maka dia mencari hukumnya dalam kitab Allah, jika dia
menemukan hukum untuk memutuskan perselisihan mereka maka segera
dilaksanakan. Jika dalam al-quran tidakditemukan dan diamengetahui bahwa
dalam sunnah Rasulullah adahukumnya, maka segera dilaksanakan. Jika dalam
sunnah Rasululah tidak ditemukan, maka ia segera mengumpulkan para pemimpin
dan tokoh umat Islam untuk bermusyawarah. Bila diperoleh kesepakatan pendapat
di antara mereka maka segera dilaksanakn. Demikian juga yang dilakukan oleh
Khalifah Umar.” (H.R Al-Baghawi)
4
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih,(Jakarta: Pustaka Amani, 2003), hlm. 14
5
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya
6
Imam Asy-Syatibi berkata: “Di dalam melakukan istinbath hukum, tidak
seyogyanya hanya membatasi dengan memakai dalil al-Qur’an saja, tanpa
memperhatikan penjabaran (syarah) dan penjelasan (bayan), yaitu Sunnah. Sebab
dalam Al-Qur’an terdapat banyak hal-hal yang masih global (kulliy) seperti
keterangan tentang shalat, zakat, haji, puasa dan lain sebagainya, sehingga tidak
ada jalan lain kecuali harus menengok keterangan dari sunnah.” 6Adapun ijma
sebagai urutan sumber hukum selanjutnya, merupakan salah satu dalil syara yang
memiliki tingkat kekuatan argumentatif setingkat di bawah dalil-dalil nash (Al-
Qur’an dan Hadits). Ia merupakan dalil pertama setelah Al-Qur’an dan Hadits,
yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum-hukum syara. 7
6
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus. 2010), hlm. 151.
7
Ibid, hlm. 307
7
Dalam tata urutan sumber hukum Islam, Sunnah Nabi menempati posisi
kedua di bawah al-Qur'an. Dalam posisi demikian, Sunnah Nabi difungsikan
sebagai sumber komplementer yang menjelaskan atau menjabarkan al-Qur'an.
Dengan demikian, Sunnah Nabi merupakan cabang, sedangkan al-Qur'an menjadi
pokok.8
“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat
selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”
(Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu
Hazm).
Salah satu isu kontemporer yang terjadi adalah menjamin Hak Asasi
Manusia (HAM) setiap insan manusia untuk bebas bergerak, bertindak, hidup dan
mempertahankan kehidupannya sepanjang tidak mengganggu orang lain. Maka
8
Ibid. hlm. 12
9
Tasbih, “Kedudukan Dan Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam,” Jurnal Al Fikr14,
no. 3 (2010): 332
8
hukum Islam sangat melarang penganiayaan, pembunuhan dan segala bentuk
kezaliman yang melanggar HAM.
Salah satu ciri khas, hukum Islam adalah tidak memisahkan antara moral
dan hukum dimana dalam hukum Islam moral melekat pada hukum atau
perundang-undangan, sehingga apabila seseorang telah mematuhi aturannya maka
secara otomatis ia telah bermoral dan begitu pula sebaliknya.
Menurut Mansour Fakih, dalam Islam ada beberapa tema pokok yang
berkaitan dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang merupakan
bentuk ketidakadilan gender, karena memang bukanlah kodrat Tuhan. Pertama,
subordinasi kaum muslimat. Subordinasi terhadap kaum muslimat yang dimaksud
berangkat dari penafsiran terhadap ayat 34 surat al-Nisā ’ tentang posisi dan peran
10
muslimat dalam rumah tangga. Penafsiran yang mengatakan laki-laki adalah
pemimpin atas perempuan (dalam rumah tangga) dianggap subordinatif terhadap
muslimat terlebih-lebih lagi jika kepemimpinan laki-laki menimbulkan
10
KH. Husein Muhammad, Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender
(Cet. VI; Yogyakarta: LKiS, 2012), h. 10-13. Lihat pula Sufyan A. P. Kau dan Zulkarnain
Sulaiman, Fikih Kontemporer, h. 145-146.
9
ketidakadilan gender, misalnya dalam bentuk diskriminasi kepemimpinan,
marginalisasi ekonomi, kekerasan dan beban kerja.11
11
Lihat Mansoer Fakih, ‚Posisi Kaum Perempuan dalam Islam: Tinjauan dari Aanalisis
Gender,‛ dalam Membincang Feminisme: Diskursus Gender Perspektif Islam, h. 53-55.
12
0Lihat Mansoer Fakih, ‚Posisi Kaum Perempuan dalam Islam: Tinjauan dari Aanalisis
Gender,dalam Membincang Feminisme: Diskursus Gender Perspektif Islam, h. 55-58.
10
Dalam hadits ada penjelasan "tidak menyakiti" Atha' bertanya kepada
Ibnu Abbas, "Apa yang dimaksud memukul yang tidak melukai?" Ibnu Abbas
menjawab, "Siwak dan seukurannya, yang dipukulkan" (Tafsir Qurthubi). Kita
tahu sendiri kayu siwak hanya seukuran jari telunjuk. Dan yang perlu kita ketahui
bahwa Nabi tidak pernah memukul istri-istrinya “Aisyah berkata bahwa
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tidak pernah memukul apapun dengan
tangannya, tidak memukul wanita dan pembantu.” (HR Muslim)
Konsep dan fonemena ketidakadilan gender yang dikemukan sebelumnya
di atas dalam perkembangan selanjutnya mau tidak menuntut adanya pola
pembacaan baru dengan berbagai perspektif. Setidaknya pola pembacaan baru
diharapkan dapat menghadirkan perspektif baru dalam melihat dan menyelesaikan
persoalan demi persoalan yang bertalian dengan ketidakadilan gender.
Keadilan dalam hukum Islam adalah sesuatu yang berimbang, tidak mesti
selalu dalam pengertian sama berat (fifti-fifti), tetapi dalam pengertian
harmonisasi antara bagian-bagiannya sehingga membentuk satu kesatuan yang
harmonis. Keadilan tidak harus bermakna sama persis dan persis sama atau sama
berat dan berat sama. Dengan demikian, perbedaan peran gender (differences
gender of role) antara laki-laki dan perempuan dalam konteks yang demikian
bukanlah suatu ketidakadilan, selama tidak melahirkan subordinasi, marginalisasi
dan bentuk-bentuk manifestasi ketidakadilan gender.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
11
keumuman makna ayat al-Qur’an, posisi hadits sebagai penjelas dan sumber
hukum perlu untuk dijadikan pegangan dalam menjawab persoalan-
persoalan hukum. Baik yang terkait secara syari’at maupun persoalan
kemanusiaan. Otoritas (kehujjahan) sunnah didasarkan berdasarkan dalil-dalil
yang sudah pasti. Baik dari ayat al-Qur’an maupun hadits Nabi saw atau menurut
akal sehat. Sunnah yang dapat dijadikan sebagai hujjahtentunya sunnah yang
telah memenuhi persyaratan sahih, baik mutawattir maupun ahad.
12
7. Ahkam al-khamsah (wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah) agar
dijadikan sebagai ajaran etika dan tata nilai di tengah kehidupan
masyarakat.
8. Menjadikan ilmu fiqih sebagai ilmu hukum secara umum, yaitu kajian
fiqih dilakukan menggunakan pendekatan ilmu hukum sehingga pakar
hukum umum dapat memahami substansi fiqih dengan baik dan benar.
13
A. Qadri Azizi, Reformasi bermadzhab, Jakarta; khalista, 2004, h. 110-125
13
mahlukNya, naungan Allah di atas bumi, dan hikmah Allah yang menunjukkan
kepadaNya, dan kebenaran RasulNya secara tepat dan benar.14
DAFTAR PUSTAKA
14
I.Nurol Aen. (1998). Disertasi Konsep Mushawwibat Al-Qadhi ‘Abd Al-
Jabbar dan Relevansi dengan Dasar Teologinya. Jakarta: IAIN Syarif
Hidayatullah.
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1982
Syarifuddin, A. (2011). Ushul Fiqih Jilid 1. Jakarta: Kencana.
Zahrah, M.A. (2010). Ushul Fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus.
15