Anda di halaman 1dari 14

AGAMA

BAGIAN I (FIKIH)

A. Pengertian Fikih
Menurut bahasa (etimologi), kata fikih berasal dari bahasa Arab ‫الفَ ْه ُم‬ yang berarti paham.
Menurut para ahli fiqh (fuqaha), fiqh adalah mengetahui hukum-hukum syara’ yang menjadi sifat
bagi perbuatan para hamba (mukallaf), yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
Dari pengertian dan ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa fiqih adalah pengetahuan
tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf (orang
yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat
terperinci, berupa nash-nash Al-Qur’an dan As sunnah. Adapun obyek pembahasan fiqh adalah
tindakan orang-orang mukallaf, atau segala sesuatu yang terkait dengan aktifitas orang mukallaf.
Adakalanya berupa tindakan, seperti melakukan shalat, atau meninggalkan sesuatu, seperti
mencuri, atau juga memilih, seperti makan atau minum. Yang dimaksud dengan mukallaf adalah
orang-orang baligh yang berakal, dimana segala aktifitas mereka terkait dengan hukum-hukum
syara’
B. Sumber Hukum Islam
Sumber hukum Islam yang utama adalah Al Qur’an dan as-sunah. Sedangkan, ijtihad,
ijma’, dan qiyas merupakan metode untuk menggali hukum dari kedua sumber tersebut yaitu Al
Qur’an dan sunah Rasulullah SAW.
1. Al Qur’an
Kata Al-Quran dalam kamus bahasa Arab berasal dari kata Qara'a artinya membaca.
Bentuk mashdarnya artinya bacaan dan apa yang tertulis padanya. Seperti tertuang dalam ayat
Al-Qur'an: Secara istilah Al-Qur'an adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad melalui perantara malaikat Jibril sebagai pedoman dalam kehidupan dunia
akhirat umat manusia, jika membacanya mengandung nilai ibadah, yang tertulis dalam
mushhaf berbahasa Arab, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.
Tafsir berarti ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan petunjuk,
makna-makna, kandungan-kandungan hukum dan hikmah yang terkandung di dalamnya.
Isi kandungan Al Qur’an
a. Hukum-hukum I'tiqadiyyah, yaitu hukum yang berhubungan dengan keimanan kepada
Allah swt, kepada Malaikat, kepada Kitab-kitab, para Rasul Allah dan kepada hari
akhirat.
b. Hukum-hukum Khuluqiyyah, yaitu hukum yang berhubungan dengan manusia wajib
berakhlak yang baik dan menjauhi prilaku yang buruk.
c. Hukum-hukum Amaliyah, yaitu hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia.
Hukum amaliyah ini ada dua; mengenai Ibadah dan mengenai muamalah dalam arti yang
luas. Hukum dalam Alqur'an yang berkaitan dengan bidang ibadah dan bidang. al-Ahwal
al-Syakhsyiyah/ihwal perorangan atau keluarga, disebut lebih terperinci dibanding
dengan bidang-bidang hukum yang lainnya
2. Hadis
Sunnah secara kamus berarti 'cara yang dibiasakan' atau cara yang terpuji. Sunnah
lebih umum disebut hadits yang mempunyai beberapa arti: dekat, baru, berita. Dari arti-arti di
atas maka yang sesuai untuk pembahasan ini adalah hadits dalam arti khabar. Secara kamus
menurut ulama ushul fiqh, hadis adalah semua yang bersumber dari Nabi SAW, selain Al-
Qur'an baik berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan yang dijadikan landasan syariat
islam setelah Al-Qur’an.
Macam-Macam Sunnah:
a. Sunnah Qauliyah (Ucapan Nabi)
b. Sunnah Fi’liyah (Perbuatan Nabi)
c. Sunnah Taqririyah (Ketetapan Nabi)
d. Sunnah Hammiyah (Cita-cita Nabi)
Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an
Al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam,
antara satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-
Qur’an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum
dan global. Oleh karena itu, kehadiran hadis sebagai sumber kedua untuk menjelaskan
(bayan) keumuman isi al-Qur’an tersebut.
Adapun hubungan Al-Sunnah dengan Al-Qur'an dilihat dari sisi materi hukum yang
terkandung di dalamnya sebagai berikut :
a. Muaqqid yaitu menguatkan hukum suatu peristiwa yang telah ditetapkan Al-Qur'an
dikuatkan dan dipertegas lagi oleh Al-Sunnah, misalnya tentang Shalat, zakat terdapat
dalam Al-Qur'an dan dikuatkan oleh Al-sunnah.
b. Bayan yaitu al-Sunnah menjelaskan terhadap ayat-ayat Al-Qur,an yang belum jelas,
dalam hal ini ada empat hal:
1) Memberikan perincian terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang masih mujmal, misalnya
perintah shalat dalam Al-Qur'an yang mujmal, diperjelas dengan Sunnah demikian
juga tentang zakat, haji dan shaum.
2) Membatasi kemutlakan (taqyid al-muthlaq) Misalnya: Al-Qur'an memerintahkan
untuk berwasiat, dengan tidak dibatasi berapa jumlahnya kemudian Al-Sunnah
membatasinya.
3) Mentakhshishkan keumuman, Misalnya: Al-Qur’an mengharamkan tentang bangkai,
darah dan daging babi, kemudian Al-Sunnah mengkhususkan dengan memberikan
pengecualian kepada bangkai ikan laut, belalang, hati dan limpa.
4) Menciptakan hukum baru. Rasulullah melarang untuk binatang buas dan yang
bertaring kuat, dan burung yang berkuku kuat, dimana hal ini tidak disebutkan dalam
Al-Qur'an.
3. Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah
yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al Qur’an maupun Hadis, dengan menggunkan akal
pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum-hukum
yang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga.
Metode Berijtihad
a. Istihsan/Istislah: Menetapkan hukum suatu perbuatan yang tidak dijelaskan secara
kongret dalam Al Qur’an dan hadits yang didasarkan atas kepentingan dan kemashlahatan
(kebaikan) umum.
b. Istishab: Meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah ditetapkan suatu
dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut
c. Maslahah mursalah: Maslahah yang sesuai dengan maksud syarak yang tidak diperoeh
dari pengajaran dalil secara langsung dan jelas dari maslahah itu.
d. Al ‘Urf: Kebiasaan yang disepakati oleh segolongan manusia yang tidak bertentangan
dengan ajaran agama. Dan lain-lain.
4. Qiyas
Sumber hukum islam yang terakhir yang disepakati adalah qias. Qias digunakan dan
diterapkan ketika suatu masalah tidak ada hukum di Al-Qur’an, hadis dan ijma’. Barulah
menggunakan qiyas dengan cara mengambil perumpaan antara dua peristiwa atau lebih. Dari
persamaan inilah kemudian dibuat analogi deduksi.
Qias ini digunakan untuk menarik garis hukum baru dari garis hukum yang lama.
sebagai contoh qias terkait menentukan halal haram sebuah minuman. Dulu, mungkin tidak
ada narkotika atau apapun yang saat ini banyak minuman yang memabukan. Jika dulu
minuman yang memabukan adalah khamar, sekarang khamar bentuknya mungkin sudah
bertransformasi bentuk, rasa, dampak yang ditimbulkan dan namannya.
Jika kita tetap menggunakan khamar sebagai minuman yang haram, maka minuman
dan obat narkotika tidak bisa diberlakukan sebagai barang haram. Itu sebabnya hukum qias
ini hadir, untuk menyegarkan dan tetap pada satu koridor yang tidak menyimpang dari 3
sumber hukum islam yang sudah disebutkan di atas.
C. Pembagian Hukum Islam
Hukum dalam Islam ada lima yaitu:
1. Wajib (Perintah yang harus dikerjakan): Jika dikerjakan, akan mendapat pahala dan jika
ditinggalkan, akan mendapat dosa.
2. Sunah (Anjuran): Jika dikerjakan, akan mendapat pahala dan jika ditinggalkan, tidak berdosa.
3. Mubah: Sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan.
4. Makruh (Larangan yang tidak keras): Jika dikerjakan, tidak berdosa, dan jika ditinggalkan,
akan mendapat pahala.
5. Haram (Larangan keras)): Jika dikerjakan, akan mendapat dosa dan jika ditinggalkan, akan
mendapat pahala.
D. Ruang Lingkup Fikih
Kajian fikih terbagi menjadi 4 bidang, yaitu:
1. Ibadah
Ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan hubungan manusia kepada Allah
seperti thaharah (bersuci), shalat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain.
2. Muamalah
Ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan manusai dengan manusai tentang
harta dan jasa sepeti jual-beli, sewa-menyewa, hutang piutang, gadai dan sebagianya.
3. Munakahat
Ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan perkawinan seperti pelaksanaan
perkawinan, perceraian, nafkah, rujuk dan sebagainya.
4. Jinayah dan ’Uqubah (pelanggaran dan hukuman)
Ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan sanksi-sanksi (pelanggaran,
kejahatan, pembalasan, denda, hukuman) terhadap tindak kejahatan kriminal seperti qishas
(pembalasan), diat (denda), hukuman rajam dan lainnya.
E. Fikih Ibadah
1. Pengertian Ibadah
Ibadah dalam arti umum adalah segala perbuatan orang Islam yang halal yang
dilaksanakan dengan niat ibadah. Sedangkan ibadah dalam arti yang khusus adalah perbuatan
yang dilaksanakan dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw.,
meliputi Thaharah, Shalat, Zakat, Shaum, Haji, Kurban, Aqiqah, dan lain sebagainya.
Dari dua pengertian tersebut jika digabungkan, maka Fiqih Ibadah adalah ilmu yang
menerangkan tentang dasar-dasar hukum-hukum syar’i khususnya dalam ibadah khas seperti
meliputi thaharah, shalat, zakat, shaum, hajji, kurban, aqiqah dan sebagainya yang
kesemuanya itu ditujukan sebagai rasa bentuk ketundukan dan harapan untuk mecapai ridla
Allah.
2. Dasar Fiqih Ibadah
Dasar ilmu Fiqih Ibadah adalah yakni al-Qur’an dan as-Sunnah al-Maqbulah. As-
Sunnah Al-Maqbulah artinya sunnah yang dapat diterima. Dalam kajian hadis sunnah al-
Maqbulah dibagi menjadi dua, Hadis Shahih dan Hadis Hasan.
3. Prinsip Ibadah
Adapun prinsip melaksanakan Ibadah sebagai berikut:
a. Niat lillahi ta’ala
b. Ikhlas
c. Tidak menggunakan perantara (washilah)
d. Dilakukan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan sunnah
e. Seimbang antara dunia akherat
f. Tidak berlebih-lebihan
g. Mudah (bukan meremehkan) dan Meringankan Bukan Mempersulit
4. Ruang Lingkup Fikih Ibadah
Ruang lingkup ibadah pada dasarnya digolongkan menjadi 2, yaitu:
a. Ibadah umum, artinya ibadah yang mencakup segala aspek kehidupan dalam rangka
mencari keridaan Allah. Unsur terpenting agar dalam melaksanakan segala aktivitas
kehidupan di dunia ini agar benar-benar bernilai ibadah adalah “niat” yang ikhlas untuk
memenuhi tuntutan agama dengan menempuh jalan yang halal dan menjauhi jalan yang
haram.
b. Ibadah khusus, artinya ibadah yang macam dan cara pelaksanaannya ditentukan dalam
syara’ (ditentukan oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW). Ibadah khusus ini bersifat
tetap dan mutlak, manusia tinggal melaksanakan sesuai dengan peraturan dan tuntutan
yang ada, tidak boleh mengubah, menambah, dan mengurangi, seperti tuntutan bersuci
(wudlu), shalat, puasa ramadhan, ketentuan nasab zakat.
F. Tujuan Syari’at Islam
Tujuan diciptakannya syari’at di dalam Islam adalah untuk;
1. Memelihara agama (hifzud din)
2. Meliharaan jiwa (hifzun nufus)
3. Memelihara akal (hifzul aql)
4. Memelihara keturunan (hifzun nasl)
5. Memelihara harta (hifzul mal)
6. Memelihara kehormatan (hifzul irdh)
7. Memelihara lingkungan (hifzul bi’ah)
G. Ruang lingkup ajaran Islam
1. Iman (Aqidah)
Aqidah secara etimologis berasal dari bahasa Arab yang berarti simpul kokoh, ikatan,
perjanjian. Maka dari itu Aqidah adalah keyakinan yaitu tersimpul dengan kokoh di dalam
hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Adapun secara terminologis artinya
adalah ketakwaan, keyakinan hidup, keimanan kepada Allah Swt.
2. Islam (Syari’ah)
Syari’ah dalam secara etimologis adalah Jalan. Istilah Syari’ah dalam bahasa Arab
mempunyai dua makna. Pertama, berarti jalan yang lurus (peraturan) dan kedua, berarti
berjalan menuju tempat air yang mengalir (mata air) dengan maksud untuk minum. Adapun
secara terminologis adalah tata peribadatan yang mengatur hubungan antara manusia dengan
Allah (ibadah), manusia dengan manusia (muamalah), manusia dengan alam lain”.
3. Ihsan (Akhlak)
Akhlak asal katanya khalaqa, yang artinya berbuat. Secara terminologi berarti adab
sopan santun yang terpuji sesuai dengan syari’at Islam. Akhlak tidak lain merupakan aplikasi
dari Aqidah (keyakinan) dan Syari’ah (ibadah dan muamalah).
H. Rukun Islam
1. Mengucapkan 2 kalimat syahadat
2. Mendirikan shalat
3. Menunaikan zakat (zakat fitrah/bulan Ramadhan dan zakat mal/harta)
4. Berpuasa pada bulan Ramadhan
5. Naik haji bagi yang mampu
I. Rukun Iman
1. Iman kepada Allah SWT.
2. Iman kepada para malaikat.
3. Iman kepada kitab-kitab Allah SWT.
4. Iman kepada nabi dan rasul.
5. Iman kepada hari akhir (kiamat)
6. Iman kepada qada dan qadar
J. Nuzulul Qur’an
Secara bahasa, Nuzulul Quran berasal dari dua kata, yakni Nuzul (menurunkan sesuatu
dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah) dan Al Quran (kitab suci umat Islam). Sehingga,
Nuzulul Quran dapat diartikan peristiwa turunnya Al Quran dari tempat yang tinggi ke muka
bumi. Sedangkan makna secara lengkap, Nuzulul Quran adalah peristiwa turunnya Al Quran dari
Allah SWT kepada Nabi Muhammad untuk digunakan sebagai petunjuk bagi umat Islam.
Surat Makkiyah diturunkan saat Rasulullah berdakwah di Makkah. Sedangkan Surat
Madaniyah diturunkan saat Rasulullah berdakwah di Madinah.
BAGIAN II (THAHARAH/BERSUCI)

A. Pengertian
Pengertian thaharah secara bahasa adalah an-Nadafatu yang artinya bersih atau suci.
Sedangkan menurut istilah, thaharah adalah membersihkan diri, pakaian, dan tempat dari najis
dan hadas. Pembersihan pakaian, tubuh, tempat shalat dan lain-lain yang terkena najis dapat
dilakukan dengan menggunakan air bersih, sedangkan pembersihan diri dari hadas dapat
dilakukan dengan berwudhu’, mandi dan tayammum.
B. Hikmah Thaharah
Thaharah terbagi menjadi dua, yakni bersuci dari najis dan bersuci dari hadas.
1. Bersuci dari najis
Najis menurut Bahasa artinya kotoran dan tidak suci. Menurut istilah fikih, najis
adalah kotoran yang diwajibkan kepada muslim unutk membersihkannya dan membasuh yang
dikenainya.
Bersuci dari najis dilakukan dengan berbagai cara tergantung dengan tingkatan najis
yaitu:
a. Najis berat (mughalladhah) adalah najis yang berasal dari anjing dan babi. Cara
mensucikannya dengan membasuh sebanyak tujuh kali dan satu kali diantaranya air
dicampur dengan tanah.
b. Najis sedang (mutawassithah) adalah segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur
manusia atau binatang (terkecuali air mani). Selain itu, contoh lainnya adalah khamr atau
minuman keras dan susu hewan dari binatang yang tidak halal untuk dikonsumsi. Bangkai
makhluk hidup (kecuali bangkai manusia, ikan, dan belalang) juga digolongkan sebagai
najis mutawassithah. Najis mutawassithah dibedakan kembali menjadi dua jenis, yaitu
1) Najis hukmiyah adalah najis yang tidak tampak rupanya, tidak berbau, dan tidak ada
rasa. Contoh najis hukmiyah adalah air kencing bayi yang telah mengering sehingga
tidak meninggalkan bekas apa pun. Cara membersihkan najis hukmiyah yaitu cukup
dengan mengalirkan air di atas benda/tempat yang terkena najis.
2) Najis ‘ainiyah adalah najis yang tampak wujudnya, baunya, serta rasanya. Contoh
dari najis ‘ainiyah adalah air kencing yang masih terlihat dengan jelas wujud dan
baunya. Cara membersihkan najis ‘ainiyah adalah dengan menyiram benda/tempat
yang terkena najis dengan air sampai hilang wujud, bau, dan rasanya.
c. Najis ringan (mukhaffafah) adalah najis yang berasal dari kencing anak laki-laki yang
belum makan apapun kecuali air susu ibu dan usianya belum cukup dua tahun. Cara
mensucikannya dengan memercikan air ke area tubuh, pakaian, atau tempat yang terkena
najis. Lalu diikuti dengan mengambil wudhu, jika yang terkena sedikit. Namun, jika yang
terkena najis banyak, dianjurkan untuk mandi agar najis tersebut benar-benar hilang.
2. Bersuci dari hadas
Hadas adalah keadaan tidak suci pada orang yang telah balig dan berakal sehat.
Hadas terbagi menjadi dua yaitu hadas kecil merupakan semua hal yang membatalkan wudhu
seperti keluarnya sesuatu dari qubul dan dubur kecuali mani, hilangnya akal/ayan, tidur,
menyentuh alat kelamin sendiri atau punya orang lain, bersentuhan dengan lawan jenis secara
langsung, dan lain-lain dan cara menyucikan diri bisa dengan berwudhu, tayamum, atau
mandi junub, dan hadas besar seperti melahirkan anak, keluarnya mani, nifas, berhubungan
intim, datang bulan, dan lain-lain dan cara mensucikan diri hanya bisa dilakukan dengan
mandi besar atau junub.
C. Cara-Cara Bersuci (Thaharah)
1. Berwudhu
Secara bahasa, wudhu adalah bersih dan indah. Menurut istilah syara’, wudhu adalah
membasuh muka, kedua tangan sampai siku, mengusap sebagian kepala dan membasuh kaki
sampai mata kaki yang sebelumnya didahuluai dengan niat serta dilakukan dengan tertib,
dengan kata lain membersihkan anggota-anggota wudhu untuk menghilangkan hadas kecil.
Niat sebelum wudhu:
“Nawaitul wudluua liraf’il hadatsil ash ghari fardlan lillaahi ta'aalaa.”
Niat sesudah wudhu:
"Asy-hadu allaa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalahu wa asyhadu anna muhammadan
'abduhu warasuuluhu. Allahummaj'alinii minattawwaabiina, waj'alnii minal mutathahhiriina
waj’alnii min'ibadikash shaalihiina" .
Syarat sah wudhu:
a. Beragama islam
b. Sudah berakal
c. Tidak berhadas besar
d. Airnya suci
e. Tidak ada sesuatu yang menghalangi air sampai ke anggota wudhu
f. Tidak ada halangan dari agama seperti haid dan nifas.
Rukun/fardhu wudhu
a. Niat
b. Membasuh muka
c. Membasuh kedua tangan sampai siku
d. Mengusap sebagian kepala
e. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki
f. Tertib
Tata tertib wudhu
a. Membaca basmalah sambil mencuci kedua tangan
b. Berkumur-kumur tiga kali, sambil membersihkan gigi.
c. Memcuci lubang hidung tiga kali.
d. Mencuci muka tiga kali, sambil niat wudhu
e. Mencuci kedua belah tangan hingga siku-siku tiga kali
f. Menyapu sebagian rambut kepala tiga kali.
g. Menyapu kedua belah telinga tiga kali.
h. Mencuci kedua belah kaki tiga kali
Hal-hal yang membatalkan wudhu
a. Keluar sesuatu dari qubul dan dubur
b. Tidur nyenyak sehingga pinggul tidak tetap di atas lantai
c. Hilang akal, seperti gila, pingsan atau mabuk
d. Bersentuhan kulit dengan yang bukan mahram
e. Menyentuh kemaluan tanpa alas/pembatas
2. Tayammum
Tayammum secara bahasa artinya menyengaja, sedangkan menurut syara’ adalah
menyengaja mempergunkaan tanah untuk menghapus muka dan kedua tangan dengan maksud
melaksanakan salat dan sebagainya.
Niat sebelum tayammum:
“Nawaitut tayammuma li istiba ahatish shalaati fardan lillaahi ta'aalaa”
Hal-hal yang menyebabkan bolehnya bertayammum:
a. Tidak ada air suci
b. Sakit yang serius
c. Air tidak mencukupi untuk thaharah
d. Musafir (dalam perjalanan)
e. Ada air namun membahayakan karena terkontaminasi bakteri berbahaya
f. Dan lain-lain
Syarat Tayammum
a. Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu
b. Berhalangan menggunakan air, misalnya karena sakit yang apabila menggunakan air akan
kambuh sakitnya
c. Telah masuk waktu shalat
d. Dengan debuyang suci
Rukun Tayammum
a. Niat
b. Mula mula meletakkan dua belah tangan diatas debu untuk diusapkan ke muka.
c. Mengusap muka dengan debu tanah, dengan dua kali usapan.
d. Mengusap dua belah tangan hingga siku siku dengan debu tanah dua kali.
e. Memindahkan debu kepada anggota yang diusap.
f. Tertib
Tata cara Tayammum:
a. Mengucapkan bismillah sambil meletakkan kedua telapak tangan di tanah (di tempat
berdebu) kemudian meniup debu yang menempel di kedua telapak tangan.
b. Mengusapkan kedua telapak tangan ke wajah, kemudian langsung mengusap telapak
tangan kanan hingga pergelangan lalu yang kiri dengan cara yang sama, masing-masing
satu kali.
Hal-Hal yang membatalkan Tayamum:
a. Semua hal yang membatalkan wudlu’
b. Menemukan air suci sebelum mengerjakan shalat
3. Mandi
Mandi adalah meratakan air ke seluruh tubuh.
Niat sebelum mandi:
“Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari fardan lillaahi ta'aalaa”
Hal-hal yang menyebabkan mandi
a. Hubungan kelamim (bersentuhan) baik keluar mani ataupun tidak
b. Keluarnya air mani/sperma (mimpi atau lainnya)
c. Selesai dari haid dan nifas
d. Mati
e. Orang yang masuk islam
Rukun mandi
a. Niat
b. Membasuh seluruh tubuh yaitu meratakan air keseluruh tubuh
c. Jika ada sesuatu yang menghalangi air sampai ke anggota tubuh, dihilangkan.
Sunah mandi
a. Mulai dengan mencuci kedua tangan tiga kali
b. Membaca basmalah
c. Berwudhu sebelum mandi
d. Mengalirkan air ke seluruh tubuh sambil menggosok seluruh anggota tubuh
e. Mendahulukan yang kanan dari yang kiri
Tata cara mandi
a. Niat ikhlas karena Allah
b. Mencuci kedua tangan
c. Membasuh kemaluan
d. Berwudhu secara sempurna
e. Mengambil air lalu memasukkan jari-jari ke pangkal rambut
f. Menuangkan air ke kepala hingga rata di badan dengan memulai dari sisi sebelah kanan
g. Membasuh kaki dengan mendahulukan yang kanan
BAGIAN III (HUKUM & TATA CARA SHALAT)

A. Pengertian Shalat
Shalat ialah berhadap hati kepada Allah sebagai ibadat, dalam bentuk beberapa perkataan
dan perbuatan, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam serta menurut syarat-syarat
yang telah ditentukan syara' .
B. Syarat Shalat
Untuk melaksanakan salat 5 waktu, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Tanpa satu
dari persyaratan di bawah ini, maka salat 5 waktu tidak akan sah dan mendapatkan pahala.
Adapun syarat salat adalah:
1. Harus beragama Islam
2. Baligh dan berakal sehat
3. Bersih dari najis kecil dan besar
4. Mengetahui tata cara sholat
5. Sudah masuk waktu salat 5 waktu
6. Harus selalu menghadap kiblat
7. Wajib memenuhi peraturan menutup aurat
C. Rukun Shalat
Selain syarat salat, setiap umat muslim juga harus memenuhi rukun salat. Rukun salat
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Berdiri bagi yang masih mampu
2. Mengucapkan niat di dalam hati
3. Mengucapkan takbirotul ihram (takbir pertama)
4. Membaca surat Al-Fatihah di setiap rakaat
5. Rukuk dan tumaninah
6. Membaca iktidal setelah rukuk dan tumaninah
7. Menjalani sujud dua kali
8. Duduk di antara dua sujud
9. Duduk tasyahud akhir
10. Membaca doa tasyahud akhir
11. Membaca shalawat Nabi Muhammad SAW saat tasyahud akhir
12. Salam pertama
13. Tertib melakukan rukun sholat secara berurutan
D. Bacaan Niat Shalat 5 Waktu
1. Salat Subuh
“Usholli fardha shubhi rak’ataini mustaqbilal qiblati adaa`an lillaahi ta’aala”.
2. Salat Dzuhur
“Usholli fardha dzuhri arba’a raka`aatin mustaqbilal qiblati adaa`an lillaahi ta’aala”.
3. Salat Ashar
“Usholli fardha ‘ashri arba’a raka`aatin mustaqbilal qiblati adaa`an lillaahi ta’aala”.
4. Salat Maghrib
“Usholli fardha maghribi tsalaatsa raka`aatin mustaqbilal qiblati adaa`an lillaahi ta’aala”.
5. Salat Isya
“Usholli fardha ‘isyaa`i arba’a raka`aatin mustaqbilal qiblati adaa`an lillaahi ta’aala”.
E. Tata Cara Shalat
1. Berdiri tegak menghadap kiblat dan niat mengerjakan shalat.
2. Takbiratul Ihram
3. Doa Iftitah
Bacaan doa iftitah adalah:
“Allaahu akbar kabiirow wal hamdu lillaahi katsiiroo wasubhaanalloohi bukrotaw wa-
ashiilaa. Innii wajjahtu wajhiya lilladzii fathoros samaawaati wal ardlo haniifaa wamaa ana
minal musyrikiin. Inna sholaatii wa nusukii wamahyaa wa mamaatii lillaahi robbil ‘aalamiin.
Laa syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa ana awwalul muslimiin”.
4. Surah Al-Fatihah
5. Membaca surat pendek
6. Rukuk
“Subhaana rabbiyal adziimi wa bihamdih” (dibaca 3 kali).
7. Itidal
“Sami’alloohu liman hamidah“
“Rabbana lakal hamdu milus samawati wa mil ulardi wa mil umasyita min syaiin badu“.
8. Sujud
“Subhaana robbiyal ‘a’la wabihamdih“ (dibaca 3 kali).
9. Duduk di antara dua sujud
“Robbighfirlii warhamnii wajburnii warfa’nii wahdinii wa ‘aafinii wa’fu ‘annii“.
10. Tasyahud Awal
“Attahiyyatul mubarakaatus salawatut tayyibatu lillah. Assalamu alaika ayyuhan nabiyyu
warahmatullahi wabarakatuh. Assalamu alaina wa ala ibadillahis salihin. Asyhadu alla ilaha
illallah. Wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah. Allahumma salli ala sayyidina
Muhammad“.
11. Tasyahud Akhir
“At-tahiyyaatu al-mubaarakaatu al-shalawaatu al-thoyyibaatu lillahi. Assalaamu ‘alaika
ayyuhannabiyyu wa rahmatullahi wa barakaatuhu. As-Salaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillahi
as-shoolihin. Asyhadu an laa ilaaha illa Allah wa Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah.
Allahumma Sholli ‘ala Sayyidinaa Muhammad. Wa ‘ala aali sayyidina Muhammad Kamaa
shollayta ‘ala sayyidina Ibrahim wa ‘ala sayyidina Ibrahim. Wa Baarik ‘ala sayyidina
Muhammad wa ‘ala aali sayyidina Muhammad. Kamaa baarakta ‘ala sayyidinaa Ibrahim, wa
‘ala sayyidina Ibrahim, fil ‘aalamiina innaka hamiidun majiid.”.
12. Salam
F. Hal membatalkan Shalat
1. Berhadas.
2. Terkena najis yang tidak dimaalkan.
3. Berkata-kata dengan sengaja walaupun dengan satu hurul yang membelikan pengertian
4. Terbuka auratnya
5. Mengubah niat, misalnya ingin memutuskan shalat.
6. Makan atau minum meskipun sedikit
7. Bergerak berturut-turut tiga kali seperti melangkah atau berjalan sekali yang bersangatan
8. Membelakangi kiblat
9. Menambah rukun yang berupa perbuatan, seperti rukun dan sujud
10. Tertawa berbahak-bahak
11. Mendahului imamnya dua rukun
12. Murtad, artinya keluar dari Islam.
G. Kiat Menggapai Kekhusyu’an dalam Shalat:
1. Memahami hakekat shalat
2. Mengerjakan atas dasar keimanan dan keikhlasan 
3. Mempelajari Fikih Shalat
4. Memulai shalat dengan penuh kemantapan
5. Menghayati setiap gerakan shalat gerakan sebagai bagian dari ibadah mahdhah
6. Menghayati dan memahami setiap bacaan shalat

Anda mungkin juga menyukai