PEMBAHASAN
A. TAKHARRUJ
1. Definisi Takharruj
Takharuj adalah salah satu permasalahan dalam ilmu waris yang erat hubungannya
dengan cara penyelesaian pembagian harta warisan. Permasalahan ini sudah terjadi sejak masa
sahabat Nabi Muhammad. Hal ini timbul dan menjadi bahasan dalam ilmu waris disebabkan
adanya peristiwa yang belum dijelaskan dalam waris, sehingga para fuqaha’ pada masa itu
Dalam pelaksanaan pembagian harta warisan, terkadang ada di antara ahli waris yang
kurang berkenan menerima harta yang ada karena kurang sesuai dengan kebutuhannya, jika hal
ini terjadi, maka harus ada penyesuaian, yaitu melalui sistem takharruj.2[2]
Al-takharuj min al-Tarikah adalah pengunduran diri seorang ahli waris dari hak yang
dimilikinya untuk mendapatkan bagian (secara syar’i). Dalam hal ini, dia hanya meminta
imbalan berupa sejumlah uang atau barang tertentu dari salah seorang ahli waris lainnya ataupun
dari harta peninggalan yang ada. Hal ini dibolehkan syariat.3[3]
Pada hakikatnya takharuj termasuk kedalam salah satu bentuk penyesuaian dalam
pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam. Takharuj adalah mekanisme pembagian harta warisan
2[2] Hajar M., Polemik Hukum Waris, (Pekanbaru:Suska Press, 2014), h., 86.
3[3] Beni Ahmad Saebani, Fiqh Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2009)., h., 325.
dengan menempuh jalan perdamaian, yaitu perdamaian di antara seluruh ahli waris dengan
makna keluar, dengan timbangan tafa’ul ( )تفاعل, yaitu ( يتخارج – تخارجا- ) تخارجtakharaja,
yatakharju, takharujan dengan makna saling keluar. Artinya ahli waris keluar dari
Takharruj dapat didefinisikan sebagai persetujuan seorang ahli waris untuk keluar dari
pembagian harta warisan sehingga ia tidak mengambil sedikitpun dari harta warisan atau yang
lain.6[6]
Takharruj juga dapat didefinisikan sebagai suatu perjanjian yang diadakan oleh para ahli
waris untuk mengundurkan (mengeluarkan) salah seorang atau beberapa orang ahli waris dalam
Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa ada 2 hal mengenai takharuj :
a. Pengunduran diri seorang ahli waris dari hak yang dimilikinya untuk
mendapatkan bagiannya secara syar'i. Dalam hal ini dia hanya meminta imbalan berupa sejumlah
uang atau barang tertentu dari salah seorang ahli waris lainnya ataupun dari harta peninggalan
yang ada. Hal ini dalam syariat Islam dibenarkan dan diperbolehkan.
5[5] Hajar M., Op. Cit. Lihat juga : Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2012),
h.,296.
6[6] Muhammad Ali Al-Sabouni, Hukum Kewarisan ; Menurut Al-qur’an dan Sunnah, (Jakarta:
Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2015), h., 200.
memintanya, kemudian ia bersedia menggantinya. Menurut syara', hal tersebut boleh dilakukan,
diperbolehkannya seorang ahli waris menggugurkan hak warisnya dan memberikan seluruh
bagiannya kepada ahli waris lain, kemudia ia dinyatakan sebagai orang yang menggugurkan hak
warisnya. Telah diriwayatkan bahwa Abdurrahman bin Auf mempunyai 4 istri. Tatkala ia wafat,
salah seorang istrinya yaitu Thumadhir binti al-Asbagh bersedia menggugurkan ¼ kewarisannya
Takharuj juga berarti suatu perjanjian yang diadakan oleh para ahli waris untuk
mengundurkan (mengeluarkan) salah seorang ahli waris dalam menerima warisan dengan
memberikan suatu tebusan atau pengganti yang diberikan oleh orang yang mengundurkan
kepada yang diundurkan. Adapun tebusan atau pengganti tersebut berasal dari orang yang
Takharruj dapat berupa perjanjian antara dua pihak di mana satu pihak menyerahkan
sesuatu sebagai prestasi dan pihak lain menyerahkan sesuatu sebagai tegenprestasi. Bila prestasi
yang diserahkan itu sebagai alat penukar, maka takharruj itu juga dapat diartikan sebagai
perjanjian tukar menukar.11[11] Prestasi yang diserahkan oleh pihak pertama seolah-
9[9] Muhammad Ali Al-Sabouni, Op. Cit. Lihat juga : Amir Syarifuddin, Op. Cit. Lihat juga : Beni
Ahmad Saebani, Op. Cit. Lihat juga : Hajar M., Op. Cit, h., 86-87.
olah merupakan barang yang dibeli. Maka dengan demikian takharruj ini merupakan perjanjian
jual-beli.
Jika prestasi yang diserahkannya itu sebagai alat penukar terhadap tegenprestasi yang
Di samping itu jika prestasinya yang diserahkan kepada pihak yang diundurkan itu
diambilkan dari harta peninggalan itu sendiri, perjanjian takharruj itu berstatus sebagai
Artinya : Kesepakatan ahli waris mengeluarkan sebagian dari mereka dari harta warisan,
dalam bentuk pertukaran sesuatu yang diambil dari tirkah atau yang lainnya.
Pengertian diatas menjelaskan bahwa takharuj itu adalah adanya kesepakatan ahli waris
dalam menyelesaikan pembagian harta warisan, dengan mengeluarkan sebagian dari mereka
yang juga ahli waris, dengan memberikan imbalan yang diambilkan dari tirkah (harta
سواء أكان التصالح مع الورثة مجتمعين,التخارج هو ان يتصالح بعض الورثة علي قدر معلوم في نظير ان يترك حصته فيها
أم مع بعضهم
Artinya : Takharuj adalah perdamaian sebagian ahli waris terhadap sejumlah harta tertentu,
dengan melepaskan bagiannya di dalam harta tersebut, yang dilakukan oleh keseluruhan ahli
ahli waris atau sebagian ahli waris saja, dalam pembagian harta warisan, dengan adanya ahli
سواء اكان هذا,التخارج هو آن يتصالح الورثة ع لي اخراج بعضهم من الميراث في مقابل شئ معلوم من التركة او من غيرها
Artinya : Takharuj adalah bersepakatnya ahli waris untuk mengeluarkan sebagian mereka dari
harta warisan dalam bentuk pertukaran sesuatu yang diambil dari tirkah atau yang lainnya, baik
Defenisi di atas menjelaskan bahwa takharuj adalah kesepakatan dari seluruh atau
sebagian ahli waris untuk mengeluarkan sebagian mereka dari pembagian harta warisan, dengan
memberikan imbalan yang diambilkan dari tirkah atau dari yang lainnya.
dilakukan oleh sebagian atau seluruh ahli waris untuk mengeluarkan salah seorang dari mereka
sebagai ahli waris, dengan memberikan sejumlah harta yang diambil dari ahli waris sendiri atau
أن يتصا لح الو ر ثة على إ خرا ج بعضهم عن نصيبه في ا لميرا ث نظير شيء معين من التر كة أ و من
. غيره
13[13] http://zilfaroni-putratanjung.blogspot.co.id/2012/05/hukum-kewarisan-
islam.htmldiakses pada tanggal 9 Oktober 2017 pukul 22.11.
tertentum baik (imbalan itu) dari harta peninggalan maupun dari yang lainnya (Yusuf Musa,
1959:374).
ان يتصالح الورثة على إخراج بعضهم من الميراث في مقا بل شيء معلوم من التركة أومن غير ها سوا ء أ
Perjanjian atau perdamaian para ahli waris untuk mengeluarkan atau mengundurkan
sebagiannya dari pewarisan dengan suatu imbalan tertentu dari harta peninggalan atau dari
yang lainnya, baik perjanjian tersebut dari seluruh ahli waris maupun dari sebagian mereka
(Syalaby, 1978:366).15[15]
ثم ما ت و هى فى ا،ان عبد الرحمان بن عوف طلق ا مرأ ته تما ضر بنت اال صبغ الكلبية فى مر ض مو ته
فصا لحو ها عن ر بع ثمنها على ثال ثة و ثما،لعدة فو ر ثها عثما ن ر ضى ا هلل عنه مع ثال ث نسو ة ا خر
“Abdurrahman bin ‘Auf, di saat sekaratnya, mentalak isterinya yang bernama Tumadhir
binti al-Ishbagh al-Kalbiyah. Setelah ia meninggal dunia dan isterinya sedang dalam masa
iddah, sayyidina ‘Utsman r.a. membagikan pusaka kepadanya beserta tiga orang isterinya yang
lain. Kemudian mereka pada mengadakan perdamaian dengannya, yakni sepertigapuluh dua-
nya, dengan pembayaran delapan puluh tiga ribu, dikatakan oleh suatu riwayat “dinar” dan
terakhir, pasal 48, dari Kitab Undang-Undang tersebut dijelaskan tentang definisinya, bentuk-
bentuknya dan cara-cara membagikan harta warisan kepada para ahli waris, sekiranya dalam
pembagian harta warisan tersebut terdapat sebagian ahli waris yang mengadakan perjanjia
ف ِا ذا تخا ر ج ا حد ا،ْالتخا ر ج هو ا ن يتصا لح ا لو ر ثة على اخراج بعضهم من الميرا ث على شيء معلوم
، و ا ذ ا تخا رج ا حد ا ْلورثة مع با قيهم، و حل محله فى ا ْلتركة، مع ا خر منهم ا ستحق نصيبه.. لو ر ثه
و ان كا ن ا ْلمد فو ع من ما ْلهم. ف ِا ن كا ن ا ْلمد فو ع له من لتركت قسم نصيبه بينهم بنسبة انصبا ئهم فيها
. و ْلم ينص في عقد ا ْلتخا رج على طريقة قسمة نصيب ا ْلخا ر ج قسم عليهم با اسو ية بينهم
”Takharuj ialah perdamaian para ahli waris untuk mengeluarkan sebagian mereka dari
mewarisi dengan sesuatu yang sudah maksum. Apabila salah seorang ahli waris bertakharuj
dengan seorang ahli waris yang lain, maka baginya dihaki dan tempatnya dalam mewarisi harta
peninggalan didudukinya. Dan apabila seorang ahli waris bertakharuj dengan ahli waris-ahli
waris lainnya, jika sesuatu yang diserahkan itu diambilkan dari harta peninggalan, maka
bagiannya dibagi antar mereka menurut perbandingan bagian mereka dalam harta peninggalan.
Dan jika sesuatu yang diserahkan itu diambilkan dari harta mereka dan di dalam perjanjian
takharuj tidak diterangkan cara membagi bagian orang yang keluar maka bagian tersebut
Takharruj pada prinsipnya merupakan salah satu bentuk pembagian harta warisan secara
damai berdasarkan musyawarah antara para ahli waris. Takharruj merupakan perjanjian yang
diadakan antara para ahli waris untuk mengundurkan diri atau membatalkan diri dari hak
17[17] Ibid.
warisnya dengan suatu pernyataan resmi (kuat) dan dilakukan dengan ikhlas, sukarela dan tanpa
paksaan.
Jadi, takharuj adalah suatu perjanjian damai antar para ahli waris atas keluarnya atau
mundurnya salah seorang ahli waris atau sebagaian ahli waris untuk tidak menerima hak
bagiannya dari harta warisan peninggalan pewaris dengan syarat mendapat imbalan tertentu
Harta benda yang seharusnya ia terima dibagikan kepada ahli waris selainnya sesuai
dengan bagiannya masing-masing. Dengan demikian dia tidak mengambil bagian yang setara
dengan haknya dari harta waris atau dari hal lainnya. Hal ini dibolehkan syara’. Contohnya,
seorang ahli waris tidak mengambil bagiannya dan bagian itu diberikan pada orang lain. Ini
Penyesuaian secara takahrruj adalah sebagai tindakan kebijakan yang hanya digunakan
dalam keadaan tertentu bila kemaslahatan dan keadilan membutuhkannya. Hal ini dapat
ditempuh dengan maksud meniaakan kesempitan dalam bermuamalah yang ditetapkan Allah.
Dengancara ini, kesulitan untuk memecahkan persoalan pembagian kewarisan dalam keadaan
Amir Syarifuddin berpendapat bahwa penolakan terhadap takharuj pada dasarnya terletak
18[18]http://harijahdamis.blogspot.co.id/2012/07/al-takharruj-dan-praktik-pembagian.htmlpada tanggal
9 Oktober 2017 pukul 22.13.
Hal ini karena ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam faraid bersifat memaksa
dan oleh karena itu harus diikuti. Dan jika tidak dilaksanakan dianggap sebagai
b. Meskipun ada yang menganggap takharuj sebagai jual beli, tetapi jual beli
tersebut belum terpenuhi rukunnya, yaitu barang yang diperjualbelikan, yang dalam hal ini
adalah bagian ahli waris yang keluar tersebut. Karena harta tersebut belum dibagi, maka
bagian ahli waris tersebut belum jelas dan belum dianggap ada, sehingga dianggap belum
Pembagian harta warisan dalam bentuk Takharuj tidak dijumpai dasar hukumnya baik
dalam al-Qur’an maupun hadis Nabi saw. Dasar hukumnya merupakan hasil ijtihad (atsar
sahabat) atas peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan. Atsar
أناحدي نساﺀ عبد الرحمن بن عوﻒ صلحوهاعلى ثالثة وثمانين ألفا: عن ابى يوسﻒ عمن حدثه عمروبن دينار عن ابنعباﺲ
.علىأخرجوها من ميراﺚ
Artinya:
Dari Abi Yusuf dari seseorang yang menceritakan kepadanya, dari Amru bin Dinar dari ibnu
Abbas: Salah seorang istri Abdurrahman bin ‘Auf diajak untuk berdamai oleh para ahli waris
harta warisan.22[22]
Dari atsar sahabat tersebut, dipahami bahwa pembagian harta waris dengan
menggunakan perinsip musyawarah dan damai dilakukan oleh para janda dan anak Abdurrahman
bin ’Auf dengan cara salah seorang jandanya menyatakan keluar dari haknya untuk menerima
harta warisan suaminya, namun dengan imbalan pembayaran uang sejumlah delapan puluh tiga
ribu dinar dan ada yang menyatakan delapan puluh tiga ribu dirham.
Istri (janda) almarhum Abd. Rahman bin ’Auf berjumlah 4 orang, dan salah seorang di
antaranya bernama Thumadhir binti al-Ashbag menyatakan mengundurkan diri dari bagian yang
seharusnyaa diterima dengan imbalan pembayaran sejumlah uang. Bagian Thumadhir adalah ¼
dari 1/8 atau 1/32 dari keseluruhan harta warisan pewaris. Baagian tersebut dinilai dengan uang
Selain atsar sabahat, dasar hukum al-takharruj adalah analogi terhadap setiap terjadi
muamalah jual beli dan tukar menukar atas dasar kerelaan masing-masing, sehingga sepanjang
terjadi kerelaan dan kesepakatan, perjanjian pembagian harta warisan dengan metode takharruj
hukumnya boleh.
Jadi, takharuj adalah pembagian harta warisan secara damai dengan perinsip
musyawarah. Pembagian harta warisan dengan metode tersebut, para ahli warislah yang
berperan dan berpengarauh dalam menentukan, baik cara pembagiannya maaupun besar bagian
para ahli waris. Pembagian harta warisan dalam bentuk ini dapat saja keluar dari ketentuan
pembagian harta warisan yang telah ditetapkan berdasarkan al-Qur’an dan hadis Rasulullah saw.,
waris.
digunakan dalam keadaan tertentu, bila kemaslahatan dan keadilan menghendakinya. Hal ini
dilakukan tanpa sama sekali menghindarkan diri dari ketentuan yang ditetapkan oleh Allah SWT.
dengan cara ini suatu kesulitan dalam pemecahan persoalan pembagian warisan dalam keadaan
Hukum waris Islam tidak mengenal penolakan waris sebagaimana dikenal dalam hukum
waris BW. Dalam hukum waris Islam mengenal asas Ijbari yang berarti peralihan harta
seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut
ketetapan Allah tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli waris, sehingga tidak ada
suatu kekuasaan manusia yang dapat mengubahnya dengan cara memasukkan orang lainuntuk
menjadi ahli waris atau mengeluarkan orang yang berhak menjadi ahli waris.
Hal ini dapat dilihat pula dengan telah ditentukannya kelompok ahli waris oleh Allah
SWT sebagaimana diatur dalam Surat An-Nisa Ayat 11, 12, dan 176. Jika ahli waris yang ingin
melepas haknya menerima waris dan ingin memberikannya pada ahli waris lain, hukum Islam
mengatur tentang melakukan kerukunan dalam pembagian harta waris yang disebut dengan
23[23]http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/9711/SKRIPSI%20TRIYA%20W
ULANDARI.pdf;sequence=1 diakses pada tanggal 16 Oktober 2017 pukul 10.55.
24[24] Ibid.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 183 menyebutkan bahwa para ahli waris dapat
menyadari bagiannya.25[25]
Pasal tersebut menjadi acuan dalam pembagian warisan secara damai dengan
mengedepankan kerelaan bersama, walaupun pasal ini mengakibatkan pembagian warisan yang
berbeda dari petunjuk pembagian warisan yang telah ditentukan dalam Bab III Kompilasi
Hukum Islam namun hal ini tetap dibenarkan demi tercapainya kemaslahatan diantara para ahli
waris.
Dalam pelaksanaan penyelesaian secara takharuj dapat berlaku dalam tiga bentuk.
Pertama, kesepakatan dua orang diantara ahli waris untuk keluarnya salah seorang dari
pembagian warisan dengan imbalan tertentu yag diberikan oleh pihak lain dari hartanya sendiri.
Kedua, kesepakatan seluruh ahli waris atas keluarnya salah seorang di antara mereka dari
kelompok penerima warisan, dengan imbalan yang dipikul bersama dari harta mereka di luar hak
Ketiga, kesepakatan semua ahli waris atas keluarnya salah seorang di antaranya dari
kelompok penerima warisan dengan imbalan tertentu dari harta peninggalan itu sendiri.26[26]
Bila diperhatikan, bentuk ketiga ini terlihat bahwa masalahnya berbeda dengan dua
bentuk sebelumnya karena ahli waris menempuh cara pembagian yang menyimpang dari yang
ditentukan dalam hukum kewarisan dan ada kemungkinan lebih atau kurang dari hak yang
semestinya diterima. Walaupun pembagian warisan dalam bentuk tahkaruj dibenarkan dalam
Islam namun praktik pembagiannya harus tetap memenui syarat-syarat. Di antara syarat-syarat
26[26]http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/9711/SKRIPSI%20TRIYA%20W
ULANDARI.pdf;sequence=1 diakses pada tanggal 16 Oktober 2017 pukul 11.10
pentingnya adalah harus ada kecakapan hukum yang didasarkan atas kerelaan penuh dari pihak-
Hal ini menjadi keharusan karena dalam pembagian warisan dalam bentuk takharuj ada
pihak-pihak yang akan menggugurkan atau mengorbankan haknya baik keseluruhan maupun
sebagian. Dalam menggugurkan hak milik diperlukan kecakapan untuk bertindak secara
hukum.27[27]
Pembagian harta warisan dengan cara perjanjian takharuj telah diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum warisan Mesir pada pasal 48, yang menjelaskan tentang definsisnya,
bentuknya dan cara pembagian harta warisan kepada ahli waris apabila terdapat ahli waris yang
Dasar yang dipakai oleh ulama yang membenarkan lembaga takharruj ini adalah kerelaan
dan kesepakatan pihak yang berhak menerimanya. Di samping itu, ulama juga mendasarkan
kepada atsar sahabi meskipun termasuk tidak cukup kuat untuk dijadikan dalil.29[29]
B. BENTUK-BENTUK TAKHARRUJ
Takharuj merupakan perjanjian antara para ahli waris, ahli waris yang menyatakan diri
Bentuknya adalah:
27[27]Ibid.
28[28]http://harijahdamis.blogspot.co.id/2012/07/al-takharruj-dan-praktik-
pembagian.htmlpada tanggal 9 Juni 2017 pukul 22.13.
adalah ahli waris yang menyatakan diri keluar dari hak untuk menerima warisan dan
menyerahkan bagian warisannya kepada pihak kedua atau ahli waris lain. Selanjutnya pihak
kedua (ahli waris lain) menyerahkan sesuatu sebagai tebusan atas harta warisan yang telah
Takharuj dalam bentuk ini adalah seakan-akan terjadi trasanki jual beli. Pihak ahli waris
pertama yang telah menyerahkan bagian harta warisannya kepada pihak ahli waris kedua
menerima pembelian atau harta yang diberikan oleh pihak ahli waris yang kedua.
Al-takharuj juga dapat berbentuk tukar menukar barang harta warisan atau barter.
Dalam bentuk ini, pihak yang telah menyatakan keluar atau mundur dari menerima harta
warisan pewaris menerima tebusan atau barter sebagai alat penukar dari harta warisan yang
seharusnya menjadi bagiannya. Tebusan atau barter itu diberikan oleh ahli waris lain yang tidak
mengundurkan diri.30[30]
Dalam prakteknya, penyesuaian secara takharruj dapat dikategorikan kepada tiga bentuk
a. Kesepakatan dua orang di anatara ahli waris untuk keluarnya salah seorang dari menerima
harta dengan imbalan tertentu yang diberikan oleh ahli waris lain dari hartanya sendiri.
b. Kesepakatan ahli waris atas keluarnya salah seorang dari menerima harta warisan dengan
imbalan yang dipikul bersama dari harta mereka di luar hak yang akan mereka terima dari harta
warisan.
30[30] Ibid.
c. Kesepakatan semua ahli waris atas keluarnya salah seorang menerima warisan dengan
Dari segi waktu pelaksanaannya, Takharruj dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:
Artinya kesepakatan yang dilakukan oleh ahli waris dilakukan sebelum dilaksanakannya
pembagian harta warisan menurut ketentuan faraid secara formal. Ini berarti ahli waris
berkeinginan untuk menyelesaikan pembagian harta warisan di luar ketentuan yang telah
ketentuan syara’ secara formal dan masing-masing ahli waris telah mengetahui bagiannya
masing-masing.32[32]
Jika dilihat dari segi imbalan yang diberikan, maka Takharruj dibagi menjadi tiga bentuk,
yakni:
a. Imbalan diberikan dari harta salah seorang ahli waris yang melakukan kesepakatan.
b. Imbalan diberikan dari harta seluruh ahli waris yang melakukan kesepakatan.
Artinya para ahli waris disini dapat melakukan kesepakatan dari mana imbalan akan
diambil. Hal itu bisa dilihat dari siapa yang melakukan kesepakatan. Bisa saja imbalan diambil
31[31] Hajar M, Op. Cit, h., 88. Lihat Juga : Amir Syarifuddin, Op. Cit, h., 299-301.
warisnya dan memberikannya kepada seluruh ahli waris secara merata atau salah seorang
Dalam prakteknya, takharruj dapat dilakukan setelah pembagian harta warisan. Artinya,
setelah masing-masing ahli waris menerima hak maka keseluruhan harta dapat dilebur kembali,
selanjutnya diadakan pembagian menurut kesepakatan bersama atau kesepakatan beberapa orang
Hal ini secara praktis harta warisan sudah dilaksanakan pembagiannya sesuai menurut
tuntunan Hukum Islam. Oleh karena itu, cara ini dapat diterima karena bersifat dinamis dan
dapat memberikan tempat kepada tuntutan amsing-masing ahli waris yang bersepakat.
Takharruj juga diberlakukan sebelum harta warisan dibagi. Cara ini berarti bahwa
kesepakatan semua ahli waris adalah di luar cara yang ditentukan oleh syara’. Dalam pengertian
khususnya yaitu kesepakatan seluruh ahli waris utnuk keluarnya seseorang atau beberapa orang
Pertama, hak ahli waris harus dibagikan terlebih dahulu baru kemudian dilebur kembali
Sebagai contoh, jika seorang laki-laki wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri
dari ayah, anak perempuan dan seorang istri dengan harta peninggalan berupa sebuah rumah dan
uang 4.200 dinar. Sang istri setuju mengambil rumah tanpa mengambil bagian uangnya, maka
harta warisan berupa uang 4.200 dinar hanya dibagikan kepada anak perempuan dan ayahnya.
Kedua, jika persetujuan terjadi hanya dengan salah seorang ahli waris, maka bagian yang
disetujui itu menjadi milik ahli waris yang menerima limpahan ini sehingga ia mendapat dua
bagian, yaitu bagian yang dilimpahkan kepadanya dan bagian waris aslinya
Contohnya, jika ahli warisnya terdiri dari dua orang anak laki-laki, anak perempuan dan
seorang istri. Kemudian salah seorang anak laki-laki melakukan persetujuan dengan anak
perempuan agar anak perempuan tersebut melimpahkan bagian warisannya kepada anak laki-laki
tersebut dengan imbalan uang tertentu. Jika disetujui, maka harta hanya dibagikan kepada istri
dan dua orang anak laki-laki dengan catatan bagian anak perempuan menjadi milik anak laki-laki
Adapun untuk tata cara pembagiannya dapat dilakukan dengan beberapa tahap berikut :
a. Para ahli waris yang berhak menerima harta warisan pewaris terlebih dahulu ditentukan
besar bagian masing-masing termasuk ahli waris yang keluar atau mengundurkan diri.
c. Bagian ahli waris yang keluar atau mundur dibayar atau ditebus atau dibarter oleh ahli waris
d. Sisa yang dijadikan barter atau tebusan, dibagi oleh ahli waris yang tidak keluar menurut besar
bagian masing-masing.37[37]
Selain itu, dalam persoalan penyelesaiannya at-Takharuj mempunyai tiga bentuk, yakni
sebagai berikut.
Pertama, at-takharuj terjadi dengan salah satu ahli waris. Maksudnya, al-kharij sepakat
dengan salah satu ahli waris yang bersedia melepaskan haknya atas harta waris. Ahli waris itu
pun bersedia diberikan sejumlah harta yang menjadi pengganti haknya atas harta waris. Harta
pengganti yang diberikan kepadanya tidak berasal dari harta waris. Proses takharuj dalam bentuk
ini ditetapkan berdasarkan akad jual-beli. Dengan demikian, ahli waris yang memberikan
pengganti itu menempati posisi al-kharij (orang yang keluar) karena dia adalah pembeli,
Contohnya, seseorang wafat, meninggalkan ahli waris: ibu, saudara perempuan seibu,
dan 2 saudara kandung. Si mayit meninggalkan harta waris berupa tanah seluas 30 hektare.
Saudara perempuan seibu mengajukan permintaan kepada salah satu saudara kandung, agar ia
melepaskan hak warisnya atas tanah. Sebagai penggantinya, saudara perempuan seibu
Dalam persoalan ini, pembagian harta waris dilakukan seakan-akan tidak ada al-kharij,
sehingga ibu mendapatkan bagian tetap (fardh)-nya yang seperenam (1/6), yaitu 5 hektare,
saudara perempuan juga mendapatkan bagiannya yang 5 hektare, dan sisanya dibagi dua untuk 2
37[37]http://harijahdamis.blogspot.co.id/2012/07/al-takharruj-dan-praktik-pembagian.html
diakses pada tanggal 9 Oktober 2017 pukul 22.13.
orang saudara kandung.berdasarkan pembagian itu, satu orang saudara kandung mendapatkan 10
hektare tanah. Saudara kandung yang tidak terikat perjanjian dengan saudara seibu dapat
mengambil bagiannya yang 10 hektare, dan saudara kandung yang lain, yang berjanji akan
melepaskan hak warisnya atas tanah seluas 10 hektare, mendapatkan uang 10.000 pound (Rp
142.200.000,00) dari saudara perempuan seibu. Dengan demikian, tanah milik saudara
Kedua, at-takharuj terjadi dengan semua ahli waris. Dalam hal ini, al-kharij bersedia
“keluar” atau melepaskan hakmya atas harta waris jika diganti dengan sejumlah uang, yang
bukan harta waris. Uang pengganti itu diserahkan ahli waris-ahli waris yang lain kepadanya.
Proses takharuj dalam bentuk ini ditetapkan berdasarkan akad jual, karena al-kharij menjual
bagiannya kepada ahli waris-ahli waris yang lain. Dengan demikian ahli waris-ahli waris itu
dapat memiliki bagian al-kharij sesuai dengan perjanjian tersebut dalam akad takharuj.
Jika ahli waris-ahli waris itu telah memberikan uang kepada al-kharij senilai dengan
bagian mereka masing-masing atas harta waris, mereka pun mendapatkan bagian dari harta al-
kharij sesuai dengan bagian mereka masing-masing atas harta waris. Namun, jika setiap ahli
waris memberikan uang dalam jumlah yang sama untuk al-kharij, harta al-kharij pun dibagi rata
untuk mereka.
Contohnya, seseorang wafat, meninggalkan ahli waris: istri, ibu, dan saudara kandung.
Si mayit meninggalkan harta waris berupa tanah seluas 36 hektare. Istri si mayit bersedia keluar
atau tidak mengambil bagiannya, jika mendapatkan ganti senilai 2.700 pound (Rp 38.394.000)
yang diserahkan oleh ibu dan saudara kandung si mayit, senilai dengan bagian mereka berdua
dalam mewarisi.
Untuk mengetahui jumlah warisan yang didapat setiap ahli waris, kita harus mengetahui
Asal masalah : 12
Harta waris yang diperoleh setiap ahli waris adalah sebagai berikut.
Istri : 3 x 3 = 9 hektare
Ibu : 4 x 3 = 12 hektare
Harta waris yang menjadi hak si istri (9 hektare), yang tidak diambil karena sudah dibeli,
dibagi untuk ibu dan saudara si mayit. Dengan demikian, jumlah harta waris yang diperoleh ibu
Cara menghitung jumlah harta waris yang diperoleh ibu dan saudara kandung di atas,
dilakukan sesuai dengan pengganti yang diberikan oleh mereka untuk istri si mayit. Pengganti itu
senilai dengan bagian ibu dan saudara kandung dalam mewarisi harta si mayit. Namun, jika ibu
dan saudara kandung memberikan pengganti dalam jumlah yang sama untuk istri si mayit, harta
supaya dia “dikeluarkan” atau tidak diberikan harta waris yang menjadi bagiannya dengan
imbalan tertentu, baik berupa uang atau benda yang diambil dari warisan. Proses takharuj ini
sebenarnya adalah pembagian yang tidak sempurna antara al-kharij, yang melepas bagiannya,
dengan ahli waris-ahli waris lain, yang memiliki sisa warisan. Bentuk ini pada hakikatnya sama
dengan qismah (hukum pembagian), bukan jual-beli. Bentuk ini merupakan bentuk yang sering
terjadi di masyarakat.
Dalam keadaan ini, kita membagikan harta waris kepada seluruh ahli waris –termasuk
al-kharij- seakan-akan tidak ada yang keluar. Setelah itu, kita gugurkan bagian al-kharij dari asal
masalah, ‘aul, atau tash-hih-nya, sebagaimana kita menggugurkannya dari warisan, lalu kita
jadikan bagian sisa sebagai asal masalah. Setelah itu, harta waris dibagi berdasarkan asal
Contoh pertama, seseorang wafat, meninggalkan ahli waris : suami, anak laki-laki, dan
anak perempuan serta harta waris yang terdiri dari satu rumah dan 30 hektare tanah. Dalam kasus
ini, suami “keluar” atau meninggalkan bagiannya dengan imbalan rumah. Dengan demikian, cara
Perempuan
Dasar Pembagian ¼
Sisa/’ashabah
Asal Masalah : 4
Harta waris yang diperoleh setiap ahli waris adalah sebagai berikut.
Contoh kedua. Seseorang wafat, meninggalkan ahli waris: suami, ibu, dan paman
kandung dari pihak bapak. Si mayit meninggalkan harta waris senilai 3.000 pound (Rp
42.660.000,00) dan sebuah rumah yang diminta oleh suami sebagai imbalan pengunduran dirinya
Penyelesaian
Dasar Pembagian ½ 1
/3 Sisa/’ashabah
Asal masalah : 6
Kemudian, kita gugurkan bagian suami dengan imbalan rumah tadi. Dengan demikian,
jumlah harta waris yang tersisa adalah 3 (2 bagian untuk ibu dan 1 bagian untuk paman).
Harta waris yang diperoleh ibu dan paman adalah sebagai berikut:
ahli waris, proses pembagian harta waris dilakukan sebagaimana suami tidak ada atau sudah
meninggal, sehingga harta waris dibagikan hanya untuk ibu dan paman. Sebab, jika kita
melakukan itu, pasti akan membawa perubahan pada bagian ibu yaitu dari sepertiga (1/3) bagian
tetap menjadi (1/3) bagian sisa yaitu 1.000 pound, setelah diambil oleh suami. Kalau hal ini
dilakukan, berarti kita menyalahi ijma’ yang menyebutkan bahwa ibu mendapatkan (1/3) dari
harta waris dalam masalah ini. Hal tersebut tidak sesuai dengan akad takharuj, di mana mereka
berdua rela meninggalkan bagiannya, ditukar dengan uang atau barang yang lain.38[38]
a. Kenali pokok masalahnya, kemudian keluarkan ahli waris yang mengundurkan diri, sisanya
bagikan pada ahli waris yang berhak.
Contoh:
Seseorang wafat dan meninggalkan ayah, anak perempuan, dan istri. Misalnya, pewaris
meninggalkan sebuah rumah dan uang sebanyak 42 juta rupiah. Kemudian, istri menyatakan
dirinya hanya akan mengambil rumah, dan menggugurkan haknya untuk menerima bagian dari
harta yang berjumlah 42 juta itu. Dalam keadaan demikian, harta warisan tersebut hanya
dibagikan kepada anak perempuan dan ayah. Kemudian jumlah bagian kedua ahli waris itulah
yang menjadi pokok masalahnya.
Pokok masalahnya 24, kemudian hilangkan hak istri, yakni seperdelapan dari 24, berarti
tiga. Lalu sisanya (24-3= 21) menjadi pokok masalah bagi ayak dan anak perempuan.
Pembagiannya:
42.000.000 : 21 = 2.000.000
Anak perempuan 12 x 2.000.000 = 24.000.000
Ayah 9 x 2.000.000 = 18.000.000
Totalnya 24.000.000 + 18.000.000 = 42.000.000
Deskripsi: Seorang meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris suami, anak
perempuan, ibu, dan seorang saudara laki-laki sebapak. Harta peninggalan berupa sebuah rumah
dan uang sebesar Rp 48.000.000,00. Para ahli waris mengadakan takharuj, dengan perjanjian
Analisa kasus:
2. suami : ¼ x12 : 3
Perjanjian takharuj di atas termasuk dalam bentuk takharuj di mana adanya kesepakatan
semua ahli waris atas keluarnya salah seorang menerima warisan dengan imbalan tertentu dari
1. Anak perempuan mendapatkan harta peninggalan sebuah rumah sesuai dengan perjanjian.
39[39]Beni Ahmad Saebani, Fiqh Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h., 326.
3. Ibu 2/6 X Rp 48.000.000,00:2 = Rp 16.000.000,00
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Takharuj merupakan perjanjian antara para ahli waris, ahli waris yang menyatakan diri keluar,
2. Beberapa bentuk dari takharruj ialah perjanjian dua pihak, perjanjian jual beli dan perjanjian
tukar menukar. Jika dilihat dari segi waktu pembagiannya, maka bentuk takharruj ada dua yakni
3. Dalam prakteknya, takharruj dapat dilakukan setelah pembagian harta warisan. Takharruj juga
diberlakukan sebelum harta warisan dibagi. Cara ini berarti bahwa kesepakatan semua ahli waris
DAFTAR PUSTAKA
M., Hajar. 2014. Polemik Hukum Waris. Pekanbaru:Suska Press.
Al-Sabouni, Muhammad Ali. 2015. Hukum Kewarisan ; Menurut Al-qur’an dan _____Sunnah.
http://zilfaroni-putratanjung.blogspot.co.id/2012/05/hukum-kewarisan-islam.html
http://rangerwhite09-artikel.blogspot.co.id/2010/05/takharuj-dan-akdariyah.
http://harijahdamis.blogspot.co.id/2012/07/al-takharruj-dan-praktik-_____pembagian.html
https://ksradamksr.files.wordpress.com
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/9711/SKRIPSI%20TRIY_____A%20
WULANDARI.pdf;sequence=1