DOSEN PENGAMPU:
MATA KULIAH :
POST TEST
Jawab :
a. Alquran
Alquran ialah kitab suci dari Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAWdengan perantaraan malaikat Jibril AS.Ia dituliskan di dalam mushaf, dimulai
dari surat Al – Fatihah dan diakhiri dengan surat An - Nas serta berpahala
rnembacanya.
Sunnah ialah setiap yang diriwayatkan dari Rasulullah saw berupa kata-kata,
perbuatan, atau pengakuan. Dari pengertian ini kita dapat mengetahui bahwa Sunnah
Rasul dibagi menjadı tiga, yaitu Sunnah qauliyah, Sunnah fi’liyah dan Sunnah
taqririyah.
Sunnah merupakan sumber kedua bagi hukum-hukum Islam Hukum - hukum yang
dibawa oleh Sunnah dapat berbentuk:
Dari segi banyak sedikitnya orang yang meriwayatkan, (Sunnah) dibagi menjadi
tiga, yaitu:
a) Hadis mutawatir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang sejak Rasul saw
sampai masa ia dibukukan. Karena banyak orang yang meriwayatkannya, maka
tidak kemungkinan ia dibuat-buat oleh orang-orang tertentu. Contoh hadis
mutawatir ialah hadis yang berisi tentang cara – cara melakukan salat, haji,dan
sebagainya.
b) Hadis masyhur, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyai orang, pada
permulaan tingkatan tetapi tidak sebanyak yang meriwayatkan hadis mutawatir,
namun terkadang ia menyamai tingkatan mutawatir pada masa-masa sesudahnya.Di
antara hadis masyhur ialah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Umar ra dan
Ibnu Mas'ud ra.
c) Hadis ahad, yaitu hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah saw oleh
perseorangan sampai kepada masa kemudian. Kebanyakan hadis termasuk tingkatan
ahad, yaitu yang diriwayatkan bawah tiga orang periwayat.
Jadi Sunnah merupakan sumber hukum yang wajib dilaksanakan berdasarkan dalil
dan ketentuan Alquran. Pelaksanaan hukum-hukum tersebut ditaati oleh sahabat-
sahabat Nabi saw,baik sewaktu beliau masih hidup atau sesudah meninggal. Ini
merupakan prinsif dasar yang harus diterima kaum Muslim dan telah menjadi ijma '
c. Ijma’
Dimaksud dengan ijma’ adalah kebulatan pendapat semua ulama mujtahid dari
urnmat Islarn atas suatu pendapat (hukum yang disepakati oleh mereka,baik dalarn
suatu penemuan atau berpisah-pisah, maka hukum tersebut mengikat, ditaati, dan
dalam hal ini ijma’ merupakan dalil qath’I (pasti). Namun, ketika hukum tersebut
hanya pendapat kebanyakan mujtahid, maka hanya dianggap sebagai dalil zhanni
(dugaan kuat).
Ijma’ harus mempunyai dasar, yaitu Alquran dan Sunnah Rasul saw. Sebab, ijma’
tidak boleh didasarkan atas kemauan atau hawa nafsu melainkan harus ditegakkan
berdasarkan aturan-aturan Syara’ dan ruhnya. la diterapkan ketika tidak terdapat nas
dari Alquran dan Sunnah secara tegas yang menjelaskannya. Kebulatan pendapat
para mujtahid atas suatu hukum tertentu menunjukkan dengan pasti bahwa hukum
itu sesuai dengan prinsip dan jiwa Syara’ itu.
d. Qiyas
Dimaksud dengan Qiyas adalah mempersamakan hukum dari peristiwa yang belum
ada ketentuannya dengan hukum pada peristiwa yang sudah ada ketentuannya.Sebab
antara kedua peristiwa tersebut terdapat segi - segi persamaan (‘illat).
Rukun qiyas ada empat yaitu empat, yaitu ashl, furu’, ‘illah, dan hukum. Ashl
adalah sesuatu yang telah ditetapkan hukumnya oleh nash.Furu’ adalahsesuatu yang
hukumnya tidak dijelaskan nash, namun mujtahid ingin menyamakan hukumnya
dengan hukum Ashl.Hukum yaitu ketetapan atau hukum syra’ yang ditetapkan nash
pada ashl. ‘Illat adalah suatu sifat yang ditemukan pada ashl (hukum yang memiliki
nash) yang dibangun di atas sifat itu hukum syara’ ditegakkan.Lalu,dipahamilah
dengan sifat itu adanya hukum pada furu’ (sesuatu yang tidak memiliki nash) karena
furu’ ternyata juga memiliki sifat tersebut.
Ketentuan Syari’ terhadap mukallaf (orang yang telah dibebani hukum) ada tiga
bentuk, yaitu tuntutan pilihan,dan wadh’i.Ketentuan yang dinyatakan dalam bentuk
tuntutan disebut hukum taklifi,yang dalam bentuk pilihan disebut takhyiri, sedang
yang mempengaruhi perbuatan taklifi disebut hukum wadh’i.
2. Apa saja pembagian Hukum Taklifi (Pengertian dan Contoh masing – masing
3)?
Jawab :
a. Wajib
Dimaksud dengan wajib dalam pengertian hukum Islam adalah ketentuan yang
menuntut para mukallaf untuk melakukannya dengan tuntutan yang mengikat, seita
diberi pahala bagi yang melaksanakannya dan ancaman dosa bagi yang
meninggalkannya.
Ketentuan Syar’I terhadap mukallaf (orang yang telah dibebani hukun) ada tiga
bentuk,yaitu tuntutan, pilihan, dan wadh’i. Ketentuan yang dinyatakan dalam
bentuk tuntutan disebut hukum taklifi,yang dalam bentuk pilihan disebut
takhyiri,sedang yang mempengaruhi perbuatan taklifi disebut hukum wadh’i.
b. Mandub
Contoh : Shalat rawatib,puasa Senin – Kamis dan menjaga dzikir dan wirid.
c. Haram
Haram ada dua, yaitu haram zati dan haram ‘aradhi. Haram zati adalah perbuatan-
perbuatan yang telah diharamkan oleh Syari’ semenjak perbuatan itu
lahir.Misalnya,zina, pencurian, pernikahan antara mahram, salat tanpa bersuci, jual
beli bangkai, dan sebagainya. Sedang yang dimaksud dengan haram ‘aradhi adalah
perbuatan - perbuatan yang pada awalnya tidak haram, namun menjadi
haram.Misalnya, jual beli dengan cara menipu, melakukan pernikahan dengan
maksud menyakiti,cerai bid’ah, dan sebagainya.
d. Makruh
Contoh : Wanita ikut mengantar jenazah, makan sambil berdiri dan menghembus
nafas ke makanan yang panas.
e. Mubah (Al-Ibahah)
Mubah yaitu perbuatan yang tidak ada pahala atau dosa bagi yang mengerjakannya
atau tidak mengerjakannya.
Jawab :
Sedangkan hukum Islam bersumber dari Allah SWT. Sejak diturunkan, hukum
Islam mempunyai teori hukum yang terbaru yang baru dicapai oleh hukum
konvensional akhir-akhir ini, padahal hukum konvensional lebih tua dari hukum
Islam. Lebih dari itu, hukum Islam lebih banyak mencapai sesuatu yang tidak dapat
dicapai oleh hukum konvensional.
Adapun hukum Islam yang merupakan ciptaan Allah SWT merepresentasikan sifat
kekuasaan, kesempurnaan, keagungan, dan pengetahuan-Nya yang mengetahui hal-
hal yang telah terjadi dan akan terjadi di masa mendatang. Karena itu, menurut
Audah, Allah telah menciptakan hukum Islam yang meliputi segala sesuatu untuk
masa sekarang dan masa mendatang karena ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk beragama Islam yang cukup besar, wacana
pertentangan antara Hukum Islam dengan hukum nasional seringkali mengemuka di
Indonesia berujung pada Perdebatan dua opsi yakni apakah Hukum Islam harus
diterapkan secara murni di Indonesia atau cukup dengan ‘menyisipkan’ dalam
hukum nasional yang berlaku.
Opsi pertama jelas sangat sulit dilakukan karena biasanya akan muncul tudingan
agenda pendirian negara Islam jika Hukum Islam diterapkan secara murni. Namun,
opsi kedua ternyata juga tidak otomatis mudah.
Adapun hambatannya:
1) Hambatan secara pemikiran, yang muncul karena saat ini orang yang
memahami Jinayat atau hukum pidana Islam, jumlahnya sedikit. Kondisinya
semakin buruk karena perguruan tinggi yang menyajikan mata kuliah Hukum
Pidana Islam juga sedikit.
2) Hambatan budaya. yakni terkait dengan upaya-upaya kaum liberal menggerus
nilai-nilai keislaman, khususnya pada diri generasi muda. Caranya, lanjut dia,
kaum liberal itu melakukan propaganda media.
3) Hambatan terkait dengan kaum liberal, yakni menghendaki adanya kebebasan
dan kesamaan hak kemerdekaan individu di segala bidang, baik dalam bidang
politik, ekonomi maupun agama.
Sementara, terkait penerapan hukum pidana Islam dalam peraturan perundang-
undangan nasional Indonesia memang tidak bisa dilakukan secara langsung. Cara
memasukkan hukum pidana Islam di Indonesia harus pelan-pelan sama seperti cara
hukum perbankan syariah masuk ke dalam peraturan perundang-undangan nasional
Indonesia bisa ditiru.
Dalam perjalanannya, perkembangan perbankan syariah jumlah kantornya secara
nasional di Indonesia melonjak dari tahun ke tahun. Aset perbankan syariah juga
menunjukkan peningkatan, meskipun kontribusinya terhadap total aset perbankan
nasional masih relatif kecil. Merespon perkembangan perbankan syariah yang
positif, lalu lahirlah UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.