Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam berkembang sangat pesat ke seluruh penjuru dunia dengan kecepatan
yang menakjubkan, yang sangat menarik dan perlu diketahui bahwa Dinul
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah suatu agama yang
sekaligus menjadi pandangan atau pedoman hidup. Banyak sumber-sumber
ajaran Islam yang digunakan mulai zaman muncul pertama kalinya Islam
pada masa rasulullah sampai pada zaman modern sekarang ini. Sumber-
sumber yang berasal dari agama Islam merupakan sumber ajaran yang sudah
dibuktikan kebenarannya yaitu bertujuan untuk kemaslahatan umat manusia,
sumber-sumber ajaran Islam merupakan sumber ajaran yang sangat luas
dalam mengatasi berbagai permasalahan seperti bidang akhidah, sosial,
ekonomi, sains, teknologi dan sebagainya.
Islam sangat mendukung umatnya untuk mempelajari ilmu pengetahuan,
terutama yang bersumber dari sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an, Sunah,
Ijma’, Qiyas dan juga ijtihad. Begitu sempurna dan lengkapnya sumber-
sumber ajaran Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja sumber-sumber ajaran Islam?
2. Bagaimana Al-Quran sebagai sumber ajaran Islam?
3. Bagaimana Hadits sebagai sumber hukum kedua ajaran Islam?
4. Bagaimana Ijtihad sebagai sumber hukum ajaran Islam setelah Al-Qur’an
dan Hadits?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Macam-macam sumber ajaran Islam


Sumber adalah tempat pengambilan, rujukan atau acuan dalam
penyelenggaraan ajaran Islam, karena itulah sumber memiliki peranan yang
sangat penting bagi pelaksanaan ajaran Islam. Dari sumber inilah umat Islam
dapat memiliki pedoman-pedoman tertentu untuk melaksanakan proses ajaran
Islam, tanpa adanya suatu sumber maka umat Islam akan terombang-ambing
dalam menghadapi ideologi dan bisa jadi akan berahir pada kesesatan atau
kenistaan.
Dalam pembahasan disini akan diuraikan macam-macam sumber ajaran Islam
yang diantaranya meliputi:
1. Al-Quran
2. Sunah
3. Ijtihad
B. Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam1
a. Pengertian Al-Qur’an
Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari kata “qara’a, yaqra’u, qira’atan,
qur’anan” yang berarti mengumpulkan dan menghimpun huruf-huruf serta
kata-kata dari satu bagian ke bagian lain secara teratur.
Ada juga sumber lain mengatakan bahwa Al-Qur’an secara harfiah berarti
“bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yng sungguh tepat,
karena tiada satu bacaanpun sejak anusia mengenl baca tulis yang dapat
menandingi Al-Qur’an al-Karim, secara terminologi Al-Qur’an adalah kitab
suci yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW.

1
Afrozi,Agus Salim. Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam. Tangerang: Prodi Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Pamulang.2015. hal.235

2
Yang disampaikan lewat malaikat jibril, yang dikomunikasikan dengn
bahasa arab, harus dipercayai tanpa syarat dan menjadi pedoman bagi para
pengikutnya yaitu umat Islam diseluruh dunia.
Pengertian Al-Qur’an dari segi terminologinya dapat dipahami dari
pandangan beberapa ulama, bahwa:
1. Muhammad Salim Muhsin dalam bukunya “Tarikh Al-Qur’an al-Karim”
menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada
nabi Muhammad SAW. Yang ditulis dalam mushaf-mushf dan dinukilkan/
diriwayatkan kepada kita dengan jalan mutawatir dan membacanya
dipandang ibadah serta sebagai penentang (bagi yang tidak percaya)
ataupun surat terpendek.
2. Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan Al-Qur’an sebagai firman Allah
SWT yang diturunkan melalui Roh al-Amin (Jibril) kepada nabi
Muhammad SAW. Dengan bahasa arab, isinya dijamin kebenarannya, dan
sebagai hujah kerasulannya, undang-undang bagi seluruh manusia dan
petunjuk dalam beribadah serta dipandang ibadah dalam membacanya,
yang terhimpun dalam mushaf yang dimulai dari surat al-Fatihah dan
diakhiri surat an-Nas, yang diriwayatkan kepada kita dengan jalan
mutawatir.
3. Muhammad abduh mendefinisikan Al-Qur’an sbagai kalam mulia yang
diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi yang paling smpurna (Muhammad
SAW) ajarannya mencakup keseluruhan ilmu  pengetahuan, ia merupakan
sumber yang mulia yang esensinya tidak dimengerti kecuali bagi orang
yang berjiwa suci daan berakal cerdas.
C. Hadits sebagai sumber hukum Islam2
Umat Islam telah sepakat bahwa hadits merupakan sumber hukum kedua
setelah Al-Qur’an.

2
Ahmad Maulidin dkk.Makalah Sumber-sumber Ajaran Islam. Semarang: Fakultas Tarbiyah
Universitas Islam Negeri Wali Songo.2013. hal.211

3
Dan  tidak boleh seorang muslim hanya mencukupkan diri dengan salah satu
dari kedua sumber Islam tersebut. Al-Qur’an dan hadits merupakan dua sumber
hukum Islam yang tetap. Umat Islam tidak mungkin dapat memahami tentang
syari’at Islam dengan benar sesuai  dengan tanpa Al-Qur’an dan Hadits. Banyak
dari ayat Al-Qur’an yang menerangkan bahwa hadits merupakan sumber hukum
Islam selain Al-Qur’an yang wajib diikuti. Baik itu dalam hal perintah ataupun
larangan.3
Al-Syatibiy dalam kaitan ini mengajukan tiga argumen.
1. Sunnah merupakan penjabaran dari Al-Qur’an. Secara rasional, sunnah
sebagai penjabaran (bayan) harus menempati posisi lebih rendah dari yang
dijabarkan (mubayyan) yakni Al-Qur’an. Apabila Al-Qur’an sebagai
mubayyan tidak ada, maka hadits sebagai bayyan tidak diperlukan. Akan
tetapi jika tidak ada bayyan, maka mubayyan tidak hilang.
2. Al-Qur’an bersifat qat’iy al-subut, sedangkan sunnah bersifat zanniy al-subut.
3. Secara tekstual terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan kedudukan
sunnah setelah Al-Qur’an seprti hadits yang sangat populer mengenai
pengutusan Mu’az Ibn Jabal menjadi hakim di Yaman. Semuanya menunjuka
subordinasi sunnah sebagai dalil terhadap Al-Qur’an.
Berikut uraian sedikit tentang kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam:
b. Dalil Al-Qur’an
Banyak dari ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang  kewajiban untuk
dapat mempercayai dan menerima apa saja yang telah disampaikan oleh Rasul
kepada umat beliau untuk dijadikan sebuah pedoman hidup.
Selain Allah SWT memerintahkan agar umatnya percaya kepada Rasul
juga dapat menaati semua perintah atau peraturan yang telah ditetapkan atau
dibawa oleh beliau. Taat kepada Rasul sama denga taat kepada Allah.
Sebagaimana firman Allah QS. Al- ‘Imran:32 yang berbunyi:

3
docs.google.com/document/d/15g-FHTwQi9AVl13Inmn04z12vZYSyoruskn8mxrbh2o/
preview?pli=1 [14 Desember 2015]

4
َ‫ُول فَإ ِ ْن ت ََولَّوْ ا فَإ ِ َّن هَّللا َ ال ي ُِحبُّ ْال َكافِ ِرين‬
َ ‫قُلْ أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوال َّرس‬
Artinya: "Katakanlah: 'Taatilah Allah dan Rasul-Nya; Jika kamu berpaling,
maka sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang kafir'." –
(QS. Al- ‘Imran 3:32)

Dari banyaknya ayat Al-Qur’an ini membuktikan bahwa dimana setiap ada
perintah taat kepada Allah, pasti ada perintah taat kepada Rasul. Demikian
pula mengenai ancaman. Ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan
dalam penetapan untuk taat kepada semua yang diperintah Rasulullah SAW.
c. Dalil al-hadits
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW. Berkenaan dengan keharusan
menjadikan hadits sebagai pedoman hidup, disamping Al-Qur;an sebagai
pedoman utamanya, beliau bersabda:

‫ وقال صلى هللا عليه وسلم‬:

‫تركت فيكم امرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب هللا وسنة النبيه‬
)‫صلى هللا عليه وسلم (روه مالك في موطأ‬
Artinya:
Rasulullah SAW bersabda: “Telah ku tinggalkan kepada kalian dua
perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh denga
dua perkara ini, yaitu Kitab Allah (Alqur’an) dan Sunnah Nabi SAW
(Al-Hadist)

Masih banyak lagi hadits-hadits yang menerangkan tentang pedoman hidup


maupun penetapan hukum. Hadits-hadits tersebut menunjukkan terhadap kita
bahwa berpegang teguh kepada hadits sebagai pedoman hidup itu wajib,
sebagaimana wajib pada Al-Qur’an.
d. Kesepakatan ulama (ijma’)
Banyak peristiwa yang menunjukan adanya kesepakatan menggunakan
hadits sebagai sumber hukum Islam, antara lain:

5
1. Ketika abu bakar di baiat menjadi kholifah, ia pernahberkata “saya tidak
meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan/dilaksanakan oleh
Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan
perintahnya”.
2. Saat umar berada di hajar aswad ia berkata: “saya tahu bahwa engkau
adalah batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya
tidak akan menciummu”.
3. Diceritakan dari Sa’i bin Musayyab bahwa ‘usman bin ‘affan berkata:
”saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah, saya makan sebagaimana
makannya Rasulullah dan saya sholat sebagaimana Sholatnya Rasulullah
Untuk mengukuhkan validitas sunnah sebagai otoritatif hukum Islam. Al-
syafi’i mengajukan analisis terhadap kata al-hikmah dalam Al-Qur’an. Dalam
banyak Al-Qur’an, kata tersebut selalu bergandengan dengan kata al-kitab
(Al-Qur’an).
b. Tingkatan Hadits
Secara umum tingkatan hadis terbagi ke dalam tiga, yaitu hadits sahih,
hadis hasan, dan hadis dla‟if.
1. Hadits Shahih
Hadits shahih yaitu hadis yang (1) para perawinya berkesinambungan;
diterima dari dan oleh perawi yang „adil dan dlabith. Adil artinya memiliki
sifat adalah yaitu muslim, dewasa, sehat akal, dan tak pernah berbuat dosa.
Dlabith yaitu kuat hafalan, cermat, tepat tanggapan, dan tidak pelupa. (2)
tidak cacat dan (3) tidak bertentangan dengan riwayat lain yang lebih kuat.
Berdasarkan jumlah perawi, hadis sahih ada tiga jenis, yaitu:
1. Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi
dan dari banyak perawi sampai waktu dituilskannya sehingga, karena
banyaknya, tidak memungkinkan mereka untuk melakukan kebohongan.
2. Hadits Masyhur
Hadits masyhur yaitu hadis yang pada awalnya diriwayatkan secara

6
seorang-perseorang tetapi pada tingkat akhirnya diriwayatkan oleh
banyak perawi.

7
3. Hadits Ahad
Hadits ahad yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang ke
seseorang hingga ditulisnya.
2. Hadits Hasan
Yaitu hadis yang sanadnya berkesinambungan, disampaikan oleh
perawi yang „adil tetapi kurang kedhabitannya (kekuatan hafalannya),
terbebas dari cacat dan tidak bertentangan dengan riwayat yang lebih
kuat.
3. Hadits Dha’if
Yaitu hadis yang tidak memenuhi kriteria hadis sahih dan hadis hasan,
baik dalam sanad, rawi, atau mengandung catat dan bertentangan dengan
riwayat yang lebih kuat. Ada beberapa jenis hadis dha‟if di antaranya:
 Hadits Mursal: hadis yang tidak menyebut sahabat dalam rangkaian
perawinya.
 Hadits Munqathi‟: hadis yang sanadnya terputus di tengah, karena ada
rawi yang hilang, atau rawi yang identitasnya tidak dikenal.
 Hadits Maqlub : hadis yang susunan rawinya terbalik dalam sanadnya,
misalnya seharusnya disebut belakangan disebutkan lebih dahulu, atau
terbalik antara sanad dan matannya.
 Hadits Munkar: hadis yang matannya tidak dikenal, kecuali dari
seorang rawi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kekuatan
hafalannya.
 Hadits Matruk : hadits yang riwayatkan oleh perawi yang diketahui
suka berbohong, atau sering salah, atau fasik (berbuat dosa), atau
teledor, sedangkan haditsnya hanya didapat dari perawi ini saja.
4. Istilah-istilah dalam Hadits
Ada beberapa istilah pokok yang perlu diketahui dalam memahami
ilmu tentang hadits, yaitu lafadz-lafadz khusus yang disepakati maknanya
oleh para ahli hadis. Di antaranya sanad, matan,rawi, dan rijalul hadis.
a. Sanad
Sanad adalah rangkaian para periwayat yang menukilkan isi hadits

8
secara berkesinambungan dari yang satu kepada yang lain sehingga
sampai kepada periwayat (rawi) terakhir. Dalam contoh di atas yang
disebut sanad adalah rangkaian nama-nama dari Alhamidi sampai
Umar bin Khathab ( sebanyak 6 orang ).
b. Matan
Matan adalah isi yang terdapat dalam hadits itu sendiri, baik berupa
perkataan, perbuatan, sifat Nabi, atau tindakan dan perbuatan para
sahabat yang dibiarkan oleh Nabi saw.
c. Rawi
Rawi adalah orang yang menerima suatu hadits dan
menyampaikanya kepada yang lain. Dalam satu hadits biasanya
terdapat beberapa orang rawi (disebut ruwat jamak dari rawi). Dalam
contoh di atas rawi-rawinya ada 6 orang yaitu al-Hamidi Abdullah bin
Zubair, Sufyan, Yahya bin Said, Muhammad bin Ibrahim, Alqamah
bin Waqash, dan Umar bin Khathab.
d. Rijalul Hadits
Rijalulhadis adalah orang-orang yang terlibat dalam periwayatan
suatu hadits, yaitu para perawi hadis itu sendiri. Sahih tidaknya suatu
hadis banyak ditentukan oleh rijalulhadits-nya dari segi kecermatan
dan ketelitianya (dhabit) dan keterpercayaanya. Untuk menentukan
apakah para perawi itu berkwalitas atau tidak, ada ilmu yang khusus
untuk ini, disebut Ilmu Rijalul Hadits, yaitu ilmu yang mengkaji
biografi setiap orang yang terlibat dalam periwayatan hadis, disebut
juga Ilmu Tarikhur Ruwat (Ilmu Sejarah Hidup Para Perawi).

9
D. Ijtihad sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an dan Hadits
a. Pengertian Ijtihad
Ijtihad memiliki arti kesungguhan, yaitu mengerjakan sesuatu dengan
segala kesungguhan. Ijtihad dari sudut istilah berarti menggunakan seluruh
potensi nalar secara maksimal dan optimal untuk meng-istinbath suatu
hukum agama yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok ulama yang
memenuhi persyaratan tertentu, pada waktu tertentu untuk merumuskan
kepastian hukum mengenai suatu perkara yang tidak ada status hukumnya
dalam Al-Qur’an dan sunnah dengan tetap berpedoman pada dua sumber
utama.
Dengan demikian, ijtihad bukan berarti penalaran bebas dalam
menggali hukum satu peristiwa yang dilakukan oleh mujtahid, melainkan
tetap berdasar pada Al-Qur’an dan sunnah. Walaupun ijtihad
diperbolehkan untuk dilakukan oleh mujtahid (orang yang berijtihad) yang
memenuhi syarat, namun tidak berarti bahwa ijtihad dapat dilakukan
dalam semua bidang. Ijtihad memiliki ruang lingkup tertentu.
Syaikh Muhammad Salut, misalnya membagi lingkup ijtihad ke dalam
dua bagian:
1. Permasalahan yang tidak ada atau tidak jelas ketentuan hukumnya
dalam Al-Qur’an atau hadist Nabi.
2. Ayat-ayat Al-Qur’an tertentu dan hadis tertentu tidak begitu jelas
maksudnya yang mungkin disebabkan oleh makna yang dikandung
lebih dari satu sehingga perlu ditentukan dengan jalan ijtihad untuk
mengetahui makna-makna yang sesungguhnya yang dimaksud.
b. Macam-macam Ijtihad
1. Ijmak.
Ijmak berarti menghimpun, mengumpulkan, atau bersatu dalam
pendapat, dengan kata lain ijmak merupakan consensus yang terjadi di
kalangan para mujtahid terhadap suatu masalah sepeninggal Rasulullah
SAW.

10
Ahli ushul fikih mengemukakan bahwa ijmak adalah kesepatan para
mujtahid kaum muslimin dalam suatu masa sepeninggal Rasulullah
SAW terhadap suatu hukum syariat mengenai suatu peristiwa. Apabila
terjadi suatu peristiwa yang memerlukan ketentuan hukum yang tidak
ditemukan dalam kedua sumber sebelumnya (Al-Quran dan sunnah)
maka para mujtahid mengemukakan pendapatnya tentang hukum suatu
peristiwa dan jika disetujui atau disepakati oleh para mujtahid lain,
kesepakatan itulah yang disebut ijmak.
Ijmak merupakan salah satu sumber hukum Islam yang memiliki
posisi kuat dalm menetapkan hukum dari suatu peristiwa. Bahkan telah
diakui luas sebagai sumber hukum yang menempati posisi ketiga dalam
hukum Islam. Sejumlah ayat dan hadits nabi menjadi pembenaran
teologis kekuatan ijmak sebagai sumber hukum dalam Islam.
Pemberian warisan kepada nenek laki-laki (jadd) ketika ia
berkumpul dengan laki-laki orang yang meninggal dunia yang dalam
keadaan seperti ini nenek laki-laki tersebut menggantikan ayah (orang
yang meninggal) untuk menerima seperenam dari harta warisan atau
harta peninggalannya merupakan contoh penetapan hukum berdasarkan
ijmak sahabat.
Dalam transaksi jual beli, misalnya istishna’ atau pemesanan barang
yang baru akan dibuat yang seharusnya tidak boleh,karena dinilai sama
seperti halnya membeli barang yang tidak ada, merupakan contoh
hukum yang bersumber dari hasil ijmak sahabat (Hanafi, 1995: 61)
Penggunaan ijmak sebagai sumber hukum dalam menetapkan hukum
suatu peristiwa secara historis terjadi pasca wafatnya Nabi SAW.
Selama beliau hidup, setiap peristiwa yang muncul selalu diminta untuk
ditetapkan hukumnya sehingga tidak mungkin terjadi perlawanan
hukum terhadap suatu masalah.

11
Ijmak yang memiliki kehujahan sebagai sumber hukum didasarkan
pada sejumlah argumentasi teologis terutama ayat 59 surah An-nisa’
yang didalamnya terdapat anjuran untuk taat pada ulil amri setelah taat
pada Allah SWT dan Rosul-Nya. Ulil amri dalam ayat tersebut
dipahami sebagai pemegang urusan dalam arti luas mencakup urusan
dunia ( seperti kepala Negara, menteri, legislative, dan lain-lain) dan
pemegang urusan agama seperti para mujtahid, mufti, dan ulama.
Karena itu, apabila ulil amri telah sepakat dalam status hukum suatu
urusan maka wajib ditaati, diikuti, dan dilaksanakan sebagaimana
mentaati, mengikuti, dan melaksanakan perintah Allah SWT dan Rosul-
Nya dalam (QS. An-nisa’ [4] : 83 ):
       
        
      
      
 

Artinya: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang


keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya.
Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil
Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari
mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena
karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu
mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di
antaramu). (QS. An-nisa’ 4: 83)

Argumentasi yang kedua yang dijadikan pembenaran kehujahan


ijmak sebagai sumber hukum Islam adalah sejumlah hadis Nabi SAW
yang menjelaskan terpeliharanya umat Islam dari bersepakat membuat
kesalahan dan kesesatan separti hadis Nabi SAW yang diriwayatkan
Ibnu Majah, yang mengatakan : “umatku tidak sepakat untuk membuat
kekeliruan.” Hal ini berarti bahwa kesepakatan yang telah dicapai oleh
para mujtahid memiliki kehujahan yang kuat sebagai sumber hukum
dalam Islam dan wajib diikuti oleh umat Islam pada umumnya.
2. Qiyas

12
Secara harfiah berarti analogi atau mengumpamakan. Adapun
menurut pengertian para ahli fikih, qiyas adalah menetapkan hukum
tentang sesuatu yang belum ada nash atau dalilnya yang tegas, dengan
sesuatu hukum yang sudah ada nash atau dalilnya yang didasarkan atas
persamaan illat antara keduanya. Misalnya, menetapkan haramnya
minuman bir yang tidak ada dalilnya dalam Al-Qur’an dengan khamar
yang ada hukumnya di dalam Al-Quran. Menyamakan atau
menganalogikan bir dengan khamar ini didasarkan pada adanya
persamaan illat antara keduanya, yaitu memabukkan.
3. Al-mashlahat al-mursalah
Secara harfiah berarti sesuatu yang membawa kebaikan bagi orang
banyak. Adapun menurut para ahli hukum Islam, Al-mashlahat al-
mursalah adalah sesuatu yang didalamnya mengandung kebaikan bagi
masyarakat, sehingga walaupun pada masa lalu hal tersebut tidak
diberlakukan, namun dalam keadaan masyarakat yang sudah makin
berkembang, keadaan tersebut dianggap perlu dilakukan. Misalnya,
pembukuan Al-quran dalam bentuk mushaf seperti yang ada sekarang
perlu dilakukan, mengingat jumlah para penghafal Al-Quran makin
sedikit karena meninggal dunia, serta pertentangan dalam membaca
Al-Quran sering terjadi.
4. ‘Urf
Secara harfiah berarti sesuatu yang berlaku atau yang sudah
dibiasakan. Adapun menurut para ahli hukum Islam, ‘urf adalah sesuatu
yang berlaku dimasyarakat atau tradisi yang mengandung nilai-nilai
kebaikan bagi masyarakat. Contonya kebiasaan merayakan hari raya
yang pada zaman sebelum Islam, namun dinilai mengandung kebaikan,
maka tetap dilanjutkan.

5. Istihsan
Secara harfiah berarti memandang sesuatu sebagai yang baik.
Menurut Islam, istihsan artinya segala sesuatu yang dipandang manusia

13
pada umumnya sebagai hal yang baik, dan tidak bertentangan dengan
al-Quran dan sunnah. Penggunaan istihsan ini antara lain didasarkan
pada sabda Rasulullah SAW : Artrinya : “segala sesuatu yang dinilai
oleh kaum muslimin sebagai sesuatu yang baik, maka yang demikian
itu disisi Allah dipandang sebagai hal yang baik.”
6. Qaul al-shahabat
Secara harfiah berarti ucapan sahabat. Dalam pengertian umum,
Qaul al-shahabat adalah pendapat, pandangan, pikiran, dan perbuatan
para sahabat yang sejalan denganAl-Quran dan sunnah. Penggunaan
Qaul al-shahabat sebagai dasar hukum, mengingat para sahabat selain
sebagai orang yang dekat, bergaul dan ikut berjuang dengan Rasulullah
SAW, juga memang memiliki pemikiran, gagasan, dan karya-karya
yang layak untuk dijadikan bahan renungan dan pertimbangan dalam
mengembangkan ajaran Islam pada masa selanjutnya.
7. Syar’un man qablana
Secara harfiah berarti agama sebelum kita. Dalam pengertian yang
lazim, Syar’un man qablana adlah ajaran yang terdapat didalam agama
yang diturunkan Tuhan sebelum Islam yang terdapat di dalam kitab
Zabur, Taurat, Injil yang masih asli yang tidak bertentangan dan masih
sesuai dengan kebutuhan zaman. Di dalam kitab Taurat yang
ditinggalkan Nabi Musa misalnya terdapat ajaran mengesakan Tuhan,
larangan menyekutukan-Nya, memuliakan kedua orang tua, memiliki
kepedulian terhadap kerabat, orang miskin, ibnu sabil, bersikap boros,
membunuh anak, berbuat zina, memakan harta anak yatim, mengurangi
timbangan, menjadi saksi palsu, dan larangan bersikap sombong.
Ajaran yang dibawa Nabi Musa ini terus dilanjutkan oleh Nabi
Muhammad SAW, sebagaimana terdapat dalam QS. Bani Israil (17)
ayat 23 sampai dengan ayat 37.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

14
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber ajaran
islam ada tiga macam, yaitu Al-qur’an, hadits dan ijtihad.  Al-qur’an sebagai
sumber hukum Islam yang pertama yaitu Al-qu’an berisi tentang semua
kehidupan yang ada di alam, perintah, akidah dan kepercayaan, akhlak yang
murni, mengenai syari’at dan hukum dan sebagai petunjuk umat Islam.
Sedangkan Hadits itu sebagai sumber ajaran islam karena dalam Dalil al-
qur’an mengajarkan kita untuk mempercayai dan menerima apa yang telah
disampaikan oleh Rasul untu dijadikan sebagai pedoman hidup. Selain itu
dalam hadits juga terdapat pertnyataan bahwa berpedoman pada hadits itu
wajib, bahkan juga terdapat dalam salah satu pesan Rasulullah berkenaan
menjadikan hadist sebagai pedoman hidup setelah Al-qur’an sebagai sumber
yang pertama. Ijtihad sebagai sumber ajaran karena melalui konsep ijtihad,
setiap peristiwa baru akan didapatkan ketentuan hukumnya Dari pemaparan
makalah kami tersebut kita tahu bahwa sumber ajaran islam sangat penting
sebagai pedoman hidup, untuk itu hendaknya apabila kita melenceng dari
salah satu sumber ajaran tersebut, maka akan menjadikan hal yang fatal.

B. Saran
Alqur’an, Alhadits adalah sumber hukum Islam begitu juga dengan ijtihad,
Oleh karenanya diharapkan dan diharuskan agar semua umat Islam
menjadikan ketiganya sebagai pedoman hidup dan dasar hukum dalam Islam.

DAFTAR PUSTAKA

15
Afrozi,Agus Salim.2015. Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam. Tangerang: Prodi
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Pamulang

Ahmad Maulidin dkk.2013. Makalah Sumber-sumber Ajaran Islam. Semarang:


Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Wali Songo

docs.google.com/document/d/15g-
FHTwQi9AVl13Inmn04z12vZYSyoruskn8mxrbh2o/preview?pli=1 [14
Desember 2015]

16

Anda mungkin juga menyukai